Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Pneumonia seringkali diawali oleh infeksi virus yang kemudian
mengalami komplikasi menjadi infeksi bakteri. Pneumonia masih menjadi penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun. Sekitar 156 juta
episode baru setiap tahun di seluruh dunia, dimana 151 juta episode di negara
berkembang. Sebagian besar kasus terjadi di India (43 juta), Cina (21 juta) dan
Pakistan (10 juta), dengan insidensi tinggi tambahan di Bangladesh, Indonesia dan
Nigeria (6 juta masing-masing). Dari semua kasus masyarakat, 7-13% cukup parah
untuk mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan di negara berkembang
kejadian pneumonia anak-balita sebesar 151,8 juta kasus pneumonia per tahun, sekitar
8,7% (13,1 juta) diantaranya pneumonia berat.2 Pneumonia merupakan penyakit yang
menjadi masalah diberbagai negara terutama dinegara berkembang termasuk
indonesia. Insiden pneumonia pada anak <5 tahun dinegara maju adalah 2-4 kasus/100
anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/ tahun. Berbagai
mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus, jamur, dan bakteri.
S.pneumonia merupakan penyebab tersering pnemonia bakterial pada semua
kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak
kurang dari 3 tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar

disebabkan oleh mikrorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal
lain (aspirasi, benda asing), dimana proses peradangannya ini menyebar dan
membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula
mengenai bronkiolus terminal. 2,3
2.2

Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu

bakteri, virus, jamur, dan protozoa.


Tabel 2.1. Etiologi pneumonia berdasarkan umur dinegara berkembang
Usia
0-1 bulan

Organisme penyebab tersering


Streptococcus grup B, bakteri gram negative, chlamidia

1-24 bulan

trachomatis, listeria monocytogen


RSV, streptococcus pneumonia, hemofilus influenza, bordetela

2-5 tahun
6-18 tahun

pertussis
RSV, streptococcus pneumonia, hemofilus influenza
Mycoplasma pneumonia, chlamidia pneumonia, streptococcus
pneumonia, respiratory virus

2.3 Klasifikasi Pneumonia


Tabel 2.2 Klasifikasi klinis pneumonia pada balita berdasarkan kelompok
umur
Kelompok Umur
Kriteria Pneumonia
Gejala Klinis
2 bulan- < 5 tahun Batuk bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak

ada tarikan dinding dada bagian


Pneumonia

bawah
Adanya napas cepat dan tidak
tarikan

Pneumonia berat

dinding

dada

bagian

bawah kedalam
Adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam
Tidak ada napas cepat dan tidak

< 2 bulan

Bukan pneumonia

ada tarikan dinding dada bagian

Pneumonia berat

bawah kedalam yang kuat


Adanya napas cepat dan tarikan
dinding dada bagian bawah

Sumber : Ditjen P2PL, Depkes RI. 2007. Bimbingan Keterampilan Tatalaksana Pneumonia Balita

2.4

Faktor Risiko Pneumonia


Beberapa keadaan seperti pneumonia yang terjadi pada masa bayi, gangguan

nutrisi (malnutrisi), BBLR ( 2500), tidak mendapat ASI yang adekuat, tidak
mendapat imunisasi, berat badan lahir rendah (BBLR), tingginya pajanan terhadap
polusi udara, kepadatan hunian. Faktor predisposisi lain diantaranya paparan asap
rokok secara pasif, defisiensi zink, bersamaan dengan penyakit lain (diare, penyakit
jantung, asma). Faktor risiko lain pengetahuan orangtua, defisiensi vitamin A, polusi
udara.1

2.5

Patogenesis
Sebagian besar pneumonia timbul akibat aspirasi mikroorganisme yang

infeksius atau penyebaran langsung kuman dari saluran nafas bagian atas. Hanya
sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari viremia dan bakteriemia. 2

Virus masuk dan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya mengenai
banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel
dengan akumulasi debris kedalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel
sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel sel PMN
akan didapatkan di dalam saluran nafas kecil, bila proses ini meluas dengan adanya
sejumlah debris dan mukus serta sel sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas
kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi
ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke
dinding alveoli. Respon inflamasi ini dapat mengakibatkan terjadinya denudasi
(pengelupasan) epitel, maka dari itu pneumonia pada anak merupakan predisposisi
terjadinya pneumonia bakterial karena rusaknya barier mukosa.
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen,terjadi melalui
penyebaran hematogen. Terjadi proses pneumonia tergantung interaksi antara bakteri
dan ketahanan system imunitas. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka akan
ditangkap oleh lapisan cairan epithelial yang mengandung opsonin dan respon tubuh
akan membentuk antibody immunoglobulin G spesifik. Dari proses ini terjadi
fagositosis oleh makrofag alveolar dan sebagian kecil kuman akan dieliminasi melalui
perantaraan komplemen. Mekanisme seperti ini terutama penting untuk kuman yang
tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumonia. Ketika mekanisme ini tidak dapat
merusak bakteri didalam alveolar maka leukosit PMN dengan aktifitas fagositnya akan
direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga terjadi terjadi proses inflamasi. Hal ini
mengakibatkan terjadinya kongesti vascular dan edema yang luas dan hal ini
merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. 4

2.6

Diagnosis
a. Anamnesis
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:2

Gambaran infeksi umum :


Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare.
Gambaran gangguan respiratorius:
Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak
purulent bahkan bisa berdarah dan sesak nafas. Pemeriksaan fisik umumnya
terdapat gambaran distres pernafasan seperti takipnea, retraksi (interkostal,
suprasternal,subkostal,) krepitasi dan penurunan suara paru.
Pemeriksaan frekuensi nafas pada kasus pneumonia pada anak merupakan
indeks yang paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit, sebaiknya
perhitungan frekuensi nafas dilakukan pada saat anak tenang maupun tidur.

b.

Pemeriksaan fisik
Penilaian keadaan umum, kesadaran, frekuensi nafas, dan nadi
Demam dan sianosis
Gejala distress pernafasan: takipnea, retraksi subkostal, batuk, krepitasi,

penurunan suara paru


Crackles (terdapat pada 33-90% anak dengan pneumonia), penurunan suara
nafas di daerah yang terkena, suara nafas bronkial spesifik untuk konsolidasi

lobar, suara nafas menghilang dan perkusi pekak menunjukkan adanya efusi.
Ronki basah halus dan suara nafas bronkial mempunyai sensitivitas 75% dan

spesifisitas 57% dalam diagnosis pneumonia.


Adanya wheezing, terutama jika tidak ada demam menyingkirkan diagnosis
pneumonia bakteri tipikal. Namun wheezing menandakan adanya infeksi virus

dan infeksi Mycoplasma pmeumonia (30%).


c. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel darah
putih (White blood Cells, WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC 15.000 40.000/mm3. Jika disebabkan oleh virus atau mikoplasma jumlah WBC dapat
normal atau menurun.

Dalam keadaan leukopenia laju endap darah (LED)

biasanya meningkat hingga 100/mm3 dan protein reaktif C mengkonfirmasi


infeksi bakteri. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak
diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi
kreatinin masih dalam batas normal. Gambaran radiologis pada pneumonia tidak
dapat menunjukkan perbedaan nyata antara infeksi virus dengan bakteri.
Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran infiltrat intertisial dan
hiperinflasi. Pneumonia yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas sering
memperlihatkan adanya infiltrat bilateral atau bronkopneumonia.
2.7

Tatalaksana
Pada pasien pneumonia dilakukan rawat inap apabila:3
Bayi:

Saturasi oksigen 92%, Sianosis


Frekuensi nafas > 60 x/ menit
Distress pernafasan, apnea intermiten atau grunting
Tidak mau minum/ menyusui
Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Anak:

Saturasi oksigen 92%, Sianosis


Frekuensi nafas > 50 x/ menit
Distress pernafasan, apnea intermiten atau grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Terapi Antibiotik

a. Terapi antibiotika awal: berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan


kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 1272 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.
b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 < 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan
napas positif continue (continous positive airway pressure), atau ventilasi
mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas.1
Pemberian Antibiotik

Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak

< 5 tahun, seperti eritromisin, claritromisin, azitromisin, ceflacor. 1,7


Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat peroral (muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat. Antibiotik intravena yang dianjurkan seperti

ampisilin, cloramfenikol, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime.


Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat
perbaikan setelah mendapatkan antibiotik intravena

Tabel 3.2 Pilihan Antibiotik intravena untuk pneumonia


Antibiotik

Dosis

Frekuensi

Relative

Keterangan

Penisilin G

50.000

Tiap 4 jam

cost
Rendah

S. pneumonia

unit/kgBB/kali
dosis

tunggal

maks.
Ampisilin

4.000.000 unit
100

Tiap 6 jam

Rendah

Kloramfenikol

mg/kgBB/hari
100

Tiap 6 jam

Rendah
7

Ceftriaxone

mg/kgBB/hari
50

1x/hari

Tinggi

mg/kgBB/kali
dosis
Cefuroxime

H. influenza

Tiap 8 jam

Tinggi

mg/kgBB/kali

Clindamycin

Eritromisin

tunggal

maks 2 gram
50
dosis

S. pneumonia

S. pneumonia

H. influenza

tunggal

maks 2 gram
10

Tiap 6 jam

Rendah

Grup

mg/kgBB/kali

streptococcus,

dosis

S. aureus, S.

tunggal

maks. 1,2 gr
10 mg/kg/kali Tiap 6 jam
dosis

Rendah

tunggal

maks 1 gram

pneumonia
S. pneumonia,
chlamidia
pneumonia,
mycoplasma
pneumonia

Sumber : Pedoman Pelayanan Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia 2009

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama/No.MR

: An KNH/882165

Umur

: 2 bulan

Ayah/Ibu

: Indil/Isum

Suku

: Minang

Alamat

: Teluk paman kampar kiri

Tgl Masuk

: 02/03/2015

ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu pasien
Keluhan Utama: Sesak napas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :

1 minggu SMRS ibu pasien mengeluhkan pasien tampak sesak napas. Sesak
napas hilang timbul dan berulang. Sesak napas lebih berat pada pagi hari, saat
pasien tidur terlentang dan merasa lebih nyaman jika pasien digendong, karena
sesak pasien juga tampak lebih cepat lelah saat menyusui. Lama pasien
menyusui 3 menit, kemudian berhenti dan baru menyusui lagi. Keluhan
sesak napas ini disertai batuk tidak berdahak, muntah tidak ada, pilek tidak
ada, napas terdengar berbunyi saat sesak. Jika sesak sangat hebat bibir tangan

dan kaki pasien tampak membiru, demam tidak ada.


2 minggu SMRS pasien juga pernah dirawat di RSUD AA dengan keluhan
sesak napas, pasien dirawat 1 hari. Karena keterbatasan biaya pasien Pulang
Atas Permintaan Sendiri.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluhan sesak napas pada keluarga


Riwayat asma (+) kakek pasien
Riwayat alergi lainnya (-)

Riwayat Orang Tua :


Pekerjaan : Ayah : Wiraswasta
Ibu

: Ibu Rumah Tangga

Riwayat Kehamilan :

Kehamilan cukup bulan


Lahir spontan dibantu bidan
Berat Badan Lahir 2700 g
Saat lahir pasien langsung menangis, tidak ada sesak napas, biru, kuning saat
awal kelahiran

Riwayat Makan dan Minum :


ASI : 0 sekarang
Riwayat Imunisasi :
Belum ada
Riwayat pertumbuhan :
Berat Badan Lahir : 2700

Panjang Badan Lahir : lupa

Berat Badan Sekarang : 3800

Panjang Badan Sekarang : 51 cm

Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal :


Rumah : permanen
Sumber Air Minum : air galon
Sumber Air Bersih : Sumur
Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Alert
Tanda-tanda Vital

Suhu
Nadi
Nafas

: 36,7 C
: 130 x/i
: 48 x/I dengan O2 nasal 2L/menit

TB
BB
Lila

: 51 cm
: 3,8
: 11 cm

Gizi

10

Lingkar Kepala

: 35 cm

Kepala : Normocephali, Ubun-ubun datar


Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata :

Konjungtiva
Sklera
Pupil
Refleks cahaya

: Anemis (-/-)
: Ikterik (-/-)
: isokor, bulat, 2mm/2mm
: Langsung dan tidak langsung (+/+)

Telinga : Dalam Batas Normal


Hidung : Dalam Batas Normal
Mulut :

Bibir
Selaput Lendir
Palatum
Lidah
Gigi

KGB

: basah
: basah
: utuh
: tidak kotor
: karies (-)

: Pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk : tidak ditemukan


Thoraks

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auksultasi

: gerakan dada kanan tertinggal


: vokal fremitus tidak dapat dinilai
: redup diparu kanan
:vesikuler melemah diparu kanan, ronkhi basah kasar

(+/+)

Abdomen

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auksultasi

: tampak cembung, distensi (-)


: supel, organomegali (-) nyeri tekan (-)
: timpani
: Bising Usus (+) normal

Alat Kelamin

: Dalam Batas Normal

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 2 , edema (-)

Status Neurologis

: Defisit neurologis (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Darah (02 februari 2015)

Hb

: 10,2 gr/dl
11

Ht
: 31,1 %
Leu : 11.600 /mm
Trom : 475.000/mm
MCV : 96,8 fL
MCH : 31,6 pg
MCHC: 32,6 g/dL
Kesan : Anemia normositik normokrom e.c penyakit infeksi akut

Urin

: tidak dilakukan pemeriksaan

Feses

: tidak dilakukan pemeriksaan

Radiologi

12

Rotgen tanggal 2-3-2015

Rontgen tanggal 19-2-2015

13

Hal-hal yang penting dari anamnesis

Sesak napas yang hilang timbul


Sesak napas bertambah berat pada pagi hari dan tidur terlentang
Pasien merasa nyaman jika digendong
Pasien cepat lelah jika menyusui
Batuk berdahak
Napas berbunyi saat serak
Jika sesak hebat, tangan kaki dan bibir membiru

Hal-hal yang penting dari pemeriksaan fisik

RR
: 58x/i dengan oksigen
Pulmo : gerakan dada kanan tertinggal, redup (+) ronkhi basah kasar (+) dan
vesikuler melemah diparu kanan

Hal-hal yang penting dari pemeriksaan laboratorium

Hb
: 10,2 gr/dl
Ht
: 31,1 %
MCV : 96,8 fL
MCH : 31,6 pg
MCHC: 32,6 g/dL

Hal-hal yang penting dari pemeriksaan penunjang


Rontgen :

Cor

: Bentuk dan besar normal

Paru

: Corakan bronkovaskular normal, infiltrat (-)

Diafragma dan sinus kostofrenukis normal


Kesan : Cor : Dalam batas normal
Pulmo: tidak tampak kelainan

14

Dibanding foto thorax tanggal 19 februari 2015 :


Cor dan Pulmo relative sama (stqa)
Diagnosis Kerja : pneumonia dengan atelektasis paru dextra + anemia normositik
normokrom e.c penyakit infeksi akut
Tatalaksana :
Gizi
-

Oksigen 2L
IVFD KAEN IB + KCL 10 meq 8ml/jam
Gentamisin 2 x10 mg IV
Meropenem 3x 150 mg IV
PCT 4x0,35 cc
Dexametason 3x1,5mg IV
:
ASI 25 ml/3jam

Tanggal

03/03/15

Sesak napas (+),


batuk
tidak
berdahak
(+),
muntah
(-),
BAK tidak ada
keluhan

KU : tampak sakit berat


Kesadaran: Alert
HR : 128 x/menit
RR : 48 x/menit
T : 36 C

04/03/15

pneumonia
dengan
atelektasis paru
dextra, anemia
normositik
normokrom ec
Mata:konjungtiva anemis penyakit
(-/-), sklera ikterik (-/-)
infeksi akut
Thorax :
I= gerakan dada kanan
tertinggal,
P=Vokal fremitus sulit
dinilai
P=redup pada paru kanan
A=vesikuler
melemah
pada paru kanan, ronkhi
basah kasar (+)
Abdomen
:
tampak
cembung,nyeri tekan (-)
bising usus (+/+), timpani
Ekstremitas
:
akral
hangat, CRT < 2 detik,
edema (-)

Sesak napas (+), KU : tampak sakit berat


batuk
tidak Kesadaran: alert
berdahak
(+), HR : 130 x/menit

pneumonia
dengan
atelektasis paru

P
-

IVFD KaEn 1B
KCL 10 meq 12 tp
Ceftriaxon IV 1x
mg
Ampicilin 4x10
IV
PCT 4x0,35 cc
Dexametason
3x1,5mg IV
Rencana dekomp
+ puasa 6 jam

IVFD KaEn 1B
KCL 10 meq 12 tp
Meropenem 3x
15

muntah (-)

05/03/15

RR : 48 x/menit
T : 36,7C

dextra, anemia
normositik
normokrom ec
Mata
:
konjungtiva penyakit
anemis (-/-), sklera ikterik infeksi akut
(-/-)
Thorax :
I= gerakan dada kanan
tertinggal,
P=Vokal fremitus sulit
dinilai
P=redup pada paru kanan
A=vesikuler
melemah
pada paru kanan, ronkhi
basah kasar (+)
Abdomen
:
tampak
cembung,nyeri tekan (-)
bising usus (+), timpani
Ekstremitas
:
akral
hangat, CRT < 2 detik,
edema (-)
Sesak
napas KU : tampak sakit berat
pneumonia
berkurang,
Kesadaran: alert
dengan
batuk
tidak HR : 120 x/menit
atelektasis paru
berdahak
(+), RR : 36 x/menit
dextra, anemia
muntah (-)
T : 36,1C
normositik
normokrom ec
Mata
:
konjungtiva penyakit
anemis (-/-), sklera ikterik infeksi akut
(-/-)
Thorax :
I= gerakan dada kanan
tertinggal,
P=Vokal fremitus sulit
dinilai
P=redup pada paru kanan
A=vesikuler
melemah
pada paru kanan, ronkhi
basah kasar (+)
Abdomen
:
tampak
cembung,nyeri tekan (-)
bising usus (+), timpani
Ekstremitas
:
akral
hangat, CRT < 2 detik,
edema (-)

mg IV
Gentamisin 2 x10
IV
Ranitidin 2x 4 mg
PCT 4x0,35 cc
Dexametason
3x1,5mg IV
Kultur darah
sensitif test
Pindah HCU

IVFD KaEn 1B
KCL 10 meq 12 tp
Meropenem 3x
mg IV
Gentamisin 2 x10
IV
Ranitidin 2x 4 mg
PCT 4x0,35 cc
Dexametason
3x1,5mg IV

16

06/03/15

07/03/15

Sesak
berkurang,
batuk berkurang

KU : tampak sakit sedang


Kesadaran: alert
HR : 100 x/menit
RR : 29 x/menit
T : 36,5C

pneumonia
dengan
atelektasis paru
dextra, anemia
normositik
normokrom ec
Mata
:
konjungtiva penyakit
anemis (-/-), sklera ikterik infeksi akut
(-/-)
Thorax :
I= gerakan dada kanan
tertinggal
P=Vokal fremitus sulit
dinilai
P=redup pada paru kanan
A=vesikuler
melemah
pada paru kanan, ronkhi
basah kasar (+)
Abdomen
:
tampak
cembung,nyeri tekan (-)
bising usus (+), timpani
Ekstremitas
:
akral
hangat, CRT < 2 detik,
edema (-)
Sesak
sudah KU : tampak sakit sedang pneumonia
berkurang,
Kesadaran: alert
dengan
batuk berkurang HR : 119 x/menit
atelektasis paru
RR : 24 x/menit
dextra, anemia
T : 36,5C
normositik
normokrom ec
Mata
:
konjungtiva penyakit
anemis (-/-), sklera ikterik infeksi akut
(-/-)
Thorax :
I= gerakan dada kanan
tertinggal
P=Vokal fremitus sulit
dinilai
P=redup pada paru kanan
A=vesikuler
melemah
pada paru kanan, ronkhi
basah kasar (+)
Abdomen : tampak datar,
nyeri tekan (-) bising usus
(+), timpani
Ekstremitas
:
akral
hangat, CRT < 2 detik,
edema (-)

IVFD KaEn 1B
KCL 4 tpm
Meropenem 3x
mg IV
Gentamisin 2 x10
IV
Ranitidin 2x 4 mg
PCT 4x0,35 cc
Dexametason
3x1,5mg IV
ASI/SF 25 ml/2 ja

IVFD KaEn 1B
KCL 4 tpm
Meropenem 3x
mg IV
Gentamisin 2 x10
IV
Ranitidin 2x 4 mg
PCT 4x0,35 cc
Dexametason
3x1,5mg IV
ASI/SF 25 ml/2 ja

17

08/03/15

09/03/15

Sesak dan batuk KU : tampak sakit sedang pneumonia


sudah
Kesadaran: alert
dengan
berkurang,
HR : 110 x/menit
atelektasis paru
RR : 24 x/menit
dextra, anemia
T : 36,5C
normositik
Mata
:
konjungtiva normokrom ec
anemis(-/-), sklera ikterik penyakit
(-/-)
infeksi akut
Thorax :
I= gerakan dinding dada
simetris kiri dan kanan
P=Vokal fremitus sulit
dinilai
P= sonor diseluruh lapang
paru
A=vesikuler
(+/+)
Abdomen : tampak datar,
nyeri tekan (-) bising usus
(+), timpani
Ekstremitas
:
akral
hangat, CRT < 2 detik,
edema (-)
Sesak dan batuk KU : tampak sakit pneumonia dengan
(-)
sedang
atelektasis paru
Kesadaran: alert
dextra, anemia
HR : 110 x/menit normositik
RR : 24 x/menit
normokrom ec
T : 36,5C
penyakit infeksi akut
Mata
:
konjungtiva
anemis
(-/-),
sklera ikterik (-/-)
Thorax :
I=
gerakan

IVFD KaEn 1B
KCL 4 tpm
Meropenem 3x
mg IV
Gentamisin 2 x10
IV
Ranitidin 2x 4 mg
PCT 4x0,35 cc
Dexametason
3x1,5mg IV
ASI/SF 25 ml/2 ja

IVFD KaEn
1B + KCL 4
tpm
Meropenem
3x 150 mg
IV
Gentamisin 2
x10 mg IV
Ranitidin 2x
4 mg IV
PCT 4x0,35
cc
Dexametaso
18

10/03/15

dinding
dada
simetris kiri dan
kanan
P=Vokal fremitus
sulit dinilai
P= sonor diseluruh
lapang paru
A=vesikuler (+/+)
Abdomen
:
tampak
datar,
nyeri tekan (-)
bising usus (+),
timpani
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2
detik, edema (-)
Sesak dan batuk KU : tampak sakit sedang pneumonia
(-)
Kesadaran: alert
dengan
HR:104 x/menit
atelektasis paru
RR : 27 x/menit
dextra, anemia
T : 36,6C
normositik
normokrom ec
Mata: konjungtiva anemis penyakit
(-/-),
infeksi akut
sklera ikterik (-/-)
Thorax :
I= gerakan dinding dada
simetris kiri dan kanan
P=Vokal fremitus sulit
dinilai
P= sonor diseluruh lapang
paru
A=vesikuler
(+/+)
Abdomen : tampak datar,
nyeri tekan (-) bising usus
(+), timpani
Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik, edema (-)

n 3x1,5mg
IV
ASI/SF 25
ml/2 jam

IVFD plug
Meropenem 3x 150
mg IV
Gentamisin 2 x10 mg
IV
Ranitidin 2x 4 mg IV
PCT 4x0,35 cc
Dexametason
3x1,5mg IV
ASI/SF 25 ml/2 jam
Menunggu
hasil
kultur

19

11/03/15

Tidak
keluhan

ada KU : tampak sakit sedang


Kesadaran: alert
HR : 128 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36,6C
Mata : konjungtiva anemis
(-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :
I= gerakan dinding dada
simetris kiri dan kanan
P=Vokal fremitus sulit
dinilai
P= sonor diseluruh lapang
paru
A=vesikuler
(+/+)
Abdomen : tampak datar,
nyeri tekan (-) bising usus
(+), timpani
Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik, edema (-)

pneumonia
dengan
atelektasis paru
dextra, anemia
normositik
normokrom ec
penyakit
infeksi akut

IVFD plug
Meropenem 3x 150
mg IV
Gentamisin 2 x10 mg
IV
Ranitidin 2x 4 mg IV
PCT 4x0,35 cc
Dexametason
3x1,5mg IV
ASI/SF 25 ml/2 jam
hasil kultur :
selected organism
staphylococcus
hominis sp
pasien
diperbolehkan
pulang

20

BAB IV
PEMBAHASAN
Anak perempuan usia 2 bulan masuk RSUD AA dengan keluhan utama sesak
napas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS. Anamnesis didapatkan dari ibu
pasien sesak napas hilang timbul dan berulang. Sesak napas lebih berat pada pagi
hari, saat pasien tidur terlentang dan merasa lebih nyaman jika pasien digendong,
karena sesak pasien juga tampak lebih cepat lelah saat menyusui. Lama pasien
menyusui 3 menit, kemudian berhenti dan baru menyusui lagi. Keluhan sesak napas
ini disertai batuk tidak berdahak, muntah tidak ada, pilek tidak ada, napas terdengar
berbunyi saat sesak. Jika sesak sangat hebat bibir tangan dan kaki pasien tampak
membiru.
Berdasarkan anamnesis pasien didiagnosis kerja pneumonia. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan keluhan pasien sesak napas, Keluhan sesak napas ini disertai
batuk, Jika sesak sangat hebat bibir tangan dan kaki pasien tampak membiru. Hal ini
diperkuat dari usia pasien <5 tahun yang merupakan usia dengan insidensi terbanyak
terjadinya pneumonia pada anak. Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit
sedang dengan kesadaran alert. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak
sakit sedang disertai takipneu, tanda vital: suhu 36,6 C, nadi 142x/menit, RR
58x/menit. Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan gerakan dada kanan tertinggal,
redup pada paru kanan. Auskultasi pulmonal didapatkan ronki basah kasar pada
lapangan paru kanan dan penurunan suara paru. Dari hasil pemeriksaan fisik ini
memperkuat diagnosis pasien yaitu pneumonia. Hal ini sesuai dengan kriteria WHO
yang digunakan di Negara berkembang yaitu nafas cepat lebih dari 50 kali permenit
untuk anak usia 2 sampai dengan 12 bulan dan sesak nafas.

Berdasarkan kriteria

21

klasifikasi WHO maka termasuk kedalam pneumonia berat untuk anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun yaitu terdapatnya takipneu, adanya gerakan dinding dada kanan
tertinggal dan pasien masih mau minum ASI, tidak ada kejang atau pun letargis serta
tidak malnutrisi.

Dari hasil pemeriksaan penunjang radiologi terlihat adanya

atelektasis diparu dextra, atelektasis paru merupakan salah satu komplikasi pneumonia
yang terjadi akibat infeksi masuknya bakteri patogen kedalam saluran nafas bagian
bawah. Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan Hb; 10,2 g/dl, Ht;
31,1 %, leukosit; 11.600/mm, trombosit ; 475.000/mm, MCV; 96,8 fL, MCH ; 31,6 pg,
MCHC ; 32,6 g/dL . Diagnosis anemia normositik normokrom ditegakkan berdasarkan
hasil laboratorium darah rutin yaitu diperoleh hasil Hb ; 10,2, MCV ; 96,8 fL MCH ;
31,6 fL, MCHC ; 32,6 fL. Penatalaksanaan diruangan pada pasien ini yaitu diberikan
O2 2L/menit, IVFD KAEN 1B + KCL 10 meq 12 tetes/menit, Ceftriaxon IV 1x350
mg, Ampicilin 4x100mg IV, Paracetamol 4x0,35 cc, Dexametason 3x1,5mg IV. Dasar
tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang
sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan
intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa,
elektrolit dan gula darah.2 Intravenous fluid drop (IVFD) diberikan untuk cairan
maintenance yang berguna untuk mencukupi kebutuhannya. Pada pneumonia berat
atau pada asupan per oral yang kurang, diberikan cairan intravena dan dilakukan
balans cairan yang ketat. Antibiotik yang diberikan pada pasien ini sudah sesuai
anjuran pemberian antibiotik pada pneumonia berat yaitu dimana neonatus yang lebih
dari 2 bulan diberikan Ampisilin. Pada pasien ini diberikan antibiotik ampisilin
4x100mg IV yang merupakan lini pertama pengobatan pada pasien dengan pneumonia
dan ceftriaxon 1x350 mg IV. Ampisilin merupakan antibiotik broad spectrum tahan

22

asam dan lebih luas spektrum kerjanya yang meliputi banyak bakteri gram dan negatif.
Antibiotik intravena berupa ceftriaxon 2 x 350 mg diberikan pada pasien ini karena
pasien dicurigai adanya infeksi bakteri dan diberikan secara intravena karena pasien
tidak dapat menerima obat per oral atau termasuk dalam derajat pneumonia yang
berat. Pemilihan antibiotik pada pasien ini sudah tepat berdasarkan tatalaksana
pneumonia pada anak dari Infectious Diseases Society of America (IDSA) and the
Pediatric Infectious Diseases Society (PIDS) tahun 2013.11 Antibiotik gentamisin 2x10
mg IV diberikan karena keluhan batuk pada pasien tidak berkurang dan sesuai hasil
kultur dimana didapatkan hasilnya sensitive terhadap gentamisin yang juga merupakan
lini pertama pada pengobatan pasien dengan pneumonia dan meropenem. Antibiotik
yang diberikan pada pasien ini yaitu Meropenem 3x 150 mg IV.

Meropenem

merupakan antibiotik spektrum luas.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Rudan igor, boschi-pinto cyntha, biloglav zrinka, et all. Epidemiology and


etiology of childhood pneumonia. Bulletin of the World Health Organization
2008;86:408416.
2. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku
Ajar Respirologi Anak. Edisi 1.Jakarta, 2008: 350-62.
3. Pudjiadi H Antonius, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2009 ; Hal 250-55
4. Said, Mardjianis. Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI. 2008; Hal 350-64
5. Scott J. Anthony G, Brooks W. Abdullah, Peiris J.S. Malik, et all. Pneumonia
Research to Reduce Childhood Mortality in the Developing World. J Clin.
2008; Hal 1291300
6. Rudan Igor, Pinto B Cynthia, Biloglav Zrinka, et all. Epidemiology and
Etiology of Childhood Pneumonia. PubMed. 2008; Hal 408-16
7. Kenneth McIntosh, M.D. Community-Acquired Pneumonia in Children. The
New England Journal of Medicine. 2002 ; Hal 429-37
8. Hayes L Burton, George M Christa. Community-Acquired Pneumonia in
Children. American Family Physician. 2012 ; Hal 661-7
9. Theodoratou Evropi, Al-Jilaihawi Sarah, Woodward Felicity, et all. The Effect
of Case Management on Childhood Pneumonia Mortality in Developing
Countries. Int J Epidemiol. 2010 ; Hal 15571.
10. Schavner stephani, Erickson Cherise, Stphens Kelsey. Community-acquired
pneumonia in children: A look at the IDSA guidelines. The Jour nal of Family
Practice. 2013: 1-7
11. Wojsyk Irena, Breborowick Anna. Pneumonia in children. Chapter 6. Available
at: http://dx.doi.org/10.572/574

24

25

Anda mungkin juga menyukai