LAPORAN PRAKTIKUM
MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN
(Kinetika Penggorengan Produk Ppangan dengan Deep Fat Fryer)
Oleh
Nama
: Yosua Andreas
NPM
: 240110120062
Waktu
: 15.00-16.00 WIB
Asisten
: Gallerie Tjandra
Dwi Rahayu
Chyntia L.S
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penggorengan merupakan suatu cara untuk mengolah bahan pangan
Tujuan Instruksional
1.2.1
penggorengan.
1.2.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penggorengan
Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan
dan
memberikan
efek
preservasi
akibat
dekstruksi
termal
mikroorganisme dan enzim serta mengurangi kadar air sehingga daya simpan
menjadi lebih baik (Ketaren, 1986). Weiss (1983) melaporkan bahwa sebagian air
akan menguap dan ruang kosong yang semula diisi air akan diisi minyak.
Menurut Fellows (1990) penggorengan adalah suatu operasi mengubah
eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal
pada mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life
makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah
penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah
perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media
penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses
dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein,
reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan
sedemikian
rupa
sehingga
tidak
merusak
mutu
produk.
Salah
satu
produk
yang
seragam.
Menurut
Fellows
(1990),
metode
penggorengan ini cocok untuk semua bentuk makanan, tetapi bahan makanan
dengan bentuk yang tidak teratur cenderung mengangkat minyak dalam volume
besar ketika diangkat dari alat penggoreng.
Makanan gorengan hendaknya memiliki warna coklat yang baik dan
absorbsi minyak yang minimal. Faktor paling penting yang mempengaruhi sifatsifat ini adalah temperatur minyak goreng. Penggunaan temperatur minyak yang
terlalu tinggi menyebabkan pembentukan warna coklat dan crustpada permukaan
bahan makanan tidak sempurna. Apabila temperatur yang digunakan terlalu
rendah, bahan makanan perlu waktu lebih lama untuk mencapai warna coklat
yang dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak goreng maka semakin
banyak minyak yang terabsorbsi. Kisaran suhu yang dianggap secara ekonomis
masih layak adalah antara 163-199 C (Djatmiko dan Erni, 1985 dalam
Tursilawati, 1999).
2.2
Proses Penggorengan
Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan
mentah
adalah
dalam
kondisi
atmosfer
dan
suhu
penggorengan
biasanya
Menurut
Djatmiko
(1985)
penggorengan
adalah
proses
untuk
tidak
diinginkan
tenggorokan.
Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat
matang memicu terjadinya reaksi browning (pencoklatan) dan akhirnya
muncul
senyawa
amina-amina
heterosiklis
penggorengan
kapiler yang lebih besar dahulu, dan digantikan oleh minyak panas. Uap air
yang keluar dari bahan pangan pada saat penggorengan akan dilepaskan ke
udara bebas.
Penguapan air menyebabkan kadar air pada permukaan bahan pangan
yang digoreng menjadi rendah, yang menyebabkan tekstur yang renyah.
Minyak juga akan melepaskan hasil degradasi minyak yang bersifat volatil ke
udara. Bahan pangan sendiri akan melepaskan remah-remah hasil penggorengan
ke dalam minyak, demikian juga berbagai komponen yang terlarut minyak
akan berada pada minyak goreng. Suhu tinggi akan menyebabkan waktu
penggorengan lebih singkat. Namun suhu tinggi juga dapat mempercepat
terjadinya kerusakan minyak akibat pembentukan asam lemak bebas, yang
mengakibatkan perubahan kekentalan, flavor, dan warna minyak goreng.
Pemanasan yang berlebihan pada bahan pangan mengakibatkan minyak
lebih banyak terperangkap dalam produk gorengan. Produk yang diibginkan
memiliki kerak yang kering dengan bagian dalam basah , harus digoreng pada
suhu tinggi. Terbentuknya kerak pada permukaan bahan pangan akan
menghambat laju pindah panas ke bagian dalam bahan pangan. Pemanasan pada
tekanan atmosfer memungkinkan terjadinya kontak antara minyak goreng dengan
udara yang memungkinkan terjadinya oksidasi pada minyak.
Muchtadi
juga
dapat
(2008)
berdasarkan
dilakukan pada
kondisi
kondisi
prosesnya,
tekanan
atmosferik,
bertekanan lebih tingggi dari tekanan atmosfer, dan pada kondisi vakum.
Penggorengan pada kondisi tekanan atmosfer terjadi pada penggorengan
penggorengan
khusus
dengan
sistem
tertutup
yang
mampu
lembek
dikandungnya.
dan
liat
Sedangkan
karena
bila
tidak
banyak
digoreng dengan
melepaskan
air
yang
kondisi vakum,
suhu
penggorengan akan lebih rendah sehingga dapat dihasilkan warna hasil gorengan
yang baik, serta tekstur yang renyah.
2.3
simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air bahan
yang dipindahkan dari permukaan bahan yang digoreng dengan minyak sebagai
media panghantar panas. Tujuan penggorengan adalah mengurangi kadar air
bahan akibat dari penguapan karena pemanasan.
Sedangkan menurut Azkenazi et al (1984), menyatakan bahwa
penggorengan adalah suatu teknik pemasakan dan pengeringan melalui kontak
dengan minyak atau lemak panas yang melibatkan pindah panas dan massa secara
simultan. Pada proses penggorengan pemanasan bahan berlangsung secara cepat
dengan penetrasi jauh kedalam, sehingga penurunan nilai gizi dan kualitas
sensorisnya lebih kecil.
Menurut Lawson (1995), proses penggorengan dapat dibedakan menjadi 3
metode yaitu: griddling, pan frying, dan deep fat frying. Metode griddling dan
pan frying banyak digunakan dalam pengolahan pangan skala rumah tangga.
Metoda griddling adalah proses penggorengan dengan menggunakan griddle
(alat penggoreng dengan permukaan datar) dan minyak goreng yang sangat
sedikit, sehingga membentuk lapisan film minyak pada permukaan griddle.
Sedangkan goreng gangsa (pan frying/contact frying) adalah teknik
menggoreng dimana bahan bersentuhan langsung dengan pemanas dan hanya
dibatasi oleh selapis tipis minyak/lemak. Secara tradisional umumnya proses ini
hanya berlangsung pada satu permukaan dari bahan yang digoreng, sehingga
bahan perlu dibolak- balik agar matang secara merata. Sedangkan metode deep
fat frying
langsung dari minyak yang panas kemakanan yang dingin (Lawson, 1995).
Dimana metode ini biasa digunakan dalam industri-industri makanan.
Pengertian menggoreng cenderung mengarah ke pengertian deep fat
frying, dimana seluruh bagian bahan pangan terendam dalam banyak minyak dan
seluruh bagian permukaannya mendapat perlakuan panas yang sama sehingga
berwarna seragam. Proses penggorengan ini terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama
disebut tahap pemanasan awal. Pada tahap ini pindah panas yang terjadi antara
minyak dan bahan adalah konveksi dan belum terjadi penguapan air dari bahan.
Sedangkan pada tahap kedua lapisan luar bahan pangan mulai mendidih, dan
penguapan air bahan mulai terjadi sehingga terbentuk renyahan.
Tahap ketiga (falling rate) ditandai dengan banyaknya keluar air dari
bahan pangan dengan suhu permukaan bahan diatas 100C, temperatur lapisan
core mulai mencapai titik didih dan lapisan renyahan terus terbentuk. Sedangkan
pada tahap keempat yang disebut dengan bubble end point, proses yang terjadi
yaitu laju penguapan air berkurang dan tidak ada gelembung terlihat dilapisan
permukaan bahan.
Perpindahan massa yang terjadi dalam proses penggorengan ada dua, yaitu
penguapan air dan penyerapan minyak. Bahan makanan mengalami penurunan
kadar air selama proses penggorengan dalam dua cara, pertama transfer massa air
terjadi dari dalam ke permukaan bahan kemudian menguap kelingkungan, dan
kedua perubahan massa air menjadi uap terjadi di dalam bahan.
2.4
komersial pada dasarnya menggunakan pipa panas (heat pipe). Sumber panas
yang digunakan untuk memanaskan pipa pemanas antara lain :
1. Panas listrik melalui kawat pemanas
2. Panas uap yang dibangkitan lewat boiler
3. Panas gas lewat pembakaran bahan bakar gas atau minyak.
Posisi atau letak pipa panas dalam wada h penggoreng pada umumnya
terletak di dasar sehingga minyak goreng menerima panas dari bawah.
Perpindahan panas dari pipa panas ke minyak goreng berlangsung secara konveksi
natural akibat bouyancy force. Kapasitas wadah penggorengan berkisar antara 7
kg sampai 90 kg minyak goreng dengan daya listrik berkisar antara (2 27) kVA
untuk penggorengan komersial (FSTC, 2002).
2.5
adalah input proses sedangkan out putnya berupa makanan gorengan, uap air, uap
minyak, minyak jelantah dan remah- remah bahan pangan (Robertson, 1967).
Metode ini sangat penting karena prosesnya cepat, mudah dan produknya
mempunyai tekstur dan aroma yang lebih disukai.
bersifat spesifik yaitu (1) kenaikan suhu produk ke level yang dikehendaki, (2)
evaporasi air, (3) kenaikan suhu permukaan hingga terjadi pencoklatan dan
terbentuknya kerak, (4) perubahan di mensional bahan pangan, (5) terserapnya
minyak kedalam bahan, dan (6) perubahan densitas produk gorengan yang
menyebabkan produk timbul tenggelam selama proses berjalan (Block, 1955).
2.6
pada
lemak
dapat
menyebabkan
terjadinya
ketengikan
Oksidasi lemak akan bereaksi dengan komponen bukan berasal dari lemak
yaitu dengan protein. Perubahan oksidatif dari fraksi lemak adalah kecil
tergantung dari kadar asam lemak tidak jenuh pada makanan yang digoreng.
Senyawa peroksida yang mengalami dekomposisi oleh panas dalam waktu yang
lama akan mengakibatkan destruksi beberapa vitamin dalam bahan pangan yang
berlemak. Peroksida ini juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan
flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlahnya lebih besar
daro 100 maka dia bersifat racun dan tidak dapat dimakan (Ketaren, 1986).
Menurut Ketaren (1986), autooksidasi acyl -lipid ini dapat dihambat
dengan tiga cara yaitu (1) dengan meminimalkan kontak dengan oksigen, (2)
penyimpanan pada suhu rendah bebas cahaya, dan (3) dengan penggunaan
kemasan vakum atau dengan pemberian oksidasi glukosa.
2.7
Penetrometer
Penetrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur konsistensi
suatu bahan dalam industri makanan, misalnya mentega, yogurt, jaringan sapi dan
lain-lain. Pada penelitian ini alat penetrometer digunakan untuk mengukur
konsistensi bahan. Bahan yang dipilih adalah hidrogel polyvinylalcohol (PVA).
Selain itu nilai ADC dari MRI akan dihitung dan dicari korelasi 2 antara hasil
penetrometerdengan nilai ADC dari MRI untuk mengetahui hubungan keduanya.
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN
3.1
3.1.1
Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Deep fat fryer atau panci penggorengan rendam untuk menggoreng
bahan praktikum.
2. Thermokopel untuk memonitor suhu selama penggorengan deep frying.
3. Penetrometer kerucut sebagai alat untuk mengukur kekerasan kentang
goreng dan nugget.
4. Kertas tisu sebagai alas untuk bahan praktikum.
5. Pisau digunakan untuk memotong bahan praktikum.
6. Piring sterofoam sebagai wadah untuk kentang goreng dan nugget.
3.1.2
Bahan
Bahan yang dipakai dalam praktikum ini adalah:
1. Kentang French Fries
2. Nugget
3. Minyakgoreng
3.2
Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan kali ini adalah:
1.
penggorengan
berisi
minyak
goreng
kemudian
3.
tingkat
kematangannya,
cukup
mengunyah
tidak
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
No
t (menit)
T (oC)
0,35
0,5
0,425
144,4
0,45
0,4
0,425
146,6
0,45
0,45
0,45
150,6
0,4
0,4
0,4
157,9
0,45
0,5
0,475
Rata-rata
Gambar
162,3
0,5
0,45
0,475
159,6
0,55
0,95
0,75
163,7
0,8
0,9
No
Sampe
l
Perubahan
Warna
Tingkat
Kematangan
Tingkat
Kekerasan
Ratarata
Ket.
Skor
Ket.
Skor
Ket.
Skor
PAK
L7
2,67
PAK
2,67
PAK
2,67
PAK
AMe
AL
2,67
PAK
AMe
AL
2,67
PAK
AMe
AL
2,67
CM
AK
3,67
CM
AM
AK
3,67
CM
AK
3,67
CM
AK
3,67
CM
AK
3,67
CM
AK
3,67
CT
3,67
CT
3,67
CT
3,67
CT
3,67
CT
3,67
CT
3,67
Keterangan:
Perubahan Warna:
Tingkat Kematangan:
1. Putih (P)
1. Mentah (M)
2. Agak Mentah
(AMe)
3. Sedang (S)
4. Agak Matang
(AMa)
5. Matang (M)
Tingkat Kekerasan:
1.Sangat Keras
(SK)
2.Agak Keras
(AK)
3.Sedang (S)
4.Agak Lunak
(AL)
5. Lunak ( L)
1
0.9
3.5
0.8
0.7
2.5
0.6
Rata-rata Uji1.5
Sensori
0.3
0.2
0.5
0.1
0
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (t)
25
Rata-rata
Uji Tekan
1. 0,5
0,5
2. 0,5
172
1. 0,2
0,25
2. 0,3
155
1. 0,3
0,35
2. 0,4
147,9
1. 0,5
0,6
2. 0,7
143,6
1. 0,7
Gambar
(foto)
0,6
2. 0,5
151,7
1. 1
0,75
2. 0,5
155,5
1. 0,5
0,65
2. 0,8
154,5
1. 1
0,6
2. 0,8
Sampe
l
Perubahan Warna
Tingkat
Tingkat
Rerat
kekerasan
Ket.
Skor
Ket.
Kematangan
Ket.
Skor
Mentah
Lunak
Putih
Sko
r
1
Putih
Mentah
Lunak
Putih
Mentah
Lunak
Putih
kekuningan
Sedang
Sedang
Putih
kekuningan
Sedang
Sedang
Putih
kekuningan
Sedang
Sedang
2.667
Putih
kekuningan
Agak
Sedang
2.556
Putih
kekuningan
mentah
Agak
Agak
Putih
mentah
Agak
lunak
Sedang
2
3
2.333
kekuningan
4
Putih
kekuningan
Agak
Sedang
lunak
Sedang
Kuning
Kuning
Sedang
Sedang
Kuning
Sedang
Agak
Kuning
Sedang
lunak
Sedang
Kuning
Agak
Agak
matang
Agak
lunak
Sedang
matang
Sedang
Agak
2
2
1
2
Kuning
Kuning
Sedang
Coklat muda
Agak
keras
Agak
matang
Agak
keras
Sedang
matang
Agak
Agak
lunak
Agak
lunak
Agak
keras
Sedang
3
8
Kuning
Sedang
keras
Agak
mentah
Coklat muda
Coklat muda
Kuning
matang
Agak
Kuning
matang
Matang
Kuning
Matang
Rata
Rata-rata
- rata Uji Sensori
Uji
Sens
ori
Waktu (t)
3.000
3.333
2.889
3.778
3.556
Rata-Rata Uji
(menit)
(oC)
F)
Tekan
1. 0.1
0.1
2. 0.1
1. 0.1
1
181.6
2. 0.1
0.2
1. 0.1
2
164.8
2. 0.1
0.2
1. 0.1
3
159.1
2. 0.1
0.3
1. 0.1
4
154.8
2. 0.1
0.4
1. 0.1
5
158.6
2. 0.1
0.4
1. 0.1
6
168.1
167.1
2. 0.1
1. 0.1
2. 0.1
0.35
0.35
Gambar
Sampe
Perubahan
Tingkat
Tingkat
Rata
Warna
Kematangan
Kekerasan
Rata-
Sko
Rata
Rata
Skor
Ket
Sko
r
Ket
Sko
r
Agak
0
Putih
menta
h
Agak
1
Putih
menta
h
Agak
1
Putih
menta
h
Agak
3
Putih
menta
h
1
Putih
kuning
Putih
kuning
Sedan
g
Agak
2
menta
h
Agak
Putih
menta
h
3
Kunin
Sedan
Ket
Agak
keras
Agak
keras
Agak
keras
Agak
keras
Agak
keras
Agak
keras
Agak
keras
Sedan
1.66
7
1.66
7
1.667
1.66
7
2.33
3
1.66
7
3
2.776
g
2
3
7
1
2
Kunin
g
Putih
kuning
Coklat
muda
Kunin
g
Kunin
g
Coklat
muda
Coklat
muda
Kunin
g
Coklat
tua
Coklat
tua
Coklat
muda
Coklat
muda
Coklat
g
3
Sedan
g
Sedan
g
g
3
Agak
4
matan
g
Agak
3
matan
g
3
Sedan
g
Matan
g
Matan
g
Agak
3
matan
g
5
4
4
Matan
g
Matan
g
Matan
g
Matan
g
Matan
Sedan
g
Agak
keras
Agak
keras
Agak
lunak
Agak
lunak
Agak
lunak
Agak
lunak
Agak
lunak
3
2.33
3
3.33
3
3.66
7
3
4.33
3
4.33
3
Lunak
Lunak
lunak
Agak
4
4
4.111
3.66
Lunak
Agak
3.33
3.444
4.889
4.66
7
4.33
3
4.33
4.444
muda
Coklat
muda
lunak
Matan
Lunak
3
5
4.66
7
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (t)
t
(menit
)
T
(C)
160
0
Uji Tekan
kg.f
0,1
0,15
0,2
0,2
158
1
Rata-rata uji
tekan
0,25
0,3
156
0,3
0,35
Gambar
0,4
0,2
150
3
0,125
0,15
0,15
147,
4
4
0,3
0,15
0,15
142,
9
5
0,3
0,15
0,2
140
6
0,125
0,15
0,05
138
7
0,1
0,15
N
o
Samp
el
Perubahan
Warna
Tingkat
kematangan
Tingkat
Kekerasan
Keteranga
n
Sko
r
Keteranga
n
Sko
r
Keteranga
n
Sko
r
Putih
Mentah
Lunak
Ratarata
Skor
2,3
Putih
Mentah
Lunak
2,3
Putih
Mentah
Lunak
2,3
Putih
Agak
mentah
Agak
lunak
2,3
Putih
Agak
mentah
Agak
lunak
2,3
Putih
Agak
mentah
Agak
lunak
2,3
Putih agak
kuning
Agak
mentah
Agak
lunak
2,67
Putih agak
kuning
Agak
mentah
Agak
lunak
2,67
Putih agak
kuning
Agak
mentah
Agak
lunak
2,67
Kuning
Sedang
Sedang
Kuning
Sedang
Sedang
Kuning
Sedang
Sedang
Kuning
Sedang
Sedang
Kuning
Sedang
Sedang
Kuning
Sedang
Sedang
Coklat
muda
Agak
matang
Agak keras
Coklat
muda
Agak
matang
Agak keras
Coklat
muda
Agak
matang
Agak keras
Coklat
muda
Matang
Agak keras
Coklat
muda
Matang
Agak keras
Coklat
Matang
Agak keras
muda
8
Coklat tua
Matang
Agak keras
Coklat tua
Matang
Agak keras
Coklat tua
Matang
Agak keras
3.5
3
2.5
Uji Sensoris
Uji Tekan
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum yang dilaksanakan saat ini, praktikan melakukan
penggorengan pada suatu produk dengan menggunakan alat penggoreng berupa
deep fat fryer. Deep fat fryer menggunakan minyak goreng yang banyak dalam
penggorengannya. Bahan yang digoreng yaitu nugget dan kentang pada suhu
180C dan suhu 160C. Bahan yang digoreng ini dapat diketahui tingkat
kekerasannya saat mencapai waktu dan suhu tertentu. Selain kekerasan, bahan
yang digoreng ini umumnya mengalami perubahan warna karena adanya reaksi
kimia dan panas pada bahan tersebut.
Dari pengamatan kelompok praktikum, diperoleh empat buah data yaitu
penggorengan pada nugget dengan suhu masing-masing 160C dan 180C dan
penggorengan pada kentang dengan suhu 160C dan 180C. Pada data
penggorengan nugget dengan suhu 160C diperoleh 35 buah sampel dengan
masing-masing dibagi menjadi tujuh menit pengukuran. Dari data kelompok ini,
pada nugget yang belum digoreng, warnanya yaitu putih agak kuning dengan
tingkat kekerasan lunak dan tingkat kematangannya masih mentah. Lalu, nugget
yang sudah digoreng 1 menit memiliki warna yang sama, namun tingkat
kematangannya masih agak mentah dan tingkat kekerasannya agak lunak. Pada
penggorengan pada 1 menit pertama ini tingkat kekerasannya meningkat diikuti
tingkat kematangan yang meningkat juga. Pada menit ke-2 dan ke-3 memiliki
warna yang sama yaitu kuning dengan tingkat kematangan dan tingkat kekerasan
sedang. Sedangkan menit ke-4 hingga ke-5 warna nugget menjadi coklat muda
dengan tingkat kekerasan agak keras dan tingkat kematangannya sudah matang.
Pada menit ke-6 dan ke -7 warna nugget menjadi lebih pekat, yaitu coklat tua
dengan tingkat kematangan matang dan kekerasannya sudah keras. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin lama bahan digoreng, tingkat kematangan, dan
tingkat kekerasan semakin tinggi ,dan warna bahan semakin pekat.
Menurut data yang lain, sebagai contoh data penggorengan kentang pada
suhu 160C. Pada kentang yang belum digoreng, warnanya masih putih dengan
tingkat kematangan mentah dan tingkat kekerasannya agak lunak. Pada
penggorengan menit 1 dan ke-2 , tingkat kekerasannya agak lunak dan tingkat
kematangan kentang agak mentah. Namun dari segi warna, kentang yang digoreng
di menit pertama masih berwarna putih, sedangkan kentang yang digoreng di
menit ke-2 berwarna putih agak kuning. Pada penggorengan menit ke-3 dan ke-4
sama, yaitu warna kentang yang sudah kuning dan tingkat kekerasan maupun
tingkat kematangannya sedang. Pada menit ke-5 dan ke-6 warna kentang menjadi
coklat muda dan tingkat kematangan agak matang dan matang, tingkat
kekerasannya agak keras. Sedangkan pada menit ke-7 , warna kentang menjadi
coklat tua dengan tingkat kekerasan agak keras dan tingkat kematangan sudah
mencapai matang. Dari kedua perbandingan ini, dimana penggorengan pada suhu
yang berbeda dan bahan yang berbeda diperoleh hasil penggorengan yang berbeda
juga, dimana selama 7 menit penggorengan nugget pada suhu 180C mencapai
matang dan keras, sedangkan kentang yang digoreng 7 menit pada suhu 160 C
tingkat kekerasannya masih agak keras. Dengan demikian, besar kecilnya suhu
juga berpengaruh pada cepat matang tidaknya suatu bahan.
Pada proses penggorengan, diharapkan suatu produk memiliki tingkat
kematangan yang matang dan tingkat kekerasan yang tidak terlalu keras serta
warna yang tidak terlalu pekat. Oleh sebab itu dilakukan uji tekan dan uji sensori.
Pada uji tekan produk nugget dan kentang yang digoreng pada suhu masingmasing 180C dan 160C ini umumnya meningkat seiring dengan lamanya
penggorengan. Adapun menurut data, uji tekan nugget pada suhu 180C di menit
ke-5 dan ke-6 menurun dari 0.75 kg.f menjadi 0.65 kg.f, hal ini disebabkan karena
kesalahan atau ketidaktelitian dalam pengukuran. Pada data penggorengan nugget
ini, diperoleh uji tekan rata-rata 0.5 kg.f, 0.25 kg.f, 0.35 kg.f, 0.6 kg.f, 0.6 kg.f,
0.75 kg.f, 0.65 kg.f, dan 0.6 kg.f. Melalui pengamatan yang dilakukan praktikan,
waktu dan suhu sangat berpengaruh pada proses penggorengan. Semakin besar
suhu dalam penggorengan, maka waktu yang dibutuhkan agar produk menjadi
matang semakin lebih cepat. Apabila penggorengan dilakukan pada suhu rendah,
maka waktu yang dibutuhkan haruslah lebih lama agar produk tersebut mencapai
tingkat kematangan yang baik.
Penggorengan menggunakan metode deep fat frying ini memiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan. Keuntungan dari penggunaan deep fat frying antara
lain metode pemasakan yang cepat, mudah, menghasilkan tekstur ynag menarik
dan renyah serta menghasilkan warna yang bagus. Sedangkan kekurangan dari
metode deep fat frying adalah lebih berbahaya dari metode penggorengan lainnya
jika tidak ditangani secara benar, minyak yang digunakan dalam jumlah besar
sehingga biayanya lebih tinggi.
Dalam penggorengan menggunakan metode deep fat frying, minyak yang
digunakan berupa minyak padat atau semi cair. Minyak goreng padat ini biasanya
dipakai pada restoran atau makanan cepat saji. Pengaruh penggunaan minyak
goreng padat ini dapat dilihat dari hasil gorengan yang lebih kering, tidak
berminyak dan lebih gurih, tidak ada endapan atau jelantah, titik didih lebih tinggi
220 C dibandingkan minyak biasa yang titik didihnya hanya 180 C, itu berarti
minyak goreng biasa yang dipakai dalam jangka waktuyang lama lebih mudah
menguap.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah :
1. Waktu dan suhu berpengaruh pada lama dan matangnya suatu
penggorengan.
2. Semakin lama waktu yang digunakan dalam menggoreng, maka produk
akan dapat mencapai tingkat kematangannya.
Saran
Saran-saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah :
1. Praktikan sebaiknya memahami materi yang akan dipraktikumkan terlebih
dahulu.
2. Praktikan sebaiknya teliti dalam mengukur uji tekan dan uji sensori agar
data yang diperoleh lebih akurat.
3. Sebaiknya dalam kelompok dibagi tugas tiap individu dalam praktikum
agar berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, Mulono. 2003. Chemistry of Frying Oils. Tesis. Program Studi Teknik
Pertanian. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada: Jogjakarta
Ayu Dewi Sartika, Ratu. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep
Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara, Sains, Vol.
13, No. 1, April 2009: 23-28
Blumenthal, M.M. and Stier, R.F. 1991. Optimization of deep fat frying
operations. Trend Food Sci.