Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
: Muhammad Ilyas
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 15 Bulan
Berat badan
: 11 kg
Tanggal masuk RS : 19 November 2013
Tanggal keluar RS : 23 November 2013
B. ANAMNESA
1. Keluhan
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam, batuk, dan pilek
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak datang dengan keluhan kejang. Kejang terjadi 2 kali.
Kejang pertama terjadi dirumah pada jam 09.30, kejang terjadi seluruh
tubuh dengan lama kejang 5 menit, kejang didahului demam tinggi.
Kejang kedua terjadi saat perjalanan ke RS pada jam 21.30 lama
kejang 5 menit, kejang hanya pada tangan dan kaki saja. Pasien juga
mengalami pilek sejak 4 hari, batuk sejak kemarin pagi. Riwayat
kejang sebelumnya disangkal. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Tidak ada keluhan muntah, BAB cair, kurang makan maupun minum.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak penah dirawat di RS dan tidak ada riwayat kejang sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang atau epilepsy pada anggota keluarga disangkal.
5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a. Antenatal
Saat hamil ibu tidak pernah menderita sakit. Ibu memeriksakan
kehamilanya secara rutin.
b. Natal/ Persalinan
Ibu melahirkan bayi secara normal, spontan dengan usia kehamilan
9 bulan dengan BBL 2700 gram di Rumah Sakit, tidak ada
kelainan kongenital
c. Post Natal
Bayi dalam keadaan sehat.

Kesimpulan: ANC teratur, usia kehamilan cukup dan berat lahir


normal.
6. Riwayat Makan dan Minum :
Asi eksklusif. Sampai saat ini anak masih mengkonsumsi asi ditambah
MPASI MPASI berupa nasi tim dengan campuran lauk daging ayam,
sayur, tempe, telur.
Kesimpulan: ASI eksklusif, MPASI cukup baik.
7. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Tiap bulan berat badan cenderung naik. Rutin ke posyadu. Tidak
pernah ditemukan kelainan ataupun ketertinggalan dalam pertumbuhan
Kesimpulan: Riwayat pertumbuahan dan perkembangan baik sesuai
usia
8. Riwayat imunisasi
BCG, Hepatitis B, DPT, Polio, Campak imunisasi lengkap sesuai PPI (
Pengembangan ProgramImunisasi).
Kesimpulan Riwayat Imunisasi Lengkap
9. Riwayat Sosial, ekonomi dan lingkungan :
a. Tinggal di lingkungan pedesaan.
b. Bapak sebagai wiraswasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga
10. Anamnesis Sistem
a. Sistem cerebrospinal: Kejang, demam, tidak ada truma dan tidak
b.
c.
d.
e.
f.

mengalami penurunan kesadaran


Sistem kardiovaskuler: tidak ada kebiruan dan tidak sesak
Sistem pernafasan: terdapat batuk dan pilek, tidak ada sesak nafas
Sistem gastrointestinal: tidak muntah, tidak BAB cair
Sistem urogenital: tidak ada keluhan dengan BAK
Sistem integumentum: suhu raba panas, tidak pucat, turgor kulit

baik
g. Sistem musculoskeletal: tidak ada kelemahan anggota gerak
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Kesadaran : CM
Keadaan Umum : tampak lemah
2. Vital Sign :
t : 39oC
Nadi : frek 98, simetri kanan kiri, isi cukup kuat
RR : 28 kpm
TD : tidak diukur
3. Status Gizi
BB : 11 kg, Umur : 15 bulan

Menurut klasifikasi status gizi anak BALITA, berdasarkan (BB/U)


padaanak laki-laki, termasuk gizi baik
4. Pemeriksaan kepala
a. Kepala : bentuk mesochepal
b. Wajah: Simetris, tidak ada tanda-tanda radang
c. Mata: konjungtiva tak anemis, tidak ikterik, pupil isokor,
terdapat reflek cahaya
d. Hidung: nafas cuping hidung tidak ada, terdapat sekret/ ingus
e. Mulut: bibir tidak pucat, tak tampak sianosis, lidah tidak kotor
5. Pemeriksaan leher: limfonodi tak membesar
6. Pemeriksaan thorak
Paru paru :
1) Inspeksi
Simetris kanan kiri, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan
gerak, tidak ada retraksi dinding dada.
2) Palpasi
Fokal fremitus seimbang antara paru-paru kanan dan kiri. tidak
ada pembesaran limfonodi axilaries.
3) Perkusi
Seluruh lapang paru sonor, batas atas hepar SIC VI midclavicula
kanan.
4) Auskultasi
Suara dasar paru vesikuler, tak ada suara tambahan di semua
lapang paru
Jantung :
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Perkusi

: Ictus cordis tak terlihat


: Ictus cordis tak teraba
: Batas Jantung
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis dextra
Kanan bawah: SIC IV LPS dextra
Kiri atas
: SIC II Linea Mid Clavicula sinistra
Kiri bawah : SIC IV LMC sinistra

4) Auskultasi
SI-SII reguler, tidak terdapat bising jantung, murmur maupun
gallop.
7. Abdomen
1) Inspeksi
: flat, dinding perut sejajar dengan dinding dada.
2) Auskultasi : terdengar bising usus.
3) Perkusi
: Timpani, tidak ada suara pekak beralih.
8. Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba
9. Pemeriksaan ekstremitas

Superior : tidak ada deformitas, tidak tedapat nyeri gerak aktif dan
pasif. Akral hangat dan tidak udem.
Inferior : tidak terlihat adanya deformitas, gerakan terbatas nyeri ketika
digerakkan. Akral hangat dan tidak udem.
10. Tanda Rangsang Meningeal
Tidak ada kaku kuduk, tanda bruzinski I dan II negatif, tak ada tanda
kernique maupun lasique.
11. Pemeriksaan Nervus Cranial
Fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap dalam
batas normal.

D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium darah
Hemoglobin
: 13,0
Lekosit
: 18,0
Eusinofil
: 0,30
Basofil
: 0,10
Netrofil
: 65,20
Limfosit
: 26,70
Monosit
: 7,40
Hematokrit
: 39
Eritrosit
: 4,9
Trombosit
: 450
MCV
: 79
MCH
: 26
MCHC
: 34
Kimia Klinik
GDS (20/11/2013)

( 13,2- 17,3 ) g/dL


( 4,5 13,0 ) 10^3 /uL
( 2,00 4,00) %
(01)%
( 50 70 ) %
( 25 40 ) %
(28)%
( 40-52 ) %
(4,40 5,90) 10^6 /uL
( 150 400 ) 10^3 / uL
( 80 100 ) fl
( 26 34 ) pg
( 32 36 ) g/dL
: 110

( 70 150 ) mg/dL

E. Usulan Pemeriksaan
Pemeriksaan elektrolit, EEG dan saturasi oksigen
F. Permasalahan
Post kejang 2 kali, demam, batuk, pilek, status gizi baik.
G. Hipotesis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium maka
dapat dibuat diagnosis kerja:
Kejang Demam Kompleks

Rhynopharingitis
Status gizi baik
H. Penatalaksanaan
1. Rawat inap di Rumah Sakit, perawatan di ruang isolasi.
2. Terapi supportif:
- Infus KAEN 4B 1000cc/24jam
- Oksigenasi dengan nasal canul 1L/menit
3. Terapi symtomatik batuk dan pilek
4. Terapi kejang dengan Luminal 2xpulv 1
5. Menstabilkan dan mempertahankan suhu badan agar tetap normal
Paracetamol syr 3x1 sendok takar (bila perlu)
6. Profilaksis
Cefixime syr 2x1/5 sendok takar
Cefotaxim 2x350mg/IV
7. Tirah baring
8. ASI dan MPASI
9. Edukasi (apabila pasien pulang atau rawat jalan)
- Apabila anak demam segera diberikan obat penurun panas atau
-

segera dibawa ke Rumah Sakit dan rutin kontrol.


Orang tua diberi obat diazepam suppositoria dan diberitahukan
tentang cara menggunakanya jika anak mengalami kejang
ulangan kemudian segera dibawa ke Rumah Sakit.

I. Prognosis
Quo Ad Sanam, Vitam dan fungsionam: Dubia ad Bonam; jika
penatalaksaan baik dan tidak terjadi komplikasi
J. Follow Up
Tanggal

Status Pasien

Terapi

20-11-13
t: 39
RR: 36
HR: 120

21-11-13
t: 38
RR: 28
HR: 98

22-11-13
t : 37
RR : 28
HR : 98

23-11-13
t : 36,5
HR : 104
RR : 28

S/ demam (+) kejang (-), batuk (+),


pilek (+), muntah (-)
O/ KU: CM
Kepala: nafas cuping hidung -/-,
sianosis (-)
Leher : limfonodi tak teraba
Thorax : simetri, retraksi (-/-)
P/ SDV +/+, ST -/C/ BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, BU (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
DX/ KDK
S/ demam (+) kejang (-), batuk (+),
pilek (+), muntah (-)
O/ KU: CM
Kepala: CA-/- SI -/nafas cuping hidung -/-, sianosis (-)
Leher : limfonodi tak teraba
Thorax : simetri, retraksi (-/-)
P/ SDV +/+, ST -/C/ BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, BU (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
DX/ KDK

S/ demam (-) kejang (-), batuk (+),


pilek (+), muntah (-)
O/ KU: CM
Kepala: CA-/- SI -/nafas cuping hidung -/-, sianosis (-)
Leher : limfonodi tak teraba
Thorax : simetri, retraksi (-/-)
P/ SDV +/+, ST -/C/ BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, BU (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
DX/ KDK
S/ demam (-) kejang (-), batuk (-),
pilek (-), muntah (-)
O/ KU: CM
Kepala: CA-/- SI -/-

Tx ganti PO
Periksa status gizi

O2 nasal
Inf KAEN 4B 1100cc/24
Inj cefotaxim 3x350mg
Cefixime 3xcth1/5
Oxopect 3xcth 1/5
Luminal
PCT

Tx Lanjut
O2 off

BLPL

nafas cuping hidung -/-, sianosis (-)


Leher : limfonodi tak teraba
Thorax : simetri, retraksi (-/-)
P/ SDV +/+, ST -/C/ BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, BU (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
DX/ KDK

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang berhubungan
dengan demam (suhu rektal lebih dari 38oC) tanpa adanya infeksi sistem
saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut. Biasanya terjadi pada
anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
B. ETIOLOGI
Kejang demam dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Anak dengan kejang demam, 24% memiliki riwayat keluarga
kejang demam dan 4% memiliki riwayat keluarga epilepsy. Kejang demam
diwariskan secara autosomal dominan. Apabila salah satu orang tua
penderita dengan riwayat kejang demam sebesar 20%-22% dan apabila ke
dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah menderita
kejang demam maka risiko terjadi kejang demam meningkat menjadi 5964%, tetapi sebaliknya apabila kedua orang tua tidak mempunyai riwayat
kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan
kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah, yaitu 27%
berbanding 7%.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya kejang demam
yaitu kejadian demam ektrakranial, usia, faktor prenatal (usia saat ibu
hamil, riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/ multipara, pemakaian
bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia
kehamilan, partus lama, cara lahir), dan faktor postnatal (kejang akibat
toksik, trauma kepala).
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku

metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energy otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keaadaan
normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainya,
kecuali ion klorida (Cl-)
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keaadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membrane dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan
energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Pada keaadaan demam kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkatkan 20%.
Pada seseorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun Natrium melalui membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehinggan dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnyaambang kejang seseotang anak menderita kejang pada
kenaikkan suhu tertentu. Anak dengan ambang kejang rendah, kejang telah

terjadi pada suhu 38oCsedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
lebih tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Terulangnya kejang emam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulanya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang. Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan
mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:
1. Menurunya nilai ambang kejang pada suhu tertentu
2. Cepatnya kenaikan suhu
3. Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan
4. Metabolisme meninggi kebutuhan otak akan O 2 meningkat
sehingga sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum
berfungsinya dengan baik susunan syaraf pusat (korteks serebri).
D. DIAGNOSIS
Klasifikasi kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative
Perinatal Project adalah kejang demam sederhana (simple febril seizure)
dan kejang demam kompleks (complex febrile seizure). Kejang demam
sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari 15
menit, umum, tonik dan atau klonik, umumnya akan berhenti sendiri, dan
tidak berulang pada satu episode demam. Kejang demam kompleks adalah
kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau
parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang
demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu
episode demam. Penggolongan tidak lagi menurut kejang demam
sederhana dan epilepsi yang diprovokasi demam tetapi dibagi menjadi
pasien yang memerlukan dan tidak memerlukan pengobatan rumat.
Umumnya kejang demam pada anak berlangsung pada permulaan
demam akut, berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik,
singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal, Pemeriksaan EEG
pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral.
Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau
anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan

10

pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang


demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial,
perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada
anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.
Tabel D.1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks
No.

Klinis

KD
sederhana

KD
kompleks

< 15 menit

15 menit

1.

Durasi

2.

Tipe kejang

umum

fokal > umum

3.

Berulang dalam 1 periode (24


jam)

1 kali

>1 kali

4.

Defisit neurologis

5.

Riwayat keluarga kejang


demam

6.

Riwayat keluarga kejang tanpa


demam

7.

Abnormalitas neurologis
sebelumnya

Kejadian kejang demam sederhana sebanyak 80%, sedangkan 20%


kasus adalah kejang demam kompleks. 8% berlangsung lama (lebih dari
15 menit). 16% berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terrbanyak
terjadi pada anak berusia 17-23 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.
Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari
12 bulan, maka risiko kejang demam kedua sebanyak 50%, dan bila
kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan, risiko
kejang demam ke dua turun menjadi 30%.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk
mencari penyebab kejang demam. Pemeriksaan dapat meliputi darah
perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin

11

atau feses. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat


dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab
2.

demam,.
Pungsi lumbal
Pemeriksaan Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat
terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh
sebab itu pemeriksaan

cairan serebrospinal dilakukan untuk

menegakkan diagnosis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk


menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Risiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%. Pungsi lumbal dianjurkan
pada:
a.
b.
c.

Bayi usia kurang dari 12 bulan: sangat dianjurkan


Bayi usia 12-18 bulan: dianjurkan
Bayi usia lebih dari 18 bulan tidak rutin dilakukan

Kontraindikasi dilakukanya pungsi lumbal yaitu:


a.

Kenaikan tekanan intra-kranial yang ditandai oleh penurunan

b.
c.
d.

kesadaran
Terdapat tanda deficit neurologi,
Gangguan dan kelemahan pada sistem kardiorespirasi
Perdarahan diathesis
Jika ditemukan tanda-tanda adanya kontraindikasi seperti

diatas berikan antibiotic segera. Studi prospektif pada populasi


menemukan kejadian infeksi meningitis bacterial sebanyak 18%
terjadi pada anak dengan demam status epileptikus.
3.

Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalogram tidak direkomendasikan.
Karena EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada pasien kejang
demam. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak

12

khas, misalnya: kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari
6 tahun atau kejang demam fokal.
4.

Radiologi
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika
ada indikasi misalnya:
a.

Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau


kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefali,

b.

spastisitas)
Terdapat tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB menonjol, paresis nervus VI,
edema papilla)

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:
a.
b.
c.
d.

Mencegah kejang demam berulang


Mencegah status epilepsi
Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
Normalisasi kehidupan anak dan keluarga

1. Pengobatan Fase Akut


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu
pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan
kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka.
Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah
aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat
juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan
pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan
intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus
diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat
(diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/ kg BB,
4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari).
Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah

13

parasetamol 10-15mg/kg/BB yang sama efektifnya dengan ibuprofen


5-10mg/kg/BB dalam menurunkan suhu tubuh.
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang
demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang
singkat. Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal jika
diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada
anak adalah 0,3-0,5 mg/kg BB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20mg,
diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi
pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil.
Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan
per rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg/BB atau 5 mg bila berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg.
Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula
diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak tersedia, dapat
diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg
untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan 1 tahun, dan 75 mg untuk
usia lebih dari 1 tahun.
Kejang yang masih belum berhenti dengan diazepam rektal
dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dalam interval
waktu 5 menit. bila dua kali dengan diazepam rectal masih kejang,
dianjurkan kerumah sakit, dan disini dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1mg/kgBB/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejag belum berhenti maka pasien harus dirawat diruang rawat
intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam dan faktor risikonya, apakah
kejang demam sederhana atau kompleks.

14

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg BB setiap 8 jam


pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3-2/3
kasus), begitu pula dengan diazepam rectal dosis 0,5 mg/kg BB setiap
8 jam pada suhu >38,5oC. dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 2539% kasus. Fenobarbital, karbamazin, dan fenitoin pada saat demam
tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
2. Pengobatan Rumatan
Indikasi pemberian obat rumat bila kejang demam demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau
gangguan perkembangan neurologis, misalnya hemiparesis,
b.

paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.


Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada

c.

orang tua atau saudara kandung.


Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti

d.

kelainan neurologis sementara atau menetap.


Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
- Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12
-

bulan.
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit

merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak


nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan
indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa
anak mempunyai focus organic.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 2
tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1 2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya
berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi
tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari.

15

Pemberian fenobarbital 3 4 mg/kg BB perhari dengan kadar


sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna
untuk mencegah berulangnya

kejang demam. Efek samping

fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan


pada 3050 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi
dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah
asam valproat yang memiliki khasiat sama dibandingkan dengan
fenobarbital. Dosis asam valproat adalah 15 40 mg/kg BB perhari.
Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan
alopesia. Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis
terus menerus.
Millichap merekomendasikan beberapa hal dalam upaya
mencegah dan menghadapi kejang demam:
a. Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi
mengenai penanganan demam dan kejang.
b. Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam
dosis 0,5 mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita
demam. Sebagai alternatif dapat diberikan profilaksis terus
menerus dengan fenobarbital.
c. Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
d. Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi,
pemberian sebaiknya dibatasi sampai 612 bulan kejang tidak
berulang lagi dan kadar fenoborbital dalam darah dipantau tiap 6
minggu3 bulan, juga dipantau keadaan tingkah laku dan
psikologis anak.
G. FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI
Faktor risiko kejang demam yang dapat menjadi epilepsy adalah:
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

16

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi


sampai 4-6%, Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsy menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsy
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
H. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan atau kelainan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospekktif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum maupun fokal. Kematian karena kejang
demam tidak pernah dilaporkan.

KEJANG
BAGAN PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM

KEJANG
Diazepam rectal

1.

Di Rumah
Sakit

Diazepam rectal
0,5-0,75mg/kgBB atau
Berat badan <10kg: 5mg
Berat badan >10kg: 10mg

2.

Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kg

KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1mg/menit (3-5 menit)
Depresi pernafasan dapat

terjadi

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit

17

KEJANG
Transfer ke Ruang Intensif

PENJELASAN:
1. Bila kejang berhenti, tetapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
bagaiman a faktor resikonya
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena (20 menit)
dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping
aritmia dan hipotensi.
BAB III
PEMBAHASAN

Kasus kejang demam pada anak An. MI/ 15 bulan merupakan kejang
demam kompleks, sesuai temuan anamnesa yaitu anak kejang 2x dalam satu
periode atau 24 jam. Penyebab dari demam dimungkinkan karena infeksi pada
saluran pernafasan anak yang menimbulkan gejala batuk dan pilek. Pemeriksaan
fisik tidak didapatkan kelainan neurologi maupun tanda-tanda meningitis.
Status gizi pada anak baik. Diet pilihan untuk pasien ini adalah ASI dan
MPASI.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin ditemukan angka leukosit yang
meningkat atau leukositosis. Hal ini memberikan kesan bahwa pasien terkena
infeksi yaitu pasien mengalami batuk dan pilek yang bisa jadi merupakan et causa
kejang demam pada pasien ini.

18

Penatalaksanaan kejang kasus ini adalah memberikan obat profilaksis anti


konvulsi rumatan yaitu luminal 2x30mg yang bertujuan mencegah berulangnya
kejang demam. Pengobatan profilaksis ini diberikan karena pasien mengalami
kejang 2x dalam 1 periode/24 jam, sehingga pemberian dosis rumatan
direkomendasikan. Pemberian antibiotik cefotaxim 2x350mg/IV berguna untuk
mengobati infeksi bakteri yang menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan
atas.
Obat penurun panas untuk pasien pada kasus ini adalah paracetamol sirup,
diminum jika anak demam. Demam yang tinggi dan tidak segera diobati akan
memicu timbulnya kejang. Obat batuk dan pilek diberikan untuk mengurangi
keluhan pada pasien, sehingga pasien dapat beristirahat dengan lebih nyaman.
Edukasi orang tua pasien ketika pasien pulang atau rawat jalan seharusnya
dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran orang tua dan juga membantu program
terapi agar pasien dapat sembuh total dan demam tidak terjadi lagi. Pasien diberi
penjelasan tentang cara merawat anak selama di rumah serta dimotivasi agar rutin
kontrol karena pengobatan berlangsung lama.

19

BAB IV
KESIMPULAN
1. Kejang demam pada pasien merupakan kejang demam kompleks karena
terjadi 2x dalam 24 jam.
2. Penyebab dari demam dimungkinkan karena infeksi pada saluran
pernafasan anak yang menimbulkan gejala batuk dan pilek
3. Status gizi pasien termasuk kategori gizi baik
4. Pemberian obat profilaksis antikonvulsi rumatan bertujuan mencegah
berulangnya kejang demam. Diberikan terus menerus sampai 1 tahun
bebas kejang dan diturunkan dosisnya 1-2 bulan berikutnya.
5. Pemberian obat-obatan untuk penatalaksanaan kejang demam pada anak,
harus dipertimbangkan

antara khasiat terapeutik obat dan efek

sampingnya.
6. Jenis antibiotic yang diberikan pada pasien ini adalah antibiotic
berspektrum luas yaitu golongan sefalosporin generasi ketiga.
7. Diet ASI dan MPASI disesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori pasien.
8. Edukasi pada orang tua sangat penting untuk membantu keberhasilan
terapi.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Antonius H, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jilid 1.
2. Deliana, M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, vol 4,
No. 2, September 2002: 59-62
3. IDAI.2005.Konsensus Penanganan

Kejang

Demam:

Unit

Kerja

Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia


4. Lynette G and Ingrid E. Febrile Seizures. BMJ 2007;334;307-311;
Http://bmj.com/cgi/content/full/334/7588/307
5. Millichap JG. Progress in pediatric neurology II, Chaniago: PNB, 1994;
16-9.
6. Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan
terjadinya kejang demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai
Penerbit FK-USU, 1999:144.

21

Anda mungkin juga menyukai