Anda di halaman 1dari 6

J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2, Hal.

: 79 - 84
ISSN 1978-1873

ANALISIS RESISTIVITAS BATUAN BERDASARKAN DATA


GEOLISTRIK UNTUK MEMPREDIKSI SUMBER PANAS BUMI
(Studi Kasus: Daerah Air Putih, Kec. Lebong Utara, Kab. Lebong, Prov.
Bengkulu)
M. Farid*, Arif Ismul Hadi dan Fetusianti
Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Bengkulu
korespondensi e-mail: arifin66@yahoo.com

*Alamat

Diterima 16 Juli 2008, disetujui untuk diterbitkan 29 Agutus 2008


ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze of the rock resistivity based on geo-electric data associated with
the geothermal sources and its geothermal distribution model in Air Putih, Kec. Lebong, Kab. Lebong, Prov.
Bengkulu area. The acquisition data were obtained by the use of the Naniura Resistivitymeter NRD 22 S
model and GPS (Global Positioning System). Processing of the data was using Res2DINV Software. The
results show that resistivity value is lowest (<10 m) detected at shallow subsurface until 12.4 m depth. This
very conductive zone is formed caused by fluid, mainly water in most heat condition. Its predicted that
volcanic activity occurring beneath the field. Resistivity value is 10-<100 m detected began at 12.4 m depth.
This anomaly is occurred associated with hydrothermal zone or fluid formed caused by heat conduction from
magma chamber beneath the depth. Generally, the geothermal distribution model is laterally with having
variation resistivity value and to have potential to developing of geothermal.
Keywords: Rock resistivity, geo-electric data, geothermal source

1. PENDAHULUAN
Kebutuhan akan energi terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dunia dan perkembangan
teknologi yang semakin pesat. Salah satu kecenderungan besar dalam permintaan energi terjadi secara luar
biasa di bidang transportasi (bahan bakar) dan listrik. Hal ini mengakibatkan semakin menipisnya cadangan
minyak nasional dan kemungkinan Indonesia kelak menjadi pengimpor minyak bumi, sementara cadangan
minyak bumi, batu bara dan gas bumi akan terbatas menjadi energi primer karena peranannya bergeser
menjadi komoditi ekspor. Oleh karena itu eksplorasi sumber-sumber energi baru terus-menerus diupayakan
oleh manusia. Salah satu energi alternatif yang renewable adalah energi panas bumi.
Pada dasarnya sistem panas bumi merupakan suatu daur hidrologi air (air tanah dan hujan) yang dalam
perjalanannya berhubungan dengan sumber panas (heat source) bertemperatur tinggi, sehingga terbentuk air
panas yang dapat terperangkap dalam batuan yang mempunyai permeabilitas tinggi. Uap air dan air panas
tersebut akan muncul ke permukaan melalui struktur-struktur seperti sesar, atau rekahan1). Salah satu potensi
energi panas bumi yang terdapat di Provinsi Bengkulu adalah sumber energi panas bumi yang tedapat di
daerah Air Putih, Kec. Lebong Utara, Kab. Lebong, yang mempunyai potensi sekitar 173 MWe, yang terletak
pada posisi 3o LS dan 102o BT2).
Berdasarkan pengamatan di lapangan daerah panas bumi tersebut terletak pada ketinggian
topografi 446 m di atas MSL dan juga terdapat sumber-sumber air panas yang bersuhu tinggi (100oC115oC)
yang berada di beberapa tempat, sumber tersebut merupakan manifestasi permukaan dari suatu sistem
panas bumi yang sampai saat ini belum dieksplorasi oleh para peneliti. Untuk mengetahui sebaran panas
bumi perlu dilakukan penelitian geofisika yang salah satunya dengan metode geolistrik. Metode geolistrik
tersebut didasarkan pada parameter fisis yaitu hambatan jenis (resistivitas) yang dimiliki oleh batuan di bawah
permukaan daerah tersebut.
Pendekatan sederhana untuk mendapatkan resistivitas setiap batuan di bawah permukaan dilakukan
dengan mengasumsikan bahwa bumi merupakan suatu medium yang homogen isotropis yang dikenal

2008 FMIPA Universitas Lampung

79

M. Farid dkk... Analisis Resistivitas Batuan Berdasarkan Data Geolistrik

dengan istilah resistivitas semu. Jadi resistivitas semu (apparent resistivity) adalah resistivitas yang terukur di
atas medium berlapis yang mempunyai perbedaan reistivitas dan ketebalan lapisan dianggap homogen
isotropis. Untuk mendapatkan resistivitas yang sebenarnya dimana bumi mempunyai resistivitas yang
heterogen diperoleh dengan cara membuat model dan diturunkan hubungan antara resistivitas semu dan
resistivitas sebenarnya (metode inversi)3). Variasi resistivitas batuan dapat menunjukkan perbedaan
komposisi, ketebalan lapisan, atau tingkat kontaminasi4) dan merupakan parameter penting untuk
mengkarakterisasikan keadaan fisis bawah permukaan, yang diasoasiasikan dengan material dan kondisi
bawah permukaan5).
Tinjauan konduktivitas listrik dari mineral-mineral secara umum sebagian besar dikarakterisasi oleh
resistivitas yang sangat tinggi atau konduktivitas yang rendah. Untuk batuan berpori yang berisi air
konduktivitasnya berasal dari konduktivitas elektrolitnya sendiri dan interaksi antara komponen padat dan cair
yang dapat mempertinggi konduktivitas listrik. Adapun kecenderungan sifat batuan terhadap kandungan air
adalah6): (1) Resistivitas akan berkurang dengan bertambahnya porositas dan rekahan, (2) Permitivitas
bertambah dengan meningkatnya porositas dan rekahan, dan (3) Temperatur dan tekanan akan merubah
konduktifitas fluida berpori.
Apabila ditinjau sebuah rangkaian sederhana yang terdiri dari sumber arus (batere) yang terhubung
seri dengan sebuah tahanan, maka arus yang mengalir dalam kawat loop akan terhambat oleh keberadaan
hambatan tersebut. Pada ujung-ujung hambatan dapat diukur beda potensialnya. Beda potensial besarnya
dirumuskan dalam hubungan empiris oleh G.S. Ohm7) (Persamaan 1) sebagai berikut :
V = IR ,
(1)
dengan V = beda potensial terukur (V), I = arus yang dilewatkan (A), R = hambatan ().
Apabila hambatan tersebut berbentuk balok dengan luas penampang A, panjang l, dan hambatan r, maka
dikenal parameter baru yang disebut sebagai resistivitas8),

RA
,
l

(2)

yang bersatuan ohm-jarak (dapat berupa m, ft, maupun cm).


Apabila ditinjau bahwa media yang dipakai adalah medium homogen setengah koordinat (halfspace), garis-garis arus akan menjalar radial dan membentuk setengah bola. Apabila jarak titik pengukuran
adalah d, maka persamaan (2) menjadi :

R=

d
1
=
,
2
2 d
2d

(3)

sehingga beda potensialnya akan memberikan :

V = IR =

I 1
= V0 V d ,
2 d

(4)

yang menunjukkan beda potensial di titik 0 dan potensial pada jarak d. Pada kasus 2 (dua) titik arus sebagai
source dan sink dan dengan menganggap titik 0 adalah sama, maka diperoleh persamaan:

V = IR =

I
2

1
1
,
d1 d 2

(5)

dengan d1 dan d2 adalah jarak dari titik amat ke kedua elektroda arus yang digunakan.
Prinsip kerja metode geolistrik adalah mengalirkan arus listrik searah atau bolak-balik berfrekuensi
rendah ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial yang timbul melalui
dua elektroda potensial, sehingga nilai resistivitasnya dapat dihitung. Berdasarkan Persamaan (5) dan notasi
yang disesuaikan, maka akan terpenuhi persamaan,

VP 2

I
2

1
1
,
d1 d 2
I 1
1
,
=
2 d 3 d 4

VP1 =

(6)
(7)

sedangkan berdasarkan penggabungan Persamaan (6) dan (7), maka beda potensial yang terukur pada
kedua titik P1 dan P2 adalah :

80

2008 FMIPA Universitas Lampung

J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2

VP1P 2 = VP1 VP 2 =

I
2

1
1
1
1

+
d1 d 2 d 3 d 4

(8)

Persamaan (8) menunjukkan nilai beda potensial dari sebuah media dengan nilai resistivitas yang
seragam di seluruh medium, atau mediumnya seragam, sedangkan pada medium tanah atau batuan, nilai
resistivitas di setiap titik berbeda dan bidang ekuipotensial yang terbentuk dapat tidak beraturan, sehingga
nilai resistivitas semu yang terukur di lapangan dapat dihitung dengan membalik persamaan (8) menjadi9),
1

V p1 p 2 1
1
1
1

a = 2

+ .
I d1 d 2 d 3 d 4
V p1 p 2
p ,
a = 2
I

(9)
(10)

dengan 2p dikenal sebagai faktor geometri yang nilainya bergantung dari susunan (konfigurasi) elektroda
yang digunakan. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka faktor geometri untuk konfigurasi WennerSchlumberger adalah9):
2p = n(n + 1)a .
(11)
Secara teknis, kedalaman rata-rata merupakan setengah jarak bentangan elektroda pada pengukuran bumi
homogen isotropis10).
Penelitian ini bertujuan menganalisis resistivitas batuan berdasarkan data geolistrik untuk mempediksi
sumber panas bumi dan pola sebaran panas bumi di daerah Air Putih, Kec. Lebong Utara, Kab. Lebong,
Prov. Bengkulu.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di lapangan panas bumi daerah Air Putih, Kec. Lebong Utara, Kab. Lebong
Prop. Bengkulu. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan tiga buah lintasan, yang panjangnya masingmasing adalah 100 m dan spasi elektroda terkecil 5 m. Penelitian ini menggunakan metode geolistrik tahanan
jenis dengan menggunakan konfigurasi elektroda Wenner-Schlumberger. Alat yang digunakan adalah
Naniura Resistivitymeter model NRD 22 S, GPS (Global Positioning System) tipe navigasi, dan Software
RES2DINV.
Pengolahan data dari survai resistivitas ini dibagi dalam 3 tahapan, yaitu: (1). Menghitung faktor
geometri untuk konfigurasi elektroda Wenner- Schlumberger dengan menggunakan persamaan (11), (2).
Menghitung nilai resistivitas semu (a) dengan menggunakan persamaan (10), dan (3). elanjutnya diolah
dengan menggunakan program Software RES2DINV. Hasil inversi menunjukkan nilai tahanan jenis
sebenarnya, terhadap kedalaman, sehingga dapat diinterpretasikan pola sebaran panas bumi di daerah
tersebut.
Analisis dan interpretasi data didasarkan pada nilai resistivitas batuan bawah permukaan.
Resistivitas merupakan parameter penting untuk mengkarakterisasi keadaan fisis bawah permukaan.
Parameter tersebut bergantung pada litologi, sesar, terobosan magma, porositas, suhu, tekanan dan fluida
yang mengisi batuan5). Parameter-parameter tersebut dapat menaikkan dan menurunkan resistivitas batuan.
Pori batuan yang terisi air akan memperlebar jangkauan nilai resistivitas batuan6), sehingga tinjauan geologi
daerah penelitian sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik batuannya3).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penampang hasil pengolahan data pada lintasan 1 s/d 3 diperlihatkan pada gambar 1 s/d 3 yang
terdiri dari tiga bagian yaitu pseudosection resistivitas terukur (measured apparent resistivity pseudosection),
pseudosection resistivitas terhitung (calculated apparent resistivity pseudosection), dan model resistivitas
hasil inversi. Pseudosection resistivitas terukur diperoleh dari hasil pengukuran beda potensial (V) dan kuat
arus (I) di lapangan, sehingga diperoleh nilai (a). Pseudosection resistivitas terhitung merupakan hasil
pemodelan ke depan oleh software RES2DINV yang akan menjadi model awal untuk proses inversi. Dalam
proses inversi, respon model dibandingkan dengan respon data lapangan. Jika berbeda jauh maka model
(parameter) diubah sampai mendekati data lapangan. Proses pengubahan model ini dilakukan secara
otomatis oleh software. Nilai optimum dalam proses inversi dicapai apabila error yang dihasilkan sekecil
mungkin.

2008 FMIPA Universitas Lampung

81

M. Farid dkk... Analisis Resistivitas Batuan Berdasarkan Data Geolistrik

Gambar 1. Penampang sebaran panas bumi pada lintasan 1

Gambar 2. Penampang sebaran panas bumi pada lintasan 2

Gambar 3. Penampang sebaran panas bumi pada lintasan 3

82

2008 FMIPA Universitas Lampung

J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2

Berdasarkan penampang sebaran panas bumi di atas menunjukkan bahwa di daerah ini terdapat
nilai resistivitas sangat rendah (<10 m) dijumpai di permukaan sampai kedalaman 12,4 m. Menurut11), zona
sangat konduktif ini hanya akan terbentuk bila terdapat fluida, terutama air, dalam kondisi panas tinggi.
Semakin naiknya temperatur dan tekanan akan mengurangi nilai resistivitas batuan6). Keberadaan air panas
yang tinggi dan porositas serta permeabilitas batuan yang tinggi merupakan beberapa persyaratan yang
menyebabkan rendahnya nilai resistivitas batuan. Sebagai sumber panas untuk zona sangat konduktif
diprediksi bahwa kegiatan vulkanik masih berlangsung di bawah daerah penelitian. Kegiatan vulkanik dapat
berupa magma yang sedang dalam proses mendingin atau sebagian masih dalam keadaan cair dan tubuh
magma diduga cukup dekat dengan zona tersebut. Pada sistem gunungapi, konduktivitas akan bertambah
apabila dekat daerah magma12), fluida termineralisasi ke dalam atau terjadi akumulasi dalam batuan berpori.
Pengisian kembali dapur magma akan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam distribusi
resistivitas sebagai akibat perubahan skala yang besar dari sistem vulkanik.
Lapisan dengan nilai resisitivitas 10-<100 m dijumpai mulai kedalaman 12,4 m. Anomali ini terjadi
diduga sangat berkaitan dengan zona hidrotermal atau fluida yang terbentuk akibat konduksi panas dari tubuh
magma di kedalaman tersebut. Analisis hidrotermal didasarkan pada kekonduktifan suatu batuan, dimana
semakin konduktif maka batuan tersebut sangat berhubungan dengan sistem hidrotermal. Pola sebaran
panas bumi di daerah tersebut secara umum adalah lateral dengan nilai resistivitas bervariasi dan prospektif
untuk pengembangan potensi panas bumi.
Batuan yang menyusun daerah ini diperkirakan merupakan batuan basalt. Munurut9), jangkauan
resistivitas batuan tersebut berkisar 10-1,3107. Hal ini diperkuat oleh13), bahwa daerah tersebut dibentuk
oleh batuan lava, breksi gunungapi dan tufa yang tersusun oleh batuan andesit sampai basalt.

4. KESIMPULAN
Dari hasil yang telah dibahas di atas dapat disimpulkan: (1) Nilai resistivitas sangat rendah (<10
m) dijumpai di permukaan sampai kedalaman 12,4 m. Zona sangat konduktif ini terbentuk karena adanya
fluida, terutama air, dalam kondisi panas tinggi. Sebagai sumber panas untuk zona sangat konduktif diprediksi
bahwa kegiatan vulkanik masih berlangsung di bawah daerah penelitian; (2) Nilai resistivitas 10-<100 m
dijumpai mulai kedalaman 12,4 m. Anomali ini terjadi diduga sangat berkaitan dengan zona hidrotermal atau
fluida yang terbentuk akibat konduksi panas dari tubuh magma di kedalaman tersebut; (3) Pola sebaran
panas bumi di daerah tersebut secara umum adalah lateral dengan nilai resisitivitas bervariasi dan prospektif
untuk pengembangan potensi panas bumi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Karyanto. 2003. Pencitraan Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Way Ratai Lampung dengan
Metode Tahanan Jenis 2 Dimensi. J. Sains Tek. 9 (3): 61-65.

2.

Hendriadi & Pagalo, A. 2004. Gunungapi dan Penanggulangannya. Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral Propinsi Bengkulu, Bengkulu.

3.

Loke, M.H. 2000. Electrical Imaging Surveys for Environmental and Engineering Studies: A Practical
Guide to 2-D and 3-D Surveys. http://www.geometrics.com.

4.

Hager-Richter.
2005.
richter.com/resistivity.htm.

5.

Sutarno, D. 1993. Metoda Magnetotellurik, Teori, dan Aplikasinya. J. Kontribusi Fisika ITB. 4: 333-352.

6.

Schon, J.H. 1998. Physical Properties of Rock: Fundamental and Principles of Petrophysics. Pergamon.
Leoben.

7.

Tipler, P.A. 1996. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jilid 2. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Geophysics

2008 FMIPA Universitas Lampung

Methods:

Electrical

Resistivity.

http://www.hager-

83

M. Farid dkk... Analisis Resistivitas Batuan Berdasarkan Data Geolistrik

8.

Sharma, P.V. 1997. Environmental and Engineering Geophysics. Cambridge University Press, United
Kingdom.

9.

Telford, W.M., Geldart, L.P. and Sheriff, R.E. 1998. Applied Geophysics. Second Edition. Cambridge
University Press, New York.

10. Al Hagrey, S.A. and Michaelsen, J. 1999. Resistivity and Percolation Study of Prefential Flow in Vadose
Zone at Bokhorst, Germany. J. Geophysics. 64 (3): 746-753.
11. Widarto, D.S, Grandis, H, Gaffar, E.Z. 2004, Resistivity Anomalies Beneath Guntur Volcano Revealed by
Audio-Frequency Magnetotelluric Data, Prosiding Tahunan Ahli Geofisika, Pertemuan Ilmiah Tahunan
ke-29, hal. 431- 436, Yogyakarta.
12. Lenat,
J.F.
1995.
Resistivity
in
leipzig.de/~geosf/research/ERT/volcres.html.

Volcanic

Regions.

http://ghp712.geo.uni-

13. Efendi. 1992. Peta Potensi Sumber Daya Mineral dan Energi Propinsi Bengkulu, Bengkulu.

84

2008 FMIPA Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai