Anda di halaman 1dari 49

SKENARIO I

SAAT PERTANDINGAN
Cindy adalah seorang mahasiswi anggota tim kesehatan pada acara peringatan hari ulang tahun
kanpusnya. Pada hari itu sedang pertandingan sepakbola antar angkatan. Pada babak ke-2, tibatiba Deni, salah seorang pemain angkatan 2010, terjatuh karena tersandung oleh kaki pemain
lain. Ia menjerit kesakitan dan saat dibantu untuk berdiri dan berjalan ke pinggir lapangan, ia
tampak pincang. Sendi pada pergelangan kakinya tampak bengkak., terdapat lecet dan ada bagian
kulitnya yang terkelupas. Cindy bingung, tidak tahu harus berbuat apa sehingga diputuskan
membawa Deni ke RS. Di UGD, dokter mengisi formulir permintaan rontgen dan
menyerahkannya pada bagian radiologi. Saat di rontgen, posisi kaki Deni harus berubah-ubah.
Beberapa saat kemudian Cindy melihat dokter memperhatikan hasil rontgennya di balik papan
lampu. Apa ya yang dilihat dokter itu? pikir Cindy..

STEP 1
1. Rontgen : LO
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa saja bagian-bagian tulang, fungsi, dan klasifikasinya?


Apa saja bagian-bagian sendi, fungsi, dan kalsifikasinya?
Apa saja bagian-bagian kulit, fungsi, dan klasifikasinya?
Apa yang di alami Deni?
Bagaimana mekanisme sendi bengkak?
Pemeriksaan radiologi dan diagnosis untuk kasus diatas?

7. Penatalaksanaan kasus?

STEP 3
1. TULANG
Bagian tulang :

Klasifikasi tulang :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tulang panjang contoh: humerus, radius, ulna, femur, tibia, dan fibula.
Tulang datar contoh: sternum, scapula, dan parietal.
Sutural contoh: tulang diantara tulang datar pada tengkorak di garis sutura
Tulang tak beraturan contoh: ruas-ruas tulang belakang
Tulang pendek contoh: carpal dan tarsal
Tulang sesamoid contoh: patella ( Ganong, 2008 )

Fungsi tulang :
1. Tulang memberikan topangan dan bentuk tubuh
2. Pergerakan. Tulang berartikulasi dengan tulang lain pada sebuah persendian sebagai
3.
4.

pengungkit.
Perlindungan. Sistem rangka melindungi organ - organ lunak yang ada dalam tubuh
Pembentukan sel darah ( hematopoiesis ). Sumsusm tulang merah, yang ditemukan pada
orang dewasa dalam tulang sternum, tulang iga, badan vertebra, tulang pipih dan kranium,
pada bagian ujung tulang panjang, merupakan tempat produksi sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosirt.

5.

Tempat penyimpanan mineral

2. SENDI
Bagian sendi :

Fungsi sendi :
1. Mempermudah gerakan antara kedua ujung-ujung tulang
2. Berperan dalam pertumbuhan tulang ke arah memanjang
Klasifikasi sendi :
Secara struktural :
1. Persendian fibrosa, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan ikat fibrosa.
2. Persendian kartilago, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan kartilago.
3. Persendian sinovial, yaitu persendian yang memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
kapsul dan ligament artikular yang membukuskan.
Menurut fungsinya :
1. Sendi sinartosis (sendi mati), sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.

2. Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas)


3. Sendi diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi sinovial
3. KULIT
Bagian kulit :

Kalsifikasi kulit :
a) Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan.
1. Lapisan basal atau stratum germinativium.
2. Lapisan malpighi atau stratum spinosum.
3. Lapisan granular atau stratum granulosum.
4. Lapisan tanduk atau stratum korneum.
Epidermis mengandung juga : Kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan
kuku.

b) Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan subkutan. Dermis
terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars papillaris), sedangkan dibagian
bawah terjalin lebih lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars retucularis mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
c) Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)
Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara jaringan
subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang tyerbanyak adalah liposit yang menghasilkan
banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah dan limfe, kandungan
rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan
subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi.
Fungsi-fungsi dari Kulit :
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan lingkungan.
Fungsi kulit adalah sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Perlindungan
Pengaturan suhu
Ekskresi
Metabolisme
Komunikasi
Absorpsi
Pembentukan pigmen dan melanosit
Kertinisasi

4. Deni mengalami trauma musculoskeletal, tepatnya dislokasi.


Trauma musculoskeletal dibagi 2, yaitu :
a. Vulnus/luka
b. Deformitas : dislokasi, subluksasi, fraktur.
Trauma pada jaringan lunak :
a. Kontusio
b. Hemoragik
c. Laserasio

Trauma ligamen :
a. Strain
b. Sprain
5. Sendi bengkak karena dalam fase hematom
6. Pemeriksaan radiologi :
a. Rontgen posisi AP-lateral (selalu role of 2)
b. CT SCAN
c. MRI
7. Penatalaksanaan :
a. RICE
b. Konservatif
c. Medikamentosa
d. Reposisi
e. Imobilisasi
f. Mobilisasi

STEP 4
1.Tulang Rawan ( Kartilago )
Kartilago Hyalin
Mtrixnya terdiri dari kolagen tipe II, proteoglycans, glycoproteins, dan extracellular fluid.
Berwarna coklat kebiru-biruan, semi tembus cahaya, dan lunak. Terletak di hidung, laring, akhir
dari tulang rusuk, dan cincin trakea dan bronkus. Histogenesis dan pertumbuhan :
Individual mesenchymal cells berkumpul membentuk pusat kondrofikasi berdiferensiasi
menjadi kondroblas sekresi matriz kartilago disekelilingnya terbentuk lacuna
kondroblas yang dikelilingi matrixnya disebut kondrosit cell division lebih dari 2 kondrosit
disebut isogenous groups.
Perikondrium terbentuk di batas luar ketika proses pembentukan kondrosit.
Teritorial matrix merup\akan matrix yang berada di sekeliling lacuna, mengandung sedikit
kolagen dan banyak kondrotinsulfat. Sedangakan interteritorial matrix adalah matrix terbesar dan
mengandung lebih banyak kolagen, serta lebih sedikit kandunagn proteoglikannya. ( Junqueira,
2007 )

Gambar Hyalin Kartilago


Kartilago Elastik
Ditemukan di aurikula telinga, dinding telinga bagian luar, saluran eustachius, epiglottis, dan
tulang rawan kuneiformis di laring, pada bagian perikondrium, lebih banyak mengandung elastic
fiber, sehingga lebih elastis. Kondrositnya lebih besar bila dibandingkan dengan kartilago
hyaline. Memiiki warna kekuningan darena memiliki elastin dalam serat elastis. ( Junqueira,
2007 )
Kartilago Fibrosa

Merupakan jaringan intermediate antara jaringan ikat padat dan kartilago hyalin. Terdapat pada
discus invertebralis, simfisis pubis, dan dalam tendon-tendon tertentu. Matrixnya mengandung
kolagen tipe I dan bersifat asidofilik. Tidak terdapat perikondrium yang dikanali dalam kartilago
fibrosa. ( Junqueira, 2007 )
Kharakteristik Tulang Rawan
Tulang rawan = Jaringan yang terdiri dari sel-sel rawan yang terdapat kondrosit dan bahan dasar
tulang rawan sebagai bahan antar sel
Terdapat 3 jenis tulang rawan berdasarkan karakteristiknya :
1 Tulang rawan hyalin
Ciri-ciri :
a. Konsistensi lunak, agak elastis
b. Warna kebiru-biruan
c. Bahan dasar homogen
2 Tulang rawan elastis :
Ciri-ciri :
a. Warna kekuning-kuningan
b. Lebih fleksibel dan elastis
c. Bahan dasar terdapat anyaman sabut-sabut elastis dalam berbagai arah terutama di sekitar
kondrosit,sabut ini kemudian melanjutkan diri ke perikandrium
d. Kondrosit,tudung sel tulang rawan dan kelopmpok isogen seperti pada tulang rawan
hyalin
3 Tulang rawan fibrious :
Ciri-ciri :
a.
b.
c.
d.
e.

Kondrosit dan tudung sel tulang rawan seperti pada tulang hyalin
Kelompok isogen hanya sedikit,karena bahan antar sel agak padat
Kemungkinan sel membelah diri sedikit
Terdapat bahan sabut kolagen berbagai arah
Merupakan peralihan antara jaringan ikat fibrilair dengan jaringan tulang rawan

Tulang ( Bone )

Tulang adalah jaringan ikat kaku, keras dan berbentuk tetap. Matrix terdiri dari
komponen organic dan

anorganik. Komponen organic merupakan kumpulan kristal-kristal

kalsium hidroksiapatit yang terdiri dari kalsium dan fosfor yang banyak. Sedangkan komponen
anorganik berisi kolagen tipe I. Matrix ektravaskulernya telah mengandung kalsium sehingga
menutup jalanya sekresi sel didalamnya. Akan tetapi, pertukaran zat antara osteosit dan kapiler
darah tetap bisa berjalan karena adanya komusikasi melalui kanalikuli. Periosteum melapisi
bagian luar tulang, sedangkan endosteum melapisi bagian dalam tulang. ( Junqueira, 2007 )

Gambar : Penampang system harverst


Sel-sel tulang : Osteoprogenitor cells, Osteoblas, Osteosit, dan Osteoklas.
Osteoprogenitor cells

Merupakan embryonic mesenchymal cells, sehingga menjaga kemampuan mitotik (sangat


berpotensi untuk berdiferensiasi menjadi Osteoblas). Berada pada bagian dalam periosteum,
lapisan canal harvest, dan di dalam endosteum.
Osteoblas
Terbentuk dari Osteorogenitor cells yang telah berdiferensiasi. Tumbuh dibawah pengaruh Bone
Morphogenic Protein (BMP) dan Transforming Growth Factor . Osteoblas juga berperan dalam
sistesis komponen organic dari matrix (Kolagen tipe I, Peptioglikan, dan glikoprotein).
Mengalami proses aposisi tulang yaitu komponen matrix disekresi pada permukaan sel yang
berkontak dengan matrx tulang yang lebih tua, dan lapisan matrix baru (namun belum terkapur),
yang disebut Osteoid, diantara lapisan osteoblas dan tulang yang baru dibentuk. ( Junqueira,
2007 )

Osteosit
Merupakan sel tulang yang
telah

dewasa.
osteoblas

Di

dapat

dari
yang

berdeferensiasi. Terdapat didalam lacuna yang terletak diantara lamela-lamela matrix. Jumlahnya
20.000 30.000 per mm3. sel-sel ini secara aktif terlibat untuk mempertahankan matrix tulang
dan kematianya diikuti oleh resorpsi matrix tersebut. ( Junqueira, 2007 )
Osteoklas.

Berinti banyak. Memiliki peranan penting dalam proses resorpsi tulang. Berasal dari
penggabungan sel-sel sumsum tulang. Osteoklas mensekresi kolagenase dan enzim lain sehingga
memudahkan pencernaan kolagen setempat dan melarutkan kristal gram kalsium. Aktifinasnya
dipengaruhi oleh hormone sitokinin. Osteoklas memiliki reseptor untuk kalsitokinin, yakni suati
hormone tiroid, tetapi bukan untuk hormone paratiroid. Akan tetapi osteoblas memiliki reseptor
untuk hormone paratiroid dan begitu teraktivasi oleh hormone ini, osteoblas akan memperoduksi
suatu sitokin yang disebut factor perangsang osteoklas. ( Junqueira, 2007 )

Hormon yang bekerja pada pertumbuhan tulang


1. Kelenjar hipofisis anterior / kelenjar pertumbuhan : berfungsi meningkatkan kecepatan
mitosis kondrosit dan osteoblas serta meningkatkan kecepatan sintesis protein (kolagen,
matriks, kartilago dan enzim untuk pembentukan kartilago tulang).
2. Tiroksin (kelenjar tiroid) : berfungsi untuk meningkatkan kecepatan sintesis protein dan
meningkatkan produksi energi dari semua jenis makanan.
3. Insulin : berfungsi dalam meningkatkan produksi energi dari glukosa.
4. Paratiroid : berfungsi untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium dari tulang ke darah dan
meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus halus dan ginjal.
5. Kalsitonin : berfungsi dalam menurunkan reabsorpsi kalsium dari tulang (menurunkan
kadar kalsium dalam darah).
6. Estrogen dan testosteron : berfungsi untuk mempercepat penutupan epifisis tulang
panjang dan untuk membantu menahan kalsium dalam tulang untuk mempertahankan
matriks tulang yang kuat. ( Sanlon, 2008 )
Penulangan endokondral
1.

Pembentukan model kartilago hyaline

2.

Perikondrium tervaskularisasi

3.

Osteoblast mensekresikan matrix

4.

Kondrosit dalam mengalami diapsis, mati dan berdegenerasi.

Primarry

5.

Osteoklas membentuk lubang di dalam tulang sub periosteal.

6.

Terbentuk kartilago yang telah terkalsifikasi.

Centre Of
Ossification

7.

Osteoklas mulai meresorpsi kartilago yang terkalsifikasi.

8.

Tulang subperiosteal menebal

9.

Ossifikasi mulai epifisis.

10.

Pertumbuhan tulang terjadi di lempeng epifiseal.

11.

Epifisis dan Diafisis

Secondary
Centre Of
Ossification

Proses kalsifikasi tulang


Osteoid Ca2+ dan PO43- konsentrasi tinggi vesikel matrix memproduksi pompa kalsium
transport ion Ca2+ ke dalam vesikel konsentrasi ion Ca2+ lebih tinggi kristalisasi
pertumbuhan kristal hidroksiapatit menembus membrane isi dari vesikel keluar.
2.Klasifikasi sendi
Secara struktural :
1. Persendian fibrosa, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan ikat fibrosa.
2. Persendian kartilago, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan kartilago.
3. Persendian sinovial, yaitu persendian yang memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
kapsul dan ligament artikular yang membukuskan.
Menurut fungsinya :
1. Sendi sinartosis (sendi mati), sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.
Sendi jenis ini antara lain adalah :
a. Sutura, yaitu sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat yang hanya
ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh: sutura sagital dan parietal.
b. Sinkondrosis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin.
Contoh: lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada

tulang panjang anak.

2. Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas)


Sendi ini memungkinkan gerakan terbatas sebagai respon terhadap torsi dan kompresi. Sendi
jenis ini antara lain adalah:

a. Simfisis, adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus


menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadi sedikit

gerakan.

kartilago, yang

Contoh:

simpisis

pubis
b. Sindesmosis, terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan
serat jaringan ikat kolagen. Contoh: ditemukan pada tulang

dengan serat-

yang bersisihan seperti radius

dan ulna, serta tibia dan fibula


c. Gomposis, adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas

dalam

kantong tulang, seperti pada gigi yang tertanam pada tulang rahang
3. Sendi diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi synovial
Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinofial.
Klasifikasi persendian synovial terdiri dari:
a. Sendi sferoidal, yang terdiri dari sebuah tulang yang masuk kedalam rongga berbentuk
cangkir pada tulang lain.
Contoh: sendi panggul dan bahu
b. Sendi engsel, terdiri dari sebuah tulang yang masuk dengan pas pada permukaan konkaf
tulang kedua, sehingga memungkinkan gerakan kesatu arah.
Contoh: sendi lutut dan siku.
c. Sendi kisar, yaitu tulang bentuk kerucut yang masuk pas cekungan tulang kedua dan dapat
berputar kesemua arah.
Contoh: tulang atas, persendian bagian kepala
d. Sendi kondiloid, merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah
disudut kanan setiap tulang.
Contoh: sendi antara tulang radius dan tulang karpal
e. Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk konkaf disatu sisi dan konkaf
pada sisi lain, sehingga tulang akan masuk dengan pas seperti dua pelana yang saling
menyatu. Satu-satunya sendi pelana sejati yang ada dalam tubuh adalah persendian antara
tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
f. Sendi peluru, adalah salah satu sendi yang permukaan kedua tulang berartikulasi berbentuk
datar, sehingga memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan tulang yang
lainnya. Persendian semacam ini disebut sendi nonaksia.

Misalnya: Persendian intervertebra, dan persendian antara tulang-tulang karpa dan


tulang-tulang tarsal. ( Setiadi, 2007 )
HISTOLOGI PERSENDIAN SINOVIAL

Sendi sinovial tersusun atas:


1. Tulang rawan sendi
Tersusun atas tulang rawan hialin yang berfungsi untuk melindungi tulang dari benturan
dan meredam tekanan.
2. Rongga sendi
Tempat cairan sinovial
3. Kapsul sendi
4. Cairan sinovial
Cairan sinovial berasal dari filtrasi darah yang disekresikan fibroblast dalam membrane
sinovial, cairan ini berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah gerakan .
5. Reinforcing ligament
Beberapa persendian sinovial menguat dan mengeras oleh ligament yang menutupinya.
Berfungsi untuk mempertebal kapsul sendi, reinforcing ligament terbagi menjadi dua
yaitu extracapsular ligament yang berada di luar kapsul sendi dan intracapsularligamen
yang berada di dalam.
6. Syaraf
Syaraf akan mendeteksi rasa nyeri pada persendian dan memonitor peregangan pada
sendi.
7. Pembuluh darah
Supli pembuluh darah untuk membentuk cairan sinovial. ( Sloane , 2003 )

Gangguan persendian
1. Artitis (inflamasi sendi)
a. osteoartritis

konsekuensi alami menjadi tua


kartilago artikular menjadi aus
sendi menjadi kasar, kaku, dan nyeri

b. artritis reumatoid : merupakan penyakit autoimun (sistem imum keliru mengarahkan


kemampuan destruktifnya pada bagian tubuh). Menyebabkan ketidakmampuan berjalan /
bergerak
c. artritis gouti : disebabkan karena penumpukanasam urat.
d. artritis infeksius : peradangan dalam persendian.
2. Terkilir : merupakan cedera sendi yang disebabkan karena perenggangan ligamen /
tendon.
3. Dislokasi / luksasi : disebabkan karena kesalahan letak permukaan artikulasi suatu
persendian.
4. Bursitis : merupakan peradangan pada bursa yang menyatu dengan sendi yang terjadi
akibat ekskresi sendi yang berlebihan / infeksi. ( Sloane, 2003 )
3.KULIT
Klasifikasi kulit :
A. Epidermis
Kulit Tebal
Tebal 0,8 mm 1,4 mm. Terdiri dari 5 lapisan. Dari bawah yaitu : Stratum Basale
(Germinativum), Stratum Spinosum, Stratum Granulosum, Stratum Lucidium, dan Stratum
Corneum.
Kulit Tipis
Tebal 0,07 mm 0,12 mm. Memiliki 4 lapisan, tanpa Stratum Lucidium (Guyton, Arthur C.) ,
terdapat pada bagian yang kekurangan rambut (telapak kaki dan telapak tangan).
Stratum Germinativum
Terdiri dari epidermal stem cells, melanocytes, dan keratinocytes. Merupakan lapisan epidermis
paling bawah. Terbentuk dari jaringan ikat longgar. Berbatasan langsung dengan dermis. Sel-sel
yang mendominasi adalah sel-sel stem yang besar/ sel basale. Aktifitas melanocytes

menyebabkan kulit bewarna kecoklatan. Sel merkel yang banyak terdapat pada bagian yang
kekurangan rambut, mengeluarkan zat kimia yang peka terhadap sentuhan.
Stratum Spinosum
Lapisan epidermis yang paling tebal, terdiri daru berbagai macam bentuk sel (polyhedral sampai
sel-sel yang berbentuk tipis) sehingga nampak berduri (spin). Disini juga terdapat keratinocytes
yang aktif melakukan mitosis. Stratum basal dan spinosum disebut lapisan malphigi yang
bertanggung jawab dalam pergantian epidermal keratinocytes.
Stratum Granulosum
Terdapat keratinocytes yang tergantikan oleh atau dari stratum spinosum. Ketika sel tersebut
mencapai lapisan ini, mulai untuk membuat protein keratohyalin dan keratin dalam jumlah
banyak. Keratohyalin merupakan zat tanduk, menyebabkan kulit less permeable. Keratin
merupakan bahan penyusun utama rambut dan kuku.
Stratum Lucidium
Lapisan ini hanya terdapat pada kulit tebal (thick skin). Walaupun lapisan ini berisi sel-sel tipis
dan kekurangan organel dan nuclei, akan tetapi mengandung keratin filament yang tebal. Plasma
membran mengalami penenbalan akibat penyuluran protei non kreatin (infolokrin). Tidak terlihat
bawah pada standard hytological layer.
Stratum Corneum
Terletak di permukaan, 15-10 lapisan tipis (epitel pipih), sel mati, interloching cells. Disebut juga
lapisan tanduk (hornylayer).
Tipe Sel : Keratinocytes, Melanocytes, Sel Merkel, Sel Langerhans.
Keratinocytes
Subtansi terbanyak dari sel-sel epidermis, karena keratinocytes selalu mengelupas pada
permukaaan epidermis, maka harus selalu digunakan. Pergantian dilakukan oleh aktivitas mitosis
dari lapisan basal (di malam hari). Selama perjalanannya ke luar (menuju permukaan.
Keratinocyes berdeferensiasi menjadi keratin filamen dalam sitoplasma.
Proses dari basal sampai korneum selama 20-30 hari. Karena proses cytomorhose dari
keratinocytes yang bergerak dari basal ke korneum, lima lapisan dapat diidentifikasi. Yaitu basal,
spimosum, granulosum, losidum dan kornium.

Melanocytes
Didapat dari ujung saraf, memproduksi pigment melanin yang memberikan warna coklat pada
kulit. Bentuknya silindris, bulat dan panjang. Mengandung tirosinase yang dihasilkan oleh REG,
kemudian tirosinase tersebut diolah oleh Aparatus Golgi menjadi oval granules (melanosomes).
Ketika asam amino tirosin berpindah ke dalam melanosomes, melanosomes berubah menjadi
melanin. Enzim tirosinase yang diaktifkan oleh sinar ultra violet.. Kemudian melanin
meninggalkan badan melanicytes dan menuju ke sitoplasma dari sel-sel dalam lapisan stratum
spinosum. Dan pada akhirnya pigmen melanin didegradasi oleh keratinocytes.
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan warna kulit antara lain:
1. Melanosit, terletak pada stratum basalis, memproduksi pigmen, melanin, yang bertanggung
jawab untuk pewarnaan kulit dari coklat sampai hitam.
2. Darah dalam pembuluh dermal di bawah lapisan epidermis dapat terlihat dari permukaan dan
menghasilkan pewarnaan merah muda . Ini lebih jelas terlihat pada kulit orang kilit putih
(Kaukasian)
3. Keberadaan dan jumlah pigmen kuning, karotin, hanya ditemukan pada stratum korneum, dan
dalam sel lemak dermis dan hipodermis, yang menyebabkan beberapa perbedaan pada
pewarnaan kulit.
Merkel Cells
Banyak terdapat pada daerah kulit yang sedikit rambut (fingertips, oral mucosa, daerah dasar
folikel rambut). Menyebar di lapisan stratum basal yang banyak mengandung keratinocytes.
Langerhans Cells
Disebut juga dendritic cells karena sering bekerja di daerah lapisan stratum spinosum.
Merupakan sel yang mengandung antibodi. Banyaknya 2% 4 % dari keseluruhan sel epidermis.
Selain itu, juga banyak terdapat di bagian dermis pada lubang mulut, esophagus, dan vagina.
Fungsi dari langerhans cells adalah untuk responisasi terhadap imun karena mempunyai antibodi
Dermis
Lapisan Papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan Kutikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Kulit Tebal
Kulit Tipis

RAMBUT
Rambut terdiri dari benang-benang bertanduk yang berasal dari epidermis, terdiri dari batang dan
akar yang meluas kebawah hingga menyerupai umbi yang bertakik pada lapisan bawahnya.
Ruang di dalam takik terdapat jaringan penyambung / papilla. Akar rambut terbungkus oleh
folike rambut yang berasal dari sumbu epidermal dan dermal.
Rambut terdiri dari 3 lapisan epitel :
1. Medula
2. Kortex
3. Kutikula
Folikel rambut terdiri dari :
1. Selubung akar epitel dalam
Terdiri dari kutikula, lapisan Huxley, lapisan henle
2. Selubung akar epitel luar yang erasal dari epidermis
Merupakan perpanjangan dari lapisan malpighi (stratum basale dan spinosum)
3. Selubung jaringan penyambung berasal dari dermis
a. Selubung dalam, membran hialin sempit, menempel pada sel-sel silindris selubung luar.
b. Selubung tengah, serat jaringan penyambung halus yang tersusun dalam lingkaran.
c. Selubung tengah, berfungs mengangkat rambut dalam dermis.
KUKU
Merupakan modifikasi dari lapisan epidermis.
1. Badan kuku
Tersusun dari sel-sel pipih jernih.
2. Dinding kuku
Lipatan sekeliling proksimal dan lateral dari kuku.
3. Alas kuku
Epidermis dibawah badan kuku, tidak memiliki sratum granulosum.
KELENJAR PADA KULIT
1. Kelenjar Sebasea
a. Mensekresikan minyak ke folikel rambut

b. Penyedia antibakteria
2. Kelanjar Keringat
Kelenjar keringat adalah alat utama untuk merendahkan suhu tubuh. Berbagai jumlah air dapat
dilepaskan, kira-kira setengah liter sehari pada iklim sedang, kurang pada ilim dingin dan lebih
pada yang panas. Suhu lingkungan yang lebih tinggi dari suhu tubuh dapat dirasakan cukup
nyaman bila udara kering, tetapi kelembaban dapat menyebabkan rasa sangat tidak enak karena
menghalangi hilangnya suhu tubuh melalui penguapan.
a. Kelenjar apokrin
1) Terdapat pada axilla, groin, nipple
2) Memproduksi sekresi kental dengan komposisi kompleks
3) Pada individu tertentu dapat menjadi sarana komunikasi
4) Kerjanya sangant dipengaruhi hormon
b. Kelenjar merokrin
1) Tersebar luas
2) Memproduksi sedikit sekresi, kebanyakan air
3) Merocrine secretion mechanism
4) Dikontrol oleh sistem saraf
5) Penting dalam thermoregulation dan ekskresi
6) Sebagai antibakteri
4. TRAUMA MUSKULOSKELETAL
VULNUS/LUKA
Klasifikasi :
Berdasarkan Patofisiologi, luka dibedakan menjadi :
1.

Abrasi
Merupakan perlukaan paling superfisial, dengan definisi tidak menebus lapisan epidermis

2.

Kontusi (memar)
Terjadi karena kebocoran pada pembuluh darah dengan epidermis yang utuh oleh karena
proses mekanis

3.

Laserasi
Berbeda dengan luka iris dimana pada luka gores jringan yang rusak menyobek bukan
mengiris.
Laserasi dapat dibedakan dari luka iris :

Garis tepi memar dan kerusakan memiliki area yang sangat kecil sehingga untuk
pemeriksaanya kadang dibutuhkan bantuan kaca penbesar.

Keberadaan rangkaian jaringan yang terkena terdapat pada daerah bagian dalam
luka, termasuk pembuluh darah dan saraf .

Tidak adanya luka lurus yang tajam pada tulang dibawahnya,terutama jika yang
terluka daerah tulang tengkorak.

Jika area tertutup oleh rambut seperti kulit kepala, maka rambut tersebut akan
terdapat pada luka.

4.

luka insisi

PENYEMBUHAN LUKA
Pada kasus Ontoseno, jaringan yang rusak adalah epidermis, dermis, hingga ke pembuluh darah.
Kerusakan pembuluh darah direcovery oleh trombosit. Sedangkan recovery jaringan dermis dan
epidermis dijelaskan sebagai berikut:
1. karena rusaknya hingga ke pembuluh darah, maka disebut luka dalam
2. fase inflammatory
a.

merupakan fase pembekuan darah pada daerah luka (terbentuk scab)


Proses pembekuan darah

Protrombin
Ca++

Aktivator protrombin

Trombin

Fibrinogen

Fibrinogen Monomer

Benang-benang Fibrin

Ca++

Faktor
b.
sel epitel
bermigrasi silang pada luka dan membelah diri untuk membentuk
Trombin
stabilisasi

jaringan baru
fibrin yang
teraktivasi

Benang fibrin yang saling berikatan

c.

permeabilitas pembuluh darah meningkat untuk mengantarkan sel fagosit


(monosit dan limfosit untuk membunuh mikroba)

d.

mulai terbentuk fibroblast

3. fase migratory
a.

fase dimana sel epitel mulai membentuk jembatan diantara luka (dibawah scab)

b.

fibroblast mulai mensistesa jaringan luka

c.

pembuluh darah yang luka mulai diperbaiki oleh trombosit

4. fase proliferatif
a.

merupakan fase dimana pembentukan sel epitel lebih intensif

b.

jaringan epidermis yang baru mulai terbentuk

c.

fibroblast mulai membentuk kolagen

5. fase maturation
a.

scab mengelupas

b.

epidermis mulai kembali pada ketebalan normal

c.

serat kolagen mulai tersusun normal

d.

fibroblast mulai menghilang

e.

pembuluh darah kembali normal

DISLOKASI
Adalah terjadi ketika permukaan tulang sendi tidak sesuai dengan posisi anatomi. Dislokasi
merupakan keadaan emergensi karena berhubungan dengan kerusakan aliran darah dan
persarafan disekitarnya
Manifestasi klinis
1. nyeri
2. deformitas
3. perubahan panjang daerah extremitas
4. kerusakan gerakan yang normal
5. x-ray menunjukkan adanya dislokasi tanpa berhubungan dengan fraktur
Penatalaksanaan
1. immobilisasi area dislokasi selama pasien dibawa ke UGD

2. lakukan reduksi area dislokasi (mengembalikan ke posisi anatomi yang normal) sesegera
mungkin jika perlu menggunakan anesthesia
3. stabilisasi reduksi selama penyembuhan struktur sendi
4. monitor perkembangan sambungan
Intervensi keperawatan
A. pemberian rasa nyaman
1. gunakan anesthesia pada saat melakukan reduksi
2. berikan obat-obtan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
3. immobilisasi sendi
B. pemenuhan ADL
1. Bantu pasien dalam memenuhi ADL yang dibutuhkan
2. berikan KIE yang dibutuhkan pasien dengan keterbatasan aktivitas, terapi
rehabilitasi, dan monitor sambungan sendi setiap saat
FRAKTUR
Definisi Fraktur:
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan
oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. (Aswin, dkk,; 1986).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabakan
patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada
lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.

Klasifikasi Klinis:
1.

greenstick fracture; terjadi pada anak-anak, tulang patah di bawah lapisan periosteum yang
elastis dan tebal (lapisan periosteum sendiri tidak rusak).

2.

Fissura fraktur; patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti.

3.

complete fracture; patah tulang yang disertai dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.

4.

Comminuted fracture; tulang patah menjadi beberapa fragmen.

5.

Fraktur tekan (stress fracture); kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah
berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.

6.

Impacted fracture; fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah dalam tulang satu
sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-fragmen itu.

7.

Fraktur Tertutup (Simple): Faktur tidak meluas melewati kulit

8.

Fraktur Terbuka (compaund): Fraktur tulang meluas melewati otot dan kulit

9.

Fraktur Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang

Derajat Patah Tulang Terbuka


1. Derajat I : laserasi < 2 cm, pada fraktur sederhana, dislokasi fragmen
tulang minimal
2. Derajat II : laserasi > 2 cm, kontusio otot disekitarnya, disklokasi fragmen
jelas.
3. Derajat III : luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya,
komunitif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Gambaran klinis fraktur:


1. Riwayat trauma.
2. Nyeri, pembengkakan dan nyeri pada daerah fraktur (tenderness).
3. Perubahan bentuk (deformitas).
4. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat.
5. Gerakan-gerakan yang abnormal.
6. Krepitasi.
Prinsip terapi fraktur
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi atau pengenalan (Price & Wilson, 1985);

Rekognisi yaitu pengenalan mengenai dignosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang
berperanan dan deskripsi tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri, menentukan
kemungkinan tulang yang patah, yang dialami dan kebutuhan pemeriksaan spesifik untuk
fraktur.
2. Reduksi; pemilihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur (Sabiston, 1984)
Reposisi.
Fraktura tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan reduksi tertutup.
Untuk mengurangi rasa sakit selama tindakan ini klien dapat diberi narkotika
intravena, obat penenang (sedatif atau anastesia blok saraf lokal).
Traksi kontinu; dengan plester felt melekat di atas kulit atau dengan memasang pin
trafersa melalui tulang, distal terhadap fraktur.
Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat
pin, batang atau sekrup.
3. Imobilisasi (Sabiston, 1995) atau retensi reduksi (Wilson & Price, 1985)
Bila reduksi telah tercapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul
penyembuhan yang mencukupi. Berbagai teknik digunakan untuk imobilisasi, yang
tergantung pada fraktur:
Fraktur impaksi pada humerus proksimal sifatnya stabil serta hanya memerlukan
ambin atau balutan lunak
Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra, tepat diterapi dengan korset atau brace
Fraktur yang memerlukan reduksi bedah terbuka biasanya diimobilisasi dengan
perangkat keras interna, imobilisasi eksternal normalnya tidak diperlukan.
Fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan gibs, gibs fiberglas atau dengan brace
yang tersedia secara komersial
Semua pasien fraktur perlu diperiksa untuk menilaian neurology dan vascular. Adanya nyeri,
pucat, prestesia, dan hilangnya denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan tanda
disfungsi neurovaskuler.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan
ekstrimitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai.

4. Pemulihan fungsi (restorasi) atau rehabilitasi (Price & Wilson 1985, Sabiston 1995)
Sesudah periode imobilisasi pada bagian manapun selalu akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi dengan aktivitas secara progresif, dan ini dimudahkan
dengan fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan fungsi sendi tersebut. Adanya
penyambungan yang awal dari fragmen-fragmen sudah cukup menjadi indikasi untuk
melepas bidai atau traksi, akan tetapi penyambungan yang sempurna (konsolidasi) seringkali
berlangsung dalam waktu yang lama. Bila konsolidasi sudah terjadi barulah klien diijinkan
untuk menahan beban atau menggunakan anggota badan tersebut secara bebas.
KONTUSIO
Adalah

injury

pada

jaringan

lunak

yang

disebabkan

oleh

benda

tumpul

(pukulan,tendangan,jatuh)
Manifestasi klinis
1. perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh darah kecil,
juga berhubungan dengan fraktur
2. nyeri, bengkak, dan perubahan warna
3. hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan arah
yang banyak
Intervensi keperawatan
A. mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman
1. tinggikan daerah injury
2. berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)
untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
3. berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4
kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
4. lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
5. kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
B. Jadual aktivitas

1. anjrkan ROM pada semua sendi


2. Bantu aktivitas yang dilakukan bila diperlukan
3. ajarkan pada pasien latihan berlebihan yang harus dihindari
4. ajarkan pada pasien untuk menghindari kekambuhan
STRAINS AND SPRAINS (TEGANGAN DAN KESELEO)

Strains adalah sobekan kecil pada otot disebabkan karena gaya yang berlebihan,
regangan, atau penggunaan yang berlebihan

Sprains adalah injury pada struktur ligamen disekitar persendi; biasanya disebabkan oleh
terkilir sehingga menurunkan stabilitas sendi

Manifestasi klinis

Strains :
Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot

Sprain :
Bengkak cepatextravasasi darah dalam jaringan
Nyeri pada sendi
Nyeri bertambah pada jam-jam pertama seiring bertambah bengkak
X-ray : area keseleo tampak tidak ada injury tulang

Intervensi keperawatan

Mengurangi nyeri
1. Berikan kompres dingin (kirbat es) selama 15-20 menit secara intermittent
selama 12 - 36 jam vasokonstriksi akan memperlambat ekstravasasi
darah dan limpa sertamenekannyeri
2. Setelah 24 jam, berikan kompres hangat (15 30 mnt, 4 x perhari)
meningkatkan penyerapan
3. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan analgetik sesuai anjuran

Immobilisasi area injury untuk penyembuhan


1. Splint dan immobilisasi area injury
2. Tinggikan ekstremmitas injury untukmeminimalkan benkak

3. Gunakan pembebat elastis (tensokrep)


SUBLUKSASI
Subluksasi adalah suatu keadaan dimana sendi mulai mengalami dislokasi. Subluksasi dapat
terjadi karena adanya suatu trauma atau cedera akut. Subluksasi juga dapat terjadi akibat sendi
yang longgar. Pada gambaran klinis, pasien dengan subluksasi tidak mengalami gejala sehingga
tidak memerlukan pengobatan. Jika sudah muncul gejala, pengobatan dapat diberikan.
5. Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut:
1. Stadium pembentukan hematom;
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang
robek.
Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (peristeum & otot).
Terjadi sekitar 1 2 x 24 jam.
2. Stadium proliferasi sel/implamasi;
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.
Sel-sel ini menjadi precusor osteoblast.
Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
Prolifferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan terjadi.
3. Stadium pembentukan kallus;
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).
Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
4. Stadium konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu.
Secara bertahap menjadi tulang mature.
Terjadi pada minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.
5. Stadium remodeling;
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.

Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda penebalan
tulang.
6.DIAGNOSIS :
LOOK
-

adanya deformitas (pemendekan atau bengkok) atau kelainan bentuk (bandingkan dengan
yang sehat

adanya luka pada sekitar tempat trauma, adanya fragmen tulang yang keluar dari luka

adanya swelling/bengkak dan bekuan darah dibawah kulit (hematoma)

adanya warna kebiruan atau warna pucat pada anggota gerak yang mengalami fraktur
dengan cedera vaskuler

FEEL
-

diraba adanya ketidakstabilan tulang, krepitasi

diraba pembengkakan jaringan, kulit yang tegang, nyeri tekan

diraba suhu permukaan kulit hangat atau dingin (pada patah tulang disertai putusnya
pembuluh darah atau kematian anggota gerak)

MOVEMENT
-

adanya gangguan fungsi gerak

1. Anamnesis
- Ada trauma
- Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi
anterior sendi bahu.
- Ada rasa sendi keluar.
- Bila trauma minimal hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekuren atau habitual.
2. Pemeriksaan klinis.
- Deformitas.
terdapat kelainan bentuk misalnya hilangnya tonjolan tulang normal, misalnya deltoid yang rata
pada dislokasi bahu, Perubahan panjang ekstremitas, Kedudukan yang khas pada dislokasi

tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan sendi panggul endorotasi, fleksi
dan abduksi.
- Nyeri
- Funtio laesa gerak terbatas.
3. Pemeriksaan radiologis.
Untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur, pada dislokasi lama pemeriksaan
radiologis lebih penting oleh karena nyeri dan spasme otot telah menghilang.
a. foto rontgen
b. CT SCAN
c. MRI

Rule of two :
Two Views :
Buatlah dua foto dengan dua proyeksi, misalnya A.P dengan lateral, atau oblik.
Bila keadaan pasien tidak memungkinkan, buatlah dua foto dengan proyeksi tegak lurus
satu sama lain.
Two Joints :
Persendian proksimal, dan distal pada bagian tulang yang mengalami fraktur harus
terlihat.
Persendian terdekat dengan daerah fraktur juga harus terfoto.
Two Limbs :
Anggota gerak yang sehat, juga dapat dibuat fotonya, sebagai perbandingan.
Misalnya epifise immatur pada anak-anak, yang dapat membingungkan diagnosis fraktur,
sehingga perlu dibuat foto anggota gerak yang sehat.
Two Injuries :
Pembuatan foto rontgen pada bagian tubuh lainnya, untuk melihat ada tidaknya cedera
pada bagian tubuh lainnya.
Misalnya pada fraktur femur, perlu dibuat foto rontgen pada tulang belakang, atau pada
pelvis.
Two Occasions :

Pembuatan foto rontgen ulangan beberapa minggu setelah trauma untuk menunjukkan
lesi yang tidak terlihat jelas setelah trauma.

7. Penatalaksanaan
1. Dislokasi
Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :
o

Lakukan reposisi segera.

Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :
dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku
atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya
valium.

Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

2. Traksi
Periksa sesering mungkin kulit pasien mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian lebih
ditekankan pada tonjolan tulang. Lakukan perubahan posisi sesering mungkin untuk
membantu mencegah kerusakan kulit.
Prinsip Traksi Efektif
Pada setiap pemasangan traksi harus dipikirkan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya
yang bekerja dengan arah yang berlawanan (hukun Newton yang ketiga mengenai gerak.
Menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun
arahnya berlawanan). Umumnya berat badan pasien pengaturan posisi tempat tidur mampu
memberikan kontraksi.
Prinsip prinsip traksi efektif adalah :
1. Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
2. Traksi skelet tidak terputus
3. Pemberat / beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten.
4. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi
dipasang.

5. Tali tidak boleh macet.


6. Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
7. simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
Tindakan Pada Dislokasi
1. Dengan memanipulasi secara hati hati, permukaan diluruskan kembali. Tindakan ini
sering memerlukan anestesi umum untuk melemaskan otot otonya.
2. Pembedahan terbuka mungkin diperlukan khususnya kalau jaringan lunak terjepit di
antara permukaan sendi.
3. Persendian tersebut, disangka dengan pembebatan dengan gips. Misalnya : pada sendi
pangkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada ligamentum yang teregang.
4. Fisioterapi harus segera dimulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latcher (exercise)
yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh
khususnya pada sendi bahu.
RICE :
1. Rest (istirahat). Bagian tubuh yang cedera harus segera diistirahatkan, karena gerakan aktif
akan meningkatkan perdarahan dan pembengkakan yang terjadi sehingga nyeri akan berlanjut.
Bagian yang terluka segera diistirahatkan untuk meminimalkan perdarahan dalam dan
pembengkakan serta untuk mencegah bertambah parahnya cedera.
2. Ice (es). Bagian tubuh yang cedera dikompres dingin / es, bertujuan untuk terjadinya
vasokontriksi lokal (pengurutan pembuluh darah lokal), mengurangi terjadinya perdarahan dan
pembengkakan, mengurangi rasa nyeri, mengurangi reaksi inflamasi (peradangan) dan spasme
otot. Mula-mula kompres dingin/es dilakukan selama 15-20 menit setiap 1-2 jam, kemudian
frekwensi diturunkan secara bertahap sampai 24-48 jam disesuaikan dengan berat ringannya
cedera yang terjadi. Es batu menyebabkan pembuluh darah mengkerut, membantu mengurangi
peradangan dan nyeri.
3. Compression (balut tekan). Penggunaan bandage untuk balut telan pada daerah yang
mengalami

cedera

akan

menurunkan

tingkat

perdarahan

dan

mencegah

terjadinya

pembengkakan. Membungkus daerah yang mengalami cedera dengan perban elastik dan
mengangkatnya sampai diatas jantung, akan membantu mengurangi pembengkakan.

Pengompresan dengan es batu dilakukan selama 10 menit. Suatu perban elastik bisa
dililitkan secara longgar di sekeliling kantong es batu. Es mengurangi nyeri dan
pembengkakan melalui beberapa cara.

Daerah yang mengalami cedera mengalami pembengkakan karena cairan merembes dari
dalam pembuluh darah. Dengan menyebabkan mengkerutnya pembuluh darah, maka
dingin akan mengurangi kecenderungan merembesnya cairan sehingga mengurangi
jumlah cairan dan pembengkakan di daerah yang terkena.

Menurunkan suhu kulit di sekitar daerah yang terkena bisa mengurangi nyeri dan kejang
otot. Dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan karena proses seluler yang lambat.

Pengompresan dengan es batu terlalu lama bisa merusak jaringan. Jika suhu sangat
rendah (sampai sekitar 15 derajat Celsius), kulit akan memberikan reaksi sebaliknya,
yaitu menyebabkan melebarkan pembuluh darah. Kulit tampak merah, teraba hangat dan
gatal, juga bisa terluka.

Efek tersebut biasanya terjadi dalam waktu 9-16 menit setelah dilakukan pengompresan
dan akan berkurang dalam waktu sekitar 4-8 menit setelah es diangkat. Karena itu es
harus diangkat sebelum efek ini terjadi atau setelah 10 menit, baru dikompreskan lagi 10
menit kemudian.

4.

Elevation (meninggikan). Bagian badan yang mengalami cedera diposisikan lebih tinggi

sehingga aliran arah ke bagian yang cedera berkurang. RICE dilakukan selama 24-48 jam
pertama sejak terjadinya cedera. Setelah itu dapat dilakukan kombinasi kompres dingin dan
hangat untuk memperbaiki vaskularisasi (sirkulasi) jaringan yang cedera. Bagian yang
mengalami cedera tetap diangkat, tetapi kompres es dilepaskan selama 10 menit, setelah itu
dikompres lagi selama 10 menit. Hal ini dilakukan secara bergantian dalam waktu 1-1,5 jam.
Tindakan diatas bisa diulang sebanyak beberapa kali selama 24 jam pertama.

STEP 5
1. Rontgen
2. Pemeriksaan radiologi dislokasi dan penatalaksanaannya
3. Lesi kulit
1. Rontgen
Rontgen merupakan pemeriksaan radiologi dengan menggunakan sinar x-ray dengan
tujuan mengetahui adanya fraktur, dislokasi, tumor, atau kelainan patologis lainnya.
Semakin padat konsistensi dan volume suatu benda, semakin tinggi pula densitasnya. Bendabenda dengan konsistensi padat atau cair akan berwarna putih pada foto rontgen. Semakin
rendah konsistensi, semakin hitam gambaran benda tersebut pada foto rontgen.
Contoh benda berdensitas tinggi adalah, jaringan padat seperti tulang, organ tubuh,
dan jaringan lunak (soft tissue).
Contoh benda berdensitas rendah adalah gas.
Tulang akan memberikan gambaran densitas yang lebih tinggi, sehingga tampak lebih putih
daripada otot atau jaringan lemak.
Radioopasitas :
Daerah yang berwarna putih padat pada foto rontgen karena absorbsi sinar X yang baik pada
jaringan, atau organ berdensitas tinggi.
Radiolusensi :
Daerah yang berwarna hitam pada foto rontgen karena absorbsi sinar X yang jelek, pada
jaringan, atau organ berdensitas rendah.

2. Penatlaksanaan dislokasi
Dislokasi Shoulder Anterior
a. Shoulder joint
Gerakan-gerakan yang terjadi digelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah sendi yang
saling berhubungan erat, misalnya sendi kostovertebral atas, sendi akromioklavikular,
permukaan pergeseran skapulotorakal dan sendi glenohumeral atau sendi bahu. Gangguan
gerakan dalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi untuk sendi-sendi yang lain di gelang
bahu dan sebaliknya.
Sendi bahu dibentuk oleh kepala tulang
humerus dan mangkok sendi, disebut cavitas
glenoidalis.

Sendi

ini

menghasilkan

gerakan

fungsional sehari-hari seperti menyisir, menggaruk


kepala, mengambil dompet, dan sebagainya atas
kerjasama yang harmonis dan simultan dengan senisendi lainnya. Cavitas glenoidalis sebagai mangkok
sendi bentuknya agak cekung tempat melekatnya
kepala tulang humerus dengan diameter cavitas
glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup
sepertiga bagian dan kepala tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat
sendi tersebut tidak stabil namun paling luas gerakannya.
Beberapa karakteristik dari pada sendi bahu yaitu : perbandingan antara permukaan
mangkok sendinya dengan kepala sendi tidak sebanding, kapsul sendinya relative lemah. Otototot pembungkus sendi relative lemah seperti otot supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan
subscapularis, gerakan paling luas, tetapi stabilitas sendi relatif kurang stabil. Dengan melihat
keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu lebih mudah mengalami gangguan fungsi dibandingkan
dengan sendi lainnya.
b. Kapsul sendi
Kapsul sendi terdiri atas dua lapisan :
1) Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam)

Dengan karakteristik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki
saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan
sebagai transfomator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada sendi yang
ringan saja, maka yang pertama kali yang mengalami gangguan fungsi adalah kapsul
sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak
merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis sendi
2) Kapsul fibrosa
Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf reseptor dan
pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi, dan memelihara
regenerasi kapsul sendi.
Biomekanika sendi bahu
Ditinjau dari aspek gerak maka sendi bahu dapat dibagi menjadi dua, yaitu gerak secara
osteokinematika dan arthrokinmeatika.
a. Gerakan osteokinematika
Gerakan fleksi
Yaitu gerakan lengan ke depan, ke arah atas mendekati kepala, bergerak pada bidang
sagital dan axisnya melalui pusat caput humeri dan tegak lurus bidang sagital. Otot penggerak
utamanya adalah otot deltoid anterior dan otot supraspinatus dari 0 90 derajat, sedangkan
untuk 90 180 derajat di bantu oleh otot pectoralis mayor, otot coracobrachialis, dan otot
bicep brachii.
Gerakan ekstensi
Yaitu gerakan lengan ke belakang yang menjauhi dari posisi anatomis, bergerak pada
bidang sagital. Otot penggerak utamanya adalah latissimus dorsi dan teras mayor. Sedankan
pada gerakan hiper ekstensi teres mayor tidak berfungsi lagi, hanya sampai 90 derajat dan
digantikan fungsinya oleh deltoid posterior.
Gerakan abduksi
Yaitu gerakan pada bidang frontal dengan axisnya horisontal. Otot penggerak utamanya
adalah otot deltoid midle dan supraspinatur. Abduksi sendi bahu meliputi tiga fase, yaitu:

abduksi 0o 90o akan diikuti gerakan eksternal rotasi. Otot-otot yang berkerja pada fase ini
adalah deltoid, seratus anterior, dan trapezius ascenden desenden. Gerakan ini dihambat oleh
adanya tahanan peregangan dari latisimus dorsi dan pektoralis mayor. Abduksi 120o 180o
melibatkan otot deltoid, trapezius dan erector spine. Gerakan ini dikombinasikan abduksi,
fleksi dan vertebra.
Gerakan adduksi
Yaitu suatu gerakan yang merupakan kebalikan dari gerakan abduksi. Otot penggerak
utamanya adalah pectoralis mayor dibantu oleh otot latisimus dorsi, teres mayor serta otot sub
scapulari. Luas gerak sendinya pada bidang frontal.
Gerakan abduksi horizontal
Yaitu gerakan lengan yang mendekati tubuh dalam posisi abduksi lengan 90o dan
mencapai jarak gerak sendi 45o yang dimulai posisi anatomis.
Gerakan adduksi horizontal
Yaitu gerakan lengan yang menjauhi tubuh dalam posisi abduksi lengan 90o dan mencapai
jarak gerak sendi 145o yang dimulai posisi anatomis.
Gerakan eksorotasi
Yaitu gerakan sepanjang axis longitudinal yang melalui caput humeri. Gerakan ini
dilakukan oleh otot infraspinatus, teres mayor dan deltoid posterior.
Gerakan endorotasi
Yaitu suatu gerakan yang merupakan kebalikan dari gerakan eksorotasi. Gerakan ini
dilakukan oleh otot sub scapularis, pectoralis mayor, latisimus dorsi dan teres mayor
Gerakan sirkumduksi
Yaitu gerakan yang merupakan kombinasi dari semua gerakan di atas.

b. Gerakan arthrokinematika
Pada gerakan arthrokinmeatika meliputi dua gerakan roll dan slide. Roll adalah suatu
gerakan sendi dimana perubahan jarak titik kontak pada suatu permukaan sendi sama besarnya
dengan perubahan jarak titik kontak permukaan sendi lawannya. Sedangkan slide adalah suatu
gerakan sendi dimana hanya ada satu titik yang selalu kontak dengan titik-titik yang selalu
berubah pada permukaan sendi lawannya.
Pada sendi bahu meliputi :
1) Pada gerakan endorotasi caput humeris roll searah dengan gerakan endorotasi dan slidenya ke
posterior.
2) Pada gerakan abduksi caput humeris roll searah dengan gerakan abduksi dan slidenya ke
caudal.
3) Pada gerakan eksorotasi caput humeris roll searah gerak eksorotasi dan slide ventral agak
medial

PATOLOGI
Sendi Bahu merupakan salah satu sendi besar yang paling sering berdislokasi.Ini
disebabkan karena banyaknya rentang gerakan sendi bahu,mangkuk sendi glenoid yang dangkal
serta adanya longgarnya ligament.
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya
sebagian

yang

bergeser

disebut

subluksasi

dan

bila

seluruhnya

Dislokasi diklasifikasikan sebagai berikut :


a) congenital
Congenital dislocation berhubungan dengan congenital deformities
b) traumatic
Traumatic dislocation, biasanya disertai benturan keras.

disebut

dislokasi.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :


1. Dislokasi akut (umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut
dan pembengkakan di sekitar sendi).
2. Dislokasi kronik
3. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan
trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.
Etiologi:
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah
raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain
basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari
karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3.Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya tearligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang
Gambaran klinik
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima
pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot
suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek

kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput


hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan
luksasio erekta [dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke
posisi da bawah karakoid]
Pemeriksaan X-Rays
Sinar X pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara
kaput humerus dan fossa Glenoid,Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap
terhadap mangkuk sendi.
Komplikasi:
Dini
-

Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid
dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut

Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak

Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut
-

Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi


bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral ,yang
secara otomatis membatasi Abduksi.

dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid

kelemahan otot

Terapi medika mentosa dan Reposisi


-

Reposisi

MUA [ Manipulasi Under General Anastesi

Hangin Arm Teknik

Hipocratic Methode

Penderita tidur terlentang diatas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit ditarik ke
distal, posisi lengan sedikit abduksi. Sementara itu kaki penolong ditekankan ke aksila
-

Kocher
Penderita ditidurkan diatas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat dibagi menjadi

4 tahap :
* tahap 1 : dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas kearah distal.
* tahap 2 : dilakukan gerakan ekserotasi dari sendi bahu
* tahap 3 : Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu
* tahap 4 : Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu
Setelah terreposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verban dan lengan bawah
digantung dengan sling (mitella ) selama 3 minggu
-

Stimson
Penderita tidur tengkurap diatas meja, lengan yang cidera dibiarkan tergelantung ke

bawah, lengan diberi beban seberat 5 7,5 Kg, dibiarkan selama 20 25 menit.
-

Eksternal Rotasi Metode :traksi pada humerus distal kemudian ekternal rotasi formarm
secara pelan-pelan.hentikan jika terjadinya nyeri
Analgetik opioid diberikan untuk mengurangi nyeri dengan aktualitas tinggi.Suntikan

intrarticular dan anastetik regional teknik telah dilaporkan sukses membantu dalam mereduksi
dislokasi shoulder.Prosedural sedasi dan analgesi umumnya digunakan untuk memperoleh
control nyeri yang adekuat dan relaksan otot untuk reduksi.Prosedural sedasi dan analgesi
{PSA}yang digunakan Morphine dan midazolam memperlamlambat perawatan di department
emergensi serta bebas komplikasi.[emedicene]Etomidate, fentanyl/midazolam, ketamine, atau
propofol umumnya digunakan untuk PSA
Program Rehabilitasi
Program Rehabilitasi secara umum terbagi menjadi Nonoperatif Manajemen dan Operatif
manajemen.
a.

Non operatif Rehabilatation

Penanganan
sendi

rehabilitasi

bahu,sebab

non

operatif

komplikasi

bertujuan

dislokasi

untuk

berulang

mengoptimalkan
banyak

stabilisasi

terjadi.Menghindari

maneuver yang bersifat provokativ dan penguatan otot secara hati-hati merupakan
komponen
Minggu

penting
0-2.Hindari

provokatif

dalam
posisi,

program
termasuk

eksternal

rehabilitasi.
rotasi,Abduksi,dan

Distrak. Immobilisasi tergantung umur


- kurang dari 20 tahun 3-4 minggu
- 20-30 tahun 2-3 minggu
- Lebih dari 30- 10 hari sampai 2 minggu.
- Lebih dari 40 tahun 3-5 hari
Program dilanjutkan secara bertahap untuk pemulihan fungsi sesuai prosedu rehabilitasi yang
telah ditetapkan.
b. Operatif Treatment
Tujuan utama rehabilitasi adalah:
- Menjaga integritas stabilitasi bedah kore
- Memulihkan ROM fungsional secara full
- Meningkatkan stabilitas Dynamik
- Kembali aktivitas yang tak dibatasi dan olahraga.
Assessment FT
Anamnesis umum diarahkan untuk menggali informasi yang berhubungan identitas dan
pekerjaan klien serta hobby pasien dan khusus untuk menggali penyebab dan mekanisme cedera
serta keluhan subjektif klien pada saat pemeriksaan.
Inspeksi dilakukan mulai Os masuk ruangan terapi dan diamati dari ventral.lateral,posterior,
Hasil:akan nampak ada rata [flattening ] pada area sekitar otot deltoid jika pada shoulder yang
belum

direposisi.,cek

Pemeriksaan fungsi dasar

pembengkakan

pada

Wrist

dan

bahu,cek

otot

bahu/atropi

Aktif: mengetahui kekuatan otot gerak aktif pada semua bidang gerak shoulder
Pasif: mengetahui ROM pada gerak pasif dan end feel TIMT. Untuk mengetahui kontraksi
isometric yang akan menggambarkan ada tidaknya gangguan otot.
Pemerikasaan Khusus:
a. Apprehension test untuk mengetahui adanya dislokasi anterior shoulder:Pemeriksa
mengabduksikan disertai gerakan rotasi external shoulder secara perlahan.Pada test yang
positif ditandai dengan alarm atau mimik muka yang enggan melakukan gerakan lebih
lanjut.Test ini harus dilakukan secara pelan untuk menghindari dislokasi yang berulang.
b. Test ROM untuk mengetahui lingkup gerak sendi bahu
c. Muscle power test terutama kelompok otot rotator cuff
d. Test sensasi untuk mengungkap adanya komplikasi neurology
e. Tes circumferential
f.

JPM: jika memungkinkan

g. Scala nyeri dengan VAS


Diagnosa Fisioterapi: Gangguan fungsional Bahu akibat post Dislokasi Anterior bahu
Pemerikasaan tambahan spesifik X-rays.
PROBLEMATIK FISIOTERAPI
a.

Nyeri gerak

b. Keterbatasan ROM
c. Kelemahan otot
d. Gangguan ADL
e. Advance Aktivitas/Atlet
TUJUAN FISIOTERAPI
- Jangka pendek
a.

Mengurangi Nyeri gerak

b.

Meningkatkan ROM

b.

Meningkatkan kekuatan otot

c.

Meningkatkan fungsi ADL

d.

Memperbaiki power,endurance dan persiapan aktivitas normal

- Jangka panjang
Meningkatkan aktifitas fisik dan kemampuan fungsional pasien.\
Dislokasi panggul
Merupakan gawat darurat orthopedik, kaput femoris keluar dari mangkok sendi
Dislokasi panggul posterior (paling sering) dan anterior. Trauma penyebab paling sering
dislokasi posterior karena dushboard injury
Sendi panggul yang mengalami dislokasi yang tidak direposisi dalam waktu 12 jam atau
paling

lama

24

jam

sesudah

cedera

akan

mengalami

nekrosis

avaskuler

Dislokasi panggul dikenali dengan adanya :


Nyeri daerah glutea, scrotum dan paha, posisi ekstremitas bawah yang kaku, fleksi putri
malu (dislokasi posterior) dan fleksi abduksi (dislokasi anterior), shortening (pemendekan).
Terapi : Reposisi emergency (segera) dengan :
Teknik Allis
Penderita tengkurap diatas tempat tidur dan tungkai yang sakit dibiarkan pada posisi flexi.
Teknik Bigelow
Pasien tidur terlentang, satu orang assisten menekan kedua SIAS, satu orang assisten lagi
menarik paha ke arah lateral sedangkan penolong menarik tungkai pada posisi flexi lutut ,
gerakan adduksi kemudian dilanjutkan dengan ekserotasi.
Cara 900 900
Satu assisten memfiksasi pelvis, satu orang assisten lagi mendorong trochanter, operator
menarik femur pada posisi panggul dan lutut 900 900
Komplikasi dislokasi panggul (harus dijelaskan pd pasien):
Cedera saraf skiatika, osteoarthritis, nekrosis avaskuler

Paska tindakan : sendi diimobilisasi selama 3 minggu dengan skin traksi, setelah itu penderita
jalan non weight bearing (NWB) selama 6 minggu
3

Lesi kulit

A. Lesi Kulit Primer :


1. Makula, Bercak (patch)
Macula: < 1cm, tepi sirkumskripta
Patch: > 1 cm, tepi ireguler
Rata tidak terabadan warna kulit berubah (warnanya dapat berubah mnjadi cokelat,
putih, cokelat kekuningan, ungu, merah)
Contoh : Noda pada wajah (freckles), mola yg datar, petekie, rubella, vitiligo, port wine
stains, eklomosis
2. Papula, plak
Papula: < 0,5 cm
Plak: > 0,5 cm
Massa yang padat, teraba dan menonjol
Tepi yang sirkumskripta
Plak dapat berupa papula yang menyatu dengan puncak yang datar.
Contoh : - Papula : Nevi yang menonjol, veruka, lichen planus
- Plak : Psoriasis, keratosis aktinat
3. Nodul, Tumor
Nodul : 0,5-2 cm
Tumor : 1-2 cm
Massa yang menonjol, teraba dan padat
Meluas lebih dalam ke epidermis dibandingkan papula
Nodul memiliki tepi yang sirkumskripta
Tumor tidak selalu memiliki tepi yang tajam
Contoh : - Nodul : Lipoma, karsinoma sel sskuamosa, suntikan yang tidak terserap
dengan baik, dermafibroma.
- Tumor : Lipoma yang besar, karsinom
4. Vesikel, Bulla

Vesikel : < 0,5 cm


Bulia : > 0,5 cm
Massa yang sirkumskripta, menonjol dan teraba yang mengandung cairan serous

Contoh : - Vesikel : Herpes Simplex/zoster, varisela, keracunan tanaman (poison ivy),


luka bakar derajat dua (lepuh)
- Bulla : Pemfigus, Dermatitis Kontak, blister luka bakar yang besar, keracunan
tanaman, impetigo bulosa
5. Urtika (Bintul)
Massa yang menonjol dengan batas yang tidak jelas
Sering tidak teratur
Ukuran dan Warna bervariasi
Disebabkan oleh gerakkan cairan serousa ke dalam dermis
Tidak mengandung cairan bebas dalam rongga seperti misalnya pada vesikel
Contoh : Urtikaria (biduran), gigitan serangga
6. Pustula
Vesikel atau bulla yang berisi pus
Contoh : Akne, impetigo, furunkel, karbunkel
7. Kista
Massa semi padat atau berisi cairan yang berkapsul
Dalam jaringan subkutan atau dermis
Contoh : Kista sebasea, kista epidermoid
B. Lesi Kulit Sekunder :
1. Erosi
Hilangnya jaringan epidermis yang superficial
Tidak meluas ke lapisan dermis
Daerah yang cekung dan basah
Contoh : Vesikel yang rupture, bekas goresan / garukan
2. Ulkus
Kehilangan kulit meluas melampaui lapisan epidermis
Kehilangan jaringan nefrotik

Pendarahan dan pembentukan sikratiks dapat terjadi

Contoh : Ulkus Statis akibat infusiensi venous, Ulkus dekubitus


3. Fissura
Retakan Linier pada kulit
Dapat meluas ke dalam dermis
Contoh : Bibir atau tangan yang pecah, tinea pedis
4. Skuama (Sisik)
Pembentukan Skuama (Sisik) terjadi sekunder akibat proses deskuamasi eptel yang

mati
Skuama dapat melakat pada permukaan kulit
Warna bervariasi (keperakan, putih)
Tekstur bervariasi (tebal, halus)

Contoh : Ketombe, psoriasis, kulit yang kering, pitiriasis rosea.


5. Krusta (Kerak)
Residu serum, darah atau pus yang mongering pada permukaan kulit
Krusta yang lebar dan melekat disebut scrab
Contoh : Residu yang tertinggal sesudah rupture vesikel : Impetigo, herpes, eczema.
6. Parut (Sikratiks)
Bekas pada kulit yang tertinggal suatu luka atau lesi mengalami kesembuhan
Menggambarkan pergantian oleh jaringan ikat dari jaringan yang cedera
Jaringan parut yang muda : Ungu dan Merah
Jaringan parut yang masak (Mature) : putih atau mengkilap
Contoh : Insisi Bedah atau luka sembuh
7. Keloid
Jaringan sikatriks yang mengalami hipertrofi
Terjadi sekunder akibat pembentukan kolagen yang berlebihan selama prosem

penyembuhan
Menonjol, ireguler, berwarna merah
Insidensi yang terbesar pada populasi kulit berwarna ( seperti orang Afrika-Amerika)

Contoh : Keloid pada luka insisi bedah atau penusukan daun telinga
8. Atrofi
Gambarang epidermis yang tipis, kering dan transparan
Hilangnya garis pada permukaan kulit
Terjadi sekunder akibat hilangnya kolagen dan alestin
Pembuluh darah yang dibawahnya dapat terlihat
Contoh : kulit yang menua, infunsiensi arterial
9. Likenifikasi
Kulit yang menebal menjadi kasar
Garis kulit yang semakin nyata
Dapat terjadi sekunder akibat gesekan, iritasi atau garukan yang berulang ulang
Contoh : Dermatitis Kontak

C. Lesi Kulit Vaskuler


1. Petekie
Macula yang merah atau ungu berbentuk bulat
Berukuran kecil : 1 2 mm
Terajadi sekunder akibat ekstravasasi darah
Berkaitan dengan kecenderungan pendarahan atau emboli pada kulit

2. Ekimosis
Lesi berbentuk macula yang bundar atau iregulerlebih besar daripada petekie
Warna bervariasi dan berubah: hitam, kuning dan hijau
Terjadi sekunder akibat ekstravasasi darah
Berkaitan dengan trauma, kecenderungan berdarah

3. Cherry Angioma
Papuler dan bulat
Merah atau ungu

Terlihat pada ekstrimitas, badan


Menjadi pucat ketika ditekan
Perubahan kulit yang normal yang berhubungan dengan penuaan
Bias any tidak punya makna klinik

4. Spider Angioma
Lesi arteriole yang berwarna merah
Memiliki badan badan ditengah dengan cabang yang menyebar
Terlihat pada wajah, leher, lengan
Jarang terlihat dibawah pinggangmenjadi pucat ketika ditekan
Berhubungan dengan penyakit hepar, kehamilan dan defisiensi vitamin B12
5. Telangiektasis (Venous Star)
Bentuk bervariasi : mirip laba atau m binatang
Berwarna kemerahan atau kebiruan
Tidak memucat ketika ditekan
Terlihat pada tungkai, dada bagian anterior
Terjadi akibat sekunder akbat dilatasi superficial pembuluh darah vena kapiler
Berkaitan dengan peningkatan tekanan vena (Verikosa)

Anda mungkin juga menyukai