Oleh :
IRMA KUSUMADEWI
K2D 009 047
SHIFT 3/KELOMPOK 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penginderaan jauh sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang baru
semakin berkembang. Hal ini akan membantu kita untuk mencapai hasil nyata
yang lebih baik lagi baik dalam teknologi maupun Informasi yang diperoleh.
Dengan demikian perlu adanya peningkatan pemanfaatan dan pengetahuan kita
tentang penginderaan jauh.
Seiring perkembangan yang ada, Citra Landsat maupun Digital Elevation
Model (DEM) dapat kita gunakan untuk mengetahui analisa batimetri pada suatu
tempat. Batimetri adalah kesamaan topografi namun untuk lokasi di bawah laut
atau air. Peta batimetri memberi informasi mengenai kedalaman kontour pasir,
bebatuan, tanah dan sejenisnya yang ada di dasar laut atau air seperti danau
dan
sungai.
Peta
batimetri
berguna
untuk
informasi
navigasi
(www.sinarharapan.com).
Survei dan pemetaan batimetri menjadi sangat penting kaitannya dengan
masalah perbatasan maritim baik melalui survey titik dasar untuk menentukan
garis pangkal, survei batimetri untuk mengetahui kondisi topografi dasar laut di
perbatasan, dan survei batimetri untuk menentukan batas landas kontinen yang
lebih dari 200 mil sesuai dengan UNCLOS (www.forek.com)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Peta Bathimetri
Peta batimetri adalah peta kedalaman laut yang dinyatakan dalam angka
sungai.
Peta
batimetri
berguna
untuk
informasi
navigasi
(www.sinarharapan.com).
Menurut Davis (1974), peta batimetri adalah peta kedalaman laut yang
dinyatakan dalam angka kedalaman atau kontur kedalaman yang diukur
terhadap datum vertikal. Peta batimetri disajikan dalam proyeksi Mercator,
Spheroida WGS 84 dengan klasifikasi terbatas. Informasi utama yang disajikan
berupa kedalaman laut (topografi dasar laut) juga tanda-tanda (benda-benda) di
darat, pelampung-pelampung, lampu-lampu suar sesuai dengan standar
imternasional (www.forek.com).
Survei dan pemetaan batimetri menjadi sangat penting kaitannya dengan
masalah perbatasan maritim baik melalui survey titik dasar untuk menentukan
garis pangkal, survei batimetri untuk mengetahui kondisi topografi dasar laut di
perbatasan, dan survei batimetri untuk menentukan batas landas kontinen yang
lebih dari 200 mil sesuai dengan UNCLOS (www.forek.com).
Peta batimetri disajikan dalam proyeksi Mercator, Spheroida WGS 84
bersekala 1 : 250.000 dengan klasifikasi terbatas. Informasi utama yang disajikan
berupa kedalaman laut (topografi dasar laut) juga tanda-tanda (benda-benda) di
darat, pelampung-pelampung, lampu-lampu suar sesuai dengan standar
internasional. Peta ini dapat digunakan untuk bernavigasi selain kegunaan utama
untuk kepentingan ilmiah. Peta bawah air dengan sekala 1 : 250.000 pada
selain
data
kedalaman
laut
juga
terdapat
data
(http://tni.mil.ad/bathymetri.php3).
2.2.
Kontur
Kontur adalah garis khayal untuk menggambarkan semua titik yang
untuk
membedakan
(www.membaca_peta_kontur.com).
dengan
kontur
standar
2.3.
memasukkan analisis tiga dimensi (3D) sehingga visualisasi hasil kajian lebih
nyata.
Kajian kemampuan sensor ASTER dan SPOT-5 yang dilakukan berkaitan
dengan pembuatan informasi ketinggian DEM (Digital Elevation Model)
menggunakan data stereo satelit ASTER, selanjutnya data DEM yang diperoleh
akan digunakan untuk mengkaji proses orthorektifikasi (koreksi terhadap citra
karena perbedaan ketinggian permukaan bumi) dan juga membuat tampilan citra
3D dan animasi. Hasil dari kajian terhadap model pembuatan dan pengolahan
data DEM ini akan memberikan informasi yang sangat bermanfaat pada kegiatan
selanjutnya dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir, seperti:
informasi DEM dapat digunakan untuk penyusunan tata ruang wilayah pesisir,
dan sebagai parameter penentu untuk daerah rawan bencana (Vulnerability
Assessment) dan lain-lain. Kegiatan berikutnya adalah melakukan kajian tingkat
akurasi dari sensor ASTER dan SPOT untuk proses ekstraksi secara digital garis
batas wilayah air dan darat (garis sungai atau garis pantai), di mana pada
kegiatan ini dilakukan pembuatan data fusi (citra MS dan Pan) dan pengkajian
tingkat akurasi dan error dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan citra
IKONOS. Pembuatan tampilan komposit natural color untuk citra SPOT dikaji
karena SPOT memiliki karakter panjang gelombang yang berbeda dengan satelit
resolusi sangat tinggi lainnya (seperti IKONOS) sehingga tidak dapat
menampilkan citra sebaik tampilan IKONOS.
Kegiatan-kegiatan tersebut
berguna
untuk
monitoring
tutupan
lahan
di
wilayah
pesisir
(www.lapanrs.com).
2.5.
Colour Dropping
Penajaman citra yang akan dijelaskan menggunakan citra Landsat7. Citra
Landsat7 adalah data citra penginderaan jauh yang sangat populer dalam dunia
penginderaan jauh yang mempunyai resolusi spasial 30 meter per pixel.
Landsat7 mempunyai kanal atau kita sebut juga band sebanyak 8 kanal. Di
Landsat7 band satu sampai dengan band tujuh minus band enam kita sebut
band multispectral, karena bekerja didaerah panjang gelombang tampak.
Sedangkan band enam adalah band termal karena bekerja pada daerah
gelombang infra merah. Band delapan adalah band pankhromatik yang
mempunyai resolusi spasial dua kali lebih tinggi daripada band multispektralnya.
Sehingga dengan kombinasi multispectral dan pankhromatik maka dapat
diperoleh citra dengan resolusi spasial 15 meter per pixelnya ( Poerbandono et
al. 2005 ).
Berbicara mengenai pixel, didalam data citra penginderaan jauh, setiap
pixel mempunyai nilai yang kita sebut pixel number. Dengan adanya pixel
number ini data citra penginderaan jauh dapat mempunyai tampilan warna visual
yang berbeda-beda selain dari kombinasi bandnya ( Poerbandono et al. 2005 ).
Sebelum kita melakukan interpretasi obyek secara visual (on screen) kita
dapat melakukan penajaman warna dengan mengubah histogram citra
penginderaan jauh. Tujuan penajaman citra ini adalah membuat citra menjadi
lebih mudah diintepretasi dan dianalisis. Supaya mudah diinterpretasikan maka
hasil dari penajaman ini harus :
Tidak boleh kabur (atau blur, bukan lari bro) dilihat dari skala
maksimalnya
Teknik penajaman citra juga bermacam-macam seperti misalnya
penggabungan
data
(data
fusion),
colordraping,
penajaman
kontras
2.6.
yaitu: daerah Paparan Sunda terletak di bagian barat Indonesia, Paparan Sahul
di bagian timur Indonesia dan; [3] zona transisi. Paparan Sunda meliputi daerahdaerah perairan Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan Laut Jawa dengan
kedalaman rata-rata mencapai 120 meter membentuk paparan sedimen yang
tebal dengan penyebaran yang cukup luas. Paparan Sahul meliputi daerahdaerah di selatan Laut Banda dan Laut Aru. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh
sistem benua Australia, sehingga sedimen di daerah ini ditafsirkan sebagai
sedimen asal kontinen Australia. Sedangkan daerah transisi meliputi daerahdaerah perairan Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda dan Laut Flores.
Perbedaan yang menyolok antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian
timur adalah batas antara kaduanya barimpit dangan apa yang semula disebut
sebagai garis wallace (wallace line). Garis ini, yang membujur dengan arah
utara-selatan melalui Selat Makasar dan Selat Lombok (antara P. Bali dan P.
Lombok), semula adalah suatu garis yang mumbatasi fauna dan flora yang
berbeda antara bagian timur dan barat, tetapi garis ini ternyata juga
mamperlihatkan bentuk fisiografi yang berbeda ( Hardjawidjaksana dan Kristanto.
1999 ).
Dari kenampakkan fisiografi wilayah laut Indonesia maka dapat ditafsirkan
secara geologi bahwa perkembangan tektonik antara Indonesia bagian barat dan
bagian timur mempunyai perbedaan. Indonesia bagian barat
terdiri dari
2.7.
yang
memperlihatkan
hubungan
antara
kedalaman
dan
umur
atau letak suatu obyek di laut. Disamping itu dapat juga menentukan kedalaman
suatu dasar laut atau perairan yang banyak dipelajari di Survai Hidrografi ( British
Petroleum Exploration Operating. 1991 ).
Pada awalnya,
hidrografi
secara sederhana
bertujuan
untuk
menggambarkan relief dasar laut, mencakup semua unsur alam dan buatan
manusia yang pada prinsipnya hampir sama dengan peta darat yang dalam hal
ini topografi ( Ingham, 1984).
Pemanfaaan bidang survai dan pemetan untuk menyongsong
kadaster laut antara lain dengan membuat kepastian letak atau posisi suatu
obyek atau daerah atau wilayah. Posisi ini dapat dilakukan dengan konvensional
maupun yang modern. Yang dimaksud dengan konvensional misalnya dengan
peralatan teodolit, sextant dan sejenisnya. Untuk peralatan modern misalnya
dengan Total Station maupun Global Positioning System (GPS). Pada daerah
yang luas hampir tidak mungkin dilakukan dengan alat konvensional , misalnya
untuk batas antar kabupaten atau kota dan juga Propinsi ( British Petroleum
Exploration Operating. 1991 ).
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1.
Waktu
Tempat
3.2.
Materi
Materi yang disampaikan pada praktikum penginderaan jauh II adalah
mengenai :
1. Colour Dropping
Colour Draping digunakan untuk memperjelas warna pada citra, dan
dapat dibedakan antara daratan, laut dangkal yang berwarna hijau dan
laut dalam berwarna biru.
2. Estrasi Garis Bathimetri
Materi ini berfungsi untuk membuat kontur suatu wilayah dengan
jarak tertentu yang diinginkan.
3. Pembuatan Profil Dasar Laut
Dengan membuat profil dasar laut, dapat diketahui bagaimana
bentuk dasar laut di daerah tertentu. Dengan menggunakan menu
Polyline, praktikan membuat profil dasar laut antara kepulauan Sulawesi
dan 3 pulau lainnya.
4. Pemetaan Kedalaman
Menggunakan kedalaman sebagai obyek yang akan diamati.
Dengan 2 depth pada setiap interval kedalaman, akan terlihat perbedaan
antara kedalaman yang satu dengan yang lainnya.
5. Pemetaan 3D
Melihat bentuk profil muka bumi dengan animasi 3 Dimensi secara
Perspective.
3.3.
Metode
Klik Edit Transform Limits, lalu klik Limits dan pilih Limits To Actual
Klik kanan pada Pseudo Layer yang pertama, lalu klik Classification
Tampilan citra menjadi seperti dibawah ini. Kemudian klik E = mc2, lalu
masukkan rumus : If il >0 then 1 else null dan klik Apply Change
Ubah nama Pseudo Layer yang pertama menjadi Land, kedua menjadi
Ocean Basin, dan ketiga menjadi Sun Angle Shading
Zoom Pulau Sulawesi, lalu klik View dan klik Cell Values Profile
Ketik -12000 pada kotak First Contour Level, Contour Interval 200,
Primary Contour 5 dan Secondary Contour Style 7, lalu klik Next
Ubah Set Colour menjadi ungu, Font 12 dan tipe tulisan Times Roman.
Kemudian klik Finish
Klik Dynamic Link Chooser, klik Save as. Tambahkan nama dan NIM
pada saat di save dan klik Ok. Kemudian klik Save
Klik Polyline dan klik pada bagian Utara Pulau Bali dan Pada Selatan
Pulau Sulawesi
Klik Polyline dan klik pada bagian Utara Pulau NTB dan Pada Selatan
Pulau Sulawesi
Klik Polyline dan klik pada Pulau Kecil dan Pada Selatan Pulau Sulawesi
Klik Edit Transform Limits, lalu klik Limits dan pilih Limits To Actual
Ubah nama Pseudo Layer yang pertama menjadi Land, kedua menjadi
Ocean Basin, dan ketiga menjadi Sun Angle Shading
Tampilan citra menjadi seperti dibawah ini. Kemudian klik E = mc2, lalu
masukkan rumus : If i1>0 then i1 else null dan klik Apply Change
Klik
new,
klik
pada
icon
Bathi_Indonesian_Timur.ers.
Edit
Algorithm
dan
buka
file
Ubah posisi Classification layer menjadi paling atas dengan cara klik
Move Up
Klik Edit Transform Limit, pilih Limit lalu pilih Limit to Actual
Clasification Layer di Duplicate menjadi enam. Ubah nama masingmasing dengan : 0-200m, 201-500m, 501-700m, 701-1000m, 10012500m, dan >2500m
Layer pertama, pada Formula Editor pilih Variable dan ubah nilai depth 1
= -200 dan depth 2 = 0.
Layer kedua, pada Formula Editor pilih Variable dan ubah nilai depth 1 =
- 500 dan depth 2 = - 200.
Layer ketiga, pada Formula Editor pilih Variable dan ubah nilai depth 1 =
- 700 dan depth 2 = - 500.
Layer keempat, pada Formula Editor pilih Variable dan ubah nilai depth
1 = - 1000 dan depth 2 = - 700.
Layer kelima, pada Formula Editor pilih Variable dan ubah nilai depth 1 =
- 2500 dan depth 2 = - 1000.
Duplicate Pseudo Layer menjadi tiga. Ubah nama Pseudo Layer yang
pertama menjadi Land, kedua menjadi Ocean Basin, dan ketiga menjadi
Sun Angle Shading
Kemudian klik E = mc2, lalu masukkan rumus : If i1 >0 then i1 else null
dan klik Apply Change
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Colour Dropping
Daratan ( Warna Kuning )
Setelah Di Cut
201 500 m
501 700 m
701 1000 m
1001 2500 m
> 2500 m
4.2. Pembahasan
4.2.1. Colour Dropping
Pada materi ini menggunakan rumus If il >0 then 1 else null. Dengan
Colour Dropping dapat diketahui perbedaan warna dari daratan, perairan dangkal
dan perairan dalam. Daratan berwarna kuning. Laut dangkal berwarna hijau dan
laut dalam berwarna biru.
BAB V
KESIMPULAN
dengan
data lapangan,
pada intinya
dapat
memberikan
DAFTAR PUSTAKA
British Petroleum Exploration Operating Co.Ltd, 1991, Peta Fisiografi Dasar Laut
Indonesia dan Sekitarnya Gabungan Data Satelit SEASAT dan GEOSAT.
Davis. 1974. Information Technology, John Wiley and Sons. New York.
Hardjawidjaksana, K. dan Kristanto, N.A., 1999, Offshore Mineral Resources Map
of Indonesia. Pusat Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung.
Poerbandono dan Djunarsyah, Eka. 2005. Survei Hidrografi. Penerbit Refika
Aditama. Bandung.
Prasetyo, H., 1996, Profil Kelautan Nasional : Menuju Kemandirian, Edisi kedua.
Panitia Pengembangan Riset dan Teknologi Kelautan serta Industri
Maritim.
http://tni.mil.ad/bathymetri.php3. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.00
www.202.78.199.61.com. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.05
www.digilib.itb.ac.id. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.13
www.forek.com. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.22
www.gappala.or.id. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.24
www.ict@ugm.ac.id. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.29
www.lapanrs.com. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.31
www.petra.ac.id. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.34
www.sinarharapan.com. Diakses pada 1 Mei 2011 pukul 14.35