JAGUNG
Jagung (Zea mays L.) termasuk tanaman berumah satu (Monoecioes) dan
tergolong dalam famili rumput-rumputan (Gramineae). Tanaman ini berasal dari
daratan Amerika dan menyebar ke daerah sub-tropis dan tropis termasuk
Indonesia. Saat ini, negara-negara yang memiliki lading jagung yang luas adalah
Amerika Serikat, Brasil, Cina, Mexico, Yugoslavia, Rumania, Argentina dan
Afrika Selatan. Pembudidayaan tanaman jagung di Indonesia sudah berkembang
sangat luas. Daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura,
budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif mengingat iklim dan jenis
tanahnya sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung. Selain itu, di
daerah Madura khususnya, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok
(Warisno, 1998).
Jagung terdiri dari empat bagian pokok anatomi, yaitu kulit (perikarp) atau
endosperma, yaitu bagian yang menyimpan nutrisi untuk mendukung germinasi
yaitu lembaga, dan tudung pangkal (tipcap) yaitu tempat penempelan biji pada
tongkol. Setiap bagian anatomi memiliki komposisi yang berbedabeda. Perikarp
merupakan lapisan pembungkus biji yang disusun oleh 6 lapis sel yaitu epikarp
(lapisan paling luar), mesokarp, dan tegmen (seed coat) (Johnson 1991). Tongkol
jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan. Tongkol ini bukan
hanya tempat pembentukan lembaga tetapi juga merupakan tempat menyimpan
pati, protein, minyak/lemak dan hasil-hasil lain untuk persediaan makanan dan
pertumbuhan biji.
Produksi jagung menempati peringkat ketiga produksi tanaman pangan di
Indonesia, setelah padi dan ubi kayu. Jagung merupakan salah satu palawija
(tanaman pangan non-padi) yang paling utama dan banyak ditanam di Indonesia.
Perkembangan konsumsi jagung di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung
meningkat secara konsumsi total. Jagung berpotensi untuk dikembangkan sebagai
bahan pangan pokok pengganti beras. Hal ini karena kandungan gizi jagung dapat
dikatakan setara dengan beras. Pada umumnya, jagung yang banyak tumbuh di
Indonesia adalah jenis jagung hibrida dengan rendemen biji 74-83% dan jumlah
baris mencapai 12 baris setiap tongkolnya (Litbang Pertanian 2011).
Budidaya tanaman jagung pada dasarnya dapat dilaksanakan pada dua kelompok
lahan, yaitu lahan kering dan lahan basah (baik sawah irigasi maupun sawah tadah
hujan). Penggunaan lahan basah diyakini mampu memberikan hasil panen yang
relatif banyak dibandingkan lahan kering. Hal ini menyebabkan para petani
berupaya memanfaatkan lahan basah yang ada untuk budidaya tanaman jagung
(Kasryno, 2002). Diperlukan perbaikan teknik budidaya melalui peningkatan
pengetahuan para petani melalui pengenalan terhadap teknologi baru, penggunaan
benih bermutu, penyesuaian dosis pupuk, dan perlakuan benih untuk pencegahan
hama penyakit. Selain itu, para petani juga harus diberikan pengetahuan baru
terkait dengan pengelolaan dan penanganan pasca panen mengingat hal ini
mempengaruhi kualitas jagung. Selama ini, peningkatan produksi jagung di
Indonesia belum diikuti oleh penanganan pascapanen yang baik. Petani kurang
mendapatkan informasi tentang kegiatan panen dan pascapanen yang dapat
mengurangi biaya dan menekan susut mutu jagung. Karena itu, petani di beberapa
wilayah pengembangan jagung masih belum merasakan nilai tambah dengan
meningkatnya kualitas produk biji jagung (Firmansyah 2006).
Selama ini, jagung hanya dikonsumsi tanpa adanya pengolahan lebih
lanjut sehingga nilai tambahnya kecil. Nilai tambah dapat diperoleh apabila
jagung tersebut diolah menjadi berbagai jenis produk olahan. Produk pangan hasil
olahan jagung ini dapat menjadi sebuah upaya peningkatan konsumsi jagung
melalui program diversifikasi produk olahan jagung, seperti beras jagung instan,
tepung jagung, tortila, emping jagung, dan mi jagung. Salah satu produk olahan
jagung yang disukai masyarakat yaitu mi jagung. Jagung dapat diolah menjadi
tepung jagung yang kemudian dapat digunakan sebagai subtitusi bagi industri mi
pengguna terigu. Keunggulan mi jagung berdasarkan penelitian yang dilakukan
Juniawati (2003) adalah tingginya nilai energi yang terdapat pada mi jagung
menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan
alternatif pilihan pengganti nasi. Mi dari tepung jagung merupakan salah satu
alternatif produk yang perlu dikembangkan, mengingat kebutuhan mi di Indonesia
yang sangat tinggi.
Penggunaan tepung jagung dalam mi akan dibatasi oleh karakteristik
fungsional tepung jagung, terutama disebabkan oleh kandungan protein gluten
yang rendah dan karakteristik protein gluten jagung yang juga berbeda dengan
yang ada dalam tepung terigu. Hal ini menyebabkan tepung jagung tidak mampu
membentuk lembaran adonan yang elastik dan kompak sebagaimana tepung
terigu. Pembentukan lembaran adonan tepung jagung dapat terbentuk apabila
dilakukan proses pemanasan (pengukusan) terlebih dahulu untuk menggelatinisasi
sebagian pati yang akan berfungsi sebagai binding agent dalam pembentukan
lembaran adonan. Sebagai konsekuensinya, teknologi proses mi yang sudah ada di
industri mi tidak bisa langsung diadopsi untuk memproduksi 100 persen mi
jagung, karena harus menambah satu tahap proses pengukusan di antara tahap
pencampuran bahan dan proses sheeting. Alternatif lain dari proses produksi mi
jagung adalah dengan teknologi ekstruksi. Teknologi ekstruksi biasanya
digunakan untuk memproduksi bihun atau soun.
Nilai Net B/C yang diperoleh yaitu sebesar 2,40. Hal ini berarti setiap Rp
1,00 yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 2,40. Nilai
Net B/C yang diperoleh lebih besar dari satu, sehingga usaha pembuatan mi
mentah jagung 30 persen ini layak untuk dilaksanakan. Payback Period (PBP)
yang diperoleh adalah 3,63 tahun atau sama dengan 3 tahun 7 bulan. Nilai
Payback Period ini lebih pendek dibandingkan umur proyek sehingga berdasarkan
kriteria Payback Period usaha ini layak untuk dijalankan.
Sumber:
BKPM kabupaten Gowa. 2012. Peluang investasi daerah..
Budiyah. 2005. Pemanfaatan pati dan protein jagung (corn gluten meal) dalam
pembuatan mi jagung instan. [skripsi]. Departemen Teknologi Pertanian dan Gizi,
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.