Anda di halaman 1dari 8

Appendisitis

Embriologi

Sistem digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi duodenum distal
muara duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon asendens, dan sampai
bagian oral kolon transversum. Premordium sekum dan apendiks Vermiformis (cecal
diverticulum) mulai tumbuh pada umur 6 minggu kehamilan, yaitu penonjolan dari tepi
antimesenterium lengkung midgut bagian kaudal. Selama perkembangan antenatal dan postnatal,
kecepatan pertumbuhan sekum melebihi kecepatan pertumbuhan apendiks, sehingga menggeser
apendiks ke arah medial di depan katup ileosekal. Apendiks mengalami pertumbuhan
memanjang dari distal sekum selama kehamilan. Selama masa pertumbuhan bayi, terjadi juga
pertumbuhan bagian kanan-depan sekum, akibatnya apendiks mengalami rotasi kearah posteromedial dan menetap pada posisi tersebut yaitu 2,5 cm dibawah katup ileosekal, sehingga pangkal
apendiks di sisi medial. Organ ini merupakan organ yang tidak mempunyai kedudukan yang
menetap didalam rongga abdomen. Hubungan pangkal apendiks ke sekum relatif konstan,
sedangkan ujung dari apendiks bisa ditemukan pada posisi retrosekal, pelvikal, subsekal, preileal
atau parakolika kanan. Posisi apendiks retrosekal paling banyak ditemukan yaitu 65% kasus.
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan
mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar
limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah
besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal maka tidak tertutup
oleh peritoneum viscerale (Soybel, 2001). Menurut Wakeley (1997) lokasi apendiks adalah
sebagai berikut: retrosekal (65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan
postileal serta parakolika kanan (0,4%) (Schwartz, 1990).
Pada 65% kasus apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan apendiks memungkinkan
bergerak dalam ruang geraknya tergantung pada panjangnya mesoapendiks. Pada kasus
selebihnya apendiks terletak retroperitoneal yaitu di belakang sekum, dibelakang kolon askenden
atau tepi lateral kolon askenden. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak dari apendiks.
Pada posisi retrosekal, kadang-kadang appendiks menjulang kekranial ke arah ren dekster,
sehingga keluhan penderita adalah nyeri di regio flank kanan. Dan kadang diperlukan palpasi
yang agak dalam pada keadaan tertentu karena appendiks yang mengalami inflamasi ini secara

kebetulan terlindungi oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi Letak appendik
mungkin juga bisa di regio kiri bawah hal ini dipakai untuk penanda kemungkinan adanya
dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai melintasi linea mediana abdomen,
sehingga bila organ ini meradang mengakibatkan nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus
malrotasi usus kadang appendiks bisa sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster atau
hepar lobus kanan.

persentasi letak-letak apendiks harus tahu

letak apendiks juga berpengaruh dalam letak nyeri, mis: apendiks retrosekal, nyeri dirasa di
bagian belakang (pinggang) sehingga app dapat di dd/ dengan penyakit ginjal. Pada app
retrosekal, psoas sign (-) karena tidak merangsang apendiks.

apendiks > 1 disebut supernumerisasi apendiks (kasusnya jarang)

pelajari juga anomali-anomali bentuk apendiks

pelajari histologisnya apendiks, pada apendiks, epitelnya adalah kuboid yang dapat
mensekresikan mukus.

Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara 2-22
cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli,
kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan
ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc Burney.
Kira-kira 5% penderita mempunyai apendiks yang melingkar ke belakang sekum dan naik (ke
arah kranial) pada posisi retroperitoneal di belakang kolon askenden. Apabila sekum gagal
mengalami rotasi normal mungkin apendiks bisa terletak di mana saja di dalam kavum abdomen.
Pada anak-anak apendiks lebih panjang dan lebih tipis daripada dewasa oleh karena itu pada
peradangan akan lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun,
omentum mayus masih tipis, pendek dan lembut serta belum mampu membentuk pertahanan
atau pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis umum karena apendisitis
akut lebih umum terjadi pada anak-anak daripada dewasa (Raffensperger. Apendiks kekurangan
sakulasi dan mempunyai lapisan otot longitudinal, mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada
bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan
ini memungkinkan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut , 1990).

Vaskularisasi, persarafan dan aliran limfe


Appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa appendikularis yang
merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks, sehingga apabila terjadi trombus pada
appendiksitis akuta akan berakibat berbentuk gangren, dan bahkan perforasi dari appendiks
tersebut. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung
bebas mesoapendiks. Kadang-kadang pada mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak panda
dinding sekum. Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir
(immobile). Kadang-kadang arteri apendikularis berjumlah dua. Namun demikian pangkal
appendik ternyata mendapatkan vaskularisasi tambahan dari cabang-cabang kecil arteri sekalis
anterior dan posterior .
Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena mesenterika
superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi ileosekal Pembuluh limfe
mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua noduli limfatisi yang terletak pada mesoapendiks. Dari
sini cairan limfe berjalan melalui sejumlah noduli limfatisi mesenterika untuk mencapai noduli
limfatisi mesenterika superior. Syaraf apendiks berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan rasa
nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis
setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula disekitar umbilikus.
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya dicurahkan ke sekum
Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila terjadi peradangan
apendiks adalah omentum. Ini merupakan salah satu alat pertahanan tubuh apabila terjadi suatu
proses intraabdominal termasuk apendiks. Pada umur dibawah 10 tahun pertumbuhan omentum
ini pada umumnya belum sempurna, masih tipis dan pendek, sehingga belum dapat mencapai
apensdiks apabila terjadi peradangan apendiks. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab lebih
mudah terjadi perforasi dan peritonitis umum pada apendisitis anak.

a. mesenterica superior a. ileokolika a. appendicularis (merupakan end artery)

v. appendicularis v. ileokolika v. mesenterica superior v. porta (karena itu pada app,


dapat terjadi peradangan pada hepar, missal pada pasien ditemukan skleranya ikterik)

pelajari juga anatomi omentum

pelajari lapisan-lapisan appendiks (penting untuk tahu kelainannya, mis: pada appendiks mungkin
ga terjadi limfoma malignum? bisa, karena terdapat plak Peyeri.
Lapisan otot pada appendiks adalah otot polos, sehingga tidak mungkin terdapat
rhabdomyosarkoma, melainkan leiomyoma)

Kenapa pada apendisitis bisa terasa nyeri di epigastrium karena rangsangan pada n.vagus

Patofisiologi

Apendiks vermiformis pada manusia biasanya dihubungkan dengan organ sisa yang
tidak diketahui fungsinya. Pada beberapa jenis mamalia ukuran apendiks sangat besar seukuran
sekum itu sendiri, yang ikut berfungsi dalam proses digesti dan absorbsi dalam sistem
gastrointestinal Pada percobaan stimulasi dengan rangsangan, apendiks cenderung menekuk ke
sisi antimesenterial. Hal ini mengindikasikan serabut muskuler pada sisi mesenterial berkembang
lebih lemah.
Secara anatomi pembuluh arteri masuk melalui sisi muskuler yang lemah ini. Kontraksi
muskulus longitudinal akan diikuti oleh kontraksi muskulus sirkuler secara sinergis, lambat, dan
berakhir beberapa menit. Gerakan aktif dapat dilihat pada bagian pangkal apendiks dan semakain
ke distal gerakan semakin berkurang. Pada keadaan inflamasi, kontraksi muskuli apendiks akan
terganggu
Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15 25 cmH2O dan
meningkat menjadi 30 50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal tekanan panda
lumen sekum antara 3 4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan yang berakibat cairan di
dalam lumen apendiks terdorong masuk sekum. Mukosa normal apendiks dapat mensekresi
cairan 1 ml dalam 24 jam (Riwanto I, 1992). Apendiks juga berperan sebagai sistem immun pada
sistem gastrointestinal (GUT). Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated
Lymphoid Tissues (GALD) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA. Antibodi ini mengontrol
proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal
lainnya. Pemikiran bahwa apendiks adalah bagian dari sistem GALD yang mensekresi globulin
kurang banyak berkembang.
Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek pada sistem
immunologi Meskipun kelainan pada apendisitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri, faktor
yang memicu terjadinya infeksi masih belum diketahui secara jelas. Pada apendisitis akut

umumnya bakteri yang berkembang pada lumen apendiks adalah Bacteroides fragilis dan
Escherichea colli. Kedua bakteri ini adalah flora normal usus. Bakteri ini menginvasi mukusa,
submukosa, dan muskularis, yang menyebabkan udem, hiperemis dan kongesti local vaskuler,
dan hiperplasi kelenjar limfe. Kadang-kadang terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis dan
perforasi
Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis
akut diantaranya: obstruksi lumen apendiks, Obstruksi bagian distal kolon, erosi mukosa,
konstipasi dan diet rendah serat Percobaan pada binatang dan manusia menunjukkan bahwa total
obstruksi pada pangkal lumen apendiks dapat menyebabkan apendisitis. Beberapa keadaan yang
mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi cairan intraluminal, peningkatan tekanan
intraluminal, obstruksi sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, efusi,
obstruksi arteri dan hipoksia, serta terjadinya infeksi anaerob. Pada keadaan klinis, faktor
obstruksi ditemukan dalam 60 70 persen kasus. Enam puluh persen obstruksi disebabkan oleh
hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh
faktor obstruksi yang lain. Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses inflamasi Obstruksi
pada bagian distal kolon akan meningkatkan tekanan intralumen sekum, sehingga sekresi lumen
apendiks akan terhambat keluar. Arnbjornsson melaporkan prevalensi kanker kolorektal pada
usia lebih dari 40 tahun, ditemukan setelah 30 bulan sebelumnya dilakukan apendektomi, lebih
besar dibandingkan jumlah kasus pada usia yang sama. Dia percaya bahwa kanker kolorektal ini
sudah ada sebelum dilakukan apendektomi dan menduga kanker inilah yang meningkatkan
tekanan intrasekal yang menyebabkan apendisitis
Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura,
dan Enterobius vermikularis dapat menyebabkan erosi membrane mukosa apendiks dan
perdarahan. Pada kasus infiltrasi bakteri, dapat menyebabkan apendisitis akut dan abses Pada
awalnya Entamoeba histolytica berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada
lapisan mukosa, parasit ini memproduksi ensim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa
sebagai pencetus terjadinya ulkus. Keadaan berikutnya adalah bakteri yang menginvasi dan
berkembang pada ulkus, dan memprovokasi proses inflamasi yang dimulai dengan infiltrasi sel
radang akut
Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum, yang dapat
diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan berkembangbiaknya bakteri. Penyebab utama

konstipasi adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses menjadi memadat
, lebih lengket dan berbentuk makin membesar, sehingga membutuhkan proses transit dalam
kolon yang lama Diet tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit feses dalam kolon,
tetapi dapat juga mengubah kandungan bakteri. Hill et al menyimpulkan bahwa bakteri yang
terdapat dalam feses orang Amerika dan Inggris (yang mengkonsumsi rendah serat) lebih tinggi
dibandingkan feses orang Uganda, India, dan Jepang.
Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya insidesi apendisitis di negara maju seperti
Amerika dan Inggris yang kurang mengkonsumsi serat lebih besar dibandingkan di Afrika dan
Asia
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran dalam muara apendiks
berperan besar dalam patogenesis apendisitis. Jaringan limfoid pertamakali terlihat di submukosa
apendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid meningkat selama
pubertas, dan menetap dalam waktu 10 tahun berikutnya, kemudian mulai menurun dengan
pertambahan umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid yang terdapat di
submukosa apendiks (Kozar dan Roslyn, 1999; Way, 2003). Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran
pencernaan termasuk apendiks adalah Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh, sebab
jaringan limfoid disini kecil jika dibandingkan jumlah di saluran pencernaan dan seluruh tubuh
(Sjamsuhidayat, 1997)
Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis dan lamina serosa . Proses
awal ini terjadi dalam waktu 12 24 jam pertama. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal
dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga mucus yang terbentuk secara
terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminer
meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah
kuman di dalam lumen apendiks cepat. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang
menyebabkan udem. Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan invasi bakteri dari dalam
lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks, maka terjadilah keadaan
yang disebut apendisitis fokal , atau apendisitis simple . Obstruksi yang berkelanjutan

menyebabkan tekanan intraluminer semakin tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan


sirkulasi vaskuler. Sirkulasi venular akan mengalami gangguan lebih dahulu daripada arterial.
Keadaan ini akan menyebabkan udem bertambah berat, terjadi iskemi, dan invasi bakteri
semakin berat sehingga terjadi pernanahan pada dinding apendiks, terjadilah keadaan yang
disebut apendisitis akuta supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut tekanan intraluminer akan
semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangren pada dinding apendiks terutama pada daerah antemesenterial
yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di tengah-tengah apendiks dan berbentuk
ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis gangrenosa. Apabila tekanan intraluminer semakin
meningkat, akan terjadi perforasi pada daerah yang gangrene tersebut. Material intraluminer
yang infeksius akan tercurah ke dalam rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal maupun
general tergantung keadaan umum penderita dan fungsi pertahanan omentum. Apabila fungsi
omentum baik, tempat yang mengalami perforasi akan ditutup oleh omentum, terjadilah infitrat
periapendikular .
Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang berisi
nanah di sekitar apendiks,terjadilah keadaan yang disebut abses periapendikular. Apabila
omentum belum berfungsi baik, material infeksius dari lumen apendiks tersebut akan menyebar
di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Selanjutnya apabila keadaan umum tubuh cukup
baik, proses akan terlokalisir , tetapi apabila keadaan umumnya kurang baik maka akan terjadi
peritonitis general .
Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut sehingga dapat
terjadi keadaan keadaan seperti apendisitis rekurens, apendisitis khronis, atau yang lain.
Apendisitis rekurens adalah suatu apendisitis yang secara klinis memberikan serangan yang
berulang, durante operasi pada apendiks terdapat peradangan dan pada pemeriksaan
histopatologis didapatkan tanda peradangan akut. Sedangkan apendisitis khronis digambarkan
sebagai apendisitis yang secara klinis serangan sudah lebih dari 2 minggu, pendapatan durante
operasi maupun pemeriksaan histopatologis menunjukkan tanda inflamasi khronis, dan serangan
menghilang setelah dilakukan apendektomi. Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat pada durante
operasi, dimana apendiks akan dikelilingi oleh perlekatan perlekatan yang banyak. Dan kadangkadang terdapat pita-pita bekas peradangan dari apendiks keorgan lain atau ke peritoneum.
Apendiks dapat tertekuk, terputar atau terjadi kinking, kadang-kadang terdapat stenosis partial

atau ada bagian yang mengalami distensi dan berisi mucus (mukokel). Atau bahkan dapat terjadi
fragmentasi dari apendiks yang masing-masing bagiannya dihubungkan oleh pita-pita jaringan
parut. Gambaran ini merupakan gross pathology dari suatu apendisitis khronika .

pelajari patofisiologi nyeri, apa itu nyeri visceral, somatic dan referred pain

Apa bedanya nyeri pada gastritis dan apendisitis pada gastritis tidak ada kolik
abdomen, tidak ada rangsangan pada peritoneum

penyebab obstruksi lumen apendiks:


1. Fekalit
2. adhesi
3. cacing ascaris lumbricoides
4. tumor (pelajari tumor apa aja yang ada apa apendiks)
5. bubur barium

Pelajari patofisiologinya yang lengkap yaa

perbedaan nyeri dari kolon kanan dan kiri kolon kanan nyeri di bawah umbilicus,
kolon kiri nyeri di atas umbilicus

Komplikasi

Komplikasi paling sering ditemukan adalah perforasi (pelajari juga komplikasi yang lain)

beratnya perforasi tergantung: letak perforasi, pertahanan tubuh, virulensi kuman,


diameter perforasi

appendisitis bisa menyebabkan ileus obstruktif karena adanya perlengketan (pelajari


patofisiologinya)

appendisitis perforasi terbentuk fibrin mengganggu fungsi pertahanan


peritoneum infeksi sistemik kegagalan multi organ kematian (patofisiologi ini
masih belum lengkap, nanti aku lengkapin, intinya perforasi apendiks bisa menyebabkan
infeksi sistemik)

Anda mungkin juga menyukai