Tidak jauh berbeda dengan definisi dari segi psikologi, di dalam pandangan Islam,
gangguan mental juga dinilai sebagai keadaan dimana seseorang atau penderita
sudah tak bisa berinteraksi dengan lingkungan. Berdasarkan sebuah hadis nan
diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi Muhammad
Saw bersabda:
"Telah diangkat pena (beban hukum) dari tiga golongan: dari orang gila hingga
sembuh, dari orang nan tidur hingga ia bangun, dari anak-anak hingga balig".
Hadis di atas menjelaskan bahwa seseorang nan mengalami gangguan mental
akan terlepas dari beban hukum dalam artian, perbuatannya tak dicatat sebagai
dosa sebab apa nan ia perbuat itu dalam keadaan tak sadar. Karena di dalam Islam,
suatu perbuatan nan dilakukan dalam keadaan sadar maka akan mendapatkan
balasan sinkron dengan jenis amalannya.
Untuk amalan baik dan kebajikan maka akan berbuah pahala, sedangkan buat
amalan jelek akan berbunga dosa. Jadi, kalau buat kasus seseorang nan mengalami
gangguan ringan seperti kleptomania nan suka mengutil barang-barang milik
orang lain, perbuatannya tersebut dicatat sebagai dosa sebab pelaku ialah seorang
nan normal dan melakukan aksi mengutil tersebut dalam keadaan sadar.
Senada halnya dengan maraknya kasus korupsi nan banyak dipraktikkan oleh
pejabat negeri. Hal ini sudah sangat jelas bukan bagian dari gangguan jiwa, tapi
gangguan nurani alias menzalimi diri sendiri serta rakyat kecil nan mereka
pimpin. Di dalam Al-Qur'an, Allah berfirman nan artinya:
"Demi jiwa dan kesempurnaan (ciptaan)-Nya. Allah menghilangkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang nan
melakukan
dalam dirinya,
sebaliknya