PENDAHULUAN
Psoriasis adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa
bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang tebal berlapislapis berwarna putih mengkilap serta transparan, disertai fenomen tetesan lilin,
Auspitz dan Kobner.1,2 Penyebab psoriasis hingga saat ini belum diketahui, tetapi
yang pasti pembentukan epidermis dipercepat. Penyakit ini tidak menyebabkan
kematian, tidak menular, tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh
mana saja sehingga dapat menyebabkan gangguan kosmetik, menurunkan kualitas
hidup, gangguan psikologis (mental), sosial, dan finansial.2-6
Psoriasis digolongkan ke dalam dermatosis eritematosa, yaitu penyakit
kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan skuama. 2 Psoriasis
ditemukan di seluruh dunia, tetapi catatan prevalensi di daerah yang berbeda
bervariasi kurang dari 1% hingga mencapai 3% dari populasi. 2,5 Insiden pada
orang kulit putih lebih banyak dibandingkan dengan orang yang kulit berwarna. 1,2
Di Indonesia, jumlahnya belum diketahui pasti. Namun, data dari sepuluh rumah
sakit pusat di seluruh Indonesia tahun 2008 menyebutkan pasien psoriasis
mencapai 0,9%.9 Psoriasis sering terjadi dalam satu keluarga (herediter). Selain
itu, substansi dan situasi tertentu bisa menjadi faktor pencetus yang dapat
memperburuk psoriasis. Walaupun ada banyak terapi yang tersedia, tapi belum
ada terapi yang memberikan hasil yang memuaskan. Hampir dapat dipastikan
bahwa suatu saat penyakit ini akan kambuh kembali. Pendekatan terapi penyakit
ini harus dipersiapkan untuk waktu yang lama. Terapi dapat tergantung dari
tingkat keparahan penyakit.1,2,3 KIE sangat diperluan agar pasien mengerti akan
keadaan dirinya dan agar kekambuhan tidak terjadi. Pasien juga perlu diberitahu
kapan harus kontrol kembali untuk mengevaluasi pengobatan dan monitoring efek
samping obat.2,3
Seorang dokter umum sebagai lini terdepan dalam pelayanan kesehatan
dituntut untuk mampu mendiagnosis dan menterapi pasien dengan psoriasis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang
muncul pada kulit. Penyakit ini tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa dan
bersifat kronik dan residif. Penyakit ini menimbulkan warna kemerahan, plak
bersisik muncul di kulit, disertai oleh fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz, dan
Kobner. Psoriasis ini juga disebut dengan psoriasis vulgaris.1,2,5
2.2 Epidemiologi
Psoriasis ditemukan di seluruh dunia, tetapi catatan prevalensi di daerah
yang berbeda bervariasi kurang dari 1% hingga mencapai 3% dari populasi. 2,5
Insiden pada orang kulit putih lebih banyak dibandingkan dengan orang yang kulit
berwarna.1,2 Di Amerika Serikat, psoriasis dijumpai sebanyak 2% dari populasi,
dengan rata-rata 150.000 kasus baru pertahun. Psoriasis jarang ditemukan di
Afrika Barat dan Amerika Utara.2,6,7,8
Insiden psoriasis pada pria agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis
dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa muda.1,2,8 Onset
penyakit ini umumnya kurang pada usia yang sangat muda dan orang tua.2,5 Dua
kelompok usia yang terbanyak adalah pada usia antara 20 30 tahun dan yang
lebih sedikit pada usia antara 50 60 tahun.8 Psoriasis lebih banyak dijumpai pada
daerah dingin dan lebih banyak terjadi pada musim hujan.5,6
Di Indonesia sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen
(bahkan bisa lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk Indonesia
saat ini berkisar 200 juta, berarti ada sekitar 2-6 juta penduduk yang menderita
psopriasis yang hanya sebagian kecil saja sudah terdiagnosis dan tertangani secara
medis.4,9
2.3 Etiologi
Penyebab psoriasis hingga saat ini tidak diketahui, terdapat predisposisi
genetik tetapi secara pasti cara diturunkan tidak diketahui. 1.5.6 Psoriasis tampaknya
2
Faktor imun
Peranan mekanisme imun dibuktikan dengan tingginya jumlah sel T yang
teraktivasi dalam epidermis dan dermis, adanya makrofag, dan dengan
terbukti efektifnya terapi imunosupresif dan imunomodulator pada psoriasis.5
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga
jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit.
Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis
matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang
terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam
epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh
limfosit T CD8. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis
psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan
antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis
pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari,
sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff (1998)
berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90%
kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.1,5
2)
Faktor Genetik
Faktor genetik juga terkait dengan kejadian psoriasis. Alasan utama yang
mendukung hal ini adalah penelitian yang menunjukkan peningkatan insiden
psoriasis pada keluarga penderita psoriasis, peningkatan insiden psoriasis
yang terjadi pada anak dengan satu atau kedua orangtua yang terkena,
tingginya angka psoriasis pada kembar monozigot, dan kemungkinan letak
lokus pada beberapa kromosom. Faktor genetik sangat berperan, dimana bila
orang tuanya tidak menderita psoriasis, resiko untuk mendapat psoriasis 12%,
sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya
mencapai 34-39 %.3,4,6 Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah
2, 5,
Faktor pencetus
Beberapa faktor pencetus terjadinya awitan psoriasis antara lain3,4,5:
-
Cuaca yang panas dan sinar matahari dilaporkan memiliki efek yang
menguntungkan, sementara cuaca dingin memiliki efek yang berlawanan.
2.4 Patofisiologi
Pembelahan sel pada stratum basale terjadi setiap 1.5 hari, dan migrasi
keratinosit ke stratum corneum terjadi kira-kira dalam 4 hari. Karena sel-sel
mencapai permukaan dengan sangat cepat, sel-sel tersebut tidak berdiferensiasi
5
(terlepasnya
seluruh
atau
sebagian
kuku
dari
matriksnya),
2.6.3 Laboratorium
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis
tanpa terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan
pada plak serta psoriasis gutata.5,6,8 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
bertujuan menganalisis penyebab psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia
darah, gula darah, kolesterol, dan asam urat.6 Bila penyakit tersebar luas, pada 50
% pasien dijumpai peningkatan asam urat, dimana hal ini berhubungan dengan
luasnya lesi dan aktifnya penyakit. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya Artritis
Gout.6 Laju endapan eritrosit dapat meningkat terutama terjadi pada fase aktif.
Dapat juga ditemukan peningkatan metabolit asam nukleat pada ekskresi urin.
Pada psoriasis berat, psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan
nitrogen terganggu terutama penurunan serum albumin. Protein C reaktif,
makroglobulin, level IgA serum dan kompleks imun IgA meningkat, dimana
sampai saat ini peranan pada psoriasis tidak diketahui.5,6,8
2.7 Diagnosis Banding
1) Dermatofitosis (Tinea dan Onikomikosis)
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema dapat
terjadi hanya di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya
adalah skuama umumnya pada perifer lesi dengan gambaran khas adanya
central healing, keluhan pada dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan
langsung ditemukan jamur.2,6
2) Sifilis Psoriasiformis
Sifilis pada stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis
psoriasiformis. Perbedaannya adalah skuama berwarna coklat tembaga dan
sering disertai demam pada malam hari (dolores nocturnal), STS positif (tes
serologik untuk sifilis), terdapat senggama tersangka (coitus suspectus), dan
pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh serta alopesia areata.1,2,6
3) Dermatitis Seboroik
Predileksi Dermatitis Seboroik pada alis, lipatan nasolabial, telinga sternum
dan fleksura. Sedangkan Psoriasis pada permukaan ekstensor terutama lutut
dan siku serta kepala. Skuama pada psoriasis kering, putih, mengkilap,
10
Pengobatan Topikal
Terapi dengan menggunakan pengobatan topikal merupakan pilihan untuk
penderita-penderita dengan psoriasis plak yang terbatas atau menyerang kurang
dari 20% luas permukaan tubuh. Terapi topikal digunakan secara tunggal atau
kombinasi dengan agen topikal lainnya atau dengan fototerapi.
a)
Anthralin
Diberikan dalam bentuk salep dengan konsentrasi 0,05-0,1%, untuk
pengobatan psoriasis bentuk plakat yang kronis atau psoriasis gutata.
Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit. Efek
sampingnya adalah bersifat iritasi dan mewarnai kulit dan pakaian.1,2,6
b)
Vitamin D3 (Calcipotriol)
Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit
dengan menghambat pembentukan IL-6. Dipakai untuk pengobatan psoriasis
bentuk plakat, dan dapat menimbulkan iritasi lokal.2,8
c)
Preparat Tar
Preparat tar seperti liquor carbonis detergent 2-5% dalam salep dipakai untuk
pengobatan psoriasis yang kronis. Diduga mempunyai efek yang menghambat
proliferasi keratinosit. Efeknya akan meningkat bila dikombinasi dengan
asam salisilat 2-5%. Dapat diberikan dalam jangka lama tanpa iritasi.1,6,8
d)
Kortikosteroid topikal
11
Pengobatan Sistemik
Kortikosteroid
Hanya dipakai bila sudah terjadi eritroderma atau psoriasis pustulosa
generalisata. Dosis setara dengan 40-60 mg prednison per hari, dan kemudian
diturunkan perlahan-lahan.2,6
b)
Methotrexate
Mempunyai efek menghambat sintesis DNA dan bersifat anti inflamasi
dengan menekan kemotaktik terhadap sel netrofil. Diberikan untuk
pengobatan psoriasis pustulosa generalisata, eritrodermi psoriatik, dan artritis
psoriatik. Dosis yang diberikan adalah 10-12 mg per minggu, atau 5 mg tiap
12 jam selama periode 36 jam dalam seminggu. Efek samping dapat berupa
gangguan fungsi hati, ginjal, sistem hemopoetik, ulkus peptikum, dan lainlain.2,6,8
c)
Siklosporin
Sebagai salah satu obat imunosupresif yang mempunyai efek menghambat
aktivasi dan proliferasi sel T. Selain itu juga dapat menghambat pertumbuhan
sel keratinosit. Dosis yang dianjurkan adalah 2-5 mg/kg BB, namun
memerlukan waktu yang cukup lama, dapat sampai 3-6 bulan. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik.2,8
d)
Retinoid
Merupakan derivat vitamin A, misalnya etretinat atau acitretin. Mempunyai
efek menghentikan diferensiasi dan proliferasi keratinosit dan bersifat anti
inflamasi, dengan menghambat fungsi netrofil. Dipakai untuk pengobatan
psoriasis pustulosa generalisata ataupun lokalisata, dan eritroderma
psoriatik.2,6
e)
DDS (diaminodifenilsulfon)
12
mg/hari.
Efek
sampingnya
ialah:
anemia
hemolitik,
Fototerapi
Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat
digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapt diukur dan jika
berlebihan maka akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar
ulraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA.2 Sinar
tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen
(8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama
dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.2,6
PUVA efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap
terapi yang lain.8 Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan
terjadi efek sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum
penyinaran ultraviolet. Dilakukan 2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali
pengobatan. Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan (maintenance) tiap 2
bulan.1,2 Efek samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah, pusing
dan sakit kepala.8,15 Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos) yang
dianggap sebagai resiko PUVA masih kontroversial.2,4
Selain itu UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe
plak, gutata, pustular dan eritroderma. Pada tipe plak dan gutata
dikombinasikan dengan salep likuor karbonis detergens (LCD) 5-7% yang
dioleskan sehari 2x. sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 1223mJ menurut tipe kulit kemudian dinaikan secara bertahap 15% dari dosis
sebelumnya selama seminggu 3 kali. Target pengobatan ialah pengurangan
75% skor PASI. Hasil baik yang di capai saat ini hamper 73% kasus, terutama
tipe plak.
Dosis Fototerapi untuk psoriasis :
13
Presentase
0%
5-20%
Kriteria
Tidak ada perubahan
Perubahan minimal : skuama dan atau eritema
20-50%
berkurang
Perubahan tampak jelas : semua plak mulai
50-95%
95%
tersisa hiperpigmentasi.
Efek samping fototerapi :
Kulit memerah
Terasa gatal
Tampak membengkak
Kulit melepuh
Selain berbagai terapi yang disebutkan di atas, monitoring pasien untuk
mengevaluasi pengibatan dan monitoring efek samping obat sangat diperlukan.
Selain itu konsultasi ke bagian lain juga dapat dilakukan untuk mencari fokus
infeksi yang diduga dapat mencetuskan psoriasis.1,5
2.9 Prognosis
Psoriasis adalah penyakit seumur hidup. Sampai saat ini penyakit ini tidak dapat
disembuhkan, tetapi bermacam-macam terapi dapat menolong mengontrol gejala.
Hampir semua orang dengan psoriasis dapat hidup dengan normal dan tidak
menyebabkan kematian. Beberapa terapi yang paling efektif digunakan untuk
mengobati psoriasis berat dapat menyebabkan meningkatnya risiko morbiditas
termasuk kanker kulit, lymphoma dan liver disease. Tetapi, sebagian besar
pengalaman pasien psoriasis yang memiliki lesi minor terlokalisir, terutama di
siku dan lutut dapat diobati dengan terapi topikal. Psoriasis dapat memburuk
14
sepanjang waktu tetapi tidak dapat diprediksi kapan muncul, meluas, ataupun
menghilang. Penyakit psoriasis ini bersifat residif sepanjang hidup penderita.
Mengontrol keluhan dan gejala
hidup.1,2,8
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: An M. F
Umur
: 12 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Salatiga
15
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Timbul bercak-bercak merah pada kedua lengan dan kedua tungkai bawah
serta bokong.
Perjalanan penyakit
Pasien datang ke poli Rumah Sakit Salatiga dengan keluhan
muncul bercak-bercak merah pada Timbul bercak-bercak merah pada lengan
kanan dan kedua tungkai bawah serta bokong sejak 2 bulan yang lalu. Bercak
merah awalnya muncul pada daerah lengan kanan. Pasien mengeluh gatal terus
menerus sehingga pasien menggaruk lesi karena gatal dan lesi bertambah luas
akibat digaruk serta muncul rasa gatal dan lesi serupa di tempat lainnya. Awalnya
hanya sedikit kemerahan, lama kelamaan menjadi kemerahan yang ditutupi
selaput putih yang susah dibersihkan. Bercak-bercak merah berdiameter 2-3 cm
dengan jumlah cukup banyak. Bercak dikatakan bertambah jika pasien kecapekan
atau begadang. Saat ini pasien menderita flu. Pasien juga mengeluhkan merasa
gatal. Keluhan gatal ini akan dirasakan bertambah berat oleh munculnya keringat.
Riwayat pengobatan
Pasien berobat ke dokter umum namun keluhan tidak membaik. Pasien
belum pernah berobat ke dokter spesialis kulit.
Riwayat alergi
Alergi obat dan makanan disangkal oleh pasien, Asma (-), Rhinitis alergi (-)
Riwayat penyakit terdahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Riwayat
penyakit kulit yang lain disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit dalam keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama, riwayat alergi
dalam keluarga juga disangkal
Riwayat sosial
Pasien termasuk orang yang gemar berolahraga akibatnya sering
berkeringat. Pasien mandi 2x sehari namun kadang mandi 1x sehari.
16
THT
: dbn
Thoraks
: dbn
Abdomen
: dbn
Eff.
17
18
Riwayat penyakit sekarang: gejala timbul sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya
muncul lengan kemudian semakin menyebar ke kedua kaki, kemudian ke
pantat. Keluhan ini juga disertai rasa gatal yang terus menerus
Biopsi jaringan
19
3.8 Penatalaksanaan
-
Pengobatan medikamentosa
Topikal :
lotasbat oint 3 x ue
asam salisilat 10% 10 gram zalf 2 x ue
Sistemik :
cetirizine 1x1
cefadroxil 2x1
seloxy 1x1
KIE
1. Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang
penyakitnya, dari jenis penyakit, penyebab, pencetus sampai
prognosisnya.
2. Menjaga kondisi tubuh agar tetap dalam keadaan bersih serta
sehat dan mengurangi stres.
3. Hindari faktor pencetus seperti : stress psikis, trauma (garukan,
gesekan atau terjatuh
4. Pengunaan pelembab yang dianjurkan untuk mencegah
kekeringan pada kulit.
5. Kontrol kembali setelah obat habis, untuk evaluasi pengobatan.
Disarankan jika ada penyakit lain yang memerlukan terapi
medikamentosa, agar dilakukan konsultasi terlebih dahulu
dengan dokter terkait dengan interaksi obat.
3.9 Prognosis
Dubia ad bonam, kronik residif
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis
psoriasis
vulgaris
ditegakan
berdasarkan
anamnesis,
21
22
mengeluh gatal yang tidak terlalu jelas namun akan bertambah jika pasien
berkeringat. Pada pemeriksaan,tidak didapatkan adanya central healing dan
pinggiran meninggi yang merupakan gambaran khas dari tinea. 4,5
Terdapat banyak variasi pengobatan psoriasis, tergantung dari lokasi lesi,
luasnya lesi, dan beratnya penyakit, lamanya menderita penyakit dan usia
penderita. Pada pengobatan awal sebaiknya diberikan obat topikal, tetapi bila hasil
tidak memuaskan baru dipertimbangkan pengobatan sistemik, atau diberikan
kombinasi dari keduanya.2,6,8
Pada pasien psoriasis dapat diberikan pengobatan topikal antara lain:
anthralin, vitamin D3 (Calcipotriol), preparat tar, kortikosteroid topikal;
pengobatan sistemik antara lain: kortikosteroid, methotrexate, siklosporin,
retinoid, DDS (diaminodifenilsulfon); dan fototerapi.1,2,6,8
Pengobatan medikamentosa pada pasien ini diberikan secara topikal dan
sistemik. Pengobatan topikal yang diberikan adalah Lotasbat oint yang
mengandung kortikosteroid potensi kuat dan asam salisilat 10% 10 gram zalf yang
bersifat keratolitis. Krim tersebut mengandung kortikosteroid potensi kuat, hal ini
sudah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pada batang tubuh dan
ekstremitas digunakan kortikosteroid potensi kuat.7,10 Sebagai pengobatan sistemik
diberikan cetirizine sebagai antihistamin untuk mengurangi gatal-gatal yang
dirasakan pasien, cefadoxil sebagai antibiotic untuk flu, seloxy adalah vitamin
untuk membantu berbagai reaksi metabolism tubuh.
Prognosis psoriasis vulgaris pada pasien ini baik walaupun tidak terjadi
penyembuhan yang sempurna. Oleh karena hampir semua orang dengan psoriasis
dapat hidup dengan normal dan tidak menyebabkan kematian.1,2,8 Penyakit ini
bersifat kronik residif, namun pengendalian psoriasis yang baik dengan
menghindari trauma mekanik dan stress dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita. 2,8
23
BAB V
KESIMPULAN
Psoriasis adalah penyakit kronik yang residif yang hingga saat ini belum
diketahui secara pasti penyebabnya. Psoriasis bisa terjadi pada semua umur,
umumnya
terjadi
pada orang
dewasa.
tidak
mempengaruhi keadaan umum, penderita hanya mengeluh gatal ringan, lesi pada
kulit berupa eritema dan skuama yang berlapis-lapis. Kebanyakan psoriasis yang
onsetnya di mulai pada anak-anak biasanya menjadi berat pada usia dewasa.
Pengobatan agresif dan edukasi dapat mengurangi beratnya penyakit ini. Dengan
kontrol teratur dapat memberi kesembuhan, walaupun pada beberapa penderita
dapat terjadi penyembuhan spontan namun dapat juga berlangsung lama (kronis).
DAFTAR PUSTAKA
1. Duarsa WN, et al. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit kulit dan
Kelamin RSUP Denpasar. Denpasar: Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulitdan
Kelamin.
2. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa: Psoriasis, in: Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin, Ed 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2006. p.
189-95.
3. Lui
H.
Plaque
Psoriasis,
Emedicine.
http://www.emedicine.com/article/topic365.htm.
Available
September
30,
at:
2011
Dokter
Indonesia.
Available
at:
http://cpddokter.com/home/index.php?
option=com_content&task=view&id=195. &Itemid=2. January 15, 2008
(Accessed: December 17, 2012).
10. Idmgarut.
Diagnosis
dan
Terapi
Psoriasis,
Available
at:
http://idmgarut.wordpress.com/2009/02/02/diagnosisdanterapi.htm. February
02, 2009 (Accessed: December 17, 2012).
11. Peters BP, Weissman FG, Gill MA. Pathophysiology and Treatment of
Psoriasis. Am J Health-Syst Pharm. 2000: 57:645-59.
12. Buxton PK. Psoriasis, in: Buxton PK (ed), ABC of Dermatology, 4th ed. BMJ,
2003, Chapter 2. p. 8-12.
13. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K (eds),
Fitzpatrick Dermatology in General Medicine, 7th ed. The McGraw Hill
Companies, 2008, Chapter 18. p. 169-93.