Askep Combustio
Askep Combustio
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penanganan dan perawatan luka bakar sampai saat ini masih memerlukan
perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan bagi kita, karena sampai
saat ini angka morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Di Amerika dilaporkan
sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5-6
ribu kematian/tahun. Di indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai
jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit
luka bakar RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan
sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38%. Di unit
Luka bakar RSU Dr. Soetomo surabaya jumlah kasus yang dirawat selama satu tahun
(Januari 2000 sampai Desember 2000) sebanyak 106 kasus atau 48,4% dari seluruh
penderita bedah plastik yang dirawat yaitu sebanyak 219, jumlah kematian akibat luka
bakar sebanyak 28 penderita atau sekitar 26,41% dari seluruh penderita luka bakar
yang dirawat, kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50%
atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran nafas dan 50% terjadi pada 7
hari pertama perawatan (Noer, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep dasar Combustio?
1.2.2 Bagaimana Asuhan Keperawatan Kritis Combustio?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti tentang Combustio.
Tujuan Khusus :
1.3.1
1.3.2
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan tugas ini adalah :
1.4.1 Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang Asuhan
1.4.2
Keperawatan Combustio.
Dapat menjadi inspirasi kita dalam Praktik Keperawatan.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar
2.1.1
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Musliha, 2010).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu
sumber panas kepada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet ( Brunner and Suddarth, 2002).
2.1.2
Etiologi
Menurut Rahayuningsih (2012), etiologi luka bakar antara lain :
1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas dan bahan padat (solid).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical burn)
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam
atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan
yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. luka bakar
kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang
sering digunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000
produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
Menurut Musliha (2010), fase luka bakar terbagi menjadi tiga fase :
1. Fase akut
Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat
setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera
inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderita pada fase akut.Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
Kedalaman
Jaringan
Penyebab
yang
Umum
Karakteristik
Nyeri
Penyembuhan
Sangat
Sekitar 5 hari
Terkena
Ketebalan-parsial
Kerusakan
Sinar
Kering
Superfisial
epitel
matahari
Tidak
(derajat pertama)
minimal
ada nyeri
lepuh
Merah
Pucat
muda
dengan
tekanan
Ketebalan-parsial
Epidermis
dangkal
(derajat dua)
Cahaya
Lembab
Nyeri
Sekitar 21 hari,
Merah
Hipereste
jaringan perut
dermis
panas
merah
minimal
muda
Lepuh
Sebagian
5
memucat
Ketebalan-parsial
dermal
Seluruh
Di
dalam epidermis,
(derajat dua)
Lama, jaringan
terhadap
parut
sebagian
panas,
tekanan
hipertropik
dermis,
kebakaran,
akhir,
lapisan
jalaran
pembentukan
rambut
cedera yang
kontraktur
epidermal
kuat
jelas
Tidak pucat
dan kelenjar
keringat
utuh
Ketebalan-penuh
Kasar,
Sedikit
Tidak
(derajat tiga)
avaskular
nyeri
beregenerasi
retak-retak,
sendiri,
lemak
listrik,
kuning
memerlukan
subkutan,
bahan
sampai coklat
dapat
kimia,
mengenai
uap panas
pucat
pencangkokan
jaringan
ikat,
otot,
tulang
Dari Burgess C: Initial managementof a patient with extensive injury, Critical Care
Nursing Clinics of North America 3(2): 167, 1991
AREA
Head and neck
Anterior trunk
Posterior trunk
Genitalia
Right arm
Left arm
Right thigh
Left thigh
Right leg
Left leg
Total
%
9
18
18
1
9
9
9
9
9
9
100
Perhitungan luas luka bakar untuk anak 15 tahun ditetapkan berdasarkan modifikasi
dari Rule of Nine sebagai berikut:
Tabel 2.
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINE UNTUK USIA 15
TAHUN
NO DAERAH PERMUKAAN TUBUH
1
Kepala, muka dan leher
2
Badan sebelah depan
3
Badan sebelah belakang
4
Alat gerak atas kanan
5
Alat gerak atas kiri
6
Alat gerak bawah kanan
7
Alat gerak bawah kiri
Jumlah total
0-1 TH
18 %
18 %
18 %
9%
9%
14 %
14 %
100 %
5 TH
14 %
18 %
18 %
9%
9%
16 %
16 %
100 %
15 TH
10 %
18 %
18 %
9%
9%
18 %
18 %
100 %
Antara umur 1-5 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,4 % dan antara
umru 5-15 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,2 %. Satu telapak tangan
penderita mempunyai luas 1 % dari luas tubuhnya.
Disamping dengan cara Rule of Nine, ada cara yang kadang dipakai untuk
menghitung luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar sesuai dengan golongan
usia. Cara ini menggunakan Lund and Browder Chart.
7
TABEL 3
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN LUND AND BROWDER CHART
NO
AREA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Head
Neck
Anterior trunk
Posterior trunk
Right buttock
Left buttock
Genitalia
Right upper arm
Left upper urm
Right lower arm
Left lower arm
Right hand
Left hand
Right thigh
Left thigh
Right leg
Left leg
Right foot
Left foot
AGE-YEARS
0-1
1-4
19
17
2
2
13
17
13
13
2
2
2
2
1
1
4
4
4
4
3
3
3
3
2
2
2
2
5
6
5
6
5
5
5
5
3
3
3
3
4-9
13
2
13
13
2
2
1
4
4
3
3
2
2
8
8
5
5
3
3
10-15
10
2
13
13
2
2
1
4
4
3
3
2
2
8
8
6
6
3
3
ADULT
7
2
13
13
2
2
1
4
4
3
3
2
2
9
9
7
7
3
3
2.1.5
PATOFISIOLOGI
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis, tubular
akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal
/ akut / syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai dan kulit luas,
terjadi penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan cairan ini disertai
pengeluaran protein dan elergi, sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid
protein kompleks) yang dapat menimbulkan sirs bahkan sepsis yang
menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar
dan paru (ARDS) yang berakhir dengan kematian.
Reaksi
inflamasi
yang
berkepanjangan
akibat
luka
bakar
2.1.6
Pathway
10
11
2.1.7
Manifestasi Klinis
1. Riwayat terpaparnya.
2. Lihat derajat luka bakar.
3. Status pernapasan : tachypnea, tekanan nadi lemah, hipotensi, menurunnya
pengeluaran urine atau anuri.
4. Perubahan suhu tubuh dari demam ke hipotermi.
2.1.8
Komplikasi
1. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir
kembali kedalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
2. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
3. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan
nausea. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik
yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta
dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarah, ini merupakan
tanda-tanda ulkus curling.
4. Syok sirkulasi
Terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah jantung dan peningkatan
denyut nadi.
5. Gagal ginjal akut
12
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Schwartz (2000) & Engram (2000), Kidd (2010) pemeriksaan diagnostik
pada penderita luka bakar meliputi :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu
diperoleh segera setelah pasien tiba di fasilitas perawatan.
b. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
c. Konsetrasi gas darah dan PO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada
konsentrasi oksigen 50 %, FiO2= 0,5) mencurigakan adanya trauma
inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat
pada fase lanjut.
d. Karboksihemoglobin perlu segera diukur oleh karena pemberian
oksigen dapat menutupi keparahan keracunan kerbon monoksida yang
dialami penderita. Pada trauma inhalasi, kadar COHb akan menurun
setelah penderita menghirup udara normal. Pada kadar COHb 35-45%
(berat), bahkan setelah tiga jam dari kejadian kadar COHb masih pada
batas 20-25%. Bila kadar COHb lebih dari 15% setelah 3 jam kejadian
ini merupakan bukti kuat adanya trauma inhalasi.
e. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terhadap peningkatan
dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan
henti jantung.
f. Albumin serum, kadarnya mungkin rendah karena protein plasma
terutama albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder
akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
g. Urinalis menunjukkan mioglobin dan hemokromagen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
h. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
i. Pemeriksaan penyaring terhadap obat-obatan, antara lain etanol,
memungkinkan penilaian status mental pasien dan antisipasi terjadinya
gejala-gejala putus obat.
13
2. Rontgen dada : Semua pasien sebaiknya dilakukan rontgen dada, tekanan yang
terlalu kuat pada dada, usaha kanulasi pada vena sentralis, serta fraktur iga dapat
menimbulkan pneumothoraks atau hematorak. Pasien yang juga mengalami
trauma tumpul yang menyertai luka bakar harus menjalani pemeriksanaann
radiografi dari seluruh vertebrata, tulang panjang, dan pelvis.
3. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
4. Elektrocardiogram : EKG terutama diindikasikan pada luka bakar listrik karena
disritmia jantung adalah komplikasi yang umum.
5. CT scan : menyingkirkan hemorargia intrakarnial pada pasien dengan
penyimpangan neurologik yang menderita cedera listrik.
2.1.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Luka Bakar
Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat (2010)
a. Luka bakar suhu atau thermal
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dengan kain basah. Atau
korban dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling-guling agar bagian pakaian yang
terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri,
misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menyelupkan diri ke air
dingin atau melepas baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama
akan menghentikan proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi
yang akan terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap
meluas.
b. Luka bakar kimia
Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering
mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka karena dari luar
14
tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal daya rusak masih
terus
menembus
kulit,
kadang
sampai
72
jam.
Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara masif
yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir dan kalau perlu diusahakan
membersihkan pelan-pelan secara mekanis. Netralisasi dengan zat kimia lain
merugikan karena membuang waktu untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari
reaksi kimianya dapat menambah kerusakan jaringan.
Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum,
serta pemberian cairan dan elektrolit.
Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat 10% dibawah
jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor menembus jaringan dan
menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluorida
yang tidak larut. Jika ada luka dalam, mungkin diperlukan debridemen yang disusul
skin grafting dan rekonstruksi.
Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi
dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita
ditangani di rumah sakit.
c. Luka bakar arus listrik
Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung
muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu,
dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus diberikan dan umumnya
diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang diperkirakan karena kerusakan sering
jauh lebih luas. Kadang luka bakar di kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan
jaringan ternyata lebih dalam. Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan
berwarna gelap karena mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini
mengharuskan pengeluaran urin 75-100ml per jam. Selain itu, urin harus dirubah
menjadi basa dengan natrium bikarbonat intravena, yang menghalangi pengendapan
mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran urin tetap rendah,
walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus diberikan diuretik yang
kuat bersama manitol. Pada penderita cedera otot yang masif, dosis manitol (12,5
15
gram per dosis) mungkin diperlukan selama 12-24 jam. Pasien yang gagal berespon
terhadap dosis diatas mungkin membutuhkan amputasi anggota gerak gawat darurat
atau pembersihan jaringan nonviabel.
Otot jantung, juga rentan trauma arus listrik. Elektrokardiogram (EKG) harus
dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan jantung dan pemantauan jantung yang
terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis dan merawat aritmia. Kerusakan
neurologi juga sering terjadi, terutama pada medulla spinalis, tetapi sulit dilihat,
kecuali bila dilakukan tes elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu
dilakukan pada tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati kavitas
peritonealis dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan.
d. Luka bakar radiasi
Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari kontaminan
sehingga harus menggunakan pelindung. Prinsip penolong penderita atau korban
radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju pelindung, dan detektor sinar
ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari dan dihentikan, dan benda yang
terkontaminasi dibersihkan dengan air sabun, deterjen atau secara mekanis disimpan
dan dibuang di tempat aman.
Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan. Selain itu, perlu
dipikirkan kemungkinan adanya anemia, leukopenia, trombositopenia, dan kerentanan
terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak digunakan obat-obatan yang menekan fungsi
sumsum tulang.
16
berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai
trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi
emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan
nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan
kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan
prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas. Baik
pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana
pembebasan jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi
yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi
sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.
1. Pemasangan pipa Nasofaringeal
Pipa nasal merupakan pipa bulat lunak yang sesuai dengan anatomi nares,
nasofaring dan hipofaring. Ia dimasukkan melalui satu atau kedua nares sehingga
ujungnya mencapai tepat di atas epiglotis. Pipa nasal mempunyai keuntungan karena
bisa dipasang pada penderita yang masih mempunyai reflek muntah tanpa
menyebabkan muntah.
f. Breathing
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
1) Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak, dapat
ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi
mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan
karena kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau
dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti
terjadinya stres oksidatif.
2) Humidifikasi
17
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi
mukosa.
3) Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa
endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi
akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap
mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi
akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan
mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.
4) Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi
permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier
atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan
dikeluarkan.
Prosedur
ini
dikerjakan
menggunakan
metode
endoskopik
18
Evans formula
(2)
Brooke formula
(3)
Parkland formula
(4)
Modifikasi Brooke
(5)
Monafo formula
Formula
Cairan
24
pertama
Evans
Larutan
jam kedua
saline
kedua
Brooke
ml D5W
Parkland
2000 ml D5W
RL 4 ml / kg / %LB 20-60%
estimate Pemantauan
plasma volume
Modified Brooke
urine 30 ml/jam
RL 2 ml / kg / %LB
output
lar.
Saline,
RL
pantau
output
urine
ml/jam,
dan
30
fresh
METODE BAXTER
Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan
kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan
komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan
alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan
ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling
fifiologis dan aman.
Hari pertama
21
Dewasa
Anak
: Ringer laktat 4cc X berat badan X %luas luka bakar per 24jam
: Ringer laktat : Dextran = 17:3
: BB x 100cc
1-3 tahun
: BB x 75cc
3-5 tahun
: BB x 50cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL
karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Contoh:
Seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan
diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan 2000 cc pada
hari kedua.
22
2.2
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
Pengkajian Primer
a. Airway
Bersihan jalan nafas
Adanya/ tidaknya bunyi napas ronchi
Adanya/ tidak jejas badan daerah dada
b. Breathing
Peningkatan frekuensi nafas
Nafas dangkal
Distress pernafasan
Kelemahan otot pernafasan
Kesulitan bernafas : sianosis
c. Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardia
Sakit kepala
Pusing, mata berkunang-kunang
d. Disability
Dapat terjadi penurunan kesadaran
2.
Pengkajian sekunder
Identitas Klien
Terdiri atas nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, suku bangsa, tanggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan
pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan
dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian,
Seseorang yang berusia kurang dari 2 tahun akan lebih muda terkena infeksi
karena respon imun yang imatur, dan orang yang tua mengalami proses
degenaratif yang memperumit proses penyembuhan. Data pekerjaan perlu karena
jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan
menentukan intervensi yang tepat dalam pendekatan.
Keluhan utama
23
Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi pemajanan, jika
terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan
pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakan serta keluhan klien selama
menjalani perawatan ketika dilakukan pengkajian.
Riwayat penyakit dahulu
Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien mempunyai penyakit yang
tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan
infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, dan sirosis) atau bila
terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa
masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses
pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal
(misalnya gagal jantung kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat
terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).
Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.
Riwayat psikososial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam
24
Adanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi
dan mual. Selain itu pembentukan ulkus gastroduodenal juga dikenal dengan
Curlings biasanya merupakan komplikasi utama dari luka bakar (Hudak dan
Gallok, 1996).
f. Tulang (B6: Bone)
Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain misalnya
mengalami patah tulang punggung atau spine. Penurunan kekuatan, tahanan;
keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot,
perubahan tonus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and
documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai
berikut :
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema
mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas
thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan
pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat;
penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5 Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi
jaringan cidera contoh debridemen luka.
6 Perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas
dengan edema.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma : kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
26
C. INTERVENSI
Rencana Intervensi
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan
Keperawatan
1.
Bersi
dan
Intervensi
Kriteria Hasil
Bersihan jalan 1.
Rasional
Kaji
Dugaan
cedera
27
tetap
refleks
efektif efektif.
inhalasi.
gangguan/menelan;
berhubungan
Kriteria Hasil :
perhatikan pengaliran
dengan
Bunyi
air
obstruksi
vesikuler, RR
ketidakmampuan
trakheobronkhial
dalam
menelan,
nafas
batas
liur,
serak,
batuk mengi.
2.
Awasi
frekuensi,
is.
irama,
pernafasan
perhatikan
adanya
pernafasan/edema
paru dan kebutuhan
pucat/sianosis
dan
sputum mengandung
intervensi medik.
Obstruksi
jalan
nafas/distres
pernafasan
muda.
3.
Auskultas
i
paru,
mengi/gemericik,
penurunan
bunyi
buah
ceri
merah
pada
kulit
yang cidera
Tinggikan kepala
terbakar.
Dugaan
adanya
hipoksemia
dapat
perhatikan
stridor,
5.
terjadi
distress
kedalaman
4.
Takipnea, penggunaan
atau
karbon monoksida.
Meningkatkan
ekspansi
paru
optimal/fungsi
pernafasan.
Bila
kepala/leher terbakar,
bantal
dapat
tempat tidur.Hindari
menghambat
penggunaan bantal di
pernafasan,
menyebabkan
indikasi
nekrosis
pada
terbakar
dan
meningkatkan
konstriktur leher.
Meningkatkan
ekspansi
6.
Dorong
memobilisasi
batuk/latihan
nafas
dan
drainase sekret.
Membantu
mempertahankan
posisi sering.
7.
Hisapan
perlu)
perawatan
paru,
(bila
jalan
pada
ekstrem,
pertahankan
nafas
kewaspadaan
teknik
bersih,
karena
steril.
inflamasi.
steril
Teknik
menurunkan
risiko infeksi.
Peningkatan
sekret/penurunan
kemampuan
8.
untuk
menelan
Tingkatkan
istirahat suara tetapi
menunjukkan
kaji
peningkatan
kemampuan
edema
trakeal
dan
dapat
mengindikasikan
secara periodik.
kebutuhan
untuk
intubasi.
Meskipun
sering
berhubungan dengan
9.
Selidiki
nyeri,
perubahan
kesadaran
perilaku/mental
dapat
menunjukkan
contoh
gelisah,
agitasi,
kacau
mental.
perubahan
terjadinya/memburuk
nya hipoksia.
Perpindahan
atau
cairan
kelebihan
29
penggantian
10.
Awasi
24
jam
meningkatkan risiko
keseimbngan cairan,
perhatikan
Pelembaban
Lakukan
program
menurunkan
kolaborasi
pengeringan
meliputi :
Berikan
pelembab
volume
Pasien
dapat 1.
cairan mendemostrasi
Awasi
tanda
berhubungan
kan
dengan
cairan
dan
Kehilangan
membaik.
perifer.
cairan
rute
status
vital,
viskositas sputum.
kapiler
kekuatan
nadi
abnormal. evaluasi:
kebutuhan
: dehidrasi,
untuk
penggantian
cairan
kardiovaskuler.
Penggantian
cairan
untuk
meyakinkan
rata-2
berat
jenisnya.
warna
Awasi
status
resolusi
Observasi
hypermetabolik,
oedema,
urine
pedoman
dititrasi
tak 2.
ada manifestasi
Memberikan
melalui Kriteria
Peningkatan
CVP.
Perhatikan
dan
dewasa.
hemates
Urine
sesuai indikasi.
dalam
normal,
pemasukan.
serum
Kehilangan
batas
perdarahan.
haluaran urine
dan
di
mioglobin.
Peningkatan
atas
ml/jam.
dan
menurunkan
saluran
pernafasan
O2
2.
edema paru.
O2
memperbaiki
hipoksemia/asidosis.
variasi/perubahan.
11.
cairan
30
3.
Perkiraka
keluarnya
permeabilitas kapiler,
kehilangan
perpindahan protein,
tampak
yang
cairan
evaporasi
30
mempengaruhi
volume sirkulasi dan
4.
Timbang
berat
badan
setiap
pengeluaran urine.
Penggantian
cairan
tergantung pada berat
hari
5.
Ukur
lingkar
yang
6.
ekstremitas
terbakar
selanjutnya
Memperkirakan
luasnya oedema
tiap
perubahan mental
Penyimpangan
tingkat
pada
kesadaran
dapat
mengindikasikan
ketidak
7.
volume
Observasi
sirkulasi/penurunan
distensi
abdomen,hematomesi
s,feces
NG
dan
dari
semua
pasien
perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus
terjadi pada setengah
hitam.Hemates
drainase
adekuatnya
program
kolaborasi meliputi :
8.
Pasang
pertahankan
kateter
urine
Observasi
fungsi
ginjal
ketat
dan
Pasang/
pertahankan
kateter IV.
ukuran
refleks urine.
Memungkinkan infus
cairan cepat.
31
10.
Berikan
Resusitasi
penggantian cairan IV
menggantikan
yang
kehilangan
dihitung,
elektrolit,
plasma,
cairan
cairan/elektrolit
albumin.
dan
membantu mencegah
komplikasi.
3.
Kerusakan
pertukaran
Pa
dapat 1.
gas mendemonstra
berhubungan
dengan
Pasien
sikan
cedera oksigenasi
ntau
laporan
dan
kadar
GDA
karbon
monoksida serum.
Kriteria
kompartemen
evaluasi:
torakal
RR
sekunder 12-24
x/mnt,
luka warna
kulit
terhadap
dada
tak
atau
endotrakeal
tempatkan
diharapkan.
Suplemen
oksigen
untuk jaringan.
Ventilasi
mekanik
diperlukan
untuk
bantu
pernafasan dukungan
selang
dan
dilakukan
pasien
pada
bernafas.
Pa
dengan
kesulitan
yang
sang
ada
dari
3.
bersih,
penyimpangan
meningkatkan jumlah
yang ditentukan.
normal, bunyi
dan
suplemen
riakan
Be
2.
kemajuan
hasil
Mengidentifikasi
secara
mandiri.
ventilator
mekanis
sesuai
pernafasan.
4.
A
njurkan
pernafasan
dalam
dengan
Pernafasan
dalam
mengembangkan
alveoli, menurunkan
resiko atelektasis.
penggunaan
spirometri
5.
insentif
Memudahkan
tirah baring.
ventilasi
Pe
dengan
menurunkan tekanan
32
abdomen
tak ada.
terhadap
diafragma.
Luka bakar sekitar
torakal
6.
membatasi
U
ntuk
luka
sekitar
dapat
ekspansi
bakar
(eskarotomi)
torakal,
memungkinkan
terjadi
dispnea
ekspansi dada.
disertai
dengan
takipnea.
Siapkan
pasien
untuk
pembedahan
eskarotomi.
4.
dari infeksi.
berhubungan
Kriteria
dengan
evaluasi:
Pertahanan
ada
primer
tak
demam,
granulasi baik.
silang,
menurunkan
resiko
yang
infeksi.
baik
untuk
kontak
dengan pasien.
2.
Pertahanan
tidak
adekuat;
teknik
aseptic
selama
perawatan
Mencegah
pada
terpajan
organism
infeksius.
traumatik.
penurunan
kontaminasi
dating
jaringan
sekunder
pentingnya
perlinduingan
Mencegah
jaringan
kerusakan
kulit;
Tekankan
tidak pembentukan
adekuat;
bebas 1.
luka langsung.
3.
Bersihkan
Hb,
penekanan
respons inflamasi
jaringan
Meningkatkan
penyembuhan.
Mencegah
autokontaminasi.
Mengidentifikasi
forsep.
4.
adanya penyembuhan
dan
perubahan
penampilan,
atau
bau,
kuantitas
drainase.
memberikan
luka bakar.
Indikator
sepsis
5.
memerlukan evaluasi
jumlah
trombosit,
dan
hiperglikemia
dan
glikosuria.
Kolaborasi
6.
Bakteri
dapat
terkolonosasi
pada
masuk ke jaringan di
infeksi dicurigai.
bawahnya,
namun
7.
Berikan
agen
topical
diagnosa
infeksi
Membantu
untuk
mencegah
mengontrol
sesuai indikasi
luka
infeksi
yang
dapat
menyebabkan
kerusakan
jaringan
lanjut.
5.
Nyeri
Pasien
dapat 1.
berhubungan
mendemonstra
dengan
sikan
Kerusakan
hilang
Kaji
keluhan
nyeri,
pada
beberapa
perhatikan
derajat
dari
lokasi/karakter dan
keterlibatan jaringan/
kulit/jaringan;
ketidaknyaman
intensitas (skala 0-
kerusakan
pembentukan
an.
10).
edema.
Kriteria
selama
penggantian
Manipulasi
evaluasi:
balutan
atau
beratnya
34
tetapi
jaringan
cidera menyangkal
nyeri,
debridemen luka.
melaporkan
Tutup
perasaan
luka
sesegera
mungkin
kecuali
perawatan
nyaman,
tubuh rileks.
menyebabkan
pada
udara terbuka.
nyeri
metode
pemajanan
postur
dan
luka
bakar
ekspresi wajah
dan
2.
contoh
debridement.
Suhu berubah
ujung saraf.
Pengaturan
suhu
3.
Pertahankan
luka
suhu
bakar
mayor.
Sumber
lingkungan nyaman.
panas
mencegah menggigil.
Memfokuskan
kembali
4.
Dorong
meningkatkan
penggunaan
manajemen
contoh
stress,
relaksasi
progresif,
dalam,
relaksasi,
dan
meningkatkan
rasa
napas
menurunkan
bimbinga
ketergantungan
imajinasi,
danvisualisasi.
perhatian,
farmakologis.
Menghilangkan
tekanan pada tonjolan
tulang
5.
Bantu
Dukungan
dengan
pengubahan
dependen.
pada
posisi
luka
selama
adekuat
bakar
gerakan
membantu
diperlukan.
Dapatkan
bantuan
tambahan
sesuai
meinimalkan
ketidaknyamanan.
kebutuhan,
khususnya
pasien
tak
membantu
bila
dapat
Analgesik
narkotik
diperlukan
untuk
35
membalikkan badan
memblok
sendiri.
Absorpsi
6.
buruk
Berikan
anlgesik
narkotik
obat
pada
dengan
yang
pasien
luka
oleh
sedikitnya 30 menit
bakar
perpindahan
interstitial berkenaan
prosedur
perawatan
IM
diresepkan
sebelum
nyeri.
dnegan
luka.
peningkatan
permeabilitas kapiler.
Evaluasi
keefektifannya.
Anjurkan analgesik
IV bila luka bakar
luas.
6.
Pasien
Resiko
tinggi menunjukkan
kerusakan
1.
Untuk luka bakar yang
sirkulasi tetap
Mengidentifikasi
indikasi-indikasi
mengitari
kemajuan
atau
penyimpangan
dari
perubahan/disfun
Kriteria
hasil
gsi
evaluasi:
status neurovaskular
diharapkan.
neurovaskuler
warna
perifer
normal,
berhubungan
menyangkal
dengan
kebas
Penurunan/interu
kesemutan,
kulit
seputar
ekstermitas
setaip 2 jam.
dan
Meningkatkan aliran
2.
balik
Pertahankan ekstermitas
menurunkan
bengkak ditinggikan.
perifer 3.
dapat diraba.
luka
dari
yang
vena
dan
pembengkakan.
Temuan-temuan
ini
menandakan keruskan
sirkualsi
distal.
Dokter
dapat
nadi
mengkaji
ekstremitas
pengisian
dengan edema.
buruk,
berkurang,
penurunan
Siapkan
pembedahan
kapiler
atau
sensasi.
untuk
tekanan
jaringan
untuk
menentukan
kebutuhan
terhadap
intervensi bedah.
Eskarotomi (mengikis
36
eskarotomi
sesuai
pada
pesanan.
eskar)
fasiotomi
atau
mungkin
diperlukan
untuk
memperbaiki sirkulasi
7.
Memumjukkan
adekuat.
Memberikan
1.
Kaji/catat
b/d jaringan
Kriteria hasil:
ukuran,
informasi
dasar
warna,
kedalaman
tentang
luka,
perhatikan
jaringan
sekunder
petunjuk
luka.
penyembuhan
waktu
nekrotik
kebutuhan
kemungkinan
2.
tentang
graft.
Menyiapkan jaringan
untuk
dan
tindakan
resiko
kontrol
penanaman
menurunkan
infeksi/kegagalan
infeksi.
3.
kulit.
Kain nilon/membran
silikon mengandung
Pertahankan penutupan
kolagen
porcine
4.
Tinggikan area graft bila
posisi
spontan.
Menurunkan
pembengkakan
mungkin/tepat.
Pertahankan
secara
/membatasi
resiko
pemisahan
graft.
Gerakan
jaringan
37
posisi
yang mempengaruhi
penyembuhan
5.
Pertahankan
balutan
dengan
sesuai indikasi.
program
Siapkan
prosedur
biologis.
permukaan
kolaborasi :
-
mungkin
Lakukan
optimal.
Area
reaktif.
Graft kulit diambil
dari kulit orang itu
bantu
bedah/balutan
sendiri/orang
untuk
lain
penutupan
luas
sampai
38
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu
sumber panas kepada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet. Penyebab luka bakar adalah luka bakar karena terpapar atau dengan
api, cairan panas, dan bahan padat. Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya
jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Luka bakar listrik biasanya disebabkan
oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Luka bakar radiasi disebabkan
oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Fase luka bakar terbagi menjadi 3 fase yaitu
fase akut, fase sub akut, dan fase lanjut. Derajat luka bakar dibagi menjadi 3 yaitu
grade 1, grade 2 dan grade 3 sedangkan perhitungan untuk luas luka bakar
menggunakan rumus rule of nine.
Resusitasi cairan adalah pemberian cairan adekuat dalam waktu relatif cepat
pada penderita gawat akibat kekurangan cairan. Tujuan dari resusitasi cairan adalah
untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Pada
39
penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula yaitu Evans
formula, Brooke formula, Parkland formula, Modifikasi Brooke dan Monafo formula.
Daftar Pustaka
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume 1.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Marylin E. Doengoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Brunner and suddart. (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3.
Penerbit Bku Kedokteran EGC. Jakarta.
Arif Mansjoer dkk (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aescolapius
FKUI.
http://mardhiyah-hayati-fkp12.web.unair.ac.id/artikel_detail-85147-Askep-ASKEP
%20Luka%20Bakar.html
40