Anda di halaman 1dari 37

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

BAB I
Dasar-dasar imunisasi
Pendahuluan
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas
utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif
dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal
mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah
penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden
penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara
maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas.
Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan
pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin ( vaksinologi ), ilmu kekebalan
( imunologi ) dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar. Dengan
melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan perlindungan
pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat
imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Banyak
penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan fisik
dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melaui vaksinasi
yang bisa berupa suntikan atau melalui mulut.
Imunisasi Upaya Pencegahan Primer
Angka kematian bayi ( AKB ) dalam dua dasawarsa terakhir ini menunjukkan
penurunan yang bermakna, yaitu apabila pada tahun 1971 masih sebesar 142 dan
menjadi 112 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1980 ( memerlukan 10 tahun ).
Pada tahun 1985 ke tahun 1990 ( hanya lima tahun ) dari 71 menjadi 54 per 1000
kelahiran hidup. Penurunan tersebut diikuti dengan menurunnya angka kematian
BALITA atau AKABA menjadi 56 per 1000 kelahiran hidup. Keberhasilan tersebut
adalah hasil teknologi tepat guna yang dilaksanakan di seluruh Indonesia sejak tahun
1977 dengan menggunakan kartu menuju sehat ( KMS ) dalam memantau tumbuh
kembang anak, pemakaian cairan oralit pada anak yang menderita diare,
meningkatkan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayinya dan imunisasi sesuai
Program Pembangunan Imunisasi ( PPI ). Yaitu BCG, Polio, DPT, hepatitis B dan

By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


campak. Pada tahun 1990 Indonesia telah mencapai lebih dari 90% cakupan vaksinasi
dasar tersebut yang dikenal sebagai Universal Child Immunization ( UCI ). Ditambah
lagi dengan gerakan PIN ( Pekan Imunisasi Nasional ) terhadap penyakit polio pada
tahun 1995-1996-1997-2002 secara berturut-turut dan serentak di seluruh tanah air
yang kemudian karena masih ada kejadian virus polio liar di regional WHO-SEARO.
Pin diulang kembali pada tahun 2002. Pada kesempatan PIN diberikan juga vaksinasi
tetanus dan campak dengan harapan dapat mengurangi kesakitan dan kematian karena
kedua penyakit tersebut.
Seiring dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian anak pada
umumnya maka kualitas hidup bangsa angka meningkat pula. Hasil penelitian di
dunia mengatakan bahwa angka kelahiran dan usia harapan hidup di suatu negara
berkaitan, yaitu bahwa makin rendah angka kelahiran makin tinggi usia harapan
hidup. Untuk itu pencegahan terhadap penyakit infeksi merupakan upaya yang
menentukan situasi tersebut dan mutlak harus dilakukan pada anak sedini mungkin
guna dapat mempertahankan kualitas hidup yang prima dalam perjalanan hidupnya .
Vaksinasi atau lazim dipakai dengan istilah imunisasi merupakan suatu
teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran yang oleh Katz ( 1999 ) dikatakan
sebagai sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah dapat diberikan
oleh para ilmuwan di dunia ini . Satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien
dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya. Kekebalan atau imunitas tubuh
terhadap ancaman penyakit dari lingkungannya adalah tujuan utama dari pemberian
vaksinasi. Imunitas tersebut sebenarnya dapat diperoleh secara alamiah yaitu
terjangkit suatu penyakit dan menjadi imun maupun secara aktif dibuat oleh manusia.
Pada hakekatnya pada kedua cara mendapatkan imunitas tubuh dapat diperoleh
dengan cara pasif maupun aktif. Dikatakan pasif karena tidak menyangkut sama sekali
sistem imun tubuh sendiri dan hanya menerima secara pasif antibodi ke dalam
tubuhnya, yaitu dapat terjadi melalui plasenta ke janin dari ibu kandungnya maupun
dengan memberikan antibodi melalui suntikan ke dalam tubuh anak. Pemberian
antigen dengan sengaja sehingga tubuh manusia kemudian memberikan respon imun
adalah prinsip dari vaksinasi.
Imunisasi dan Vaksinasi
Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif,
sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin ( antigen ) yang
By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


dapat merangsang pembentukan imunitas ( antibodi ) dari sistem imun di dalam
tubuh.
Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu
imunoglobulin yang non-spesifik atau disebut juga gamaglobulin dan imunoglobulin
yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja
mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu. Imunuglobulin non-spesifik digunakan pada
anak dengan defisiensi imunoglobulin sehingga memberikan perlindungan dengan
segera dan cepat yang seringkali dapat terhindar dari kematian. Hanya saja
perlindungan tersebut tidaklah permanen melainkan hanya berlangsung beberapa
minggu saja. Selain itu cara tersebut juga mahal dan memungkinkan anak justru
menjadi sakit karena secara kebetulan atau karena suatu kecelakaan serum yang
diberikan tidak bersih dan masih mengandung kuman yang aktif. Sedangkan
imunoglobulin yang spesifik diberikan pada anak yang belum terlindungi karena
belum pernah mendapatkan vaksinasi dan kemudian terserang misalnya difteria,
tetanus, hepatitis A dan B.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah
dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit
yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak
menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah
memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan
respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari
anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan
mematikan antigen / penyakit yang masuk tersebut.
Vaksinasi mempunyai keuntungan

Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.


Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh
lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit
tersebut secara almiah.
Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa
By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan,
yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang
diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah
kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah
pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena
akan langsung dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang
dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau
terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama karena
adanya memori imunologi.
TUJUAN IMUNISASI adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
( populasi ) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada
imunisasi cacar.
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua
macam pertahanan tubuh yaitu : 1) mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut juga
komponen nonadaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam
antigen , tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme pertahanan tubuh
spesifik atau komponen adptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen,
terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen
berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan
antigen pertama kali. Bila pertahanan nonspesifik belum dapat mengatasi invasi
mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme yang
pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag ( APC
= antigen presenting cel ) Pada sel T untuk antigen TD ( T dependent ) sedangkan
antigen TI ( T independent ) akan langsung diperoleh oleh sel B.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas
humoral. Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen.
Semua antibodi adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut
imunoglobulin ( Ig ) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu yang lain
dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan imunitas selular hanya dapat
dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi oleh sel
limfosit dan pada graft versus-host-disease.

By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


Proses imun terdiri dari dua fase

Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen ( APC =


antigen presenting cells ), sel limfosit B, limfosit T.

Fase efektor, diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor

Keberhasilan Imunisasi
Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik
pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.
Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan
mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus
mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi campak
diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan membeikan
hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu ( ASI ) yang mengandung
IgA sekretori ( sIgA ) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan
vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya kadar sIgA
terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan.
Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta
ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5
bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio
diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau sama dengan 3 hari setelah
bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan
sesudah vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus
fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen
tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan
memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka, apabila imunisasi
diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat
imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang
menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan
mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakan
kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada

By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individu yang menderita penyakit
infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula
keberhasilan vaksinasi.
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti
makrofag

dan limfosit.

Imunitas

selular

menurun

dan

imunitas

humoral

spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau bahkan meninggi,


imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena
terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar
komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons
terhadap vaksin atau toksoid berkurang.
Faktor genetik pejamu
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik.
Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan
rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap
antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran
bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.
Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa
sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat
antigenisitas. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan
keberhasilan vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian ajuvan
yang dipergunakan, dan jenis vaksin.
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul.
Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping
sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas
sistemik saja.
Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons
imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang
diharapkan.

Sedang

dosis

terlalu

rendah

tidak

merangsang

sel-sel

imunokompeten.Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena
itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi.
Disamping frekuensi, jarak pemberianpun akan mempengaruhi respons imun

By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


yang terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar
antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan
oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak sempat
merangsang sel imunkompaten. Bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan
reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat
pembentukan kompleks antigen antibodi lokal sehingga terjadi peradangan
lokal. Karena itu pemberian ulang ( booster ) sebaiknya mengikuti apa yang
dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.
Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun
terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan
mempertahankan antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan
mengaktivasi APC ( antigen presenting cells ) untuk memproses antigen secara
efektif

dan

memproduksi

interleukin

yang

akan

mengaktifkan

sel

imunokompeten lainnya.
Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik
dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated ) atau
bagian ( komponen ) dari mikroorganisme. Vaksin hidup diperoleh dengan
cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang
hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh
dengan memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme, misalnya suhu
yang tinggi atau rendah, kondisi anerob, atau menambah empedu pada media
kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yang sudah ditanam selama 13
tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain
tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.
Persyaratan vaksin
1.

Mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksi


interleukin.

2.

Mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori

3.

Mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk


mengatasi variasi respons imun yang ada dalam populasi karena adanya
polimorfisme MHC.

By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


4.

Memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit


jaringan limfoid tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel
B sewaktu-waktu menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terus-menerus
sehingga kadarnya tetap tinggi.

Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus
hidup.
Jenis Vaksin
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )

Inactivate ( bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif )

Vaksin hidup attenuated


Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau
bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki
kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak ( replikasi) dan menimbulkan kekebalan
tetapi tidak menyebabkan penyakit.
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar ( wild ) penyebab penyakit.
Virus atau bakteri liar ini dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya dengan
cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai
sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin
dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media
pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada
tahun 1954.
o Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus
berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien.
o Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau
cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh
( antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.
o Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan
yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan
antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan
virus liar.

By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


o Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk
patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.
o Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak
adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan mikroorganisme
yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin
polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.
o Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila
kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan
dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia

Berasal dari vrius hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela,


polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ).

Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.

Vaksin Inactivated
o Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus
dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan
penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).
o Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis
antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit
( walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami
mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak dipengaruhi oleh
antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi berada
di dalam sirkulasi darah.
o Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis
pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau
menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis
kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang mempunyai
respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami, respons imun
terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak

By Agustinawati Togatorop

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated
menurun setelah beberapa waktu.
o Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit
masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial
seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi
ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap komponenkomponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan ( contoh
antigen pertusis dalam vaksin DPT ).
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :

Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.

Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.

Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis


a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.

Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.

Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus


influenzae tipe b.

Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).

By Agustinawati Togatorop

10

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

BAB II
Tata cara pemberian imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut :
Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak
divaksinasi.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi
reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan diberikan
dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab
dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan
baik.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.
Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula
vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal ( catch up vaccination )
bila diperlukan.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan
jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi bayi/anak
penerima vaksin.
Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :

By Agustinawati Togatorop

11

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Berilah petunjuk ( sebaiknya tertulis ) kepada orang tua atau pengasuh


apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi
ikutan yang lebih berat.

Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.

Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas


Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.

Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan


vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

Penyimpanan
Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus didinginkan
pada temperatur 2-8C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin ( DPT, Hib, hepatitis B,
dan hepatitis A ) menjadi tidak aktif bila beku
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 45 0-600 ke dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke
arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada
sudut 900.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada
bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas
antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan
padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar
( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan
adalah :
Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.
Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan
secara adekuat.
Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila
disuntikkan di daerah gluteal

By Agustinawati Togatorop

12

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat suntikan
yang menahun.
Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Keadaan Bayi atau Anak sebelum Imunisasi


Orangtua

atau

pengantar

bayi/anak

dianjurkan

mengingat

dan

memberitahukan secara lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang berkaitan
dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah
ini :

Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat ( memerlukan


pengobatan khusus atau perlu perawatan di rumah sakit ).

Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin ( misalnya


neomisin ).

Sedang mendapat pengobatan Steroid jangka panjang, radioterapi, atau


kemoterapi.

Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun ( leukimia,


kanker, HIV/AIDS ).

Tinggal serumah dengan orang lain dalam pengobatan yang menurunkan


imunitas ( radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid ).

Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup ( vaksin
campak, poliomielitis, rubela ).

Pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau tranfusi darah.

Menderita penyakit susunan syaraf pusat

Pencatatan Imunisasi dan Kartu Imunisasi

By Agustinawati Togatorop

13

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


Setiap bayi/anak sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi seperti kartu
imunisasi yang dipegang oleh orangtua atau pengasuhnya. Setiap dokter atau tenaga
paramedis yang memberikan imunisasi harus mencatat semua data-data yang relevan
pada kartu imunisasi tersebut. Orangtua/pengasuh yang membawa anak ke tenaga
medis atau paramedis untuk imunisasi diharapkan senantiasa membawa kartu
imunisasi tersebut.
Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi adalah sebagai berikut :
o Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang
o Tanggal melakukan vaksinasi
o Efek samping bila ada
o Tanggal vaksinasi berikutnya
o Nama tenaga medis/paramedis yang memberikan vaksin

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi


Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI=adverse events associated with
vaccines,adverse events following immunization) didefinisikan sebagai semua
kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada
umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse
effects), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi
simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologis, efek samping (side
effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang
umumnya secara klinis sulit dibedakan. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein
telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan
preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.
Faktor penyebab
Pokja KIPI Depkes RI membagi penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi menjadi 4
kelompok, yaitu karena kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi, induksi
vaksin, faktor kebetulan, dan penyebab tidak atau belum diketahui.
Klasifikasi Lapangan

By Agustinawati Togatorop

14

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


Sesuai dengan manfaatnya di lapangan maka KN PP KIPI memakai kriteria WHO
Western Pasific untuk memilah KIPI dalam lima kelompok penyebab, yaitu :
1. Kesalahan program
2. Reaksi suntikan
3. Reaksi vaksin
4. Koinsiden, dan
5. Sebab tidak diketahui
Kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi (programmatic errors)
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan,
dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut misalnya dapat terjadi pada :
dosis antigen (terlalu banyak)
lokasi dan cara menyuntik
sterilisasi semprit dan jarum suntik
jarum bekas pakai
tindakan a dan antiseptik
kontaminasi vaksin dan peralatan suntik
penyimpanan vaksin
pemakaian sisa vaksin
jenis dan jumlah pelarut vaksin
tidak memperhatikan petunjuk prosedur (petunjuk pemakaian, indikasi kontra)
Induksi Vaksin (vaccine induced)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin, dan secara klinis biasanya
ringan.Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi
anafilaksis sistemik dengan risiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi
dengna baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai
indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus,atau berbagai tindakan dan
perhatian lainya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain.
Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
Sbagai acuan dan perbandingan dapat dipakai rekomendasi dari Advisory Committee
By Agustinawati Togatorop

15

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


on Immunization Practices dan Committee on Infectious Disease of the American
Academy of Pediatrics.
Faktor kebetulan (coincidental)
Seperti telah disebutkan di atas, maka kejadian yang timbul ini terjadi secra
kebetulan saja setelah imunisasi. Indikator kebetulan ini ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama pada kelompok populasi setempat dengan
karakteristik serupa yangtidak mendapat imunisasi pada saat bersamaan.
Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokan ke
dalam salah satu penyebab lain maka untuk sementara dimasukkan ke dalam
kelompok ini. Tetapi biasannya dengan kelengkapan informasi lebih lanjut maka akan
dapat ditentukan masih dalam kelompok mana yang sesuai.
Pemberian Parasetamol sebelum dan sesudah imunisasi
Kepada orangtua atau pengantar diberitahukan bahwa 30 menit sebelum
imunisasi DPT/DT. MMR, Hib, hepatitis B dianjurkan memberikan parasetamol 15
mg/kgbb kepada bayi/anak untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca vaksinasi.
Kemudian dilanjutkan setiap 3-4 jam sesuai kebutuhan, maksimal 6 kali dalam 24
jam. Jika keluhan masih berlanjut, diminta segera kembali kepada dokter.
Reaksi KIPI
Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat
timbul reaksi lokal di tempat penyuntikan atau reaksi umum berupa keluhan dan
gejala tertentu, tergantung pada jenis vaksinnya. Reaksi tersebut umumnya ringan,
mudah diatasi oleh orangtua atau pengasuh, dan akan hilang dalam 1-2 hari. Di
tempat suntikan kadang- kadang timbul kemerahan, pembengkakan, gatal, nyeri
selama 1-2 hari. Kompres hangat dapat mengurangi kedaan tersebut. Kadang-kadang
teraba benjolan kecil yang agak keras selama beberapa minggu atau lebih, tetapi
umumnya tidak perlu dilakukan tindakan apapun.
BCG
Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa 2 minggu setelah imunisasi
BCG dapat timbul bisul kecil ( papula ) yang semakin membesar dan dapat terjadi
ulserasi dalam waktu 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan
By Agustinawati Togatorop

16

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


menimbulkan jaringan parut tanpa pengobatan khusus. Bila ulkus mengeluarkan
cairan orangtua dapat mengompres dengan cairan antiseptik. Bila cairan bertambah
banyak atau koreng semakin membesar orangtua harus membawanya ke dokter.
Hepatitis B
Kejadian ikutan pasca imunisasi hepatitis B jarang terjadi. Segera setelah
imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Orangtua atau pengasuh
dianjurkan untuk memberi minum lebih banyak ( ASI atau air buah ), jika demam
pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
Jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3-4 jam bila diperlukan, boleh
mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi tersebut menjadi berat dan
menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi/anak ke dokter.
DPT
Reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam
tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan, yang
akan terjadi dalamn 2 hari.
DT
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi DT antara lain kemerahan,
pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan. Bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres dengan air dingin. Biasanya tidak perlu tindakan khusus.
Polio Oral
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio, oleh karena itu
orangtua/pengasuh tidak perlu melakukan tindakan apapun.
Campak dan MMR
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak
nyaman di bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang
timbul 5-12 hari setelah penyuntikan selama kurang dari 48 jam yaitu demam tidak
tinggi, erupsi kulit kemerahan halus/tipis yang tidak menular, pilek. Pembengkakan
kelenjar getah bening kepala dapat terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi MMR.
Klasifikasi
Tuntutan keamanan vaksin dan faktor risiko yang tetap ada dapat
menimbulkan keengganan yang potensial dapat mengancam kegagalan program
imunisasi. Karena ini perlu suatu usaha perlindungan, antara lain dengan berbagai
By Agustinawati Togatorop

17

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


upaya peningkatan keamanan pembuatan, penyediaan, dan distribui vaksin, serta
peningkatan kualitas program dari teknik pelaksanaan imunisasi. Beberapa produsen
vaksin misalnya telah melakukan perbaikan antigenisitas dan purifikasi vaksin
meminimalkar, benda asing dalam vaksin untuk mengurangi kemungkinan reaksi
simpang. Dari pengalaman di ISA terlihat bahwa walaupun vaksin yang beredar
terbukti aman dan efektif ternyata tetap saja dapat timbul reaksi simpang yang
menimbulkan reaksi masyarakat serta tuntutan ganti rugi. Reaksi simpang tersebut
dapat berupa gejala minimal yang tidak memerlukan tindakan sampai dengan kelainan
berat yang bahkan dapat menyebabkan kematian.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa vaksin hidup lebih potensial
menimbulkan efek berbahaya dibandingkan dengan bukan vaksin hidup. Risiko
berbahaya tersebut terutama dapat terjadi pada individui dengan defisiensi imun atau
bayi dalam kandungan,dan bahkan dapat terjadi pada orang sehat. Selain karena
organismenya sendiri, vaksin hidup dapat mengandung kontaminan yang sulit
terdeteksi.
Deteksi dan Pelaporan KIPI
Kejadian ikutan pasca imunisasi adalah insiden medik yang terjadi setelah
imunisasi dan dianggap disebabkan oleh imunisasi. KIPI menetapkan semua kejadian
penyakit atau kematian dalam kurun waktu 1 bulan setelah imunisasi. Meskipun
masyarakat seringkali beranggapan bahwa insiden medik setelah imunisasi selalu
disebabkan oleh imunisasi, insiden umumnya terjadi secara kebetulan. Sebagian yang
beranggapan bahwa vaksin sebagai penyebab KIPI juga keliru. Penyebab sebenarnya
adalah kesalahan program yang sebetulnya dapat dicegah. Untuk menemukan
penyebab KIPI kejadian tersebut harus dideteksi dan dilaporkan.
KIPI yang harus dilaporkan
Semua kejadian yang berhubungan dengan imunisasi seperti,
1. Abses pada tempat suntikan
2. Semua kasus limfadenitis BCG
3. Semua kematian yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat
berhubungan dengan imunisasi.
4. Semua kasus rawat inap, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat
berhubungan dengan imunisasi.

By Agustinawati Togatorop

18

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


5. Insiden medik berat atau tidak lazim yang diduga oleh petugas kesehatan atau
masyarakat berhubungan dengan imunisasi.
Lima kategori KIPI di atas kadang disebut sebagai pencetus kejadian oleh karena
adanya reaksi tersebut merangsang atau mencetuskan respons.
Data yang harus dilaporkan
1. Data pasien
Riwayat perjalanan penyakit
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat imunisasi
Pemeriksaan penunjang yang berhubungan
2. Data pemberian vaksin
Nomor lot
Masa kadaluarsa
Pabrik pembuat vaksin
Kapan dan dari mana vaksin dikirim
Pemeriksaan penunjang tentang vaksin, apabila ada atau berhubungan
3. Data yang berhubungan dengan program
Perlakuan umum petugas kesehatan terhadap rantai dingin vaksin
seperti:

Penyimpanan vaksin, apakah memebeku atau kadarluwarsa?

Perlakuan terhadap vaksin, apakah dikocok lebih dahulu?

Perlakuan setelah vaksinasi, misalnya apakah vaksin dibuang


setelah selesai pelaksanan imunisasi?

Perlakuan mencampur serta melakukan imunisasi

Apakah pelarut yang dipakai sudah benar?

Apakah pelarut steril?

Apakah dosis sudah benar?

Apakah vaksin diberikan dengan cara dan tempat yang benar?

Ketersediaan jarum dan semprit

Apakah setiap semprit steril digunakan oleh satu orang?

Perlakuan sterilasi peralatan apakah telah dilakukan?

4. Data sasaran lain


By Agustinawati Togatorop

19

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


Jumlah pasien yang menerima imunisasi dengan vaksin nomor lot
sama atau pada masa yang sama atau keduanya, dan berapa pasien
yang sakit serta gejalanya.
Jumlah sasaran yang diimunisasi dengan lot lain atau masyarakat yang
tidak diimunisasi tetapi penyakit dengan gejala yang sama.

BAB III
IMUNISASI PADA KELOMPOK BERISIKO
Pada anak yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapat infeksi, harus di
imunisasi berdasarkan prioritas. Misalnya bayi prematur, anak dengan penyakit
keganasan, anak yang mendapatkan pengobataan imunosupresi, radioterapi, anak
dengan infeksi HIV, transplantasi sumsum tulang/ organ dan spelenektomi.
Pada anak yang pernah menderita reaksi efek samping yang serius setelah
imunisasi, harus diberikan imunisasi berikutnya di rumah sakit dengan pengawasan
dokter.
Penekanan respons imun dapat terjadi pada penyakit defisiensi imun
kongenital dan defisiensi imun didapat seperti pada leukimia, limfoma, pasien dengan
pengobatan alkilating agents, antimetabolik, radioterapi, kortikosteroid sistemik dosis
tinggi dan lama.
Pasien dengan sistim imun tertekan
1. Mendapat pengobatan kortikosteroid dosis tinggi sama atau lebih dari 20 mg
sehari atau 2 mg/kg bb/ hari dengan lama pengobatan > 7 hari atau dosis 1 mg/
kg bb/ hari lama pengobatan > 1 bulan.
2. Pengobatan dengan alkylating agents, antimetabolik dan radioterapi untuk
penyakit keganasan seperti leukemia dan limfoma.
Pada pasien dengan sistem imun yang tertekan, tidak boleh diberikan
imunisasi vaksin hidup karena akan berakibat fatal disebabkan vaksin akan
bereplikasi dengan hebat karena tubuh tidak dapat mengontrolnya. Vaksin hidup

By Agustinawati Togatorop

20

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


misalnya vaksin polio oral, MMR, BCG. Vaksinasi dengan mikroorganisme hidup
dapat diberikan setelah penghentian pengobatan minimal 3 bulan.
Vaksinasi dengan mikroorganisme mati atau yang dilemahkan dapat diberikan seperti
hepatitis B, hepatitis A, DPT ,influenza dan Hib, dosis sama dengan anak sehat.
Respons imun yang timbul tidak sama dengan anak sehat, sehingga bila kontak
dengan pasien campak harus diberikan imunisasi pasif yaitu normal immunoglobulin
human dengan dosis 0,2 ml/kg bb/ intramuskular. Untuk profilaksis varisela dosis
lebih besar 0,4-1,0 ml/kg bb, bila mungkin sebaiknya diberikan imunisasi spesifik
dengan varicella-zoster imunoglobulin namun pada saat ini belum ada di Indonesia.
Pasien dalam pengobatan kortikosteroid
Pada pasien dengan pengobatan kortikosteroid topikal atau injeksi lokal
misalnya erosol untuk asma, rinitis alergi, salep kulit, mata, intra artikular,
kortikosteroid dosis rendah yang diberikan setiap hari atau selang sehari, dapat
diberikan imunisasi dengan vaksin hidup.
Sedangkan pada pasien yang mendapat kortikosteroid sistemik dosis tinggi
setiap hari atau selang sehari dan lama pemberian kurang dari 14 hari, dapat
diberikan imunisasi dengan vaksin hidup segera setelah penghentian
pengobataan, namun ada yang menganjurkan setelah penghentian 14 hari.
Pada pasien yang mendapat kortikosteroid sistemik dosis tinggi setiap hari
atau selang sehari selama >14 hari, dapat diberikan imunisasi vaksin hidup
setelah penghentian pengobatan 1 bulan. Imunisasi dengan vaksin hidup dapat
diberikan pada pasien yang telah menghentikan pengobatan imunosupresif
selama 3 sampai 6 bulan dengan pertimbangan bahwa status imun sudah mulai
membaik dan penyakit primernya sudah dalam remisi atau sudah dapat
dikontrol.
Keluarga pasien imunokompromais yang kontak lansung dianjurkan untuk
mendapatkan imunisasi polio inaktif, varisela, dan MMR. Vaksin varisela
sangat dianjurkan untuk keluarga imunokompromais, oleh karena walaupun
dapat terjadi penularan transmisi virus varisela pada pasien tetapi gejala lebih
ringan dari pada infeksi alamiah yang akan berakibat lebih buruk dan dapat
fatal.

By Agustinawati Togatorop

21

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


Pengecualian unutk penderita leukemia limfosik akut dalam keadaan remisi
lebih dari 1 tahun, dapat diberikan imunisasi dengan virus hidup varisela, oleh
karena bila mendapat infeksi alamiah dengan varisela dapat fatal.
Pasien defisiensi imun kongenital ataupun yang didapat, imunisasi tidak akan
memberikan respons maksimal seperti yang diinginkan, sehingga dianjurkan
memeriksa titer anitbodi serum setelah imunisasi sebagai data untuk
pemberian imunisasi berikutnya.

Pasien infeksi human immunodeficiency virus (HIV)


Pasien HIV mempunyai risiko lebih besar untuk mendapatkan infeksi
sehingga diperlukan imunisasi, walaupun responsnya terhadap imunisasi tidak
optimal atau kurang. Kapan pasien HIV harus diberi imunisasi? Apabila diberikan
terlambat mungkin tidak akan berguna karena penyakit sudah lanjut dan efek
imunisasi tidak ada atau kurang, namun apabila diberikan dini, vaksin hidup akan
mengaktifkan sistim imun yang dapat meningkatkan replikasi virus HIV sehingga
memperberat penyakit HIV. Pasien HIV dapat diimunisasi dengan mikroorganisme
yang dilemahkan atau yang mati.
Pasien transplantasi sumsum tulang (TST)
Resipien transplantasi sumsum tulang alogenik akan menjadi defisiensi imun
disebabkan 4 komponen:
1. Pengobatan imunsupresi terhadap penyakit primer
2. Kemoterapi dan radioterapi yang diberikan pada pejamu
3. Reaktivitas imunologi antara graft dan pejamu serta,
4. Pengobatan imunsupresi yang diberikan setelah transplantasi dilakukan
Sebaiknya sebelum transplantasi dilakukan, pada resipien diberikan imunisasi terlebih
dahulu. Karena terbukti setelah transplantasi imunitas terhadap virus polio, tetanus,
dan difteria hampir tidak ada, maka sebaiknya pejamu diberikan imunisasi DPT dan
polio sebelum transplantasi dilakukan. Penelitian klinis menunjukan bahwa bila donor
diberikan imunisasi difteria dan tetanus sebelum transplantasi dilakukan kemudian
segera setelah itu diberikan imunisasi pada resipien dengan antigen yang sama akan
memberikan respons yang baik. Hal yang sama dapat dilakukan dengan vaksin inaktif
pertusis, Hib, hepatitis B, pneumokok dan IPV.
By Agustinawati Togatorop

22

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Bayi prematur
Bayi prematur dapat diimunisasi sesuai dengan umur kronologisnya dengan
dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan. Vaksin DPwT atau DtaP, Hib,
dan OPV diberikan pada usia 2 bulan. Bila bayi masih dirawat pada usia 2 bulan
sebaiknya diberikan IPV, bila akan diberikan OPV pemberian ditunda sampai saat
bayi akan dipulangkan dari rumah sakit unutk menghindari penyebaran virus polio
kepada bayi lain yang sedang dirawat. Pada bayi prematur, respons imun kurang bila
dibandingkan bayi cukup bulan terhadap imunisasi hepatitis B, sehingga pemberian
vaksin hepatitis dapat dilakukan 2 cara:
prematur dengan ibu HbsAg positif harus diberikan hep B bersamaan dengan
HBIG pada 2 tmepat yang berlainan dalam waku 12 jam. Dosis ke 2 diberikan
1 bulan kemudian, dosis ke 3 dan ke 4 diberikan usia 6 dan 12 bulan.
Permatur dengan ibu HbsAg negatif pemberian imunisasi dapat dengan :
o Dosis pertama saat lahir, ke II umur 2 bulan, ke II dan ke IV umur 6
dan 12 bulan. Titer diperiksa setelah imunisasi ke IV.
o Dosis pertama diberikan saat bayi sudah mencapai berat badan 2000 gr
atau sekitar 2 bulan. Vaksinasi hepatitis B peratama dapat diberikan
bersama sama DPT, OPV (IPV) dan Hib. Dosis hepatitis B ke II
diberikan 1 bulan kemudian dan ke II usia 8 bulan. Titer antibodi
diperiksa setelah imuniasi ke III
Saat ini telah beredar vaksin kombinasi hepatitis B dengan DPT (Tritanrix,
Glaxo, smith Klein). Untuk bayi berumur <6 minggu tidak dianjurkan jadi
tidak dapat diberikan sebagai imuniasai pertama pada bayi baru lahir.
Bila status ibu tidak diketahui sebaiknya diberikan sesuai imunisasi pada bayi
dengan ibu HbsAg positif.
Air Susu Ibu dan Imunisasi
Tidak terdapat kontra indikasi pada bayi yang sendan menyusui bila ibunya
diberikan imunisasi baik dengan bakteri/virus hidup dan kuman yang dilemahkan.
Sebaliknya, air susu ibu tidak akan menghalangi seorang bayi untuk mendapakan
imunisasi.

By Agustinawati Togatorop

23

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

BAB IV
Jadwal imunisasi adalah informasi mengenai kapan suatu jenis vaksinasi atau
imunisasi harus diberikan kepada anak. Jadwal imunisasi suatu negara dapat saja
berbeda dengan negara lain tergantung kepada lembaga kesehatan yang berwewenang
mengeluarkannya.

Jadwal imunisasi di Indonesia


Berikut ini adalah jadwal imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) Periode 2004 (revisi September 2003):

Umur pemberian imunisasi

Bulan

Vaksin

Lahir

Tahun

1
2

1
5

1
0

Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)

By Agustinawati Togatorop

24

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

BCG

Hepatitis
B

Polio

DTP

Campak

Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (non PPI, dianjurkan)

Hib

MMR

Tifoid

Ulangan,
tiap 3
tahun

Hepatitis

diberikan

By Agustinawati Togatorop

25

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

2x, interval
6-12 bulan

Varisela

Keterangan jadwal imunisasi rekomendasi IDAI, periode 2004:

Umur

Saat
lahir

Va
ksi
n

He
pati
tis
B-1

Polio-0

1
bulan

He
pati
tis
B-2

0-2
bulan

BC
G

Keterangan

HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah


lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila
status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam
setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan
vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya
diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat
diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.

Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi


yang lahir di RB/RS polio oral diberikan saat bayi
dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin
kepada bayi lain)

Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan


HB-2 adalah 1 bulan.

BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan


diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila
uji tuberkulin negatif.

By Agustinawati Togatorop

26

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

2
bulan

4
bulan

6
bulan

9
bulan

DT
P-1

DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat


dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan
secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)

Hib-1

Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2


bulan. Hib-1 dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasikan dengan DTP-1.

Polio-1

Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1

DT
P-2

DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara


terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).

Hib-2

Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan


dengan DTP-2

Polio-2

Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

DT
P-3

DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan


dengan Hib-3 (PRP-T).

Hib-3

Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6


bulan tidak perlu diberikan.

Polio-3

Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3

Hepatitis
B-3

HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan


respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3
minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

Ca
mp
ak1

Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2


merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6
tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada umur 15
bulan, campak-2 tidak perlu diberikan.

By Agustinawati Togatorop

27

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

15-18
bulan

18
bulan

M
MR

Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan


imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur
12 bulan.

Hib-4

Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRPOMP).

DT
P-4

DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah


DTP-3.

Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.

Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun,


diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan.

Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan


untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida
injeksi perlu diulang setiap 3 tahun.

DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)

Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.

Polio-4

2
tahun

He
pati
tis
A

2-3
tahun

Tif
oid

5
tahun

DT
P-5

Polio-5

6
tahun.

M
MR

Diberikan untuk catch-up immunization pada anak


yang belum mendapatkan MMR-1.

10
tahun

dT/
TT

Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT)


diberikan untuk mendapatkan imunitas selama 25
tahun.

Varisela

Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

By Agustinawati Togatorop

28

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Kontra Indikasi BCG


Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
Sedang menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV.
Imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif,
mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum
tulang atau sistem limfe.
Anak menderita gizi buruk
Sedang menderita panas tinggi
Menderita infeksi kulit yang luas
Pernah sakit tuberkulosis
Kehamilan

Vaksin Kombinasi
Vaksin kombinasi merupakan gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu
jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda atau antigen dari galur
multipel dari organisme penyebab penyakit yang sama. Alasan utama pembuatan
vaksin kombinasi adalah:
1. vaksin kombinasi lebih praktis daripada vaksin terpisah, sehingga dapat
meningkatkan cakupan imunisasi.
2. mengurangi biaya
3. mengurangi biaya pengobatan
4. memudahkan penambahan vaksin baru ke dalam program imunisasi yang telah
ada.
5. untuk mengejar imunisasi yang terlambat
6. walaupun harga vaksin kombinasi kadang kadang lebih mahal bila
dibandingkan dengan vaksin terpisah, apabila dihitung pengeluaraan total
termasuk biaya berobat, transportasi, kecemasan anak dan orang tua, biaya
pengadaan dan penyimpanan, maka secara ekonomis menjadi lebih murah.

Di samping keuntungannya, vaksin kombinasi mempunyai beberapa kekurangan,


yaitu:
1. terjadinya ketidakserasian kimiawi/fisis, sebagai akibat percampuran beberapa
antigen beserta ajuvan-nya.

By Agustinawati Togatorop

29

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


2. sulit dihindari adanya perubahan respons imun sebagai akibat interaksi antara
antigen dengan antigen lain atau antara antigen dengan ajuvan yang berbeda.
3. pemakainan vaksin kombinasi dapat membingungkan para dokter dalam
menyusun jadwal imunisasi, apalagi bila dipergunakan vaksin dari pabrik yang
berbeda.

PENYIMPANAN DAN TRANPORTASI VAKSIN

Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin


merupakan sediaan viologis yang rentan terhadap perubahan temperatur
lingkungan.

Vaksin akan rusak apabila temperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari
langsung seperti pada vaksin polio tetes dan vaksin campak. Kerusakan juga
dapat terjadi apabila terlalu dingin atau beku seperti pada toksoid difteria,
toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT,DT), Hib conjugate, hepatitis B dan
vaksin influenza.

Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin
DPT misalnya akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi
walaupun sudah dikocok sekuat kuatnya. Sedangkan vaksin lain tidak akan
berubah penampilan fisik walaupun potensinya sudah hilang/berkurang.

Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus
yakin betul bahwa cara penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan
menjamin potensi vaksin tidak akan berubah.

Lemari Pendingin untuk Penyimpanan Vaksin yang aman

Termometer ruangan di bagian tengah lemari pendingin harus ada, temperatur


dicek dan dicatat secara teratur setiap hari.

Lemari pendingin harus ditutup rapat, tidak boleh ada kebocoran pada sekat
pintu

Lemari pendingin tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan atau


minuman.

By Agustinawati Togatorop

30

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Botol plasti berisi es atau air garam diletakan di baigan bawah lemari
pendingin untuk mempertahankan keseimbangan temperatur dalam ruang
lemari pendingin, terutama apabila sedang tidak ada arus listrik.

Lemari pendingin boleh dibuka seminimal mungkin

Defrosting harus dilakukan secara teratur pada lemari pendingin yang tidak
frost free untuk mencegah terbentuknya gumpalan es di ruang pembeku.

Letakan vaksin di rak bagian atas atau tengah, jangan di rak bagian bawah atau
di daun pintu karena perubahan temperatur terlalu besar apabila pintu dibukatutup terlalu sering

Jangan memenuhi lemari pendingin dengan vaksin secara berlebihan karena


akan menggangu sirkulasi udara dingin dalam lemari pendingin.

Selama dilakukan defrosting atau pembersihan lemari pendingin, maka vaksin


harus dipindahkan ke lemari pendingin lainnya atau disimpan dalam kotak
berisolasi yang berisi es atau ice pack.

Prosedur yang harus diperhatikan waktu menggunakan vaksin:

Vaksin yang sudah kadaluarsa harus segera dikeluarkan dari lemari pendingin
untuk mencegah terjadinnya kecelakaan.

Vaksin harus selalu ada di dalam lemari pendingin sampai saatnya dibutuhkan,
semua vaksin yang sudah tidak digunakan lagi harus dikembalikan ke dalam
lemari pendingin.

Di lemari pendingin vaksin yang sudah terbuka atau sedang dipakai diletakan
dalam satu wadah/tempat khusus sehingga segera dapat dikenali.

Vaksin BCG yang sudah keluar masuk lemari pendingin selama pemeriksaan
klinik harus dibuang pada saat akhir klinik.

Vaksin polio oral dapat cepat dicairkan dan cepat pula dibekukan kembali
sampa 10 kali tanpa kehilangan potensi vaksin. Vaksin polio oral dapat dipakai
beberapa kali pemeriksaan poliklinik asalkan memenuhi syarat-syarat belum
kadaluarsa dan vaksin disimpan dalam lemari pendingin penyimpan vaksin
yang memadai.

Untuk vial vaksin multidosis yang mengandung bakteriostatik misalnya DPT,


vial yang terpakai dibuang bila sudah kadaluarsa atau terkontaminasi.

By Agustinawati Togatorop

31

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Vaksin yang tidak mengandung bakteriostatik segera dibuang dalam waktu 24


jam apabila sudah terpakai.

Vaksin campak dan MMR yang sudah dilarutkan agar dibuang setelah 8 jam.

Vaksin Hib yang sudah dilarutkan harus dibuang setelah 24 jam.

BAB V
KESIMPULAN

By Agustinawati Togatorop

32

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


Pada saat seorang bayi dilahirkan ke dunia, ia sudah harus menghadapi
berbagai 'musuh' yang mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan berbagai bibit penyakit
sudah siap menerjang masuk ke tubuh yang masih tampak lemah itu.
Lemah? Tidak juga. Ternyata sang bayi mungil pun sudah siap untuk menghadapi
kerasnya dunia. Berbekal antibodi yang diberikan ibunya, ia siap menyambut
tantangan. Inilah contoh dari apa yang kita sebut sebagai daya imunitas (kekebalan)
tubuh.
Penggolongan sistem kekebalan
Kekebalan tubuh dapat kita kelompokkan menjadi dua golongan:
1. Kekebalan pasif
2. Kekebalan aktif
Kekebalan pasif terjadi bila seseorang mendapatkan daya imunitas dari luar
dirinya. Jadi, tubuhnya sendiri tidak membentuk sistim kekebalan tersebut. Kekebalan
jenis ini bisa didapat langsung dari luar, atau secara alamiah (bawaan).
Keunggulan dari kekebalan pasif adalah langsung dapat dipergunakan tanpa
menunggu tubuh penderita membentuknya. Kelemahannya adalah tidak berlangsung
lama. Kekebalan jenis ini memang biasanya hanya bertahan beberapa minggu sampai
bulan saja.
Kekebalan aktif terjadi bila seseorang membentuk sistem imunitas dalam
tubuhnya. Kekebalan bisa terbentuk saat seseorang terinfeksi secara alamiah oleh
bibit penyakit, atau 'terinfeksi' secara buatan saat diberi vaksinasi.
Kelemahan dari kekebalan aktif ini adalah memerlukan waktu sebelum si
penderita mampu membentuk antibodi yang tangguh untuk melawan agen yang
menyerang. Keuntungannya, daya imunitas biasanya bertahan lama, bahkan bisa
seumur hidup.
Imunitas pasif alamiah
Pada saat seorang bayi lahir ke dunia, ia dibekali dengan sistem kekebalan tubuh
bawaan dari ibunya. Inilah yang kita sebut sebagai kekebalan pasif alamiah.
Kekebalan jenis ini sangat tergantung pada kekebalan yang dipunyai oleh si ibu.
Misalnya, bila ibu mendapat imunisasi tetanus pada saat yang tepat di masa
kehamilan, maka anak mempunyai kemungkinan sangat besar untuk terlindung dari

By Agustinawati Togatorop

33

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


infeksi tetanus di saat kelahirannya. Bila si ibu sendiri tidak mempunyai daya
imunitas terhadap tetanus, maka apa yang bisa dibekalkan untuk anaknya?
Imunitas bawaan yang dibekalkan pada si buah hati antara lain imunitas terhadap
difteri dan campak.
Imunitas pasif didapat
Pada keadaan ini, daya imunitas diperoleh dari luar, misalnya pemberian serum
antitetanus. Kelebihannya dapat langsung dipergunakan tubuh untuk melawan bibit
penyakit, tapi sayangnya kekebalan jenis ini biasanya mempunyai waktu efektif yang
pendek.
Contoh imunitas pasif didapat:
Serum antitetanus
Serum antirabies
Serum antibisa ular
Imunitas aktif alamiah
Pada saat tubuh kita dimasuki oleh bibit penyakit, terjadi suatu mekanisme
pembentukan sistem pertahanan tubuh yang spesifik terhadap bibit penyakit yang
menyerang. Dengan demikian, bila bibit penyakit tersebut mencoba kembali masuk ke
tubuh kita, tubuh sudah siap dengan pertahanannya.
Imunitas aktif didapat
Sesungguhnya prinsip dari imunitas aktif didapat ini diambil dari imunitas
aktif alamiah. Bedanya, kita 'menyajikan' bibit penyakit atau bagian daripadanya, agar
tubuh dapat membentuk sistem imunitas spesifik sebelum bibit penyakit tersebut
benar-benar datang. Inilah yang dikenal sebagai vaksinasi.
Keuntungan dari pemberian vaksinasi adalah kita dapat mengontrol agar
masuknya bibit penyakit (agen) tidak sampai menimbulkan penyakit yang parah pada
diri si penerima. Walau mungkin tidak bergejala, dalam keadaan normal kekebalan
tetap terbentuk.
Vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi terhadap agen
yang kita masukkan. Mungkin akan timbul sedikit keluhan pada penerima (resipien)
akibat 'peperangan' yang terjadi antara sistim imunitas spesifik yang terbentuk dan

By Agustinawati Togatorop

34

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


agen (dalam vaksin) yang kita masukkan. Tapi setelah itu, akan terbentuk antibodi
yang selalu siap untuk mengingat musuh-musuhnya. Jadi bila di belakang hari agen
yang sama berusaha masuk, tubuh dengan cepat dapat melipatgandakan antibodi
spesifiknya untuk membunuh agen tersebut.
Vaksin mengandung substansi atau antigen yang relatif tidak berbahaya bagi
tubuh penerima (resipien). Substansi atau antigen yang dipergunakan biasanya didapat
dari mikroorganisme penyebab penyakit itu sendiri.
Komponen yang diberikan bisa berupa:

Virus yang dilemahkan

Bakteri yang sudah dimatikan

Toksin kuman

Toksoid

Pemberian imunisasi aktif dan pasif bisa diberikan secara sendiri-sendiri ataupun
bersama-sama. Contoh pemberian bersama-sama adalah pada kasus infeksi tetanus.
Pemberian serum antitetanus diperlukan agar tubuh dapat segera melawan bibit
penyakit, tapi vaksin antitetanus juga harus diberikan agar tubuh dapat membentuk
sendiri sistem pertahanan tubuh terhadap tetanus. Pada saat daya kerja serum
antitetanus telah habis, sistem kekebalan tubuh penderita telah siap menggantikannya.
Jenis-jenis imunisasi
Ada berbagai ragam jenis imunisasi yang dapat diberikan. Tidak semua orang
memerlukan

pemberian

imunisasi

tersebut.

Faktor

epidemiologi

harus

dipertimbangkan untuk menentukan imunisasi apa yang harus diberikan pada


seseorang.
Jenis-jenis imunisasi itu antara lain:
1. BCG
2. DPT
3. Polio
4. Campak
5. Hepatitis B
6. DT
7. Tetanus

By Agustinawati Togatorop

35

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


8. Hemophylus influensa B
9. MMR
10. Tifoid
Komplikasi
Tergantung dari jenis imunisasi yang diberikan
Mendapatkan imunisasi bukan jaminan terhindar dari penyakit. Walau
demikian, biasanya penyakit yang diderita menjadi lebih ringan dan cepat membaik.
Yang paling penting, ancaman terhadap jiwa jauh berkurang.
Kebanyakan orangtua merasa khawatir terhadap berbagai gejala klinis yang
muncul, misalnya demam, setelah anak mendapat vaksinasi. Kekhawatiran ini
membuat sebagian dari mereka memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi
kepada si buah hati tercinta. Bila Anda kebetulan berpikir demikian, ingatlah bahwa
keputusan tersebut bisa menghadapkan anak pada bahaya yang jauh lebih besar di
kemudian hari.
Bila ingin memberikan imunisasi kepada si buah hati, jangan lupa mengingat
waktu pemberian yang tepat. Bila Anda rajin memeriksakan si buah hati, dokter
biasanya akan mengingatkan waktu pemberian imunisasi yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

By Agustinawati Togatorop

36

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak


1.

IGN Ranuh, Hariyono Suyitno, SRI Rezeki S Hadinegoro, Cissy B


Kartasasmita. Pedoman imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Edisi kedua, Tahun 2005.

2.

Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A Papadakis


MD. Current Medical Diagnosis and Treatment 2002. Page 1313-1319.

3.

Eric AF Simoes MD DCH and Jessie R Groothius MD. Immunization. Page


235-258.

4.

http://www.naila rad.net.id/detail.

5.

http://www.bayisehat.com/category/uncategorized.

6.

http://www.sahabatnestle.co.id/HOMEV2/main/TKSK/TKSK_ndnp.

7.

http://id.wikipedia.org/wiki/jadwal_imunisasi.

8.

http://www.infeksi.com/hiv/mobile/articles,php.

9.

http://www.tempointeractive.com.

10.

http://www.indomedia.com.

11.

http://www.ismnsurizan.com.

12.

http://www.indosiar.com

13.

http://www.jakarta.go.id.

14.

http://www.bayi.us/imunisasi.php.

15.

http://www.puterakembara.org/rm/alergi.shtml.

16.

http://www.groups.google.co.id.

17.

http://www.sehatgroup.teb.id.

18.

http://www.pikiran-rakyat.com.

19.

http://www.tabloid-nakita.com.

20.

http://www.yahoo.com

By Agustinawati Togatorop

37

Anda mungkin juga menyukai