Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sulfamerazin adalah salah satu senyawa yang digunakan dalam dunia
kefarmasian. Untuk menganalisis senyawa ini maka digunakan 2 metode yaitu secara
titrasi yang meliputi uji kualitatif dan kuantitatif maupun analisis menggunakan
instrumental (spektrofluorometri). Uji kualitatif bertujuan untuk mengetahui sifat
fisika kimia dari senyawa uji, yang terdiri atas uji organoleptis, analisis
gugus,golongan,reaksi yang terjadi, dan sebagainya. Sedangkan metode kuantitatif
lebih bertujuan untuk menentukan kadar dari sulfamerazin yang akan dicari secara
titrasi

(nitrimetri)

dalam

suasana

asam

dan

menggunakan

instrument

(spektrofluorometri).
Teknik analisis spektrofluorometri adalah salah satu teknik analisis instrumental.
Teknik tersebut memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan gelombang
elektromagnetik seperti sinar-x, ultraviolet, cahaya tampak dan inframerah.Interaksi
tersebut menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai alat analisis kuantitatif.
Spektrofluorometri adalah metode analisis kimia kuantitatif yang berdasarkan
flourecence. Dimana pada penggunaannya sinar yang diemisikan yang akan diukur.
Investasi besar dalam peralatan-peralatan di atas amat penting dalam menunjang
keinginan kita untuk menganalisis suatu senyawa kimia serta mengetahui kemurnian
dari senyawa yang akan diukur, melalui pengukuran kadar yang dilakukan. Atau bisa
dikatakan dengan adanya analisisi spektrofluorometri selain menunjang keterampilan
dalam

menggunakan

berbagai

peralatan spektrofluorometri,

kitapun

dapat

mengetahui kelebihan dan keterbatasan serta cara memperoleh data yang handal dari
berbagai cara teknik spektrofluorometri.
Jadi dengan adanya percobaan menggunakan titrasi dan instrument diharapkan
dapat menjawab keinginan kita untuk mengetahui gambaran besar mengenai
sulfamerazin khususnya dalam penentuan kadar dan pengetahuan mengenai sifat
fisika kimia senyawa tersebut (sulfamerazin).

B. TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya, analisis kimia dapat dilakukan dengan analisis kualitatif yang
bertujuan untuk mencari jenis ion, molekul, atau radikal yang terdapat dalam sampel,
analisis kuantitaif yang bertujuan untuk menentukan kadar ion atau molekul dalam
suatu sampel dan analisis instrumentasi yakni analisis kualitaif dan kuantitatif dengan
menggunakan peralatan elektronik (Sumardjo, 2006).
Sulfamerazin
Sulfamerazin merupakan golongan dari sulfa. Yang mempunyai rumus molekul
C11H12N4O2S, dan memiliki bobot molekul sebesar 264,30 g/mol,pKa sebesar 7,1
(Sumardjo, 2006).

Gambar 1. Struktur

sulfamerazin (Sumardjo,

2006).
Sulfamerazin mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 %
C11H12N4O2S dihitung terhadap zat yang dikeringkan. Pemeriaannya serbuk hablur
putih atau agak putih kekuningan , tidak berbau, rasa agak pahit, stabil di udara tetapi
perlahan lahan menjadi gelap pada pemaparan terhadap cahaya. Kelarutannya sukar
larut di air, agak sukar larut di aseton, sukar larut di etanol, sangat sukar larut di eter
dan dalam kloroform. Sulfamerazin dapat berperan sebagai antibakteri (Dirjen POM
RI, 1979).
Nitrimetri
Metode diazotasi disebut juga nitrimetri yaitu merupakan metode penetapan
kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit dalam
suasana asam, dimana pada praktikum ini digunakan HCl sebagai pemberi suasana
asam. Reaksi diazotasi merupakan reaksi antara amina aromatik primer dengan asam
nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium, reaksi yang terjadi adalah :
NaNO2 + HCL
HNO2 + NaCl

(Gandjar dan Rohman, 2007).


Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir titrasi dapat menggunakan indikator
luar, indikator dalam dan secara potensiometri. Indikator luar yang digunakan adalah

pasta kanji-iodida atau dapat pula menggunakan kertas kanji iodida. Ketika larutan
digoreskan pada kertas atau kanji, adanya kelebihan dari asam nitrit akan
mengoksidasi iodida menjadi iodium dan dengan adanya kanji atau amilum akan
menghasilkan warna biru. Indikator iodida peka terhadap kelebihan 0,05-0,10 mL
natrium nitrit dalam 200 mL larutan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Titik akhir titrasi akan tercapai apabila pada penggoresan larutan yang di titrasi
pada pasta kanji iodida akan terbentuk warna biru karena dibiarkan beberapa saat
diudara. Hal ini karena oksidadi iodide oleh udara (oksigen). Indikator dalam terdiri
atas campuran tropeolin OO dan metilen biru. Tropeolin OO adalah indikator asambasa yang berwarna merah dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidasi
oleh adanya kelebihan asam nitrit sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna
sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi prubahan dari ungu menjadi biru sampai
hijau tergantung dari senyawa yang dititrasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam nitrimetri berat ekuivalen suatu senyawa sama dengan berat molekulnya
karena 1 mol senyawa bereaksi dengan 1 mol asam nitrit dan menghasilkan 1 mol
garam diazonium. Untuk nitrimetri konsentrasi larutan baku sering dinyatakan
dengan molaritas karena molaritasnya sama dengan normalitasnya (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Amina aromatik merupakan senyawa aromatis yang memiliki radikal fungsi
amino (NH2) yang dapat langsung terikat pada inti benzene atau juga terikat pada
rantai cabangnya. Senyawa ini bersifat basa lemah dan memiliki bau yang khas.
Amina aromatik dapat dibedakan menjadi 3 yaitu amina aromatik primer, amina
aromatik sekunder, amina aromatik tersier. Amina aromatic memiliki kelarutan yang
tinggi, memiliki BM yang kecil dalam air, yang sebagian disebabkan oleh
ekstensifnya pengikatan hidrogen antara amina dan pelarut (Sumardjo, 2006).
Sodium nitrit atau natrium nitrit adalah bahan kristal yang tak berwama atau
sedikit semu kuning. Senyawa ini dapat berbentuk sebagai bubuk, butir-butir atau
bongkahan dan tidak berbau. Sodium nitrit adalah prekursor dari nitrosamines, dan
nitrosammes sudah dibuktikan bersifat karsinogenik (Mitra, 2007).

Spektrofluorometri
Prinsip dari spektrofluorometri adalah metode analisis kimia kuantitatif yang
berdasaran fluorocence. Fluorocence dan phoporecence adalah bagian dari

photoluminence, yaitu tipe spektroskopi optik dimana sebuah molekul tereksitasi


dengan mengasorbsi ultraviolet, sinar tampak dan radiasi sinar inframerah dekat.
Molekul tereksitasi akan kembali kepada keadaan dasar atau ke tingkat eksitasi lebih
rendah, dengan mengemisiskan sinar. Sinar yang diemisikan inilah yang akan diukur
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Tujuan dari spektrofluorometri umumnya untuk memperoleh informasi mengenai
zat warna yang menyebabkan fluoresensi, seringkali yang menjadi perhatian adalah
karakteristik absorpsinya. Spektrofluorometri juga dapat digunakan untuk penelitian
emisi fluorecenc. Spektrofluorometri juga digunakan unutk menentukan bentuk
spectral dari emisi fluoresens (Suggett, 2011).
Molekul molekul yang mampu berfluoresensi memiliki system ikatan rangkap
terkonjugasi memiliki struktur yang planar dan kaku sehingga akan mampu
menyerap secara kuat di daerah 200 800 nm pada radiasi elektromagnetik. Senyawa
senyawa yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi ini merupakan calon
(kandidat) senyawa yang mampu berfluorosensi. Modifikasi struktur terhadap
senyawa senyawa ini dapat menurunkan atau meningkatkan intensitas fluoresensi,
tergantung pada sifat dan letak gugus substituent. Sebagai contoh gugus gugus
yang memberikan elektron seperti gugus hidroksil, amino atau metoksi yang terikat
secara langsung pada system ikatan dapat memfasilitasi terjadinya proses
fluoresensi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Ada beberapa variable yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforesensi, yaitu:
a. Hasil kuantum
Efisiensi kuantum merupakan bilangan yangmenyatakan perbandingan
antar jumlah molekul yang berfluoresensi terhadap jumlah total molekul yang
tereksitasi. Besarnya efisiensi kuantum () adalah 0 1. Nilai Yng
diharapkan adalah mendekati 1, yang berarti efisiensi fluoresensi sangat tinggi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Pengaruh kekakuan struktur.
Fluoresensi dapat terjadi dengan baik jika molekul molekil memiliki
struktur yang kaku (rigid) (Gandjar dan Rohman, 2007).
c. Pengaruh suhu
Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin berkurang.
Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi tabrakan tabrakan antar molekul
atau tabrakan molekul dengan pelarut menjadi lebih sering ,yang mana pada saat
terjadi tabrakkan , kelebihan ebergi molekul yang tereksitasi dilepaskan ke
molekul pelarut. Jadi semakin tinggi suhu, maka terjadinya konversi ke luar

besar, akibatnya efisiensi kuantum fluoresensi () berkurang (Gandjar dan


Rohman, 2007).
d. Pengaruh pelarut
1. Jika pelaru makin polar maka intensitas fluoresensi makin besar. Alasannya
semakin polar pelarut maka akan menurunkan energy proses transisi *
sehingga energy transisi ini lebih kecil dibanding energy transisi n

n
*,

akibatnya intensitas fluoresensi semakin besar.


2. Jika pelarut pelarut mengandung atom atom yang berat, maka interaksi
antara gerakkan spin dengan gerakkan orbital electron electron ikatan lebih
banyak terjadi, dan hal tersebut akan memperbesar laju lintasan antar system
atau mempermudah pembentukkan triplet sehingga terjadinya fluoresensi
lebih kecil, sedangkan fosforesensi memiliki peluang besar terjadi (Gandjar
dan Rohman,2007).
e. Pengaruh pH
pH berpengaruh pada letak keseimbangan anatar bentuk terionisasi dan
bentuk tak terionisasi. Sifat fluoresensi dari kedua bentuk itu berbeda (Gandjar
dan Rohman,2007).
f. Pengaruh oksigen terlarut
Adanya gas oksigen akan memperkecil intensitas fluoresensi. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya oksidasi senyawa karena pengaruh cahaya (Gandjar
dan Rohman,2007).
g. Pemadaman sendiri
Disebabkan oleh adanya tabrakan antar molekul zat itu sendiri. Tabrakan ini
menyebabkan energy yang tadinya akan dilepas sebagai sinar fluoresensi
ditransfer ke molekul lain , akibatnya intensitas berkurang (Gandjar dan
Rohman,2007).
NaOH (Natrium Hidroksida)
Berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, srpihan atau
batang atau bentuk lain. Sangat basa keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablu.
Bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. Kelarutan
mudah larut air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Titik leleh 318 0Cserta
titik didih 1390 0C. NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air. NaOH
murni merupakan padatan berwarna putih, senyawa ini sangat mudah terionisasi
membentuk ion natrium dan hidroksida (Daintith, 2005).
Baku primer adalah senyawa-senyawa kimia stabil yang tersedia dalam
kemurnian tinggi dan yang dapat digunakan untuk membakukan larutan baku yang

digunakan dalam titrasi. Titran seperti NaOH atau HCl tidak dapat dianggap sebagai
baku primer karena kemurniannya cukup bervariasi (Watson, 2007).
Senyawa azo adalah senyawa aromatik yang mempunyai rumus umum
RNNR dan R adalah radikal fenil. Kedua radikal fenil tersebut dapat membawa
substituen. Contohnya :

(Sumardjo, 2006).
C. PROSEDUR KERJA
1. Alat dan bahan :
Alat

Buret 50 ml
Gelas ukur 10 dan 100 ml
Termometer 0-100oC
Pipet gondok
Kertas saring
Buret dan statif
Gelas piala
Labu takar 10, 25, 50 dan

1000 ml
Timbangan analitik
Kertas timbang

Pengaduk
Sendok
Labu Erlenmeyer
Cawan porselen
Bunsen
Penangas air
Lempeng porselen
Corong
Pipet tetes
Pipet volum
Spektrofluorometer

DAB HCl
Pereaksi Mayer
KMnO4
HCl encer
HCL 2 N
-naftol dalam NaOH
Kristal KBrO3
Larutan tembaga (II) sulfat

2%
HCl 3 N
NaOH 3 N
Pereaksi Parri
Cu Asetat
NaOH 1 N
CuSO4

Bahan

Baku sulfamerazin
Sampel sulfamerazin
Natrium nitrit
Natrium bikarbonat
Asam klorida
Asam sulfanilat
Es batu
Aquadest
Amilum
Kalium iodida
Suspensi pati
NaOH
H2SO4
Aseton
Alkohol


2. Cara kerja :
Analisis kuantitatif nitrimetri
a. Pembuatan pasta kanji iodida
Larutkan 750 mg kalium iodida dalam 5 ml air dan tambakan air sampai
100 ml. Larutan dipanaskan hingga mendidih, dan ditambahkan suspensi pati
5 gram sambil diaduk dalam 35 ml air. Didihkan selama 2 menit, dinginkan.
Hamparkan pada lempeng porselen.
b. Pembuatan larutan nitrit 0,1 M
Sejumlah natrium nitit p.a. dilarutkan dalam air secukupnya hingga tiap

1000 ml mengandung 7,5 gram NaNO2.


c. Pembakuan larutan natrium nitrit 0,1 N
Lebih kurang 400 mg asam sulfanilat p.a. ditimbang seksama yang
sebelumnya telah dikeringkan pada 120oC sampai bobot tetap, masukkan ke
dalam gelas piala, tambahkan 0,2 gram natrium bikarbonat dan sedikit air,
aduk hingga larut. Encerkan dengan 100 ml air, tambahkan 10 ml asam
klorida pekat, dinginkan hingga suhu tidak lebih dari 15 oC. Titrasi pelanpelan dengan natrium nitrit 0,1 M, hingga goresan larutan memberikan warna
biru pada pasta kanji iodida. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir dapat
ditunjukkan lagi setelah dibiarkan selama 2 menit.
d. Penetapan kadar sulfamerazin
Timbang seksama lebih kurang 500 mg sulfamerazin dan masukkan ke
dalam gelas piala yang sesuai. Tambahkan 20 ml asam klorida P dan 50 ml
air, aduk hingga larut, dinginkan suhu lebih kurang 15 oC dan titrasi perlahan
dengan natrium nitrit 0,1 M yang sebelumnya telah dibakukan. Titrasi pelanpelan dengan natrium nitrit 0,1 M, hingga goresan larutan memberikan warna
biru pada pasta kanji iodida. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir dapat
ditunjukkan lagi setelah dibiarkan selama 2 menit.

Analisis kuantitatif spektrofluorometri


a. Pembuatan kurva baku
Ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg sulfamerazin. Dimasukkan
dalam labu takar 50 ml dan dilarutkan dalam 0,1 ml NaOH (larutan stok
sulfamerazin 1 mg/ml). Setelah itu, dibuat larutan stok sulfamerazin 0,2
mg/ml dengan mengambil 10 ml larutan stok sebelumnya, lalu ditambahkan
0,1 NaOH sampai batas tanda labu takar 50 ml. Larutan ini kemudian diambil
masing-masing 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 ; 5,0 ml larutan stok sulfamerazin 0,2

mg/ml dengan pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml,
ditambah dengan 0,1 N NaOH sampai tanda. Setelah itu, larutan diukur
intensitas emisi masing-masing seri larutan baku pada panjang gelombang
eksiasi 275 nm dan emisi 350 nm dengan blangko 0,1 N NaOH. Blangko
yang dipakai adalah larutan 0,1 NaOH, dan dibuat kurva baku hubungan
antara konsentrasi (sumbu x) dan intensitas emisi (sumbu y).
b. Penetapan kadar sulfamerazin dalam sampel (3 kali replikasi)
Pertama, ditimbang seksama 50 mg sampel sulfamerazin dan dimasukkan
dalam gelas piala 100 ml. Sampel dilarutkan dalam kurang lebih 10 ml 0,1 N
NaOH, diaduk, dan disarng melalui kertas saring langsung masuk ke dalam
labu takar 50 ml. Sisa sampel dalam gelas piala dibilas dengan 2 x 10 ml 0,1
N NaOH, disaring dengan kertas saring yang sama dan dimasukkan ke dalam
labu takar sampai tanda (disebut dengan larutan sampel A). Setelah itu, dibuat
larutan sampel B, dengan mengambil 10 ml larutan sampel A dan dimasukkan
ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan 0,1 N NaOH sampai batas tanda.
Setelah itu, dibuat larutan sampel C, dengan mengambil 5 ml larutan sampel
B dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dan ditambahkan 0,1 N NaOH
sampai batas tanda. Larutan C ini kemudian diuku intensitas emisinya pada
panjang gelombang 275 nm dan emisi 350 nm dengan blangko 0,1 N NaOH.
Dihitung kadar sulfamerazin dalam sampel dengan cara mengeplotkan

intensitas emisi dari langkah berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai