Tujuan
1. Mahasiswa
sendi TMJ
2. Mahasiswa
3. Mahasiswa
4. Mahasiswa
Tinjauan Pustaka
SKENARIO 5
DISLOKASI MANDIBULA KEARAH ANTERIOR
Seorang laki-laki 30 tahun datang ke dokter gigi untuk membersihkan
kerak/karang gigi. Pada saat dilakukan pembersihan karang gigi (skaling), tibatiba pasien tersebut mengeluh tidak dapat menutup mulutnya. Setelah diperiksa
ternyata ada kelainan pada sendi rahangnya, dimana terlihat tonjolan tulang
abnormal pada TMJ yang kemungkinan adalah condylus mandibula pasien keluar
dari fossa mandibula.
Step 1
Dislokasi mandibula : Fara= pergeseran kondilus dari lokasi normal pd fossa
mandibularis
Nisa=dpt terjadi kearah posterior anterior lateral
Step 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Step 3
1. Gea = terlalu membuka, trauma pd anatomi, kecelakaan, riwayat trauma,
fossa kondilus tdk berkembang baik
Akfa= kerusakan stabilisasi ligamen, riwayat trauma mandibula,
kelemahan kapsuler
Doni = penyakit jar ikat spt sindrom ehlers
Nisa= ligamen tmj
Hanum = tingkat emosional
2. Sri = nyeri, bunyi click pop, episode terkunci dan pembukaan terbatas
3. Rifqi = dari letak : dislokasi anterior : tjd krn perubahan posisi kondilus
lebih ke anterior, posterior: tjd akibat trauma fisik pd dagu tertekan ke
arah mastoid, superior : tjd akibat trauma fisik pd posisi terbuka , lateral
:terkait dgn fraktur mandibula kondilus
Fara = lateral = kondilus msk ke fossa temporal
Step 4
ETIOLO
GI
GEJALA
DISLOKASI
MANDIBULA
KLASIFIKA
SI
PEMERIKSAA
N
PENATALAKSANA
AN N
Step 5
Melengkapi step 2
1. Komponen artikulasi yang terdiri dari condylus mandibula, fossa mandibula atau
fossa glenoidale, yang terdiri dari fossa artikulare dan eminensia artikulare, serta
diskus artikulare.
2. Kapsula artikulare dan ligament serta membran sinovial.
3. Ligamen tambahan (Sphenomandibula dan Stylomandibula).
2.
3.
Dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak ditangani sehingga
condylus tetap berada dalam posisinya yang salah dalam waktu lama. Biasanya
Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko dislokasi TMJ, antara lain:
- Fossa mandibularis yang dangkal
- Condylus yang kurang berkembang sempurna
- Ligamen TMJ yang longgar
- Penyakit jaringan ikat, misalnya sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos
Diagnosis
3.5.1 Anamnesa
Anamnesis kronologis dan komprehensif dan pemeriksaan fisik pasien,
meliputi anamnesis dan pemeriksaan gigi, penting untuk mendiagnosis
kondisi kondisi spesifik untuk menentukan pemeriksaan lebih lanjut, jika
ada, dan untuk memberikan terapi spesifik.
a. Pasien mungkin memiliki riwayat penggunaan komputer berlebihan
(dihubungkan dengan terjadinya gangguan TMJ)
b. Satu pertiga pasien memiliki riwayat masalah psikiatri
c. Pasien mungkin memiliki riwayat trauma fasial, perawatan gigi yang
buruk, dan atau stress emosional.
d. Pasien dengan gangguan makan kronik menyebabkan prevalensi
tinggi gangguan TMJ.
e. Banyak pasien dengan gangguan TMJ juga mengalami nyeri leher
dan bahu.
f. Dokter sebaiknya menanyakan tentang clenching di siang hari
atau malam hari. Clenching di siang hari memiliki asosiasi yang
kuat dengan dislokasi TMJ dibandingkan dengan bruksisme malam
hari.
g. Pasien akan mengeluhkan gejala berikut:
Nyeri: nyeri biasanya periaurikuler, dihubungkan dengan
mengunyah, dan menyebar ke kepala tetapi tidak seperti sakit
kepala. Mungkin unilateral pada sisi dislokasi TMJ, kecuali pada
rheumatoid arthritis. Nyeri: biasanya sering dideskripsikan
sebagai nyeri yang dalam disertai dengan nyeri tajam yang
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ini tergantung pada lamanya dislokasi, apakah terjadinya
bersamaan dengan suatu fraktur dan dislokasinya bilateral atau unilateral.
1. Dislokasi Unilateral
Mandibula miring dan pada bagian yang terkena lebih kebawah posisinya,
biasanya disertai pembengkakan, lunak jika ditekan serta dengan palpasi
kelainannya terjadi di sekitar sendi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan,
baik secara pasif maupun aktif.
2. Dislokasi Bilateral
Jika dislokasi terjadi pada kedua condylus mandibula, pasien akan terlihat
prognati dan terdapat pembengkakan bilateral serta lunak jika ditekan pada
kedua sisi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan baik aktif maupun pasif,
karena adanya hambatan mekanis. Biasanya spasme otot masetter bilateral
dapat teraba. Pada keadaan yang disertai dengan fraktur pada basis condylus,
akan menyebabkan mandibula meluncur ke depan, dan akan menyebabkan
rasa sakit yang lebih hebat disbanding dengan dislokasi yang biasa.
a. Observasi
kondilus posterior)
Maloklusi rahang, gigi abnormal, dan gigi yang copot
Ketegangan otot atau spasme otot leher ipsilateral
b. Pemeriksaan
Rentang gerakan sendi. Pemeriksa memeriksa
pembukaan dan penutupan rahang serta deviasi lateral
bilateral. Rentang normal gerakan untuk pembukaan
mulut adalah 5 cm dan gerakan lateral mandibula
adalah 1 cm. Pasien sering mengurangi pembukaan
mulut.
Pemeriksaan Penunjang
merupakan
metode
reduksi
yang
telah
lama
diperkenalkan.
Tahapan
2. Pasien ditempatkan pada kursi yang tidak bersandaran dan menempel dinding
sehingga punggung dan kepala pasien bersandar pada dinding.
3. Sebelum melakukan pertolongan, balut ibu jari dengan kain kasa yang agak tebal untuk
mencegah tergigitnya ibu jari karena setelah berada pada posisi yang benar maka rahang
akan mengatup dengan cepat dan keras. Setelah itu gunakan sarung tangan.
4. Posisi operator berada di depan pasien.
5. Letakkan ibu jari pada daerah retromolar pad (di belakang gigi molar terakhir) pada kedua
sisi mandibula setinggi siku-siku operator dan jari-jari yang lain memegang permukaan
bawah mandibula (A).
condylus dari
9. Dapat dilakukan pemberian midazolam intra vena (untuk mengendorkan otot) dan 1-2 ml
1% lidokain intraarticular (untuk mengurangi nyeri). Injeksi dilakukan pada sisi kiri
daerah yang tertekan dari condylus yang displacement.
10. Pemasangan Barton Head Bandage untuk mencegah relokasi dan menghindari pasien
membuka mulut terlalu lebar dalam 24-48 jam. Pasien juga diinstruksikan untuk diet
makanan lunak.
11. Pemberian obat berupa analgetik dan pelemas otot (jika perlu)
Gambar Anestesi blok 0,5 cc, menggunakan jarum kecil ( 25 - 30 gauge ) 0,75
inci di bawah kulit
dengan cara bedah dapat diindikasi untuk dislokasi yang long-standing dan kronik, tetapi
jarang untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama kali.
Metode dasar bedah untuk perawatan dislokasi mandibula berulang menurut Sarnat &
Laskin, meliputi:
1) mengencangkan mekanis kapsul.
2) mengikat bagian sendi atau mandibula ke struktur yang terfiksasi.
3) membuat hambatan mekanis pada jalur kondilus.
4) menghilangkan hambatan jalur kondilus.
5) mengurangi tarikan otot.
Berbagai prosedur bedah telah digunakan untuk perawatan dislokasi mandibula yang
berulang. Pada umumnya teknik bedah ini didesain untuk membatasi pergerakan kaput
kondilus ke anterior, seperti dengan meletakkan posisi diskus di anterior kondilus, menambah
ketinggian (augmentasi) eminensia artikularis dengan graft tulang autogenous, osteotomi
arkus zigomatikus dan selanjutnya difiksasi di medial tuberkulum artikular (downfracturing), memasang bahan implant didalam eminensia artikular, capsular placation,
memotong tendon temporalis, menyusun kembali tendon temporalis, miotomi pterigoideus
lateralis dan pendalaman fosa gelenoidalis dengan pemotongan diskus. Alternatif lain
meliputi eminektomi dan kondilotomi.
Eminektomi
Pada tahun 1951, Hilmar Myrhaug memperkenalkan eminektomi untuk perawatan
dislokasi mandibula berulang. Metode perawatan yang digambarkan sebelumnya didesain
untuk membatasi pergerakan kaput kondilus ke anterior, jadi mencegah kondilus dari keadaan
terkunci di anterior eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot
pengunyahan. Menurut Myrhaug bahwa dislokasi madibula berulang terutama terjadi pada
penderita dengan deep overbite disertai dengan kondisi tuberkulum artikularis yang
tinggi/curam. Myrhaug mengusulkan untuk mengurangi eminensia artikularis sehingga
menyebabkan kondilus dapat bergerak bebas.
Insisi aurikular digunakan untuk pendekatan aminensia artikularis. Insisi vertikal
dibuat kedalam fascia temporal di atas arkus zigomatikus di regio fosa glenoidalis dan
tuberkulum artikularis dibuka dengan diseksi subfasial dan subperiosteal. Ruang sendi
superior dibuka dan dengan memanipulasi mandibula, mekanik sendi meliputi posisi diskus
dicari. Tuberkulum artikularis dan eminensia dibuang dengan bantuan pahat meliputi bagian
paling medial dari eminensia. Tempat reseksi dicari dengan elevator kecil dan semua tepi
yang kasar dibuang dengan bor. Ligamen temporomandibula dan kapsul sendi dijahit ke
arkus zigomatikus dengan 3-4 lubang pengeboran dan jaringan lunak di atasnya ditutup lapis
demi lapis. Drain dipasang dan diletakkan di atas kapsul sendi dan fascia temporalis yang
dilepas pada hari pertama atau kedua pasca bedah. Pasien diinstruksi diet makanan lunak
selama 2 minggu. Mobilisasi sendi dapat dimulai pada minggu kedua setelah pembedahan.
Prosedur Blocking
Prosedur blocking untuk menghalangi translasi didesain untuk membuat suatu
penghambat terhadap kondilus dalam jalur pembukaannya. Pembedahan dalam prosedur ini
dapat dengan menambah ketinggian eminensia artikularis dengan osteotomi (downfracturing), graft tulang dan pemasangan implant metal 4,19. Dari banyak prosedur yang saat
ini digunakan oleh ahli bedah, down-fracturing arkus zigomatikus dan graft tulang untuk
menambah ketinggian eminensia merupakan metode yang paling populer dan sangat sering
digunakan.
Pada tahun 1943, Leclerc dan Girard melakukan osteotomi vertikal pada arkus
zigomatikus di anterior tuberkulum artikularis dan menurunkan bagian dorsalnya untuk
menghambat atau menahan gerakan kondilus ke anterior yang berlebih. Prosedur blocking
Leclerc dan Girard telah dimodifikasi oleh Gosserez dan Dautrey dengan membuat
osteotomi oblik pada arkus zigomatikus mulai dari arah kranial posterior ke kaudal anterior di
regio tuberkulum artikularis. Arkus zigomatikus selanjutnya digerakkan di sutura
zigomatikotemporalis dengan gerakan berulang perlahan-lahan sambil menambah tekanan
sehingga dapat dicegah terjadinya fraktur arkus zigomatikus di bagian posterior sutura. Arkus
ditekan dan diletakkan di sebelah medial tuberkulum. Elastisitas arkus pada eminensia
menahan daya arkus ke atas. Karena menggunakan potongan oblik, oleh sebab itu tidak
diperlukan lagi memasang bony wedge untuk menstabilisasi fragmen seperti yang
digambarkan oleh Boudreau dan Tidemann atau Sailer dan Antonini.
Kegagalan prosedur Dautrey sangat mungkin disebabkan oleh dua faktor. Pertama, tidak
adanya pertemuan arkus zigomatikus yang dipatahkan ke bawah dengan kaput kondilus yang
terletak medial. Kedua, terjadi resorpsi pada eminensia yang dipatahkan ke bawah.
Augmentasi Kombinasi
Prosedur augmentasi kombinasi (combined augmentation) memberikan dua
mekanisme untuk mencegah dislokasi terjadi kembali. Pertama, graft tulang untuk menambah
ketinggian eminensia dan kedua, pelat kecil yang berfungsi sebagai penghambat mekanis
untuk gerakan kondilus ke anterior, khususnya jika graft tulang mengalami resorpsi.
Menurut Smith, satu-satunya kekurangan dalam prosedur ini adalah tempat pembedahan
tetapi, morbiditas yang dihasilkan terjadi minimal jika pembukaan krista iliaka diupayakan
minimal dan hanya potongan kecil korteks krista yang diambil. Prosedur augmentasi
kombinasi digunakan untuk kasus prosedur Dautrey yang gagal dan harus dipertimbangkan
untuk kasus yang menunjukan arkus zigomatikus yang terletak terlalu ke lateral dengan kaput
kondilus dalam pemeriksaan radiografi pra bedah karena penggunaan prosedur Dautrey pada
kasus ini tidak efektif.
Tingginya insidensi fraktur pelat merupakan masalah utama dalam metode miniplate
eminoplasty. Menurut Kuttenberger dan Hardt bahwa kekuatan mekanis miniplate titanium
berbentuk T yang digunakan dalam penelitiannya tidak cukup untuk menahan daya kontinyu
yang dihasilkan dari pergerakan kondilus. Semua fraktur terjadi pada pertemuan lengan
horizontal dan vertikal pelat yang mungkin merupakan sifat lemah logam tersebut. Karena
banyaknya kejadian fraktur pelat, miniplate eminoplaty sebaiknya tidak dianggap perawatan
pilihan untuk dislokasi mandibula. Pada kasus dislokasi mandibula rekuren, prosedur ini
dapat dipakai jika prosedur lain gagal atau untuk pasien dengan kelainan neuromuskuler.
Terapi dislokasi kronis dalam pengertian telah berlangsung lama (long-standing) atau
terlambat dalam penatalaksanaannya (menurut Bradley dkk. 1994), yaitu :
1. reduksi secara manual
2. reduksi secara tidak langsung dengan penarikan melalui sudut, sigmoid notch, atau
prosesus coronoideus serta penekanan pada kondilus
3. reduksi secara langsung, melalui pembedahan pada sendi
4. condylotomy, condylectomy, osteotomy