Anda di halaman 1dari 21

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN NTB BUMI SEJUTA SAPI DI DUSUN

LIMUNG DESA PUNGKIT KECAMATAN MOYO UTARA KABUPATEN


SUMBAWA

Di Ajukan Oleh :

NAMA

: RIYAN PRAWIRA KUSUMAH

NIM

: 09.02.04.1261

Program Studi Ilmu Administrasi Negara


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Samawa Sumbawa Besar
Tahun 2013

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN NTB BUMI SEJUTA SAPI DI DUSUN


LIMUNG DESA PUNGKIT KECAMATAN MOYO UTARA KABUPATEN
SUMBAWA

Telah memenuhi syarat dan dinyatakan layak untuk dipublikasikan dan sebagai salah
satu syarat untuk mengikuti Yudisium
pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Samawa

Sumbawa Besar, 26 November 2013

Pembimbing Pertama

Mahasiswa

Muslim, S.Sos, M.Sos

Riyan Prawira Kusuma

NIDN : 0805077001

NIM : 09.02.04.1261

ABSTRAKSI
Program Bumi Sejuta Sapi merupakan program pemerintah yang menargetkan
jumlah populasi Sapi sebanyak 1,3 juta ekor Sapi pada akhir program tersebut.. Tidak
semua Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah berjalan dengan baik dan sukses,
seringkali terjadi hal-hal di luar hal-hal yang direncanakan oleh pemerintah..
Masalah yang akan diteliti adalah bagaimana Impelemntasi Program NTB Bumi
Sejuta Sapi di Dusun Limung Kecamatan Moyo Utara? Tujuannya adalah untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan NTB Bumi Sejuta Sapi Di Dusun Limung Desa
Pungkit Kecamatan Moyo Utara.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif karena
data akan dianalisis dengan menggunakan kata-kata. Lokasi penelitian di di Dusun
Limung Desa Pungkit Kecamatan Moyo Utara. Fokus penelitiannya adalah Dampak
Implementasi Program NTB Bumi Sejuta Sapi di Dusun Limung Desa Pungkit
Kecamatan Moyo Utara. Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi,
observasi, dan wawancara. Analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data,
dan menarik kesimpulan/verifikasi.
Hasil penelitian ini adalah Program Pemerintah Provinsi NTB yaitu Program
Bumi Sejuta Sapi yang menargetkan populasi Sapi sebanyak 1 juta lebih ekor Sapi
pada akhir program yaitu 2013. Didalam perjalanan pelaksanaan Program Bumi
Sejuta Sapi tersebut terdapat beberapa hal yang dilupakan oleh pemerintah sehingga
membuat tidak optimalnya pelaksanaan program tersebut. Tidak optimalnya
pelaksanaan dilapangan itu disebabkan oleh beberapa faktor baik itu bersifat dari
dalam ataupun dari luar kebijakan tersebut. Faktor tersebut yang menjadikan
pelaksanaan Program NTB Bumi Sejuta Sapi dilapangan tidak berjalan sebagaimana
mestinya dan juga mungkin akan berdampak juga pada target yang ingin dicapai oleh
Pemerintah.
Kata Kunci : Bumi Sejuta Sapi,, Kebijakan, Implementasi.

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i


ABSTRAKSI...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
D. Kajian Pustaka................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................
A. Pelaksanaan Program NTB Bumi Sejuta Sapi .................................. 11
B. Dampak Program Bumi Sejuta Sapi ................................................. 13
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ................................................................................ 15
B. SARAN ............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu produsen sapi di
Indonesia yang memiliki potensi lahan pengembangan Sapi cukup luas.
Berdasarkan perhitungan ketersediaan pakan, NTB memiliki potensi kapasitas
tampung ternak 2 juta ekor pertahun, di mana yang dimanfaatkan baru sekitar
34,79 persen sehingga memiliki peluang pengembangan peternakan sebesar
63,21 persen. Luas lahan potensial untuk pakan ternak terbagi di dua pulau besar
yakni Pulau Lombok sebesar 386.478 hektar yang bisa memenuhi kebutuhan
pakan ternak sebanyak 800 ribu ekor, sementara lahan di Pulau Sumbawa yang
potensial untuk sumber pakan mencapai 1,3 juta hektar yang diperkirakan bisa
untuk memenuhi kebutuhan pakan 1,2 juta ekor. Selain memiliki potensi lahan
pakan yang luas, kondisi alam NTB juga cocok untuk pengembangan berbagai
jenis sapi terutama pemurnian Sapi Bali, di samping jenis Sapi lainnya seperti
Simental, Hissar, Limousin, Brangus, Frisien, Holstein, Brahman dan Sapi hasil
persilangan.
Faktor pendukung lainnya adalah budaya masyarakat dalam beternak Sapi
sudah mengakar dan turun temurun, sehingga beternak sapi menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat NTB, terutama para petani.
Para petani di NTB merasa belum sempurna, jika belum memelihara Sapi. Secara
ekonomis, Sapi yang dipelihara para petani dan peternak dinilai sebagai tabungan

untuk membiayai sekolah, membeli kendaraan bermotor, perbaikan rumah


hingga menunaikan ibadah haji.
Dalam rangka mengokohkan NTB sebagai produsen Sapi sekaligus
mendukung percepatan Program Swasembada Daging Sapi, Provinsi NTB telah
melaksanakan Program Bumi Sejuta Sapi (BSS) sejak 17 Desember 2008 dan
ditargetkan pada tahun 2013 populasi Sapi di NTB mencapai 1 juta ekor serta
1,18 juta ekor pada tahun 2014. Penamaan Bumi Sejuta Sapi tidak hanya
merujuk kepada target jumlah 1 juta ekor sapi, tetapi juga merupakan visi ke
depan agar wilayah NTB menjadi pusat pertumbuhan Sapi dan sumber Sapi bibit
nasional.
BSS merupakan program pengembangan komoditas unggulan daerah
berbasis peternakan Sapi, dengan sasaran utama percepatan peningkatan populasi
Sapi. Program BSS difokuskan kepada pengembangan Sapi Bali yang merupakan
Sapi asli Indonesia yang dikembangkan hanya di NTB, Bali, NTT dan Sulawesi.
Keunggulan Sapi Bali adalah cukup produktif karena bisa beranak setiap tahun
serta memiliki daging berkualitas tinggi karena terdapat lemak di antara daging
bukan di bawah kulit sehingga rasanya lebih empuk. Selain itu, Sapi Bali juga
dikenal jinak dan bebas penyakit hewan menular. Keunggulan lainnya, kulit Sapi
Bali merupakan kulit terbaik di dunia yang bisa digunakan untuk pembuatan
sepatu, jaket dan lain-lain. Tulang Sapi Bali juga bisa dibuat tepung tulang untuk
industri kimia pembuatan lem dan pembuatan kancing baju.

Melalui Program BSS, populasi sapi di NTB meningkat dari 546.144 ekor
pada tahun 2008 menjadi 592.875 ekor pada tahun 2009 atau tumbuh sekitar 8,65
persen. Populasi Sapi di NTB kembali naik menjadi 695.951 ekor pada tahun
2010 atau mengalami pertumbuhan 17,38 persen, jauh di atas rata-rata
pertumbuhan Sapi Nasional yang mencapai 4,5 persen pertahun.
Perkembangan populasi Sapi yang cukup baik, menempatkan NTB sebagai
urutan ke-4 provinsi yang mengalami surplus daging Sapi, setelah Jawa Timur
yang mengalami surplus 215 ekor, Aceh surplus 108 ekor, Bali surplus 102 ribu
ekor dan NTB surplus 59 ribu ekor.
Sebagai daerah surplus Sapi, setiap tahun NTB mengirimkan sekitar 28.500
ekor Sapi dengan perincian sebanyak 12.000 ekor sapi bibit dan 16.500 ekor Sapi
potong, sementara jumlah Sapi yang dipasarkan secara lokal berjumlah 38.600
ekor Sapi potong dan 3.000 ekor Sapi bibit. Pemasaran Sapi bibit NTB ke luar
pulau telah dikirim ke 10 provinsi meliputi Kalimantan Selatan, Kalimatan
Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Barat, Maluku, Maluku Utara, Jambi dan Papua. Sementara untuk sapi potong
dikirim ke Kaltim, Kalsel, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Nilai transaksi sapi NTB
pertahun baik lokal maupun luar pulau mencapai 373,7 miliar dengan perincian
penjualan sapi potong Rp 321,2 miliar dan sapi bibit sebesar Rp 52,5 miliar.
Dalam sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah terkadang tidak
selalu berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan, ada saja hambatan dan
rintangan yang menjadi faktor-faktor penghambat pelaksanaan kebijakan di

lapangan. Inilah menjadi kajian peneliti untuk mengetahui apakah pelaksanaan


atau implementasi kebijakan pemerintah khususnya NTB Bumi Sejuta Sapi
sudah berjalan sesuai dengan harapan ataukah justru kebijakan tersebut tidak
berjalan dengan maksimal?
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan kebijakan Bumi Sejuta Sapi Di Desa Limung
Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa Besar?
2. Faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan Kebijakan Bumi Sejuta Sapi
Di Dusun Limung Desa Pungkit Kecamatan Moyo Utara?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pelaksanaan kebijakan pemerintah Bumi
Sejuta Sapi di Desa Limung Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa
Besar.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menghambat Pelaksanaan Kebijakan
Bumib Sejuta Sapi Di Dusun Limung Desa Pungkit Kecamatan Moyo Utara.
D. Kajian Pustaka
a. Kebijakan Publik
1. Konsep dan Lingkup Kebijakan Publik
Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981:1) adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever
government choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas, karena
kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di

samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu


masalah publik. Sebagai contoh, ketika pemerintah mengetahui bahwa ada jalan
raya yang rusak dan dia tidak membuat kebijakan untuk memperbaikinya, berarti
pemerintah sudah mengambil kebijakan. Definisi kebijakan publik dari Thomas
Dye tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat
oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta, (2) kebijakan publik
menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan
pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk tidak membuat program baru atau tetap
pada status quo, misalnya tidak menunaikan pajak adalah sebuah kebijakan
public. James E. Anderson (1979:3) mendefinisikan kebijakan publik sebagai
kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun
disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor
dari luar pemerintah. Dalam pengertian arief budiman, kebijakan merupakan
keputusan-keputusan publik yang diambil oleh Negara dan dilaksanakan oleh
aparat birokrasi. W.I Jenkins (Dr.Solichin Abdul Wahab, MA :2001)
merumuskan Kebijaksanaan Negara sebagai Aset of interrelated decisions taken
by political actor or group of actors concerning the selection of goals and the
means of achieving them within a specified situasion where these decisions
should, in principle, be within the power of these actors to achieve (serangkaian
keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau
sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah di pilih beserta
cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan

itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari
pada aktor tersebut.).
2. Pendekatan dalam Studi Kebijakan Publik
Menurut Hughes (dalam Subarsono, 2005), studi kebijakan publik terdapat
dua pendekatan, yakni: Pertama dikenal dengan istilah Analisis Kebijakan
(Policy Analysis) dan kedua Kebijakan Publik Politik (Political Public Policy).
Pada pendekatan pertama, studi analisis kebijakan lebih terfokus pada studi
pembuatan keputusan dan penetapan kebijakan dengan menggunakan modelmodel statistik dan matematika yang canggih. Sedangankan pada pendekatan
kedua, lebih menekankan pada hasil dan outcome dari kebijakan publik daripada
penggunaan metode statistik, dengan melihat intraksi politik sebagai faktor
penentu, dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, peternakan, kesejahteraan dan
lingkungan.
3. Kerangka Kerja Kebijakan Publik
Kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan oleh beberapa variabel
sebagai berikut :
a. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan
dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit
mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan
semakin sederhana, maka semakin mudah untuk mencapainya.
b. Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan
kebijakan. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan

jauh lebih sulit untu dicapai dibandingkan dengan suatu kebijakan yang
hanya mengejar satu nilai
c. Sumberdaya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan
ditentukan oleh sumber daya finansial, material, dan infrastruktur
lainnya.
d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas
dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang
terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut akan
ditentukan dari tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya,
pengalaman kerja dan integritas moralnya.
e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan
sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks
sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut di implementasikan.
f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan
untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja
dari suatu kebijakan. Strategi yang digunakan dapat bersifat top-down
approach atau buttom-up approach, otoriter atau demokratis.
4. Proses Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual
yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis
tersebut Nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan

penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah,forecasting,


rekomendasi kebijakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang
lebih bersifat intelektual. (Gambar 1)
Perumusan
Masalah
Ferocasting

Rekomendasi
Kebijakan
Monitoring
Kebijakan
Evaluasi
Kebijakan

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Penilaian Kebijakan

Sumber : (William N Dunn dalam AG Subarsono, 2005)


5. Model-Model Kebijakan
Menurut Yehezkel Dror (Dr.M.Irfan Islami : 2004) mengemukakan
adanya 7 (tujuh) macam model pembuatan keputusan yaitu :
a. Pure Rationality Model
Model ini memusatkan perhatiannya pada pengembangan suatu pola
pembuatan keputusan yang ideal secara universal, dimana keputusankeputusan tersebut harus dibuat setepat-tepatnya.
b. Economically rational model

Model ini sama dengan model yang pertama tetapi lebih ditekankan pada
pembuatan keputusan yang paling ekonomis dan paling efisien
c. Sequential Decision model
Model ini memusatkan perhatiannya pada pembuatan eksperimen dalam
rangka menentukan berbagai macam alternatif sehingga dapat dibuat suatu
kebijakan yang paling efektif.
d. Incremental model
Model yang keempat ini berasal dari teorinya Charles E Lindblom yang
terkenal dengan sebutan Muddling Through menjelaskan bagaimana
kebijaksanaan itu dibuat. Kebijaksanaan dibuat atas dasar perubahan yang
sedikit dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ada sebelumnya. Jadi
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lama dipakai sebagai dasar/pedoman
untuk membuat kebijaksanaan yang baru
e. Satisfying model
Model ini didasarkan atas teori Satisficing dari Herbert A simon,
pendekatannya dipusatkan pada proses pemilihan alternatif kebijaksanaan
pertama yang paling memuaskan dengan tanpa bersusah payah menilai
alternatif-alternatif yang lain.
f. Extra Rational model
Model ini didasarkan atas proses pembuatan keputusan yang sangat
rasional untuk menciptakan metode pembuatan kebijaksanaan yang paling
optimal.

g. Optimal model
Ini adalah merupakan suatu model yang intergratif (gabungan) yang
memusatkan perhatiannya pada pengidentifikasian nilai-nilai, kegunaan
praktis dari pada kebijaksanaan dan masalah-masalahnya. Semua itu
ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah dengan memperhatikan
alokasi sumber-sumber, penentuan tujuan yang hendak dicapai, pemilihan
alternatif-alternatif program, peramalan hasil-hasil dan pengevaluasian
alternatif-alternatif terbaik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Pelaksanaan Kebijakan NTB Bumi Sejuta Sapi
Dari hasil beberapa wawancara dan observasi yang penulis lakukan ditemukan
beberapa kegiatan-kegiatan didalam pelaksanaan kebijakan Bumi Sejuta Sapi yang
tidak atau di lupakan oleh Pemerintah sebagai Pembuat ataupun pelaksana Program
yaitu :
a. Pengendalian Pemotongan Sapi Betina Produktif
Sebagai salah satu kebijakan pendukung yang diterapkan oleh pemerintah,
Pengendalian pemotongan Sapi betina produktif dirasakan belum optimal, karena dari
hasil pengamatan yang penulis lakukan tidak adanya pengawasan yang terjadwal
yang dilakukan oleh dinas terkait dalam mengawasi atau memonitoring pemotongan
Sapi betina produktif yang ada di Dusun Limung. Hasilnya para peternak yang
berkeinginan untuk menjual daging ataupun memotong Sapi mereka yang termasuk
dalam kelompok Sapi betina produkitf demi memenuhi kebutuhan yang sifatnya
umum ataupun khusus menjadi tidak terkontrol. Akibat dari pemotongan Sapi betina
produktif yang tidak terkontrol tersebut membuat popoluasi Sapi yang dicanangkan
menjadi tidak tercapai.
b. Kegiatan pada kebijakan pengendalian Sapi bibit berupa Penetapan
alokasi bibit yang akan dikeluarkan

Pada dasarnya kebijakan pengendalian pengeluaran sapi bibit merupakan


kebijakan yang relevan ketika berbicara tentang target yang dicanangkan oleh
pemerintah. Akan tetapi pemerintah tidak memberikan solusi terhadap kebijakan
tersebut, dari hasil pengamatan dari penulis, sebagian peternak mengeluh dengan
adanya kebijakan itu. Karena dengan diterapkannya kebijakan tersebut membuat para
peternak tidak lagi dengan mudah menjual bibit sapi ataupun Sapi mereka ketika
keadaan ekonomi ataupn ada kebutuhan yang mendesak. Pemerintah harusnya
menyiapkan solusi terhadap kebijakan pengendalian tersebut agar nantinya bukan
hanya pencapian target angka populasi yang pemerintah dapatkan, tetapi juga
mendapatkan target-targer yang lain.
c. Kebijakan pelatihan untuk para peternak
Kebijakan pelatihan bagi para peternak merupakan program pendukung yang
nantinya akan menghasilkan peternak-peternak yang berwawasan tinggi serta
berkualitas sehingga nantinya akan mampu mengelola hewan ternak mereka dengan
baik yang nantinya akan memberikan kontribusi terhadap populasi Sapi. Akan tetapi,
kebijakan ini sepertinya tidak berjalan dengan optimal karena para peternak masih
ada yang tidak mendapatkan pelatihan-pelatihan yang di laksanakan oleh pemerintah
sehingga pengetahuan para peternak dalam mengelola hewan ternaknya menjadi
minim. Ini mengakibatkan para peternak tidak mampu mengelola hewan ternaknya
secara baik dan lebih memilih menggunakan cara tradisional untuk mengurus hewan
ternak mereka.

2. Dampak Kebijakan Bumi Sejuta Sapi


Walaupun adanya kegiatan-kegiatan maupun langkah antisipasi yang tidak
dilakukan oleh pemerintah yang mengakibatkan tidak optimalnya kinerja yang
nantinya akan menunjang populasi Sapi yang ditargetkan, akan tetapi Program NTB
Bumi Sejuta Sapi setidaknya sudah mampu memberikan kontribusi nyata bagi
masyarakat terutama para peternak didalam kehidupan ekonomi mereka. Dan ini yang
akan penulis paparkan mengenai dampak-dampak yang dihasilkan oleh Program NTB
Bumi Sejuta Sapi Tersebut.
a. Bertambahnya Penghasilan Keluarga
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan di lokasi penelitian, penulis banyak
mendapatkan gambaran-gambaran nyata dari dampak kebijakan tersebut, salah
satunya adalah bertambahnya penghasilan dari keluarga peternak Sapi. Dari hasil
wawancara dengan Agus Sahabuddin yang juga merupakan Ketua Kelompok Ternak
Kalimung, penulis mendapatkan gambaran bahwa Program NTB Bumi Sejuta Sapi
memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, fakta ini menguat ketika kita melihat
kondisi keluarga dari Bapak Agus Sahabuddin tersebut. Pernyataan Bapak Agus
Sahabuddin dikuatkan kembali oleh H. Makasau yang mampu menambah modal
usaha yang dijalankannya. Ini artinya bahwa kebijakan NTB Bumi Sejuta Sapi
memberikan dampak positif bagi kehidupan ekonomi masyarakat khususnya peternak
yang mendapatkan bantuan dari pemerintah.

b. Adanya peningkatan pendidikan anak ke jenjang yang lebih tinggi


Pendidikan merupakan salah satu sektor yang menjadi indikator dari
kemiskinan tersebut. Semakin rendah jenjang pendidikan yang didapatkan maka
semakin besar kemungkinannya terkena dengan masalah kemiskinan. Oleh karena itu
pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat terutama
masyarakat yang berada di daerah-daerah yang jauh dari fasilitas pendidikan.
Mungkin hal ini yang dipikirkan oleh Bapak Nurdin Kasmuri yang menyekolahkan
anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA/Sederajat dan Perguruan
Tinggi (SD dan SMP menggunakan dana BOS). Hasil wawancara penulis dengan
Bapak Kasmuri, penulis mendapatkan fakta penting tentang dampak yang dihasilkan
oleh Program NTB Bumi Sejuta Sapi tersebut. Hasil yang didapatkan oleh responden
digunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi sehingga
diharapkan nantinya mampu berbuat banyak bagi kehidupan di masa yang akan
datang.
Dari berbagai fakta yang didapatkan baik itu dari hasil observasi langsung di
tempat penelitian maupun hasil wawancara dengan para peternak. Didapatkan
kesimpulan bahwa, Kebijakan NTB Bumi Sejuta Sapi yang dicanangkan oleh
Pemerintah Provinsi NTB pada tahun 2008 mampu memberikan dampak yang positif
bagi kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya dan para peternak pada
khususnya.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Mengingat potensi ternak sapi Provinsi NTB sangat besar sementara permintaan
ternak tersebut terus meningkat, maka komoditas ternak sapi dapat menjadi unggulan
komparatif dan kompetitif guna menunjang kemajuan pembangunan ekonomi
masyarakat NTB. Dalam upaya mengoptimalkan potensi tersebut Gubernur
mencanangkan Program NTB Bumi Sejuta Sapi sebagai wujud kemauan politik dan
komitmen terhadap pentingnya peranan ternak sapi untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat NTB
Perlu ditekankan betul, pengembangan peternakan sapi tidak dapat lagi
dilakukan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan saja. Program tersebut harus
dilaksanakan secara sinergis dan terpadu dengan dinas/instansi terkait, baik antar
subsector ataupun lintas sector. Disamping itu juga perlu dukungan dai pihak-pihak
lainnya yang bergerak di bidang peternakan seperti, peneliti, penyuluh, asosiasiasosiasi dan swasta serta dukungan penuh dari masyarakat NTB tentunya.
B. Saran

Bagi Pemerintah
1. Pengentasan kemiskinan di dalam masyarakat merupakan tanggung jawab
dari pemerintah, baik itu Pemerintah pusat, provinsi ataupun kabupaten/kota.
Dan saharusnya pemerintah lebih banyak membuat ataupun menetapakan

kebijakan-kebijakan yang lebih memberdayakan masyarakat sehingga


masyarakat dapat lebih berpartisipasi dalam program yang di buat oleh
pemerintah, sehingga mampu memberikan kontribusi positif bagi peningkatan
kesejahteran masyarakat
2. Di dalam pelaksanaan kebijakan, peran pemerintah dan masyarakat sangatlah
vital. Peran itu adalah peran untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya
kebijakan tersebut. Pengawasan merupakan satu tahap yang penting dalam
sebuah kebijakan. Pengawasan ditujukan untuk memastikan bahwa kebijakan
itu berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Dr.Solichin MA. Analisis Kebijaksanaan (Dari Reformasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara).Jakarta. PT Bumi Aksara:2001
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2009. Blue
Print NTB Bumi Sejuta Sapi. [http://www.disnak_ntb.org].
Islamy.M. Irfan. Prinsip-prinsip perumusan kebijaksanaan Negara.Malang : PT
Bumi Aksara :2004
Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar.Yogyakarta : 2005

Anda mungkin juga menyukai