Anda di halaman 1dari 24

Latar Belakang

Dislokasi mandibula adalah suatu gangguan yang sering ditemukan dalam


praktek dokter sehari-hari. Penderita dengan gangguan ini akan merasa sangat
tidak nyaman walaupun gangguan ini jarang disertai dengan rasa sakit yang
hebat. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi
sendiri didefinisikan sebagai pergerakan condylus ke arah depan (anterior),
belakang (posterior), atas (superior) dan lateral dari eminensia artikulare.
Dislokasi berbeda dengan subluksasi dimana pasien dapat mengembalikan
condylus ke dalam fossa secara normal.
Pada sebagian besar kasus, dislokasi terjadi secara spontan saat membuka
mulut terlalu lebar, misalnya menguap, berteriak, makan, bernyanyi, atau pada
saat perawatan gigi. Penderita dengan fossa mandibula yang dangkal dan kepala
condylus tidak berkembang dengan baik merupakan faktor predisposisi
terjadinya dislokasi. Dislokasi dapat pula terjadi pada saat manipulasi airway
dalam tindakan anesthesia, dan pada kasus trauma pada rahang yang umumnya
terjadi oleh karena kekuatan benturan ke arah bawah dari mandibula pada saat
membuka mulut sebagian. Penyebab dislokasi yang tersering ialah menguap
terlalu lebar dan kecelakaan lalu lintas.
Dislokasi mandibula anterior merupakan yang paling sering terjadi dan biasanya
akibat penyebab nontraumatik. Pada sebuah penelitian terhadap kasus dislokasi
TMJ, didapatkan bahwa dislokasi akut merupakan yang paling sering terjadi,
diikuti oleh dislokasi kronik, dan dislokasi kronik rekuren. Jenis dislokasi yang
paling sering terjadi adalah dislokasi anterior bilateral.
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme otot yang
berat. Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan menekan mandibula ke
bawah untuk menarik otot levator dan selanjutnya ke belakang untuk
meletakkan kembali condylus di dalam fossa. Penatalaksanaan dengan
pembedahan diindikasi untuk dislokasi yang long-standing dan kronik, tetapi
jarang untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama kali. Cara lain untuk yang
rekuren adalah dengan menyuntikkan intra artikular larutan sklerosing.

Tujuan
1. Mahasiswa
sendi TMJ
2. Mahasiswa
3. Mahasiswa
4. Mahasiswa

dapat mengetahui dan memahami anatomi dan fungsi dari


dapat mengetahui klasifikasi jenis dislokasi TMJ
dapat mengetahui penyakit dari dislokasi TMJ
dapat mengetahui gejala yang ditimbulkan dari dislokasi TMJ

5. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanan yang tepat dari dislokasi


TMJ

Tinjauan Pustaka
SKENARIO 5
DISLOKASI MANDIBULA KEARAH ANTERIOR
Seorang laki-laki 30 tahun datang ke dokter gigi untuk membersihkan
kerak/karang gigi. Pada saat dilakukan pembersihan karang gigi (skaling), tibatiba pasien tersebut mengeluh tidak dapat menutup mulutnya. Setelah diperiksa
ternyata ada kelainan pada sendi rahangnya, dimana terlihat tonjolan tulang
abnormal pada TMJ yang kemungkinan adalah condylus mandibula pasien keluar
dari fossa mandibula.
Step 1
Dislokasi mandibula : Fara= pergeseran kondilus dari lokasi normal pd fossa
mandibularis
Nisa=dpt terjadi kearah posterior anterior lateral
Step 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Etiologi dislokasi ke anterior


Gejala
Klasifikasi dislokasi mandibula
Pemeriksaan
Penatalaksanaan
Pencegahan
Mekanisme

Step 3
1. Gea = terlalu membuka, trauma pd anatomi, kecelakaan, riwayat trauma,
fossa kondilus tdk berkembang baik
Akfa= kerusakan stabilisasi ligamen, riwayat trauma mandibula,
kelemahan kapsuler
Doni = penyakit jar ikat spt sindrom ehlers
Nisa= ligamen tmj
Hanum = tingkat emosional
2. Sri = nyeri, bunyi click pop, episode terkunci dan pembukaan terbatas
3. Rifqi = dari letak : dislokasi anterior : tjd krn perubahan posisi kondilus
lebih ke anterior, posterior: tjd akibat trauma fisik pd dagu tertekan ke
arah mastoid, superior : tjd akibat trauma fisik pd posisi terbuka , lateral
:terkait dgn fraktur mandibula kondilus
Fara = lateral = kondilus msk ke fossa temporal

Adhi= dislokasi anterior : akut : akibat trauma/ reaksi distonik akibat dr


pembukaan mulut yg berlebihan, anestesi umum, ekstraksi gigi. Kronik
akut : fossa mandibularis yg dangkal. Kronik : tmj yg tidak ditangani dlm
waktu lama
Hanum = anterior yg plg sering dijumpai krn keadaan patologis, posterior
= faktor dr dasar tengkorak, lateral = subluksasi lateral, keadaan kondilus
tertekan msk ke arah temporal, subluksasi
Nisa : akut anestesi umum bisa menyebabkan, muntah, kejang2, kronik
akut : krn faktor resiko fossa yg dangkal (kongenital), kehilangan kapsul
sendi ada riwayat dislokasi. Kronik : dislokasi tidak ditangani diprlukan
reduksi terbuka
Dony : dislokasi posterior terjadi jejas meatus akustikus externus
4. Akfa= ditentukan anamnesa, pemeriksaan fisik: tergantung lamanya
dislokasi, bersamaan dgn fraktur, bs unilaterla dan bilateral tjd pd 2
kondilus mandibula, pemeriksaan penunjang.
Bagas= pemeriksaan fisik, diperlukan pemeriksaan penunjang : rontgen
konvensional mandibula dr gambaran bilateral oblique, foto panoramik sgt
akurat mendeteksi fraktur mandibula, jika diperlukan CT-Scan dan MRI dpt
menunjukkan dislokasi
Dony= fisik ada observasi : seorang pasien dicek postur kepala saat
menghadap kedpn menunjukan dislokasi kondilusnya, ketegangan otot,
ada juga rentang gerak sendi rentang normal saat membuka 5 cm lateral
mandibulanya 1 cm , palpasi yg terbaik itu ada di lateral 1-2 cm di dpn
tragus, aspek posterior dipalpasi melalui MAE
Adhi=penunjang : sinar X -> intraoral :bitewing, periapikal, palatal
(oklusal). Ekstraoral : panoramik, tomogram, proyeksi sefalometri,
sialografi
5. Fara = ada 2 terapi: metode reduksi dan bedah : augmentasi eminensia,
miotomi otot pterygoid lateralis, eminoplasty
Akfa= terapi : operator di dpn pasien, meletakan ibu jari pd retromolar
pad, diberi tekanan pd gigi molar RB utk membebaskan kondilus dr posisi
terkunci, didorong ke arah posterior utk mengembalikan posisi antomis,
posisi normal ditandai dgn gigi kembali beroklusi. Obat dan analgetik jika
diperlukan
Gea=eminoplasty : dibedah scr incisi pembukaan preaurikular bagian
anterior. Periosteum diincisi dan diangkat, dan eminensia articular
dikurangi/dihilangkan sedluruh luas media dan lateral
Hanum= kronis = reduksi sscr manual, scr tdk langsung, scr langsung ,
kondilektomi
Bagas= tergantung msh bersifat akut maupun kronis diperlukan bedah
dan non bedah
Rifqi = terapi bedah : utk menghilangkan nyeri , utk memperbaiki range of
motion, utk restorasi retrusi fungsional dan anatomi
Nisa= terapi dianjurkan makan makanan yg lunak
Dony= rekuren ada 5 metode dasr bedah : pengencangan mekanis,
mengikat bagian mandibula yg terfiksasi, membuat hambatan jalur
mekanis, mengurangi gangguan jalur kondilus, mengurangi tarikan dari
otot

6. Nana= menghindari makanan yg berukuran besar, menghindari membuka


mulut terlalu lebar
Hanum= mengurang bad habit
7. Sri= biasa terjadi instruksi pd sekuens \normal kontraksi ototsaat mulut
tertutup setelah membuka dgn ekstrim -> m. Masseter dan m. Temporal
mengangkat mandibula sblm m . petrygoid lateral relaksasi -> kondilus
tertarik ke anterior-> penonjolan tulang krn kondilus keluar dr fossa ->
spasme otot menyebabkan trismus dan penahan kondilus tdk dapat
kembali ke fossa.

Step 4
ETIOLO
GI
GEJALA
DISLOKASI
MANDIBULA

KLASIFIKA
SI

PEMERIKSAA
N
PENATALAKSANA
AN N
Step 5
Melengkapi step 2

Anatomi Sendi Temporo-Mandibula


Daerah dimana terjadi hubungan antara kranium dan mandibula disebut juga sendi
temporomandibula (TMJ) atau sendi gingylmoarthrodial. Sendi temporomandibula secara
anatomi terbagi atas:1

1. Komponen artikulasi yang terdiri dari condylus mandibula, fossa mandibula atau
fossa glenoidale, yang terdiri dari fossa artikulare dan eminensia artikulare, serta
diskus artikulare.
2. Kapsula artikulare dan ligament serta membran sinovial.
3. Ligamen tambahan (Sphenomandibula dan Stylomandibula).

Gambar 2.1 Anatomi Sendi Temporo-Mandibula 1

Gambar Anatomi Sendi Temporo-Mandibula


Otot-otot yang terlibat dalam gerakan membuka dan menutup mulut:
1. M. Masetter
2. M. pterygoideus lateralis (externus)
3. M. pterygoideus medialis (internus)
4. M. temporalis

Gambar Otot Penggerak Sendi Temporo-mandibula


2.2 Fisiologi pergerakan Sendi Temporo-Mandibula
Gerakan-gerakan sendi temporo-mandibula:
1. Gerakan memutar atau gerakan engsel, yaitu suatu perputaran mandibula pada sumbu
transversal melewati pusat dari condylus.
2. Gerakan translasi atau meluncur, merupakan suatu perpindahan dari keseluruhan
mandibula dalam hubungan anteroposterior dan atau mediolateral.
Ketika kita membuka mulut, ujung yang bulat dari rahang bawah (condylus), bergerak
meluncur sepanjang fossa sendi pada tulang temporal. Condylus akan kembali ke posisi
semula ketika kita mengatupkan mulut. Agar gerakan tetap halus, terdapat diskus yang lunak
di antara condylus dan tulang temporal. Diskus ini meredam kejutan (shockbreaker) sendi
rahang akibat mengunyah dan pergerakan lain.

Sendi temporomandibula berbeda dengan sendi-sendi lain dalam tubuh manusia.


Kombinasi gerakan meluncur ke satu arah (hinge and sliding motions) membuat sendi ini
merupakan sendi yang paling rumit di dalam tubuh. Selain itu, jaringan yang membentuk
TMJ (temporomandibular joint) juga berbeda dengan sendi-sendi lain yang menahan beban
tubuh, seperi sendi lutut atau pinggul.
Pergerakan bebas mandibula yaitu kombinasi antara gerakan rotasi dan translasi yang
meliputi:1
1.

Gerakan membuka dan menutup.

2.

Gerakan protrusi dan retrusi.

3.

Gerakan ke samping kiri dan kanan.

Gambar Arah Pergerakan Sendi Temporo-Mandibula

DISLOKASI SENDI TEMPORO-MANDIBULA


Definisi

Dislokasi sendi temporomandibula adalah pergerakan kondilus ke arah depan


(anterior), belakang (posterior), atas (superior), dan lateral dari eminensia artikulare yang
memerlukan beberapa bentuk manipulasi untuk mereduksinya.
Klasifikasi dan Etiologi
Terdapat berbagai jenis dislokasi yang dapat terjadi melalui mekanisme traumatik atau
nontraumatik. Jenis dislokasi dibedakan berdasarkan letak condylus relatif terhadap fossa
articularis tulang temporal:
1. Dislokasi anterior
Pada dislokasi tipe ini terjadi perubahan posisi condylus menjadi anterior
terhadap fossa articularis tulang temporal. Dislokasi anterior biasanya terjadi akibat
interupsi pada sekuens normal kontraksi otot saat mulut tertutup setelah membuka
dengan ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis mengangkat mandibula sebelum
muskulus pterygoid lateral berelaksasi, mengakibatkan condylus mandibula tertarik ke
anterior ke tonjolan tulang dan keluar dari fossa temporalis. Spasme muskulus masseter,
temporalis, dan pterygoid menyebabkan trismus dan menahan condylus tidak dapat
kembali ke fossa temporalis. Dislokasi jenis ini dapat unilateral atau bilateral. Dislokasi
tersebut dibedakan menjadi akut, kronik rekuren, atau kronik.
Dislokasi akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik, namun biasanya
disebabkan oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti menguap, anestesi
umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang. Dislokasi anterior juga dapat terjadi

setelah prosedur endoskopik.


Dislokasi kronik akut disebabkan oleh mekanisme yang sama pada pasien
dengan faktor risiko seperti fossa mandibularis yang dangkal (kongenital),
kehilangan kapsul sendi akibat riwayat dislokasi sebelumnya, atau sindrom
hipermobilitas.

Dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak ditangani sehingga
condylus tetap berada dalam posisinya yang salah dalam waktu lama. Biasanya

dibutuhkan reduksi terbuka.


2. Dislokasi posterior
Terjadi akibat trauma fisik langsung pada dagu. Condylus mandibula tertekan
ke posterior ke arah mastoid. Jejas pada meatus acusticus externum akibat condylus
dapat terjadi pada dislokasi tipe ini.
3. Dislokasi superior
Terjadi akibat trauma fisik langsung pada mulut yang sedang berada dalam
posisi terbuka. Sudut mandibula pada posisi ini menjadi predisposisi pergeseran
condylus ke arah superior dan dapat mengakibatkan kelumpuhan nervus fasialis,
kontusio serebri, atau gangguan pendengaran.
4. Dislokasi lateral
Biasanya terkait dengan fraktur mandibula. Condylus bergeser ke arah lateral
dan superior serta sering dapat dipalpasi pada permukaan temporal kepala.

Dislokasi Anterior Sendi Temporo-Mandibula


Meskipun sendi TMJ ini mempunyai pergerakan yang bebas, dislokasi secara umum
akan terjadi secara langsung ke arah anterior, sebab ke arah posterior dan superior akan
dibatasi olah tulang melalui fossa glenoidale dan dislokasi ke arah ini mungkin terjadi jika
benturan yang mengenai mandibula sangat keras dan menyebabkan fraktur pada tulang
temporal. Jika dislokasi terjadis secara bilateral, mandibula berpegang pada posisi bergantung
dan hanya gigi geligi posterior yang dapat berkontak. Pada dislokasi yang unilateral, juga
terlihat gigitan terbuka tetapi garis tengah dari dagu deviasi ke arah yang normal.

Gambar Dislokasi Bilateral Sendi Temporo-Mandibula

Gambar Dislokasi Unilateral Sendi Temporo-Mandibula

Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko dislokasi TMJ, antara lain:
- Fossa mandibularis yang dangkal
- Condylus yang kurang berkembang sempurna
- Ligamen TMJ yang longgar
- Penyakit jaringan ikat, misalnya sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos

Etiologi Dislokasi Sendi Temporo-Mandibula


Etiologi dislokasi:
1. Pasien yang mempunyai fossa mandibular yang dangkal serta condylus yang tidak
berkembang dengan baik
2. Anatomi yang abnormal serta kerusakan dari stabilisasi ligament yang akan
mempunyai kecenderungan untuk terjadi kembali (rekuren)
3. Membuka mulut yang terlalu lebar atau terlalu lama
4. Adanya riwayat trauma mandibula, biasanya disertai dengan multiple trauma.
5. Kelemahan kapsuler yang dihubungkan dengan subluksasi kronis
6. Diskoordinasi otot-otot karena pemakaian obat-obatan atau gangguan neurologis
Dislokasi kronis rekuren berhubungan dengan kelemahan kapsula dan ligamen yang
diakibatkan oleh penyembuhan yang tidak adekuat dari penyakit degeneratif, hipermobility,
serta adanya trauma dan oklusal disharmoni, yang akan menyebabkan spasme dari otot-otot
masetter dan pterygoid lateralis. Problem emosional dan gangguan neurofisiologi adalah
faktor lain yang berhubungan.

Diagnosis
3.5.1 Anamnesa
Anamnesis kronologis dan komprehensif dan pemeriksaan fisik pasien,
meliputi anamnesis dan pemeriksaan gigi, penting untuk mendiagnosis
kondisi kondisi spesifik untuk menentukan pemeriksaan lebih lanjut, jika
ada, dan untuk memberikan terapi spesifik.
a. Pasien mungkin memiliki riwayat penggunaan komputer berlebihan
(dihubungkan dengan terjadinya gangguan TMJ)
b. Satu pertiga pasien memiliki riwayat masalah psikiatri
c. Pasien mungkin memiliki riwayat trauma fasial, perawatan gigi yang
buruk, dan atau stress emosional.
d. Pasien dengan gangguan makan kronik menyebabkan prevalensi
tinggi gangguan TMJ.
e. Banyak pasien dengan gangguan TMJ juga mengalami nyeri leher
dan bahu.
f. Dokter sebaiknya menanyakan tentang clenching di siang hari
atau malam hari. Clenching di siang hari memiliki asosiasi yang
kuat dengan dislokasi TMJ dibandingkan dengan bruksisme malam
hari.
g. Pasien akan mengeluhkan gejala berikut:
Nyeri: nyeri biasanya periaurikuler, dihubungkan dengan
mengunyah, dan menyebar ke kepala tetapi tidak seperti sakit
kepala. Mungkin unilateral pada sisi dislokasi TMJ, kecuali pada
rheumatoid arthritis. Nyeri: biasanya sering dideskripsikan
sebagai nyeri yang dalam disertai dengan nyeri tajam yang

intermiten seiring dengan gerakan rahang


Klik, pop dan snap: Suara ini biasanya dihubungkan dengan
nyeri pada dislokasi TMJ. Klik dengan nyeri pada dislokasi disk
anterior disebabkan oleh reduksi mendadak dari pita posterior ke
posisi normal. Klik terisolasi sangat umum pada populasi umum

dan bukan faktor risiko terjadinya kelainan TMJ.


Episode terkunci dan pembukaan rahang yang terbatas;
Keadaan terkunci dapat terbuka atau tertutup, open lock

adalah ketidakmampuan untuk menutup mulut dan terlihat saat


dislokasi anterior kondilus mandibular di depan tonjolan artikuler.
Jika tidak dikurangi segera maka sangat menyakitkan. Closed
lock adalah ketidakmampuan untuk membuka mulut karena

nyeri atau perubahan lokasi sendi.


Nyeri kepala: Nyeri dislokasi tidak seperti nyeri kepala biasa.
Dislokasi TMJ mungkin menjadi pencetus pada pasien untuk
mengalami sakit kepala, dan saat berkaitan dengan dislokasi TMJ
akan cenderung untuk menjadi berat secara alamiah. Beberapa
pasien mungkin memiliki riwayat nyeri kepala yang tidak
berrespon terhadap pengobatan. Pencetus dari kelainan TMJ tidak
boleh disingkirkan pada pasien tersebut karena diagnosis penting
dalam pengobatan nyeri kepala ini.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ini tergantung pada lamanya dislokasi, apakah terjadinya
bersamaan dengan suatu fraktur dan dislokasinya bilateral atau unilateral.
1. Dislokasi Unilateral
Mandibula miring dan pada bagian yang terkena lebih kebawah posisinya,
biasanya disertai pembengkakan, lunak jika ditekan serta dengan palpasi
kelainannya terjadi di sekitar sendi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan,
baik secara pasif maupun aktif.
2. Dislokasi Bilateral
Jika dislokasi terjadi pada kedua condylus mandibula, pasien akan terlihat
prognati dan terdapat pembengkakan bilateral serta lunak jika ditekan pada
kedua sisi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan baik aktif maupun pasif,
karena adanya hambatan mekanis. Biasanya spasme otot masetter bilateral

dapat teraba. Pada keadaan yang disertai dengan fraktur pada basis condylus,
akan menyebabkan mandibula meluncur ke depan, dan akan menyebabkan
rasa sakit yang lebih hebat disbanding dengan dislokasi yang biasa.
a. Observasi

Postur kepala saat menghadap ke depan (dapat menunjukkan dislokasi

kondilus posterior)
Maloklusi rahang, gigi abnormal, dan gigi yang copot
Ketegangan otot atau spasme otot leher ipsilateral

b. Pemeriksaan
Rentang gerakan sendi. Pemeriksa memeriksa
pembukaan dan penutupan rahang serta deviasi lateral
bilateral. Rentang normal gerakan untuk pembukaan
mulut adalah 5 cm dan gerakan lateral mandibula
adalah 1 cm. Pasien sering mengurangi pembukaan
mulut.

Palpasi: Palpasi terbaik TMJ adalah lateral sebagai lekukan tepat di


bawah sudut zigomatikum, 1-2 cm di depan tragus. Aspek posterior
sendi dipalpasi melalui kanal auditori eksternal. Sendi sebaiknya
dipalpasi baik pada posisi terbuka maupun tertutup dan baik lateral
maupun posterior. Saat palpasi, pemeriksa sebaiknya merasakan
spasme otot, konsistensi otot atau sendi, dan bunti sendi. Otot yang
dipalpasi sebagai bagian dari pemeriksaan TMJ lengkap yaitu
masseter, temporalis, pterygoid medial, pterygoid lateral, dan
sternokleidomastoid. Pada disfungsi dan nyeri miofasial terisolasi,
klik dan kelembutan sendi bisanya tidak ditemukan.

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Roentgen konvensional mandibula, dari gambaran bilateral oblique,


terlihat posisi condylus berada di anterior eminensia artikulare
2. Foto panoramik dangat akurat mendeteksi fraktur mandibula dan letak
dislokasi
3. CT scan atau MRI yang dapat menunjukkan dislokasi namun tidak
diindikasikan pada kasus-kasus sederhana

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan


penunjang yang menunjukkan adanya suatu dislokasi mandibula, dan menentukan apakah
dislokasi ini merupakan suatu keadaan akut dan terjadi secara insidentil atau merupakan
dislokasi kronis yang terlambat dilakukan reposisi. Dislokasi yang sering terjadi dengan
frekuensi kejadian yang cukup tinggi yang disebut rekuren, pada penatalaksanaannya akan
berbeda dengan dislokasi yang akut atau kronis (long-standing).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dislokasi TMJ (temporomandibular joint) tergantung pada kejadian
dislokasi. Pada keadaan akut, sebaiknya segera dilakukan reposisi secara manual sebelum
spasme otot bertambah dalam. Sedangkan pada keadaan kronis rekuren diperlukan tindakan
pembedahan dan non pembedahan lainnya untuk menghindari redislokasi. Prosedur terapi
manual

merupakan

metode

reduksi

yang

telah

lama

diperkenalkan.

Tahapan

penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:


1. Jika kemungkinan ada fraktur, perlu dilakukan rontgen foto terlebih dahulu. Jika tidak ada
trauma, dapat dilakukan proses penanganan secara langsung.

2. Pasien ditempatkan pada kursi yang tidak bersandaran dan menempel dinding
sehingga punggung dan kepala pasien bersandar pada dinding.
3. Sebelum melakukan pertolongan, balut ibu jari dengan kain kasa yang agak tebal untuk
mencegah tergigitnya ibu jari karena setelah berada pada posisi yang benar maka rahang
akan mengatup dengan cepat dan keras. Setelah itu gunakan sarung tangan.
4. Posisi operator berada di depan pasien.
5. Letakkan ibu jari pada daerah retromolar pad (di belakang gigi molar terakhir) pada kedua
sisi mandibula setinggi siku-siku operator dan jari-jari yang lain memegang permukaan
bawah mandibula (A).

Gambar 3.4 Penatalaksanaan Dislokasi TMJ Akut


6. Berikan tekanan pada gigi-gigi molar rahang bawah untuk membebaskan

condylus dari

posisi terkunci di depan eminensia artikulare (B).


7. Dorong mandibula ke belakang untuk mengembalikan ke posisi anatominya (C & D).
8. Jika tidak mudah untuk direlokasi, operator dapat merujuk untuk dilakukan rontgen foto

9. Dapat dilakukan pemberian midazolam intra vena (untuk mengendorkan otot) dan 1-2 ml
1% lidokain intraarticular (untuk mengurangi nyeri). Injeksi dilakukan pada sisi kiri
daerah yang tertekan dari condylus yang displacement.
10. Pemasangan Barton Head Bandage untuk mencegah relokasi dan menghindari pasien
membuka mulut terlalu lebar dalam 24-48 jam. Pasien juga diinstruksikan untuk diet
makanan lunak.
11. Pemberian obat berupa analgetik dan pelemas otot (jika perlu)

Gambar Anestesi blok 0,5 cc, menggunakan jarum kecil ( 25 - 30 gauge ) 0,75
inci di bawah kulit

Setelah reduksi berhasil dilakukan, mandibula dapat diimobilisasi selama beberapa


hari dengan head-chin strap atau fiksasi intermaksila. Tujuan imobilisasi agar kapsul
mempunyai kesempatan untuk mengadakan perbaikan dan penyesuaian kembali
keseimbangan otot serta mencegah dislokasi terjadi kembali disebabkan kapsul yang masih
lemah.
Dislokasi yang disebabkan oleh kapsul yang longgar, terdapat kecenderungan terjadi
dislokasi berulang. Pada kondisi tersebut, perawatan bedah menjadi indikasi. Penatalaksanaan

dengan cara bedah dapat diindikasi untuk dislokasi yang long-standing dan kronik, tetapi
jarang untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama kali.
Metode dasar bedah untuk perawatan dislokasi mandibula berulang menurut Sarnat &
Laskin, meliputi:
1) mengencangkan mekanis kapsul.
2) mengikat bagian sendi atau mandibula ke struktur yang terfiksasi.
3) membuat hambatan mekanis pada jalur kondilus.
4) menghilangkan hambatan jalur kondilus.
5) mengurangi tarikan otot.

Berbagai prosedur bedah telah digunakan untuk perawatan dislokasi mandibula yang
berulang. Pada umumnya teknik bedah ini didesain untuk membatasi pergerakan kaput
kondilus ke anterior, seperti dengan meletakkan posisi diskus di anterior kondilus, menambah
ketinggian (augmentasi) eminensia artikularis dengan graft tulang autogenous, osteotomi
arkus zigomatikus dan selanjutnya difiksasi di medial tuberkulum artikular (downfracturing), memasang bahan implant didalam eminensia artikular, capsular placation,
memotong tendon temporalis, menyusun kembali tendon temporalis, miotomi pterigoideus
lateralis dan pendalaman fosa gelenoidalis dengan pemotongan diskus. Alternatif lain
meliputi eminektomi dan kondilotomi.

Miotomi Pterigoideus Lateral


Prosedur ini dilakukan dengan alasan untuk mengurangi atau menghilangkan daya
otot yang dianggap berperan dalam menarik mandibula kedalam posisi dislokasi. Miotomi
menghilangkan aksi superior belly otot pterigoideus lateralis. Namun demikian prosedur ini
jarang digunakan.

Meletakkan Posisi Diskus di Anterior Kondilus


Metode Konjetzny didesain untuk membuat closed lock dengan diskus. Prosedur ini
menghasilkan fiksasi diskus di posisi anterior kondilus. Ligamen posterior diskus dilepas dan
perlekatan anterior dipertahankan. Diskus ditarik ke anterior dan inferior dan diletakkan
vertikal di depan kondilus dengan menjahit diskus ke otot pterigoideus lateralis dan kapsul.

Gambar 5. Penjahitan diskus di anterior kondilus untuk menghambat


translasi dalam prosedur Konjetzny

Eminektomi
Pada tahun 1951, Hilmar Myrhaug memperkenalkan eminektomi untuk perawatan
dislokasi mandibula berulang. Metode perawatan yang digambarkan sebelumnya didesain
untuk membatasi pergerakan kaput kondilus ke anterior, jadi mencegah kondilus dari keadaan
terkunci di anterior eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot
pengunyahan. Menurut Myrhaug bahwa dislokasi madibula berulang terutama terjadi pada
penderita dengan deep overbite disertai dengan kondisi tuberkulum artikularis yang
tinggi/curam. Myrhaug mengusulkan untuk mengurangi eminensia artikularis sehingga
menyebabkan kondilus dapat bergerak bebas.
Insisi aurikular digunakan untuk pendekatan aminensia artikularis. Insisi vertikal
dibuat kedalam fascia temporal di atas arkus zigomatikus di regio fosa glenoidalis dan
tuberkulum artikularis dibuka dengan diseksi subfasial dan subperiosteal. Ruang sendi
superior dibuka dan dengan memanipulasi mandibula, mekanik sendi meliputi posisi diskus
dicari. Tuberkulum artikularis dan eminensia dibuang dengan bantuan pahat meliputi bagian
paling medial dari eminensia. Tempat reseksi dicari dengan elevator kecil dan semua tepi
yang kasar dibuang dengan bor. Ligamen temporomandibula dan kapsul sendi dijahit ke
arkus zigomatikus dengan 3-4 lubang pengeboran dan jaringan lunak di atasnya ditutup lapis
demi lapis. Drain dipasang dan diletakkan di atas kapsul sendi dan fascia temporalis yang
dilepas pada hari pertama atau kedua pasca bedah. Pasien diinstruksi diet makanan lunak
selama 2 minggu. Mobilisasi sendi dapat dimulai pada minggu kedua setelah pembedahan.

Prosedur Blocking
Prosedur blocking untuk menghalangi translasi didesain untuk membuat suatu
penghambat terhadap kondilus dalam jalur pembukaannya. Pembedahan dalam prosedur ini
dapat dengan menambah ketinggian eminensia artikularis dengan osteotomi (downfracturing), graft tulang dan pemasangan implant metal 4,19. Dari banyak prosedur yang saat
ini digunakan oleh ahli bedah, down-fracturing arkus zigomatikus dan graft tulang untuk

menambah ketinggian eminensia merupakan metode yang paling populer dan sangat sering
digunakan.
Pada tahun 1943, Leclerc dan Girard melakukan osteotomi vertikal pada arkus
zigomatikus di anterior tuberkulum artikularis dan menurunkan bagian dorsalnya untuk
menghambat atau menahan gerakan kondilus ke anterior yang berlebih. Prosedur blocking
Leclerc dan Girard telah dimodifikasi oleh Gosserez dan Dautrey dengan membuat
osteotomi oblik pada arkus zigomatikus mulai dari arah kranial posterior ke kaudal anterior di
regio tuberkulum artikularis. Arkus zigomatikus selanjutnya digerakkan di sutura
zigomatikotemporalis dengan gerakan berulang perlahan-lahan sambil menambah tekanan
sehingga dapat dicegah terjadinya fraktur arkus zigomatikus di bagian posterior sutura. Arkus
ditekan dan diletakkan di sebelah medial tuberkulum. Elastisitas arkus pada eminensia
menahan daya arkus ke atas. Karena menggunakan potongan oblik, oleh sebab itu tidak
diperlukan lagi memasang bony wedge untuk menstabilisasi fragmen seperti yang
digambarkan oleh Boudreau dan Tidemann atau Sailer dan Antonini.
Kegagalan prosedur Dautrey sangat mungkin disebabkan oleh dua faktor. Pertama, tidak
adanya pertemuan arkus zigomatikus yang dipatahkan ke bawah dengan kaput kondilus yang
terletak medial. Kedua, terjadi resorpsi pada eminensia yang dipatahkan ke bawah.

Gambar Osteotomi oblik arkus zigomatikus menurut Gosserez


dan Dautrey. Segmen tulang yang diturunkan ditahan

medial dengan tuberkulum artikular

Augmentasi Kombinasi
Prosedur augmentasi kombinasi (combined augmentation) memberikan dua
mekanisme untuk mencegah dislokasi terjadi kembali. Pertama, graft tulang untuk menambah
ketinggian eminensia dan kedua, pelat kecil yang berfungsi sebagai penghambat mekanis
untuk gerakan kondilus ke anterior, khususnya jika graft tulang mengalami resorpsi.

Prosedur augmentasi kombinasi mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:


1. memberikan augmentasi fisiologis pada eminensia dengan graft tulang kortiko-kanselous.
2. fiksasi miniplate rigid mencegah pergeseran graft.
3. fiksasi intermaksila pasca bedah seperti dianjurkan oleh Rehrman tidak diperlukan.
4. pelat kecil yang dimodifikasi dapat beraksi sebagai barir mekanik setelah graft tulang
mengalami resorpsi.

Menurut Smith, satu-satunya kekurangan dalam prosedur ini adalah tempat pembedahan
tetapi, morbiditas yang dihasilkan terjadi minimal jika pembukaan krista iliaka diupayakan
minimal dan hanya potongan kecil korteks krista yang diambil. Prosedur augmentasi
kombinasi digunakan untuk kasus prosedur Dautrey yang gagal dan harus dipertimbangkan
untuk kasus yang menunjukan arkus zigomatikus yang terletak terlalu ke lateral dengan kaput
kondilus dalam pemeriksaan radiografi pra bedah karena penggunaan prosedur Dautrey pada
kasus ini tidak efektif.

Eminoplasti dengan miniplate


Implant metal telah digunakan oleh beberapa ahli untuk membatasi gerakan kondilus.
Plat tulang yang dipasang pada arkus zigomatikus secara khusus sangat berguna dalam
perawatan dislokasi mandibula berulang. Prosedur ini dikenal dengan miniplate eminoplasty,
merupakan teknik yang mudah dan tidak membatasi pergerakan fungsional rahang pasca
bedah. Resorpsi tulang dengan risiko terjadinya kembali dislokasi yang sering diamati setelah
prosedur down-fracturing arkus zigomatikus dapat dihindari. Teknik pembedahan dilakukan
dengan pendekatan preaurikuler. Miniplate titanium berbentuk T dipasang dan difiksasi pada
arkus zigomatikus dengan tiga buah sekrup tulang. Lengan vertikal plat diletakkan dibawah
dan sedikit anterior dari eminensia artikularis. Tidak ada pembedahan sendi temporo
mandibula tambahan sebagai kombinasi eminoplasti.

Tingginya insidensi fraktur pelat merupakan masalah utama dalam metode miniplate
eminoplasty. Menurut Kuttenberger dan Hardt bahwa kekuatan mekanis miniplate titanium
berbentuk T yang digunakan dalam penelitiannya tidak cukup untuk menahan daya kontinyu
yang dihasilkan dari pergerakan kondilus. Semua fraktur terjadi pada pertemuan lengan
horizontal dan vertikal pelat yang mungkin merupakan sifat lemah logam tersebut. Karena
banyaknya kejadian fraktur pelat, miniplate eminoplaty sebaiknya tidak dianggap perawatan
pilihan untuk dislokasi mandibula. Pada kasus dislokasi mandibula rekuren, prosedur ini
dapat dipakai jika prosedur lain gagal atau untuk pasien dengan kelainan neuromuskuler.

Gambar Model yang menunjukkan hubungan antara miniplate dan kaput


kondilus

Terapi dislokasi kronis dalam pengertian telah berlangsung lama (long-standing) atau
terlambat dalam penatalaksanaannya (menurut Bradley dkk. 1994), yaitu :
1. reduksi secara manual
2. reduksi secara tidak langsung dengan penarikan melalui sudut, sigmoid notch, atau
prosesus coronoideus serta penekanan pada kondilus
3. reduksi secara langsung, melalui pembedahan pada sendi
4. condylotomy, condylectomy, osteotomy

Anda mungkin juga menyukai