Anda di halaman 1dari 2

Sesuai dengan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan


perubahan praktik pertambangan di Indonesia. 1 Diantaranya adalah pemerintah
Indonesia diharuskan untuk meninjau kembali Kontrak Karya yang telah
ditandatangani

dengan

perusahaan

perusahaan

pertambangan,

demi

optimalisasi penerimaan negara. Kemudian disebutkan pula, bahwa adanya


kewajiban untuk mengolah dan memurnikan logam yang harus dilakukan di
Indonesia. Sehingga, pemerintah Indonesia mencanangkan untuk menerapkan
bea keluar ekspor untuk komoditas mineral, dengan besaran 20% - 60% yang
akan mulai diberlakukan penuh pada tahun 2016. 2
Freeport sebagai perusahaan tambang paling besar di Indonesia, tentu merasa
dirugikan dengan adanya kebijakan baru ini. Freeport yang beroperasi di Papua
merupakan penopang utama pendapatan perusahaan tersebut. Dari aktivitas
ekonomi mereka, tambang di Papua menyumbang 34% untuk tembaga dan 96%
dari penjualan emas.3 Pendapatan PT Freeport Indonesia mencapai US$ 4,4 miliar
pada tahun 2013.4 Maka potensi kehilangan keuntungan yang dialami oleh PT.
Freeport Indonesia akan cukup signifikan apabila mereka benar - benar
mematuhi peraturan pemerintah ini.
PT. Freeport Indonesia mengetahui jelas kekuatan dan kelemahan mereka dalam
menghadapi pemerintah Indonesia. Stigma negatif yang melekat pada mereka
seringkali menjadi argumen pemerintah dalam memberi penekanan terhadap
mereka. Di sisi lain, pemerintah mau tak mau harus mengakui bahwa PT.
Freeport Indonesia memberikan penghidupan bagi masyarakat Indonesia. Dari
sisi tenaga kerja, Freeport mempekerjakan lebih dari 31 ribu tenaga kerja
Indonesia.5 Sehingga kesejahteraan masyarkat Indonesia, khususnya penduduk
lokal Papua sangat bergantung dari beroperasinya perusahaan ini.
Saat pemerintah mengumunkan kenaikan bea ekspor pada bulan Januari, PT.
Freeport Indonesia dan juga PT. Newmont, menarik kontrak yang telah
disepakati,

menangguhkan

ekspor,

dan

menekan

pemerintah

untuk

mempertimbangkan kebijakan baru tersebut.


1

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Arah Kebijakan Pertambangan
Mineral. Hal. 25
2
The Wall Street Journal Indonesia. 2014. Kebijakan Pajak Cekik Tambang Asing. From:
http://indo.wsj.com/posts/2014/09/09/kebijakan-pajak-cekik-tambang-asing/
3
Ibid.
4
Sindonews. 2014. Pemerintah Izinkan Freeport Ekspor Konsentrat. From:
http://ekbis.sindonews.com/read/869165/34/pemerintah-izinkan-freeport-eksporkonsentrat
5
PT. Freeport Indonesia. From: http://ptfi.co.id/id/media/facts-about-feeport-indonesia

Kesepakatan yang pada akhirnya tercapai adalah pemerintah menetapkan bea


keluar kepada PT.Freeport Indonesia sebesar 7,5% saja, dengan catatan
PT.Freeport Indonesia mendanai pembangunan smelter (alat untuk mengolah
bijih mineral mentah menjadi logam) sebesar $115 juta untuk jaminan.
Dari kesepakatan yang tercapai ini, setidaknya dapat kita lihat bahwa PT.
Freeport Indonesia secara relatif memenangkan pertarungan dengan pemerintah
Indonesia terkait dengan bea ekspor. Meskipun pemerintah berusaha untuk
menerapkan kebijakan yang dapat mensejahterakan rakyat, tetapi tidak dapat
dipungkiri pula bahwa PT. Freeport Indonesia secara langsung memegang kendali
terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya yang bekerja di perusahaan
tersebut. Pemerintah dalam hal ini kalah karena tidak hanya gagal menetapkan
UU secara tegas, tetapi juga memberikan celah bagi perusahaan asing lain untuk
melakukan hal serupa dengan yang dilakukan PT.Freeport Indonesia.
Kembali kepada konteks pengaruh dari perusahaan multinasional, PT. Freeport
Indonesia dalam kasus penerapan bea ekspor ini telah berhasil untuk menyetir
preferensi pemerintah yang ingin menerapkan UU secara tegas. Dengan begitu,
PT.Freeport Indonesia sebagai perusahaan multinasional memiliki kekuatan yang
lebih besar dibandingkan negara tempat ia beroperasi, yaitu Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai