Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penanganan dan perawatan luka bakar sampai saat ini masih memerlukan
perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan bagi kita, karena sampai
saat ini angka morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Di Amerika dilaporkan
sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5-6
ribu kematian/tahun. Di indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai
jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit
luka bakar RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan
sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38%. Di unit
Luka bakar RSU Dr. Soetomo surabaya jumlah kasus yang dirawat selama satu tahun
(Januari 2000 sampai Desember 2000) sebanyak 106 kasus atau 48,4% dari seluruh
penderita bedah plastik yang dirawat yaitu sebanyak 219, jumlah kematian akibat luka
bakar sebanyak 28 penderita atau sekitar 26,41% dari seluruh penderita luka bakar
yang dirawat, kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50%
atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran nafas dan 50% terjadi pada 7
hari pertama perawatan (Noer, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep dasar Combustio?
1.2.2 Bagaimana Asuhan Keperawatan Kritis Combustio?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti tentang Combustio.
Tujuan Khusus :
1.3.1
1.3.2

Untuk memahami Konsep dasar Combustio ?


Untuk membuat Asuhan Keperawatan Kritis Combustio ?

1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan tugas ini adalah :
1.4.1 Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang Asuhan
1.4.2

Keperawatan Combustio.
Dapat menjadi inspirasi kita dalam Praktik Keperawatan.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep Dasar

2.1.1

Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,

bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Musliha, 2010).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu
sumber panas kepada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet ( Brunner and Suddarth, 2002).
2.1.2

Etiologi
Menurut Rahayuningsih (2012), etiologi luka bakar antara lain :
1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas dan bahan padat (solid).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical burn)
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam
atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan
yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. luka bakar
kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang
sering digunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000
produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.

3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical burn)


3

Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan


perubahannya menjadi tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang tidak
hanya mengenai kulit dan jaringan sub kutis, tetapi juga semua jaringan pada
jalur alur listrik tersebut. Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak
dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak merupakan kontak
yang terlazim, dengan tangan dan lengan yang lebih sering cedera daripada
tungkai dan kaki. Kontak sering menyebabkan gangguan jantung dan atau
pernafasan, dan resusitasi kardiopulmonal sering diperlukan pada saat
kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada daerah masuknya arus listrik biasanya
gosong dan tampak cekung.
4. Luka bakar radiasi (Radiasi injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama
juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
2.1.3

Fase Luka Bakar

Menurut Musliha (2010), fase luka bakar terbagi menjadi tiga fase :
1. Fase akut
Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat
setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera
inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderita pada fase akut.Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

2. Fase sub akut


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi
b. Problem penutupan luka
c. Keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
2.1.4

Klasifikasi Luka Bakar

A. Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak:

Kedalaman

Jaringan

Penyebab

yang

Umum

Karakteristik

Nyeri

Penyembuhan

Sangat

Sekitar 5 hari

Terkena
Ketebalan-parsial

Kerusakan

Sinar

Kering

Superfisial

epitel

matahari

Tidak

(derajat pertama)

minimal

ada nyeri

lepuh
Merah
Pucat

muda
dengan

tekanan
Ketebalan-parsial

Epidermis

dangkal
(derajat dua)

Cahaya

Lembab

Nyeri

Sekitar 21 hari,

dan minimal Cairan

Merah

Hipereste

jaringan perut

dermis

berbintik atau tik

panas

merah

minimal

muda

Lepuh
Sebagian
5

memucat
Ketebalan-parsial
dermal

Seluruh

Di

dalam epidermis,

(derajat dua)

atas Kering, pucat, Sensitif

Lama, jaringan

benda padat berlilin

terhadap

parut

sebagian

panas,

tekanan

hipertropik

dermis,

kebakaran,

akhir,

lapisan

jalaran

pembentukan

rambut

cedera yang

kontraktur

epidermal

kuat

jelas

Tidak pucat

dan kelenjar
keringat
utuh
Ketebalan-penuh

Semua yang Kebakaran

Kasar,

Sedikit

Tidak

(derajat tiga)

di atas, dan terus

avaskular

nyeri

beregenerasi

bagian dari menerus,

retak-retak,

sendiri,

lemak

listrik,

kuning

memerlukan

subkutan,

bahan

sampai coklat

dapat

kimia,

mengenai

uap panas

pucat

pencangkokan

dan hingga hangus

jaringan
ikat,

otot,

tulang
Dari Burgess C: Initial managementof a patient with extensive injury, Critical Care
Nursing Clinics of North America 3(2): 167, 1991

B. Klasifikasi luka bakar berdasarkan luas permukaan tubuh yang terbakar


Banyak cara menghitung luas luka bakar, tetapi yang banyak dipakai adalah
cara Rule of Nine dari Wallace, adalah sebagai berikut (untuk dewasa):
TABEL 1
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINE
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

AREA
Head and neck
Anterior trunk
Posterior trunk
Genitalia
Right arm
Left arm
Right thigh
Left thigh
Right leg
Left leg
Total

%
9
18
18
1
9
9
9
9
9
9
100

Perhitungan luas luka bakar untuk anak 15 tahun ditetapkan berdasarkan modifikasi
dari Rule of Nine sebagai berikut:
Tabel 2.
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINE UNTUK USIA 15
TAHUN
NO DAERAH PERMUKAAN TUBUH
1
Kepala, muka dan leher
2
Badan sebelah depan
3
Badan sebelah belakang
4
Alat gerak atas kanan
5
Alat gerak atas kiri
6
Alat gerak bawah kanan
7
Alat gerak bawah kiri
Jumlah total

0-1 TH
18 %
18 %
18 %
9%
9%
14 %
14 %
100 %

5 TH
14 %
18 %
18 %
9%
9%
16 %
16 %
100 %

15 TH
10 %
18 %
18 %
9%
9%
18 %
18 %
100 %

Antara umur 1-5 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,4 % dan antara
umru 5-15 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,2 %. Satu telapak tangan
penderita mempunyai luas 1 % dari luas tubuhnya.
Disamping dengan cara Rule of Nine, ada cara yang kadang dipakai untuk
menghitung luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar sesuai dengan golongan
usia. Cara ini menggunakan Lund and Browder Chart.
7

TABEL 3
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN LUND AND BROWDER CHART
NO

AREA

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Head
Neck
Anterior trunk
Posterior trunk
Right buttock
Left buttock
Genitalia
Right upper arm
Left upper urm
Right lower arm
Left lower arm
Right hand
Left hand
Right thigh
Left thigh
Right leg
Left leg
Right foot
Left foot

AGE-YEARS
0-1
1-4
19
17
2
2
13
17
13
13
2
2
2
2
1
1
4
4
4
4
3
3
3
3
2
2
2
2
5
6
5
6
5
5
5
5
3
3
3
3

4-9
13
2
13
13
2
2
1
4
4
3
3
2
2
8
8
5
5
3
3

10-15
10
2
13
13
2
2
1
4
4
3
3
2
2
8
8
6
6
3
3

ADULT
7
2
13
13
2
2
1
4
4
3
3
2
2
9
9
7
7
3
3

Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori penderita


(Yefta Moenadjat, 2003):
1. Luka bakar berat / kritis (major burn)
a. Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia
50 tahun.
b. Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama.
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.
d. Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar.
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi.
f. Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain).
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III < 10%.
b. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa >
40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%.
c. Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.
8

3. Luka bakar ringan (mild burn)


a. Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa.
b. Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut.
c. Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak mengenai muka,
tangan, kaki dan perineum.

2.1.5

PATOFISIOLOGI
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis, tubular
akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal
/ akut / syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai dan kulit luas,
terjadi penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan cairan ini disertai
pengeluaran protein dan elergi, sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid
protein kompleks) yang dapat menimbulkan sirs bahkan sepsis yang
menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar
dan paru (ARDS) yang berakhir dengan kematian.
Reaksi

inflamasi

yang

berkepanjangan

akibat

luka

bakar

menyebabkan timbulnya parut yang tidak beraturan (hipertrofik), kontraktur,


deformitas sendi dan sebagainya.
(Arif Mansjoer dkk, 1999 : 365).

2.1.6

Pathway

10

11

2.1.7

Manifestasi Klinis

1. Riwayat terpaparnya.
2. Lihat derajat luka bakar.
3. Status pernapasan : tachypnea, tekanan nadi lemah, hipotensi, menurunnya
pengeluaran urine atau anuri.
4. Perubahan suhu tubuh dari demam ke hipotermi.
2.1.8

Komplikasi

1. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir
kembali kedalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
2. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
3. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan
nausea. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik
yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta
dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarah, ini merupakan
tanda-tanda ulkus curling.
4. Syok sirkulasi
Terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah jantung dan peningkatan
denyut nadi.
5. Gagal ginjal akut
12

Haluaran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi


cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin dalam urin.
2.1.9

Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Schwartz (2000) & Engram (2000), Kidd (2010) pemeriksaan diagnostik
pada penderita luka bakar meliputi :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu
diperoleh segera setelah pasien tiba di fasilitas perawatan.
b. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
c. Konsetrasi gas darah dan PO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada
konsentrasi oksigen 50 %, FiO2= 0,5) mencurigakan adanya trauma
inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat
pada fase lanjut.
d. Karboksihemoglobin perlu segera diukur oleh karena pemberian
oksigen dapat menutupi keparahan keracunan kerbon monoksida yang
dialami penderita. Pada trauma inhalasi, kadar COHb akan menurun
setelah penderita menghirup udara normal. Pada kadar COHb 35-45%
(berat), bahkan setelah tiga jam dari kejadian kadar COHb masih pada
batas 20-25%. Bila kadar COHb lebih dari 15% setelah 3 jam kejadian
ini merupakan bukti kuat adanya trauma inhalasi.
e. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terhadap peningkatan
dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan
henti jantung.
f. Albumin serum, kadarnya mungkin rendah karena protein plasma
terutama albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder
akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
g. Urinalis menunjukkan mioglobin dan hemokromagen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
h. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
i. Pemeriksaan penyaring terhadap obat-obatan, antara lain etanol,
memungkinkan penilaian status mental pasien dan antisipasi terjadinya
gejala-gejala putus obat.

13

2. Rontgen dada : Semua pasien sebaiknya dilakukan rontgen dada, tekanan yang
terlalu kuat pada dada, usaha kanulasi pada vena sentralis, serta fraktur iga dapat
menimbulkan pneumothoraks atau hematorak. Pasien yang juga mengalami
trauma tumpul yang menyertai luka bakar harus menjalani pemeriksanaann
radiografi dari seluruh vertebrata, tulang panjang, dan pelvis.
3. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
4. Elektrocardiogram : EKG terutama diindikasikan pada luka bakar listrik karena
disritmia jantung adalah komplikasi yang umum.
5. CT scan : menyingkirkan hemorargia intrakarnial pada pasien dengan
penyimpangan neurologik yang menderita cedera listrik.
2.1.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Luka Bakar
Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat (2010)
a. Luka bakar suhu atau thermal
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dengan kain basah. Atau
korban dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling-guling agar bagian pakaian yang
terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri,
misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menyelupkan diri ke air
dingin atau melepas baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama
akan menghentikan proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi
yang akan terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap
meluas.
b. Luka bakar kimia
Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering
mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka karena dari luar
14

tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal daya rusak masih
terus

menembus

kulit,

kadang

sampai

72

jam.

Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara masif
yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir dan kalau perlu diusahakan
membersihkan pelan-pelan secara mekanis. Netralisasi dengan zat kimia lain
merugikan karena membuang waktu untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari
reaksi kimianya dapat menambah kerusakan jaringan.
Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum,
serta pemberian cairan dan elektrolit.
Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat 10% dibawah
jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor menembus jaringan dan
menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluorida
yang tidak larut. Jika ada luka dalam, mungkin diperlukan debridemen yang disusul
skin grafting dan rekonstruksi.
Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi
dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita
ditangani di rumah sakit.
c. Luka bakar arus listrik
Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung
muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu,
dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus diberikan dan umumnya
diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang diperkirakan karena kerusakan sering
jauh lebih luas. Kadang luka bakar di kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan
jaringan ternyata lebih dalam. Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan
berwarna gelap karena mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini
mengharuskan pengeluaran urin 75-100ml per jam. Selain itu, urin harus dirubah
menjadi basa dengan natrium bikarbonat intravena, yang menghalangi pengendapan
mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran urin tetap rendah,
walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus diberikan diuretik yang
kuat bersama manitol. Pada penderita cedera otot yang masif, dosis manitol (12,5
15

gram per dosis) mungkin diperlukan selama 12-24 jam. Pasien yang gagal berespon
terhadap dosis diatas mungkin membutuhkan amputasi anggota gerak gawat darurat
atau pembersihan jaringan nonviabel.
Otot jantung, juga rentan trauma arus listrik. Elektrokardiogram (EKG) harus
dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan jantung dan pemantauan jantung yang
terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis dan merawat aritmia. Kerusakan
neurologi juga sering terjadi, terutama pada medulla spinalis, tetapi sulit dilihat,
kecuali bila dilakukan tes elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu
dilakukan pada tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati kavitas
peritonealis dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan.
d. Luka bakar radiasi
Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari kontaminan
sehingga harus menggunakan pelindung. Prinsip penolong penderita atau korban
radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju pelindung, dan detektor sinar
ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari dan dihentikan, dan benda yang
terkontaminasi dibersihkan dengan air sabun, deterjen atau secara mekanis disimpan
dan dibuang di tempat aman.
Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan. Selain itu, perlu
dipikirkan kemungkinan adanya anemia, leukopenia, trombositopenia, dan kerentanan
terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak digunakan obat-obatan yang menekan fungsi
sumsum tulang.

Penatalaksanaan ABC (airway, breathing, circulation)


e. Airway
Menurut Moenadjat (2009), Membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang
terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi

16

berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai
trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi
emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan
nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan
kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan
prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas. Baik
pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana
pembebasan jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi
yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi
sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.
1. Pemasangan pipa Nasofaringeal
Pipa nasal merupakan pipa bulat lunak yang sesuai dengan anatomi nares,
nasofaring dan hipofaring. Ia dimasukkan melalui satu atau kedua nares sehingga
ujungnya mencapai tepat di atas epiglotis. Pipa nasal mempunyai keuntungan karena
bisa dipasang pada penderita yang masih mempunyai reflek muntah tanpa
menyebabkan muntah.
f. Breathing
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
1) Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak, dapat
ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi
mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan
karena kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau
dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti
terjadinya stres oksidatif.
2) Humidifikasi

17

Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi
mukosa.
3) Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa
endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi
akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap
mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi
akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan
mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.
4) Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi
permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier
atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan
dikeluarkan.

Prosedur

ini

dikerjakan

menggunakan

metode

endoskopik

(bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan


ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi jalan nafas.
5) Rehabilitasi pernafasan
Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur
rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain:
a. Pengaturan posisi
b. Melatih reflek batuk
c. Melatih otot-otot pernafasan.
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat
hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif
6) Penggunaan ventilator

18

Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan distres rpernafasan secara


bermakna memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive end-expiratory
pressure (PEEP) dan volume kontrol.
g. Circulation
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan
IV line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk
mempertahankan volume sirkulasi
1. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan jarum
atau kateter yang besar minimal no 18, hal ini penting untuk keperluan
resusitasi dan tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
2. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)
Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan
merupakan parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada
dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia.
Nilai CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya
peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik, pemberian
cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat pemberian koloid
atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan CVP.
2. Resusitasi cairan
Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas
kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit)
dari intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik
intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan
perfusi sel atau jaringan atau organ.
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan
19

kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul


ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan
ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat,
untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata
bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok dengan menggunakan
metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada)
dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan perbaikan prognosis,
derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi
dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki
nilai prognostik terhadap angka mortalitas. Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada
luka bakar dikenal beberapa formula berikut:
(1)

Evans formula

(2)

Brooke formula

(3)

Parkland formula

(4)

Modifikasi Brooke

(5)

Monafo formula

Formula

Cairan

24

jam Kristaloid pada 24 Koloid pada 24 jam

pertama

Evans

Larutan

jam kedua

saline

kedua

1 50% volume cairan 50% volume cairan

ml/kg/%LB, 2000 ml 24 jam pertama + 24 jam pertama


D5W*, dan koloid 1 2000 ml D5W
ml/ kg / %LB

Brooke

RL 1.5 ml / kg / 50% volume cairan 50% volume cairan


%LB, koloid 0.5 ml / 24 jam pertama + 24 jam pertama
kg/ %LB, dan 2000
20

ml D5W

Parkland

2000 ml D5W

RL 4 ml / kg / %LB 20-60%

estimate Pemantauan

plasma volume

Modified Brooke

urine 30 ml/jam

RL 2 ml / kg / %LB

Monafo hypertonic 250 mEq/L saline 1/3


demling

output

lar.

Saline,

pantau output urine pantau output urine


30 ml/jam, dextran
40 dalam lar. saline
2 ml/kg/jam untuk 8
jam,

RL

pantau

output

urine

ml/jam,

dan

30
fresh

frozen plasma 0.5


ml/jam untuk 18 jam
dimulai 8 jam setelah
terbakar.

METODE BAXTER
Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan
kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan
komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan
alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan
ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling
fifiologis dan aman.
Hari pertama

21

Dewasa
Anak

: Ringer laktat 4cc X berat badan X %luas luka bakar per 24jam
: Ringer laktat : Dextran = 17:3

2cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhan faal


Kebutuhan faal :
<1 tahun

: BB x 100cc

1-3 tahun

: BB x 75cc

3-5 tahun

: BB x 50cc

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL
karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Contoh:
Seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan
diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan 2000 cc pada
hari kedua.

22

2.2

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1.

Pengkajian Primer
a. Airway
Bersihan jalan nafas
Adanya/ tidaknya bunyi napas ronchi
Adanya/ tidak jejas badan daerah dada
b. Breathing
Peningkatan frekuensi nafas
Nafas dangkal
Distress pernafasan
Kelemahan otot pernafasan
Kesulitan bernafas : sianosis
c. Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardia
Sakit kepala
Pusing, mata berkunang-kunang
d. Disability
Dapat terjadi penurunan kesadaran

2.
Pengkajian sekunder
Identitas Klien
Terdiri atas nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, suku bangsa, tanggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan
pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan
dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian,
Seseorang yang berusia kurang dari 2 tahun akan lebih muda terkena infeksi
karena respon imun yang imatur, dan orang yang tua mengalami proses
degenaratif yang memperumit proses penyembuhan. Data pekerjaan perlu karena
jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan
menentukan intervensi yang tepat dalam pendekatan.
Keluhan utama
23

Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi pemajanan, jika
terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan
pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakan serta keluhan klien selama
menjalani perawatan ketika dilakukan pengkajian.
Riwayat penyakit dahulu
Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien mempunyai penyakit yang
tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan
infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, dan sirosis) atau bila
terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa
masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses
pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal
(misalnya gagal jantung kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat
terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).
Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.

Riwayat psikososial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam
24

sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan


stress, rasa cemas, dan takut.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pernafasan (B1: Breathing)
Kaji adanya tanda disteres pernapasan, seperti rasa tercekik, tersedak,
malas bernafas, atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atu
tenggorokan, hal ini menandakan adanya iritasi pada mukosa. Adanya sesak
napas atau kehilangan suara, takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti
krepitasi atau ronchi. (Sjaifuddin, 2006)
b. Kardiovaskuler (B2: Blood)
Pada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyababkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular mengalami
defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi
oksigen kejaringan (syok). Sjaifuddin (2006)
c. Persyarafan (B3: Brain)
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat
berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian (Huddak dan
Gallok, 1996).

d. Perkemihan (B4: Bledder)


Haluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan aliran
darah ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosteron (Hudak dan
Gallok, 1996)
e. Pencernaan (B5: Bowel)
25

Adanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi
dan mual. Selain itu pembentukan ulkus gastroduodenal juga dikenal dengan
Curlings biasanya merupakan komplikasi utama dari luka bakar (Hudak dan
Gallok, 1996).
f. Tulang (B6: Bone)
Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain misalnya
mengalami patah tulang punggung atau spine. Penurunan kekuatan, tahanan;
keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot,
perubahan tonus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and
documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai
berikut :
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema
mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas
thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan
pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat;
penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5 Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi
jaringan cidera contoh debridemen luka.
6 Perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas
dengan edema.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma : kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
26

C. INTERVENSI
Rencana Intervensi
Rencana Keperawatan

Diagnosa

Tujuan

Keperawatan
1.

Bersi

dan

Intervensi
Kriteria Hasil
Bersihan jalan 1.

Rasional
Kaji

Dugaan

cedera
27

han jalan nafas nafas


tidak

tetap

refleks

efektif efektif.

inhalasi.

gangguan/menelan;

berhubungan

Kriteria Hasil :

perhatikan pengaliran

dengan

Bunyi

air

obstruksi

vesikuler, RR

ketidakmampuan

trakheobronkhial

dalam

menelan,

nafas
batas

;oedema mukosa; normal, bebas


kompressi jalan dispnoe/cyanos
nafas .

liur,

serak,

otot bantu, sianosis

batuk mengi.
2.
Awasi
frekuensi,

is.

dan perubahan sputum


menunjukkan

irama,

pernafasan

perhatikan

adanya

pernafasan/edema
paru dan kebutuhan

pucat/sianosis

dan
sputum mengandung

intervensi medik.
Obstruksi
jalan
nafas/distres

karbon atau merah

pernafasan

muda.

terjadi sangat cepat

3.

Auskultas
i

paru,

mengi/gemericik,
penurunan

sampai 48 jam setelah

bunyi

adanya pucat atau


warna

buah

ceri

merah

pada

kulit

yang cidera
Tinggikan kepala

terbakar.
Dugaan

adanya

hipoksemia

nafas, batuk rejan.


Perhatikan

dapat

atau lambat contoh

perhatikan

stridor,

5.

terjadi

distress

kedalaman

4.

Takipnea, penggunaan

atau

karbon monoksida.

Meningkatkan
ekspansi

paru

optimal/fungsi
pernafasan.

Bila

kepala/leher terbakar,
bantal

dapat

tempat tidur.Hindari

menghambat

penggunaan bantal di

pernafasan,

bawah kepala, sesuai

menyebabkan

indikasi

nekrosis

pada

kartilago telinga yang


28

terbakar

dan

meningkatkan

konstriktur leher.
Meningkatkan
ekspansi

6.

Dorong

memobilisasi

batuk/latihan

nafas

dalam dan perubahan

dan

drainase sekret.
Membantu
mempertahankan

posisi sering.
7.
Hisapan
perlu)
perawatan

paru,

(bila

jalan

pada

tetapi harus dilakukan

ekstrem,

pertahankan

nafas

kewaspadaan

teknik

bersih,
karena

edema mukosa dan

steril.

inflamasi.
steril

Teknik
menurunkan

risiko infeksi.
Peningkatan
sekret/penurunan
kemampuan

8.

untuk

menelan

Tingkatkan
istirahat suara tetapi

menunjukkan

kaji

peningkatan

kemampuan

edema

untuk bicara dan/atau

trakeal

dan

dapat

menelan sekret oral

mengindikasikan

secara periodik.

kebutuhan

untuk

intubasi.
Meskipun

sering

berhubungan dengan
9.

Selidiki

nyeri,

perubahan

kesadaran

perilaku/mental

dapat

menunjukkan

contoh

gelisah,

agitasi,

kacau

mental.

perubahan

terjadinya/memburuk

nya hipoksia.
Perpindahan
atau

cairan

kelebihan
29

penggantian
10.

Awasi

24

jam

meningkatkan risiko

keseimbngan cairan,

perhatikan

Pelembaban

Lakukan
program

menurunkan

kolaborasi

pengeringan

meliputi :
Berikan

pelembab

volume

Pasien

dapat 1.

cairan mendemostrasi

Awasi
tanda

berhubungan

kan

dengan

cairan

dan

Kehilangan

membaik.

perifer.

cairan
rute

status

vital,

viskositas sputum.

kapiler

kekuatan

nadi

abnormal. evaluasi:

kebutuhan

: dehidrasi,

untuk

penggantian

cairan

kardiovaskuler.
Penggantian
cairan
untuk

pengeluaran urine dan

meyakinkan

rata-2

berat

jenisnya.

pengeluaran urine 30-

warna

50 cc/jam pada orang

Awasi

status

resolusi

Observasi

hypermetabolik,

oedema,

urine

ketidak cukupan elektrolit

pedoman

dititrasi

tak 2.

ada manifestasi

Memberikan

dan mengkaji respon

melalui Kriteria

Peningkatan

CVP.

Perhatikan

dan

dewasa.

hemates

Urine

berwarna merah pada

sesuai indikasi.
dalam

kerusakan otot masif

normal,

karena adanya darah

pemasukan.

serum

Kehilangan

batas

perdarahan.

haluaran urine

dan

di

mioglobin.
Peningkatan

atas

ml/jam.

dan

menurunkan

contoh masker wajah


Kekurangan

saluran

pernafasan

O2

melalui cara yang tepat,

2.

edema paru.
O2
memperbaiki
hipoksemia/asidosis.

variasi/perubahan.
11.

cairan

30
3.

Perkiraka

keluarnya

n drainase luka dan

permeabilitas kapiler,

kehilangan

perpindahan protein,

tampak

yang

proses inflamasi dan


kehilangan
melalui

cairan
evaporasi

30

mempengaruhi
volume sirkulasi dan
4.

Timbang
berat

badan

setiap

pengeluaran urine.
Penggantian
cairan
tergantung pada berat

hari

badan pertama dan


perubahan

5.

Ukur
lingkar
yang

6.

ekstremitas
terbakar

selanjutnya
Memperkirakan
luasnya oedema

tiap

hari sesuai indikasi


Selidiki

perubahan mental

Penyimpangan
tingkat

pada

kesadaran

dapat
mengindikasikan
ketidak
7.

volume

Observasi

sirkulasi/penurunan

distensi
abdomen,hematomesi
s,feces

NG

dan

dari

semua

pasien

yang luka bakar berat.

feces secara periodik.


Lakukan

perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus
terjadi pada setengah

hitam.Hemates
drainase

adekuatnya

program

kolaborasi meliputi :
8.

Pasang
pertahankan

kateter

urine

Observasi
fungsi

ginjal

ketat
dan

mencegah stasis atau


9.

Pasang/
pertahankan
kateter IV.

ukuran

refleks urine.
Memungkinkan infus
cairan cepat.
31

10.

Berikan

Resusitasi

penggantian cairan IV

menggantikan

yang

kehilangan

dihitung,

elektrolit,

plasma,

cairan

cairan/elektrolit

albumin.

dan

membantu mencegah
komplikasi.

3.

Kerusakan
pertukaran

Pa

dapat 1.

gas mendemonstra

berhubungan
dengan

Pasien
sikan

cedera oksigenasi

ntau

laporan

dan

kadar

GDA
karbon

monoksida serum.

Kriteria

kompartemen

evaluasi:

torakal

RR

sekunder 12-24

x/mnt,

luka warna

kulit

terhadap

bakar sirkumfisial normal, GDA


dari
leher.

dada

tak

atau

endotrakeal
tempatkan

diharapkan.
Suplemen

oksigen

untuk jaringan.
Ventilasi
mekanik
diperlukan

untuk

bantu

pernafasan dukungan

selang

sampai pasie dapat

dan

dilakukan

pasien

pada

bernafas.

Pa

dengan

kesulitan

yang

oksigen yang tersedia

sang

ada

dari

oksigen pada tingkat

3.

bersih,

penyimpangan

meningkatkan jumlah

yang ditentukan.

normal, bunyi

dan

suplemen

riakan

atau dalam renatng


nafas

Be

2.

kemajuan
hasil

inhalasi asap atau adekuat.


sindrom

Mengidentifikasi

secara

mandiri.

ventilator

mekanis

sesuai

pesanan bila terjadi


insufisiensi

pernafasan.
4.

A
njurkan

pernafasan

dalam

dengan

Pernafasan

dalam

mengembangkan
alveoli, menurunkan
resiko atelektasis.

penggunaan
spirometri

5.

insentif

setiap 2 jam selama

Memudahkan

tirah baring.

ventilasi
Pe

dengan

menurunkan tekanan
32

rtahankan posisi semi

abdomen

fowler, bila hipotensi

tak ada.

terhadap

diafragma.
Luka bakar sekitar
torakal

6.

membatasi

U
ntuk

luka

sekitar

dapat
ekspansi

dada. Mengupas kulit

bakar

(eskarotomi)

torakal,

beritahu dokter bila

memungkinkan

terjadi

dispnea

ekspansi dada.

disertai

dengan

takipnea.

Siapkan

pasien

untuk

pembedahan
eskarotomi.
4.

Resiko tinggi Pasien


infeksi

dari infeksi.

berhubungan

Kriteria

dengan

evaluasi:

Pertahanan

ada

primer

tak

demam,

granulasi baik.

silang,

teknik cuci tangan

menurunkan

resiko

yang

infeksi.

baik

untuk
kontak

dengan pasien.
2.

Pertahanan
tidak

adekuat;

teknik

aseptic

selama

perawatan

Mencegah
pada

terpajan
organism

infeksius.

tangan, masker, dan

traumatik.

penurunan

kontaminasi

dating

jaringan

sekunder

pentingnya

Gunakan skort, sarung

perlinduingan

Mencegah

semua individu yang

jaringan

kerusakan
kulit;

Tekankan

tidak pembentukan

adekuat;

bebas 1.

luka langsung.
3.

Bersihkan
Hb,

penekanan
respons inflamasi

jaringan

Meningkatkan
penyembuhan.

nekrotik yang lepas

Mencegah

dengan gunting dan

autokontaminasi.
Mengidentifikasi

forsep.
4.

adanya penyembuhan

Periksa luka tiap hari,


33

perhatikan dan catat

dan

perubahan

deteksi dini infeksi

penampilan,
atau

bau,
kuantitas

drainase.

memberikan

luka bakar.

Indikator

sepsis

5.

memerlukan evaluasi

Awasi tanda vital untuk

cepat dan intervensi.

demam, adnya diare,


penurunan

jumlah

trombosit,

dan

hiperglikemia

dan

glikosuria.
Kolaborasi
6.

Bakteri

dapat

terkolonosasi

pada

permukaan luka tanpa

Bantu biopsy eksisi bila

masuk ke jaringan di

infeksi dicurigai.

bawahnya,

namun

biopsi dapat diambil


untuk

7.
Berikan

agen

topical

diagnosa

infeksi
Membantu

untuk

mencegah

mengontrol

sesuai indikasi

luka

infeksi

yang

dapat

menyebabkan
kerusakan

jaringan

lanjut.
5.

Nyeri

Pasien

dapat 1.

berhubungan

mendemonstra

dengan

sikan

Kerusakan

hilang

Kaji

keluhan

nyeri,

Nyeri selalu hampir


ada

pada

beberapa

perhatikan

derajat

dari

lokasi/karakter dan

keterlibatan jaringan/

kulit/jaringan;

ketidaknyaman

intensitas (skala 0-

kerusakan

pembentukan

an.

10).

biasanya paling berat

edema.

Kriteria

selama

penggantian

Manipulasi

evaluasi:

balutan

atau

beratnya

34

tetapi

jaringan

cidera menyangkal
nyeri,

debridemen luka.

melaporkan

Tutup

perasaan

luka

sesegera

mungkin

kecuali

perawatan

nyaman,

tubuh rileks.

menyebabkan

pada

udara terbuka.

nyeri

hebat pada pemajanan

metode

pemajanan

postur

dan

gerakan udara dapat

luka

bakar

ekspresi wajah
dan

2.

contoh

debridement.
Suhu berubah

ujung saraf.

Pengaturan

suhu

dapat hilang karena

3.
Pertahankan

luka

suhu

bakar

mayor.

Sumber

lingkungan nyaman.

panas

eksternal perlu untuk

mencegah menggigil.
Memfokuskan
kembali

4.
Dorong

meningkatkan

penggunaan

manajemen
contoh

stress,
relaksasi

progresif,
dalam,

relaksasi,

dan

meningkatkan

rasa

kontrol yang dapat

napas

menurunkan

bimbinga

ketergantungan

imajinasi,
danvisualisasi.

perhatian,

farmakologis.
Menghilangkan
tekanan pada tonjolan
tulang

5.
Bantu

Dukungan

dengan

pengubahan

dependen.

pada

posisi

luka

selama

setiap 2 jam bila

adekuat
bakar
gerakan

membantu

diperlukan.
Dapatkan

bantuan

tambahan

sesuai

meinimalkan
ketidaknyamanan.

kebutuhan,
khususnya
pasien

tak

membantu

bila
dapat

Analgesik

narkotik

diperlukan

untuk

35

membalikkan badan

memblok

sendiri.

Absorpsi

6.

buruk

Berikan

anlgesik

narkotik

obat

pada

dengan

yang

pasien

luka

oleh

sedikitnya 30 menit

bakar

perpindahan

interstitial berkenaan

prosedur

perawatan

IM

luas yang disebabkan

diresepkan
sebelum

nyeri.

dnegan

luka.

peningkatan

permeabilitas kapiler.

Evaluasi
keefektifannya.
Anjurkan analgesik
IV bila luka bakar
luas.
6.

Pasien

Resiko

tinggi menunjukkan

kerusakan

1.
Untuk luka bakar yang

sirkulasi tetap

Mengidentifikasi
indikasi-indikasi

mengitari

kemajuan

atau

perfusi jaringan, adekuat.

ekstermitas atau luka

penyimpangan

dari

perubahan/disfun

Kriteria

bakar listrik, pantau

hasil

gsi

evaluasi:

status neurovaskular

diharapkan.

neurovaskuler

warna

perifer

normal,

berhubungan

menyangkal

dengan

kebas

Penurunan/interu

kesemutan,

psi aliran darah nadi


arterial/vena,
contoh
bakar

kulit

seputar

ekstermitas

setaip 2 jam.
dan

Meningkatkan aliran

2.

balik

Pertahankan ekstermitas

menurunkan

bengkak ditinggikan.

perifer 3.

dapat diraba.
luka

dari

yang

vena

dan

pembengkakan.
Temuan-temuan

ini

menandakan keruskan

Beritahu dokter dengan

sirkualsi

distal.

segera bila terjadi

Dokter

dapat

nadi

mengkaji

ekstremitas

pengisian

dengan edema.

buruk,

berkurang,

penurunan
Siapkan
pembedahan

kapiler
atau
sensasi.
untuk

tekanan

jaringan

untuk

menentukan
kebutuhan

terhadap

intervensi bedah.
Eskarotomi (mengikis
36

eskarotomi

sesuai

pada

pesanan.

eskar)

fasiotomi

atau

mungkin

diperlukan

untuk

memperbaiki sirkulasi
7.

Memumjukkan

Kerusakan integritas regenerasi


kulit
kerusakan

adekuat.
Memberikan

1.
Kaji/catat

b/d jaringan
Kriteria hasil:

ukuran,

informasi

dasar

warna,

kedalaman

tentang

luka,

perhatikan

penanaman kulit dan

permukaan kulit Mencapai

jaringan

sekunder

dan kondisi sekitar

petunjuk

luka.

sirkulasi pada area

penyembuhan

destruksi lapisan tepat


kulit.

waktu

nekrotik

kebutuhan

kemungkinan

pada area luka


bakar.

2.

tentang

graft.
Menyiapkan jaringan
untuk

Lakukan perawatan luka


bakar yang tepat dan

dan

tindakan

resiko

kontrol

penanaman
menurunkan

infeksi/kegagalan

infeksi.

3.

kulit.
Kain nilon/membran
silikon mengandung

Pertahankan penutupan

kolagen

luka sesuai indikasi.

porcine

peptida yang melekat


pada permukaan luka
sampai lepasnya atau
mengelupas

4.
Tinggikan area graft bila
posisi

yang diinginkan dan


imobilisasi area bila
diindikasikan.

spontan.
Menurunkan
pembengkakan

mungkin/tepat.
Pertahankan

secara

/membatasi

resiko

pemisahan

graft.

Gerakan

jaringan

dibawah graft dapat


mengubah

37

posisi

yang mempengaruhi
penyembuhan

5.
Pertahankan

balutan

diatas area graft baru

dengan

sesuai indikasi.
program

Siapkan

prosedur
biologis.

permukaan

tembus pandang tak

kolaborasi :
-

mungkin

ditutupi oleh bahan

dan/atau sisi donor

Lakukan

optimal.
Area

reaktif.
Graft kulit diambil
dari kulit orang itu

bantu

bedah/balutan

sendiri/orang
untuk

lain

penutupan

sementara pada luka


bakar

luas

sampai

kulit orang itu siap


ditanam.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 1997).
E. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian dari proses
keperawatan yang telah dilaksanakan dimana perawat mencari kepastiaan
keberhasilan dan juga mengetahui sejauh mana masalah klien dapat diatasi.

38

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu
sumber panas kepada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet. Penyebab luka bakar adalah luka bakar karena terpapar atau dengan
api, cairan panas, dan bahan padat. Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya
jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Luka bakar listrik biasanya disebabkan
oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Luka bakar radiasi disebabkan
oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Fase luka bakar terbagi menjadi 3 fase yaitu
fase akut, fase sub akut, dan fase lanjut. Derajat luka bakar dibagi menjadi 3 yaitu
grade 1, grade 2 dan grade 3 sedangkan perhitungan untuk luas luka bakar
menggunakan rumus rule of nine.
Resusitasi cairan adalah pemberian cairan adekuat dalam waktu relatif cepat
pada penderita gawat akibat kekurangan cairan. Tujuan dari resusitasi cairan adalah
untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Pada
39

penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula yaitu Evans
formula, Brooke formula, Parkland formula, Modifikasi Brooke dan Monafo formula.

Daftar Pustaka
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume 1.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Marylin E. Doengoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Brunner and suddart. (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3.
Penerbit Bku Kedokteran EGC. Jakarta.
Arif Mansjoer dkk (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aescolapius
FKUI.
http://mardhiyah-hayati-fkp12.web.unair.ac.id/artikel_detail-85147-Askep-ASKEP
%20Luka%20Bakar.html

40

Anda mungkin juga menyukai