AL-A'RAF:199
TADABBUR AYAT QS. AL-A'RAF:199
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf serta berpalinglah dari
orang-orang yang jahil" (QS. Al-A'raf:199)
Menurut Yusuf Qardhawy dalam bukunya Al-Qur'an berbicara tentang Akal dan Ilmu
Pengetahuan, ada 4 bentuk kejahilan menurut Al-Qur'an, antara lain :
1. Main-main dalam situasi serius
2. Mengutamakan emosi ketimbang akal
3. Kejumudan atas pikiran-pikiran sesat dan perilaku menyimpang
4. Maksiat kepada Allah adalah indikasi kejahilan
Main-main dalam situasi serius
Sebagaimana kisah Nabi Musa kepada kaumnya dalam QS. Al-Baqarah:67, yang artinya :
"Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami
buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah
seorang dari orang-orang yang jahil."
Surat ini dinamai surat Al Baqarah (sapi betina) karena mengandung kisah penyembelihan sapi,
yang mana Allah menyuruh kaum Nabi Musa menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa
penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah. Kalimat perintah dalam ayat
di atas, diberi penekanan (ta'kid) "Sesungguhnya Allah menyuruhmu....." tetapi Bani Israil
justeru menganggap perintah Nabi Musa itu main-main dan padahal itu adalah perintah Allah.
Inilah kejahilan Bani Israil, yakni mereka bermain-main dalam situasi serius.
Mengutamakan emosi ketimbang akal
Sebagaimana kisah Nabi Nuh terhadap anaknya, yang diceritakan pada QS. Huud:45-47 :
"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku
termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah
Hakim yang seadil-adilnya." Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk
keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya, perbuatan
yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak
mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan
termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada
mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak)
menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi."
Disinilah jiwa kebapakan Nabi Nuh muncul sehingga ia lebih mendahulukan emosi daripada
akal, dimana telah dijelaskan bahwa Allah menggolongkan anaknya tidak termasuk golongan
yang diselamatkan. Maka, setelah firman di atas, Nabi Nuh memohon ampun atas perbuatannya.
Menurut pendapat sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan perbuatannya, ialah
permohonan Nabi Nuh a.s. agar anaknya dilepaskan dari bahaya. Ayat tersebut menunjukkan