Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No.

ISSN 1858-4330

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS


KEDELAI PADA WILAYAH DATARAN TINGGI
EVALUATION OF GROWTH AND PRODUCTION OF SOME SOYBEAN
VARIETIES AT HIGH ALTITUDE AREA
Amir Yassi
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan km 10 Makassar, Tlp.: 0411-589896, 0411-586014

ABSTRAK
Intensitas cahaya dan suhu yang rendah pada ketinggian 500 mdpl dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi kedelai. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok,
perlakuan terdiri dari 5 (lima) varietas yakni: a) Willis, b) Orba, c) Tampomas, d) Meratus
dan e) Malabar yang diulang 5 (lima) kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua
komponen pengukuran yang diamati dari semua varietas menunjukkan hasil yang lebih
baik adalah varietas Orba dan Willis. Kedua varietas memperlihatkan pertumbuhan
vegetatif tertinggi, jumlah cabang terbanyak, umur panen cenderung sama dengan
deskripsinya dan persentase polong berisi lebih banyak serta tingkat produktivitasnya lebih
tinggi dibandingkan dengan varietas Tampomas, Meratus dan Malabar. Dengan demikian,
varietas Orba dan Wilis dapat beradaptasi baik dan berdaya hasil tinggi di Kelurahan
Alehanuae, Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai.
Kata kunci: Varietas kedelai, intensitas surya dan suhu

ABSTRACT
The low temperature and sun intensity at 500 m from sea level altitude can influence the
soybean production and growth. The research was arranged in Randomized block design,
The treatment consist of 5 (five) variety i.e.: a) Willis, b) Orba, c) Tampomas, d) Meratus
and e) Malabar, and repeated 5 (five) times, respectively. The result of research showed
that the all measures component are control out of all variety that indicated best product
than Orba and Willis. Both of them variety showed the highest vegetative expansion, most
amount branchs, the harvest age tended the same with description and percentage of the
pea have been more volume and also the high productivity level more than the Tampomas,
Meratus and Malabar variety, respectively. Thus, Orba and Wilis variety can well adapted
and have high outcome on Alehanuae-North Sinjai Subdistrict of Sinjai Regency.
Keywords: Soybean variety, temperature and sun intensity.

PENDAHULUAN
Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sudah
mencapai 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru 0,71 juta ton dan
kekurangannya diimpor. Hanya sekitar
35% dari total kebutuhan yang dapat di-

38

penuhi dari produksi dalam negeri. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terusmenerus, mengingat potensi lahan cukup
luas, teknologi, dan sumberdaya lainnya
cukup tersedia (Anonim, 2005).

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1

Sampai saat ini budidaya kedelai umumnya kebanyakan dilakukan di lahan sawah
setelah tanaman padi. Usahatani tanaman
kedelai sangat jarang dibudidayakan pada
lahan kering, hal ini disebabkan karena
risiko kekeringan sangat besar juga
produktivitasnya masih sangat rendah.
Sudaryono (2002), produktivitas kedelai
pada lahan kering di tingkat petani berkisar antara 0,7 t.ha-1 1,0 t.ha-1. Selanjutnya Sunarlin (1994) menyatakan bahwa
tingkat produksi yang relatif masih rendah
ini selain disebabkan faktor varietas juga
disebabkan oleh rendahnya kesuburan tanah terutama kadar C-organik, N,P dan K.
Hasil penelitian Guharja (1990) menunjukkan bahwa beberapa kultivar kedelai
mempunyai adaptasi yang luas sehingga
dapat ditanam pada ketinggian lebih kurang 1.100 m dpl, bahkan terdapat pula
kultivar yang hidup pada ketinggian kurang lebih 1.200 m dpl. Menurut Jackson
(1977), kultivar kedelai yang unggul untuk suatu daerah belum tentu unggul di
daerah lain, karena faktor perbedaan iklim, topografi dan cara tanam.
Beberapa varietas kedelai menunjukkan
respons yang terbaik pada kelengasan
tanah 15% di atas kapasitas lapang. Varietas Sinabung dan Kaba memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan varietas Wilis dan Dieng (Savitri,
et al., 2003).
Tanaman kedelai varietas Wilis mempunyai respon positif pada lama penyinaran
selama 10 12 jam. Penyinaran yang terlalu pendek atau terlalu panjang akan
berdampak pada penurunan produksi
(Ariffin, 2008). Tanaman Kedelai tergolong jenis tanaman yang butuh penyinaran
yang tidak terlalu panjang, terutama pada
saat tanaman kedelai memasuki fase
inisiasi bunga (Zhang et al., 2001). Cahaya yang diterima oleh tanaman berpengaruh terhadap fitokrom. Menurut Wang
et al. (1998) fitokrom ialah pigmen yang
berperan untuk menyerap cahaya. Pada

ISSN 1858-4330

proses perkecambahan fitokrom berperan


menyerap cahaya far infra red (FIR) yang
berperan merangsang proses perkecambahan (Ariffin, 2001).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa R.
japonicum paling banyak ditemukan pada
ketinggian 240 dan 480 m dpl. Pada ketinggian 720 dan 820 m dpl, di peroleh
jumlah R. japonicum yang paling sedikit
di dalam tanah (Rosyati, 2004).
Kabupaten Sinjai memiliki peluang pengembangan kedelai cukup besar, dengan
potensi lahan sekitar 31.619 ha, terdiri
lahan sawah 10.619 ha dan 21.000 ha
lahan kering yang hanya ditanami 1 2
kali dalam setahun terutama pada musim
penghujan, sehingga memungkinkan dilakukannya penanaman satu kali kedelai
sehingga menaikkan instensitas pertanaman menjadi 200 300 %.
Salah satu penyebab kegagalan panen adalah penanaman kedelai tidak sesuai dengan kondisi iklim spesifik lokasi daerah
maupun belum didapatkannya varietas
yang dapat beradaptasi baik pada lingkungan terutama pada daerah ketinggian.

BAHAN DAN METODE


Percobaan dilaksanakan di Kabupaten
Sinjai dan berlangsung dari Mei sampai
Agustus 2008. Lokasi percobaan terletak
pada ketinggian 500 m dpl, topografi lebih dari 85 % terdiri dari wilayah berbukit, bergelombang sampai bergunung.
Jenis tanah Latosol Merah Kuning dan
bertekstur liat dengan pH 4.8 5.8.
Percobaan disusun berdasarkan rancangan
acak kelompok (RAK) terdiri dari 5 (lima)
perlakuan varietas kedelai, yaitu: Willis
(v1), Orba (v2), Tampomas (v3), Meratus
(v4) dan Malabar (v5). Perlakuan diulang
sebanyak 5 (lima) kali, sehingga terdapat
25 petak percobaan dengan ukuran 4 m x
3 m.

39

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1

Persiapan pelaksanaan meliputi pengolahan tanah dengan membajak kemudian digaru, lalu diratakan dan disisir. Penanaman dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm.
Pemupukan dasar dengan dosis urea 50
k.ha-1, SP-36 100 k.ha-1, pemupukan susulan umur 21 HST: urea 25 k.ha-1 dan
KCl 75 k.ha-1. Komponen pengamatan: 1)
Tinggi tanaman saat berbunga 10%, 90%
dan saat panen (cm); 2) Jumlah cabang
produktif (buah); 3) Umur tanaman saat
berbunga 10%, 90% (hari); 4) Umur
panen (hari); 5) Persentase polong berisi
(%); 6) Bobot 1.000 biji kering (g); 7)
Hasil biji kering (k. petak-1 dan t.ha).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tinggi Tanaman
Varietas memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap tinggi tanaman, varietas

ISSN 1858-4330

Wilis (v1) nyata lebih tinggi pada umur


berbunga 10%, 90% dan saat panen dibandingkan varietas lainnya. Keempat
varietas memperlhatkan perbedaan tinggi
dibandingkan deskripsinya kecuali varietas Tampomas (v3) lebih rendah dari
deskripsinya. Hal ini menunjukkan bahwa
varietas Tampomas peka pada suhu yang
rendah, sebaliknya keempat varietas adaptif terhadap kondisi suhu yang relatif
rendah.
Selain berpengaruh pada pembungaan,
lama penyinaran juga mempengaruhi jumlah buku, tinggi tanaman, lama masa pembungaan, masa dari pembungaan sampai
terbentuk polong dan pematangan. Hari
yang panjang akan memperpanjang masa
setiap fase perkembangan vegetatif dan
generatif dan meningkatkan banyaknya
buku dan tinggi tanaman (Karamoy,
2008).

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dari adaptasi pertumbuhan dan produksi varietas
kedelai pada areal ketinggian
Rata rata tinggi tanaman (cm)
10 % Berbunga
90 % Berbunga
Saat Panen
v1
37,33a
44,27a
63,17a
v2
36,90a
42,73a
63,61a
v3
34,34a
38,96a
56,54b
v4
24,57b
28,27b
43,83c
v5
26,12b
29,49b
43,13c
NPBNJ
4,89
5,55
3,46
Keterangan: Angka ratarata yang diikuti huruf yang sama (a, b, dan c) berarti berbeda
nyata pada taraf 0,05
Perlakuan

Pertumbuhan terbaik tanaman kedelai jika


suhu udara menunjukkan 29.4oC dan akan
menurun bila suhu lebih rendah (Grant,
1963). Apabila air mencukupi, kedelai
masih dapat tumbuh baik pada suhu
36.0oC dan akan berhenti tumbuh pada
suhu 9.0oC.
Bobot bahan kering bagian vegetatif
kedelai meningkat dengan meningkatnya
40

suhu udara dari 23.8oC menjadi 32.2oC,


akan tetapi tinggi tanaman dan banyaknya
ruas menurun (Howell, 1956).
Jumlah Cabang Produktif
Jumlah cabang produktif menunjukkan
bahwa varietas berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah cabang produktif yakni
terbanyak diperoleh pada varietas Orba

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1

(v2) dan nyata lebih banyak dari varietas


Meratus (v4), Tampomas (v3) dan Mala-

ISSN 1858-4330

bar (v5), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Wilis (v1).

Tabel 3. Rata-rata jumlah cabang produktif dari adaptasi pertumbuhan dan produksi
varietas kedelai pada areal ketinggian
Perlakuan
Jumlah Cabang Produktif
NPBNJ0,05
v2
4,10a
v1
3,65a
v5
2,71b
0,66
v3
2,70b
v4
2,59b
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama (a, b, dan c) berarti
berbeda nyata pada taraf 0.05

Penurunan intensitas cahaya menjadi 40%


sejak perkecambahan mengakibatkan penurunan jumlah buku, jumlah cabang,
diameter batang, jumlah polong dan jumlah biji (Baharsjah, 1980).

Umur Berbunga 10 % dan 90 %


Rata-rata umur keluar bunga 10% dan
90% menunjukkan rata-rata keluar bunga
tercepat diperoleh pada varietas Meratus
(v4) dan Malabar (v5), dan nyata lebih
cepat dari ketiga varietas lainnya.

Tabel 4 . Rata-rata umur keluar bunga 10 % dan 90 % dari adaptasi pertumbuhan dan
produksi varietas kedelai pada areal ketinggian
Perlakuan

Umur Keluarnya Bunga

10 %
v1
39,8a
v2
37,8a
v3
34,8c
v4
32,4d
v5
32,4d
NPBNJ
0,92
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang tidak sama (a,
berbeda nyata pada taraf uji 0,05.

Kedelai merupakan tanaman hari pendek


yakni tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas
kritis. Setiap varietas mempunyai panjang
hari kritis. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik, maka kedelai akan
berbunga. Jika melebihi periode kritisnya,
maka tanaman tersebut akan meneruskan

90 %
44,6a
42,8b
39,6c
37,8d
38,4d
0,73
b, dan c) berarti

pertumbuhan vegetatifnya tanpa pembungaan. Intensitas cahaya di atas 1.076 luks


selama 8 jam sudah dapat meransang
pembungaan. Sebaliknya pembungaan tidak akan terjadi apabila intensitas cahaya
kurang dari 1.076 luks . Pemendekan lama
penyinaran mempersingkat pertumbuhan
vegetatif dan mempercepat waktu ber41

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1

bunga dan waktu panen (Jonhson et al.


1960).
Umur Tanaman Saat Panen
Rata-rata umur tanaman dan hasil uji
BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata umur tanaman
tercepat diperoleh pada varietas Meratus

ISSN 1858-4330

(v4) dan nyata lebih pendek dari varietas


Malabar (v5), demikian pula varietas
Malabar (v5) nyata lebih pendek dari
varietas Tampomas (v3) dan varietas
Orba (v2) serta varietas Wilis (v1), sedangkan varietas v1 dan v2 tidak berbeda
nyata.
.

Tabel 6 . Rata-rata umur tanaman saat panen dari adaptasi pertumbuhan dan produksi
varietas kedelai pada areal ketinggian
Perlakuan
Rata-rata (hari)
NPBNJ0,05
v1
92,6a
v2
92,6a
v3
90,4b
0,73
v5
81,6c
v4
79,6d
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang tidak sama (a, b, dan c) berarti
berbeda nyata pada taraf uji 0,05.

Persentase Polong Berisi


Sidik ragam persentase polong berisi menunjukkan bahawa perlakuan varietas
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase jumlah polong berisi.
Hasil rata-rata persentase polong berisi
dan uji BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 menujukkan bahwa rata-rata persentase polong berisi tertinggi diperoleh


dari Varietas Orba (v2) dan nyata berbeda
dengan perlakuan varietas lainnya. Tetapi
antara varietas Wilis (v1), Tampomas (v3)
dan Varietas Meratus (v4) serta Malabar
(v5) tidak berbeda nyata.

Tabel 7. Rata-rata persentase polong berisi (%) dari adaptasi pertumbuhan dan produksi
varietas kedelai pada areal ketinggian
Perlakuan
Rata-rata (%)
NPBNJ0,05
v2
93,12a
v5
92,88b
v3
92,86b
0,13
v1
92,86b
v4
92,85b
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang tidak sama (a, b, dan c) berarti
berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Suhu yang terlalu tinggi berpengaruh buruk terhadap perkembangan polong dan
biji. Kedelai yang tumbuh dengan suhu
42

udara berkisar 40.0oC 46.0oC akan


banyak menggugurkan polong (Mann dan

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1

Jawarshi, 1970). Polong kedelai tumbuh


optimal pada suhu antara 26.6oC 32.0oC.
Bobot 1000 Biji Kering pada Kadar
Air 12 %
Perlakuan varietas berpengaruh sangat
nyata terhadap bobot 1.000 biji kering
pada kadar air 12 %. Hasil uji BNJ 0,05

ISSN 1858-4330

disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata bobot 1.000 biji
pada kadar air 12% terberat diperoleh
pada varietas Meratus (v4) dan nyata
lebih berat dari varietas Tampomas (v3).
Orba (v2) dan Wilis (v1). Tetapi varietas
Meratus (v4) tiadak berbeda nyata dengan
varietas Malabar (v5).

Tabel 8 Rata-rata bobot 1.000 biji kering (g) pada kadar air 12% dari adaptasi
pertumbuhan dan produksi varietas kedelai pada areal ketinggian
Perlakuan
Rata-rata (g)
NPBNJ0,05
v4
132,99 a
v5
131,69 ab
v3
129,76 bc
2,84
v2
127,40 c
v1
119,92 d
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang tidak sama (a, b, dan c) berarti
berbeda nyata pada Taraf uji 0,05 .
Apabila intensitas surya hanya 40% diberikan mulai awal pengisian polong,
maka jumlah polong dan hasil biji lebih
rendah dibandingkan dengan tanaman
tanpa naungan. Hal ini disebabkan dengan
turunnya kadar karbohidrat daun yang
disebabkan oleh turunnya proses fotosintesa (Ogren dan Rinne, 1973).
Hasil Biji Kering pada Kadar Air 12%
Hasil pengamatan biji kering pada kadar
air 12 % menunjukkan bahwa varietas
berpengaruh sangat nyata.
Hasil rata-rata biji kering dan uji BNJ
0,05 % disajikan pada Tabel 9. Tabel 9
menunjukkan bahwa rata-rata hasil biji
kering tertinggi diperoleh pada varietas
Orba (v2) dan nyata lebih tinggi dari
varietas Tampomas (v3), Meratus (v4)
dan Malabar (v5), tetapi tidak berbeda
nyata dengan varietas Wilis (v1).
Tanaman kedelai akan tumbuh baik pada
ketinggian 1.500 mdpl (Kassam, 1978).
Hasil kedelai pada ketinggian 0 500

mdpl hasil rata-rata kedelai lebih baik


daripada ketinggian lebih dari 1.000 mdpl.
Di Indonesia menunjukkan bahwa hasil
kedelai lebih tinggi pada dataran tinggi
(1.100 mdpl) dibandingkan dengan dataran rendah (12 mdpl). Peningkatan hasil
pada dataran tinggi terutama disebabkan
oleh ukuran biji dan jumlah polong. Umur
berbunga dan pematangan lebih lambat
pada dataran tinggi. Pengaruh tinggi tempat terutama berkaitan dengan proses metabolisme tanaman. Karena itu hubungan
antara penyinaran surya dengan hasil adalah kompleks (Evans, 1973). Hasil penelitian Sundari et al. (2005) menunjukkan
bahwa keragaan hasil kacang hijau pada
penaungan 75% lebih rendah dari penaungan 50% dan 25%, masing-masing
34.01% dan 65.21%. Hasil rata-rata (MP),
rata-rata hasil geometrik (GMP) dan indeks toleransi terhadap cekaman (STI)
merupakan tolak ukur yang baik untuk
memilih genotipe kacang hijau berpotensi
hasil tinggi toleran penaungan. Genotipe
VC2768B, Kenari dan lokal Wongsorejo
toleran terhadap penaungan hingga 75%.
43

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1

ISSN 1858-4330

Tabel 9. Rata-rata hasil biji kering pada kadar air 12 % dari adaptasi pertumbuhan dan
produksi varietas kedelai pada areal ketinggian
Rata-rata Hasil Biji Kering
(kg.petak-1)
(t.ha-1)
v2
2,078 a
2,950 a
v1
1,826 ab
2,577 ab
v3
1,664 b
2,264 b
v5
0,918 b
1,304 b
v4
0,856 b
1,217 b
NPBNJ
0,93
0,60
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang tidak sama (a dan b) berarti berbeda
nyata pada taraf uji 0,05
Perlakuan

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa


prosentase daya tumbuh (7 HST) tidak
berbeda nyata jika ditanam di lokasi dengan jenis tanah dan tekstur berbeda,
sedangkan hasil biji kering panen menunjukkan bahwa hasil tertinggi diraih oleh
varietas Burangrang (2,10 t.ha-1) pada
tanah bertekstur liat dan tidak berbeda
nyata dengan varietas Wilis (2,04 t.ha-1).
Sedangkan di tanah berpasir, kedelai varietas Wilis memberikan hasil lebih tinggi
dibandingkan varietas Burangrang dan
berbeda nyata dengan varietas Cikuray
(1,62 t.ha-1). Serangan hama penyakit
utama pada tanaman kedelai di 3 lokasi
berbeda adalah ulat grayak, yaitu rata-rata
sekitar 25%. Varietas Burangrang dan
Wilis lebih tahan pada hama penggerek
daun dibandingkan Varietas Cikuray. Secara umum penanaman kedelai di tanah
Typic Haplustalfs Gunung Kidul memiliki jumlah polong lebih tinggi pada
varietas yang sama jika dibandingkan di
tanah Typic Tropaquepts dan Typic Fragiaquepts, karena memiliki kandungan
P2O5 yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan serapan hara P yang sangat berperan dalam pembentukan polong biji
kedelai (Riyanto et al., 2004).
Hasil
tinggi
t.ha-1)
nyata
44

rata-rata bobot biji kering lebih


diperoleh pada varietas Orba (2,95
dan wilis (2,57 t.ha-1), dan berbeda
dengan varietas lainnya. Hal ini

mungkin disebabkan oleh karena kondisi


lingkungan selama pertumbuhan tanaman
lebih sesuai untuk varietas Orba dan
Wilis, yang ditunjukkan oleh penampilan
tanaman. Misalnya tanaman menjadi lebih tinggi dan jumlah cabang polong dan
polong berisi semakin banyak. Kecuali
terhadap bobot 1.000 biji kering lebih
ringan dari varietas Meratus dan Malabar.

KESIMPULAN
Kedelai varietas Orba dan Wilis memperlihatkan pertumbuhan vegetatif tertinggi,
jumlah cabang terbanyak, umur panen
cenderung sama dengan diskripsinya dan
persentase polong berisi lebih banyak serta tingkat produktifitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Tampomas,
Meratus dan Malabar. Varietas Orba dan
Wilis dapat beradaptasi baik dan berdaya
hasil tinggi pada areal ketinggian.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agibisnis Kedelai.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.
Ariffin, 2001. Teknik pengelolaan pencahayaan buatan pada tanaman hias.

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1

ISSN 1858-4330

Seminar Nasional Florikultura. Fakultas Pertanian Unibraw, Malang.

limit soybean yields. Crop. Sci 10:


620 624

Ariffin, 2008. Respon tanaman kedelai


terhadap lama penyinaran. Agrivita
Vol. 30 (1): 61-66.

Ogren, W.L. and R.W. Rinne. 1973.


Photosynthesis and Seed Metabolism in Soybeans Improvement,
Production and Used. B.E. Cladell
(ed) American Society od Agronomy. Inc Publ., Madison.

Baharsjah, J.S. 1980. Pengaruh naungan


pada berbagai tahap perkembangan
dan populasi tanaman terhadap
pertumbuhan, hasil dan komponen
kedelai (Glicyn max (L) Merr).
Disertasi Doktor Fakultas Pasca
Sarjana IPB Bogor.
Evans, L.T., 1973. Plant Response to
climate
factor.
R.O.
Stiver.
UNESCO, Parts 1: 21-35.
Grant, P.M., 1963. Some factors effecting
the growth of soybean. Rhodesia J.
Agr. Res 1: 12-17
Guharja, E., 1990. Teknologi Produksi
Kedelai. Risalah Lokakarya Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian
dan
Howell R.W., 1956. Heat drought and
soybean. Digest 16: 14 17.
Jackson, I.J., 1977. Climate, Water and
Agriculture in the Tropics. Longman, London.
Johson H.W., H.A. Bortowich and R.C.
Leffel., 1960. Effect of photoperiodic and time of planting on the soybean in various stages of the cycle.
Bot Gaz. 122: 77 95.
Karamoy, L.Th., 2008. Relationship between climate and soybean (Glicine
max L. Merrill) growth. Soil Environment Vol. 7 (1) 2008: 65 68.
Kassam, A.H. 1978. Agro-climatic suitability assessment of rain food crop
in african by growing period zones.
FAO. P.73.
Mann, J.D. and E.G. Jawarshi, 1970.
Comparison of stress which may

Riyanto D., M. Suhardjo dan A.M. Sudihardjo, (2004). Pengkajian daya


hasil lanjutan beberapa varietas
kedelai pada tiga jenis tanah
berbeda di Propinsi D.I. Yogyakarta. Balai Penelitian Teknologi
Pertanian Yogyakarta.
Rosyati F. (2004). Kajian awal penelitian
penyebaran bakteri Rhizobium
japonicum pada beberapa daerah
pertanian kedele (Glycine Max (L)
MERR) Di Jawa Barat dengan
ketinggian yang berbeda-beda.
JBPTITBBI, Bandung.
Savitri, Adisarwanto, Syekhfani dan
Syamsul Bahri, 2003. Respon
varietas kedelai (Glycine max L.
Merr) pada perbedaan kondisi
lengas tanah. Thesis tidak dipublikasi. Unibraw Malang.
Sudaryono, 2002. Sumber K alternatif dan
peranan pupuk kandang pada
tanaman kedelai di lahan kering
Alfisol dan Vertisol. Prosiding seminar hasil penelitian peningkat-an
produktivitas, kualitas, efisiensi dan
sistem produksi tanaman ka-cangkacangan dan umbi-umbian menuju
ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Puslitbang Tanaman
Pangan. Badan Litbang Pertanian.
Sunarlin, N. 1992. Effect of nitrogen and
rhizobium inoculation on growth
and yield of soybean in red-yellow
podsolic soil. Penelitian Pertanian
Vol.12 (3): 116 118.

45

Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1

Sundari, T., Soemartono, Tohari dan W.


Mangoendidjojo, 2005. Keragaan
hasil dan toleransi genotipe kacang
hijau terhadap penaungan. Ilmu
Pertanian Vol. 12 (1): 12 19.
Wang, Z, V. R. Redd, dan M. A. Acock.
1998. Testing for early photoperiod

46

ISSN 1858-4330

insenstivity in soybean. Agron. J.


90: 389-392.
Zang, L, R. Wang, dan J. D. Hesketh.
2001. Effects of photoperiod on
growth and development of soybean floral bud in different maturity. Agron. J. 93: 944 948.

Anda mungkin juga menyukai