Anda di halaman 1dari 4

Berdasar teorisasi tersebut diletakkan dasar pengertian sekaligus batasan

definisi tentang tempat privat dan tempat public Place pada pernyataan di atas
menunjuk pada ruang dalam konteks perilaku lingkungan yang dinyatakan
dengan adanya batas fisik yang dibangun melingkupi suatu ruang ( terkadang
dengan tujuan untuk membatasi gerak, pandangan atau suara ). Ruang juga
ditandai (sebagai batasan) oleh perilaku organisme yang diwadahinya.
Pertahanan atas serangan terhadap territorial hendaknya tidak dibaca secara
harfiah. Karakter perilaku keruangan dalam suatu ruangan bisa sangat beragam
namun ada satu kesamaan mendasar yang disebut teritoriality.
Manusia berakal mendudukkan teritory sebagai wilayah kekuasaan dan
pemilikan yang merupakan organisasi informasi yang berkaitan dengan identitas
kelompok.( sebagai contoh adalah pernyataan apa yang kita punya dan apa
yang mereka punya).
Irwin Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan
keterlibatan personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari hari
individu atau kelompok dan frekuensi penggunaan.
Tiga kategori tersebut adalah primary,secondary dan public territory.
1. Primary territory, adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara eksklusif,
disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian
utama dalam kegiatan sehari-hari penghuninya.
2. Secondary territory, adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara
eksklusif oleh seseorang atau sdekelompok orang mempunyai cakupan area
yang relatif luas, dikendalikan secara berkala.
3. Public territory, adalah suatu area yang digunakan dan dapat diamsuki oleh
siapapun akan tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku
di area tersebut.
Ketiga kategori tersebut sangat spesifik dikaitkan dengan kekhasan aspek kultur
masyarakatnya. Kalau merujuk pada batasan diatas maka yang disebut dengan
tempat privat adalah setara dengan primary teritory sedangkan tempat publik
setara dengan public territory.
Dalam terminologi perilaku , hal diatas berkaitan dengan apa yang disebut
sebagai privacy manusia. Seperti yang dinyatakan oleh Edney (1976). Type dan
derajat privacy tergantung pola perilaku dalam konteks budaya, dalam
kepribadiannya serta aspirasi individu tersebut.
Penggunaan dinding, screen, pembatas simbolik dan pembatas teritory nyata,
juga jarak merupakan mekanisme untuk menunjukkan privacy.
Konsep privasi dan teritorial memang terkait erat. Namun definisi privasi lebih
ditekankan pada kemampuan individu atau kelompok untuk mengkontrol daya
visual, auditory, dan olfactory dalam berinteraksi dengan sesamanya. Dalam arti

konsep privacy menempatkan manusia sebagai subyeknya bukan tempat /place


yang menjadi subyeknya
Tiap individu mempunyai perbedaan perilaku keruangannya. Perbedaan ini
merefleksikan perbedaan pengalaman yang dialami dalam pengelolaan perilaku
keruangan sehubungan dengan fungsinya sebagai daya proteksi dan daya
komunikasi. Yang menyebabkan perbedaan tanggapan ini antara lain jenis
kelamin, daya juang, budaya, ego state, status sosial, lingkungan, dan derajat
kekerabatan (affinity) sebagai sub system perilaku. Lebih jauh hal ini akan
menentukan kualitas dan keluasan personal space yang dimiliki tiap individu
( disamping tentu saja
adanya pengaruh schemata, afeksi, perilaku nyata, pilihan tiap individu).
Seperti yang telah dikemukan, bahwa pada konsep pendekatan perilaku dalam
desain ruang publik, teritorialitas merupakan hal yang sangat mempengaruhi
perilaku pada ruang publik, karena pembentukan teritori yang lebih luas dari
individu atau kelompok akan menyangkut pula pada hak teritorial individu atau
kelompok lainnya. Hal tersebut sering kali membuat terjadinya masalah diruang
publik, hingga dalam desain ruang publik harus betul-betul memperhatikan dan
menekankan desain pada perilaku teritorialitas.
Teritori interaksi ditujukan untuk sebuah daerah yang secara temporer
dikendalikan oleh sekelompok orang yang berinteraksi. Sementara teritori badan
dibatasi oleh badan manusia namun berbeda dengan ruang personal yang
batasnya bukanlah ruang maya melainkan kulit manusia.
1. Pelanggaran dan pertahanan teritori
Bentuk pelanggaran teritori dapat diindikasikan adalah sebagai suatu invasi
ruang. Secara fisik seseorang memasuki teritori orang lain biasanya dengan
maksud mengambil kendali atas teritori tersebut.
Bentuk kedua adalah kekerasan sebagai sebuah bentuk pelanggaran yang
bersifat temporer atas teritori orang lain, biasanya hal ini bukan untuk
menguasai teritori orang lain melainkan suatu bentuk gangguan, seperti
gangguan terhadap fasilitas publik.
Bentuk ketiga adalah kontaminasi, yaitu seseorang mengganggu teritori orang
lain dengan meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan seperti sampah,
coretan atau merusaknya.
Pertahanan yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran teritori antara
lain; 1) Pencegahan seperti memberi lapisan pelindung, memberi rambu-rambu
atau pagar batas sebagai antisipasi terhadap bentuk pelanggaran.2) Reaksi
sebagai respon terhadap terjadinya pelanggaran, seprti menindak si pelanggar.

1. Pengaruh pada teritorialitas.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keanekaan teritori adalah karakteristik


personal seseorang, perbedaan situasional dan faktor budaya.
a). Faktor Personal
Faktor personal yang mempengaruhi karakteristik seseorang yaitu jenis kelamin,
usia dan kepribadian yang diyakini mempunyai pengaruh terhadap sikap
teritorialitas.
b). Faktor Situasi
Perbedaan situasi berpengaruh pada teritorialitas, ada dua aspek situasi yaitu
tatanan fisik dan sosial budaya yang mempunyai peran dalam menentukan sikap
teritorialitas.
c). Faktor budaya
Faktor budaya mempengaruhi sikap teritorialitas. Secara budaya terdapat
perbedaan sikap teritori hal ini dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang
sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh berada
diluar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap teritorinya. Sebagai
contoh seorang Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia melakukan
interaksi sosial di ruang publik negara yang dikunjungi, ini akan sangat berbeda
sikap teritorinya.

2. Teritorialitas dan agresi


Salah satu aspek yang paling menarik dari teritorialitas adalah hubungan antara
teritori dan agresi. Walaupun tidak selalu disadari, teritori berfungsi sebagai
pemucu agresi dan sekaligus sebagai stabilisator untuk mencegah terjadinya
agresi. Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan antara teritorialitas dan
agresi adalah status dari teritori tertentu ( apakah teritori tersebut belum
terbentuk secara nyata atau dalam perebutan, atau sudah tertata dengan baik ).
Ketika teritori belum terbentuk secara nyata, atau masih dalam perebutan agresi
lebih sering terjadi.
Apa akibatnya jika terjadi invasi teritori ?, Altman (1975), mengatakan bahwa
atribusi yang kita pergunakan untuk menilai suatu tindakan akan menentukan
respon terhadap invasi teritori tersebut hingga kita hanya akan merasakan suatu
tindakan agresi pada saat kita merasakan tidak orang lain yang kita anggap
mengancam. Kemudian secara umum kita memakai respon verbal, kemudian
memakai cara-cara fisik seperti memasang papan atau tanda peringatan.
Teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi,
dominasi, koordinasi dan kontrol.
a). Personalisasi dan penandaan.

Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama, tanda atau menempatkan


di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran teritorialitas. Seperti membuat
pagar batas, memberi nama kepemilikan. Penandaan juga dipakai untuk
mempertahankan haknya di teritori publik, seperti kursi di ruang publik atau
naungan.

b). Agresi.
Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin keras
bila terjadi pelanggaran di teritori primernya dibandingkan dengan pelanggaran
yang terjadi diruang publik. Agresi bisa terjadi disebabkan karena batas teritori
tidak jelas.
c). Dominasi dan Kontrol.
Dominasi dan kontrol umumnya banyak terjadi di teritori primer. Kemampuan
suatu tatanan ruang untuk menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi
penting.

3. Teritori sebagai perisai perlindungan.


Banyak individu atau kelompok rela melakukan tindakan agresi demi melindungi
teritorinya, maka kelihatannya teritori tersebut memiliki beberapa keuntungan
atau hal yang dianggap penting. Kebenaran dari kalimat Home Sweet Home,
telah diuji dalam berbagai eksperimen. Penelitian mengenai teritori primer,
skunder, dan publik menunjukkan, bahwa orang cenderung merasa memiliki
kontrol terbesar pada teritori primer, dibanding dengan teritori sekunder maupun
teritori publik. Ketika individu mempresepsikan daerah teritorinya sebagai
daerah kekuasaannya, itu berarti mempunyai kemungkinan untuk mencegah
segala kondisi ketidak nyamanan terhadap teritorinya.
Seringkali desain ruang publik tidak memperhatikan kebutuhan penghuninya
untuk memanfaatkan teritori yang dimilikinya.

Anda mungkin juga menyukai