DYAH SETYANINGRUM
LINDAWATI GANI
DWI MARTANI
Universitas Indonesia
Cris Kuntadi
Pusdiklat BPK RI
ABSTRACT
The purpose of this is to analyze the effect of auditor quality and legislative
oversight on the follow-up of audit recommendations, and also examining
the indirect effect between the auditor quality and legislative oversight on
the audit findings through the follow-up of audit recommendations as an
intervening variable. Sample of this study is local governments financial
statement in Indonesia from 2010-2012. Using principle component analysis
methods, there are four components extracted that form auditor quality
which is experience, training, motivation, and education. The empirical test
result shows that there is a direct effect between the auditor qualityand
legislative oversight on the follow-up of audit recommendations, as well as
indirect effect on audit findings. High quality auditor is able to produce
high quality recommendations that can be easily followed by the audited
entity. Strong legislative oversight encourages closer monitoring over the
local government financial management so that local governments more
committed to following up on the audit recommendation. The higherthe
audit recommendations are acted upon, the better the quality of local
government financial statements asshown by the decrease in audit findings.
Keywords: audit findings, auditor quality, follow-up, legislative oversight
1. Latar Belakang
Sejak dimulainya era otonomi daerah dan reformasi keuangan, akuntabilitas dan
transparansi mtienjadi isu penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu
perwujudan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara
adalah penyusunan laporan keuangan oleh pemerintah (pusat dan daerah).Laporan
keuangan pemerintah bertujuan untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para
pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan
ekonomi, sosial maupun politik.Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPKRI) adalah lembaga negara yang bertugas menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan
keuangan negara di Indonesia dan berkewajiban memberikan pendapat atas kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan agar tidak menyesatkan penggunanya.
Hasil audit oleh BPK-RI berupa opini audit dan temuan audit yang terdiri dari temuan
efektivitas sistem pengendalian internal (SPI) dan temuan ketidakpatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan.
Kondisi opini audit LKPD dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 sudah
mengalami perbaikan, hal ini dapat dilihat dari peningkatan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan penurunan opini
Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP).Dari sisi temuan, dapat
dilihat pada gambar 1 bahwa kasus temuan audit tidak secara konsisten menunjukkan
penurunan, baik secara jumlah maupun nominal. Sebagai upaya perbaikan kualitas
laporan keuangan, atas setiap temuan audit BPK-RI memberikan rekomendasi yang
ditujukan kepada orang/badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau
perbaikan dan bersifat wajib ditindaklanjuti. Peningkatan jumlah kasus baik kasus
pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
dapat menjadi salah satu indikasi bahwa Pemerintah Daerah belum sepenuhnya
menjalankan rekomendasi BPK untuk perbaikan kualitas laporan keuangan.
Hal ini didukung oleh fakta yang diperoleh dari ikhtisar hasil pemeriksaan
(IHPS) semester 2 tahun 2013 bahwa sejak tahun 2009-2013 jumlah rekomendasi yang
telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebesar 53,09%; bahkan secara nilai nominal
jumlah rekomendasi yang telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi hanya 26,96%.
Sisanya masih belum sesuai rekomendasi dan/atau dalam proses tindak lanjut atau
belum ditindaklanjuti. Rendahnya tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dapat
menjadi
indikasi
bahwa
pemerintah
berkomitmenmelaksanakanrekomendasi
tindak
daerah
lanjut
belum
yang
sepenuhnya
diberikan
oleh
ini
bertujuanmenganalisis
faktor-faktor
yang
memengaruhi
agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Keppres No. 74 tahun 2001). Dewan Perwakilan
Rakyat
Daerah
(DPRD)
Provinsi/Kabupaten/Kota
bertugas
untuk
melakukan
akomodatif terhadap klien karena lebih fokus pada fee yang akan diperoleh daripada
melindungi reputasinya (Johnshon, et.al., 2002 ; Carcello dan Nagy, 2004) . Adanya
mixed evidence tentang kebutuhan rotasi audit menunjukkan bahwa independensi
dan kompetensi merupakan trade off.Semakin lama auditor mengaudit suatu
perusahaan, kompetensi auditor semakin meningkat.Tetapi bersamaan dengan itu,
hubungan auditor dengan klien semakin dekat (familiar) sehingga independensi
menjadi turun.Namun, peningkatan kompetensi tidak selalu diiringi dengan
penurunan independensi. Hal ini karena lost of independency lebih besar
kerugiannya daripada tambahan fee akibat tambahan klien (Watts dan Zimmerman,
1985). Karena adanya risiko audit ini, ada sebagian auditor yang tetap memiliki
kompetensi tanpa kehilangan independensinya.
2. Beban kerja (workload)
Workload bisa dilihat dari banyaknya klien yang ditangani oleh auditor atau
terbatasnya waktu yang tersedia untuk melaksanakan proses audit. Jones et.al (2010)
menemukan asosiasi antara busy season dengan stres dan kelelahan, dan hal ini
dapat
menurunkan
komitmen
auditor,
kinerja
individual
dan
kepuasan
H1b
Kualitas auditor berpengaruh negatif terhadap temuan audit melalui tindak lanjut
rekomendasi hasil pemeriksaan
Atas
setiap
temuan,
BPK
RI
juga memberikan
rekomendasi
untuk
ditindaklanjuti. Menurut Lin dan Liu (2012), institusi audit berperan dalam proses
tindak lanjut hasil pemeriksaan bisa dengan cara memberikan sanksi secara langsung,
melimpahkan kasus kepada pihak lain yang bertanggung jawab, memberikan saran
untuk memperbaiki kelemahan yang ditemukan serta melakukan pemantauan atas
rekomendasi hasil pemeriksaan. Semakin besar persentase rekomendasi hasil
pemeriksaan yang ditindaklanjuti, diharapkan temuan audit pada periode selanjutnya
akan semakin sedikit. Berdasarkan argumentasi yang dikemukakan di atas, maka
hipotesis kedua yang akan diuji adalah:
H2
H3b
3. Metodologi Penelitian
3.1
Data
Dalam penelitian ini kualitas auditor diukur dari kualitas ketua tim audit. Ketua
tim audit merupakan penanggung jawab audit lapangan yang bertugas untuk
meyakinankan bahwa semua pihak yang berhubungan dengan proses pemeriksaan
mengerti perencanaan secara keseluruhan dan tugas yang diberikan. Ketua tim audit
juga harus memastikan bahwa orang yang terlibat dalam audit memiliki ketrampilan
yang dibutuhkan untuk melakukan tugas yang diberikan, tidak ada konflik kepentingan
atau faktor-faktor lain yang akan menghambat setiap orang yang terlibat dalam
mengaudit dari melaksanakan tugas yang diberikan dengan cara kompeten dan objektif
(EUROSAI, 2004). Berdasarkan pertimbangan di atas, maka kualitas ketua tim audit
dianggap dapat mencerminkan kualitas auditor BPK RI. Data terkait pengukuran
kualitas auditor diperoleh dari data Biro Sumber Daya Manusia (SDM) BPK-RI dari
tahun 2010-2012.Selain data SDM, data lain yang berasal dari BPK-RI adalah (1)
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pemerintah daerah yang telah diaudit dan (2) Ikhtisar
Hasil Pemeriksaan semesteran dari BPK-RI. Data populasi dan umur administratif
daerah dari Badan Pusat Statistik (BPS).Data-data terkait karakteristik pemerintah
daerah, berikut data tentang partai oposisi dan latar belakang kepala daerah diambil dari
laman web masing-masing pemerintah daerah.
3.2
Model Empiris
Kualitas auditor dalam penelitian ini akan diukur menggunakan principal
component analysis (PCA) mengikuti Cheng et.al (2013). Prosedur PCA pada dasarnya
bertujuan untuk menyederhanakan variabel dengan cara menyusutkan (mereduksi)
dimensinya. Komponen kualitas auditor akan dikelompokkan menjadi faktor-faktor
yang menjelaskan sebagian besar variasi data. Faktor ini selanjutnya akan dibuat
menjadi single index yang disebut Indeks Kualitas Auditor.
3.3
Operasionalisasi Variabel
Pengukuran tiap-tiap komponen kualitas auditor dapat dilihat di tabel 1 dan
4. Hasil Empiris
4.1
10
Dilihat dari lama penugasan (tenure), rata-rata ketua tim audit tidak pernah memeriksa
auditee yang sama lebih dari dua kali. Sebanyak 95,39% ketua tim hanya satu kali
memeriksa entitas yang sama; 4,55% memeriksa entitas yang sama sebanyak 2 kali dan
hanya 0,07% (1 orang ketua tim audit) yang memeriksa entitas yang sama sebanyak 3
kali. Hasil ini menunjukkan rata-rata rotasi ketua tim audit dilakukan setiap penugasan
baru, sehingga dapat dikatakan kekhawatiran atas terganggunya independensi ketua tim
akibat kedekatan hubungan dengan auditee sangat kecil.
Komponen kualitas auditor yang ketiga adalah peran ketua tim audit. Distribusi
frekuensi peran ketua tim audit menunjukkan persentase paling besar yaitu sebanyak
67,29% pemeriksa memiliki jabatan fungsional pemeriksa (JFP) sebagai ketua tim baik
sebagai ketua tim yunior (56,67%) maupun ketua tim senior (10,63%). Selain itu,
ditemukan fakta bahwa sebanyak 30,85% ketua tim hanya memiliki jabatan fungsional
sebagai anggota tim. Kondisi lapangan ini menunjukkan bahwa terdapat keterbatasan
jumlah ketua tim audit khususnya di BPK Perwakilan, sehingga anggota tim yang
dianggap mampu dapat diangkat untuk menjalankan peran sebagai ketua tim. Hal ini
tentu saja patut menjadi perhatian BPK RI untuk memantau kebutuhan dan kualitas
sumber daya manusia, sehingga kondisi ideal dimana penanggung jawab lapangan
seharusnya ketua tim dapat terpenuhi.
Dari sisi latar belakang pendidikan sebanyak 87,51% ketua tim bergelar
akuntan, dan hanya 12,49% yang tidak memiliki latar belakang akuntansi. Ketua tim
yang tidak memiliki gelar akuntan, biasanya sudah memiliki pengalaman melakukan
pemeriksaan yang cukup lama. Jika dilihat dari jenjang pendidikan, hanya 26,98% ketua
tim yang menyelesaikan pendidikan pascasarjana, sedangkan sebagian besar (73,02%)
masih berpendidikan S1. Tabel 3juga menunjukkan rata-rata ketua tim sudah sembilan
tahun menjadi pemeriksa di BPK, dan rata-rata pengalaman menjadi ketua tim audit
adalah 0,6 tahun. Untuk menjadi ketua tim yunior, pemeriksa harus terlebih dahulu
melewati peran sebagai anggota tim yunior dan anggota tim senior. Setiap tingkatan
kenaikan peran jabatan fungsional pemeriksa (JFP) membutuhkan waktu minimal 3
tahun, dengan mempertimbangkan kecukupan angka kredit dan penilaian oleh biro
SDM. Jika rata-rata pengalaman sebagai auditor BPK sudah 9 tahun, seharusnya saat ini
pemeriksa sebagian besar sudah mencapai posisi ketua tim senior, namun kenyataannya
rata-rata peran JFP pemeriksa baru ketua tim yunior, sehingga dapat disimpulkan bahwa
rata-rata kenaikan peran membutuhkan waktu lebih dari 3 tahun.
11
Jumlah diklat yang diikuti oleh ketua tim selama setahun rata-rata 2 (dua) jenis
diklat. Meskipun hanya mengikuti 1-2 diklat dalam setahun, pada tabel 3 dapat dilihat
bahwa rata-rata jam diklat ketua tim dalam setahun sebanyak 65 jam, dan hal ini sudah
sesuai dengan aturan BPK yang menyebutkan bahwa setiap tahun pemeriksa harus
mengikuti minimal 40 jam diklat. Diklat yang diikuti oleh pemeriksa adalah diklat
fungsional atau teknis terkait dengan peran sebagai pemeriksa dengan jumlah rata-rata
jam diklat untuk satu jenis diklat saja bisa lebih dari 40 jam.
Variabel terakhir dari kualitas auditor adalah tindak lanjut hasil pemeriksaan
(TLRHP).Untuk mengukur kualitas auditor digunakan TLRHP tahun sebelum nya (lag),
karena TLRHP tahun t berisi tindak lanjut yang dilakukan manajemen selama tahun
anggaran t atas temuan tahun t-1; sehingga kualitas auditor yg mempengaruhi adalah
kualitas auditor tahun pada t-1. Tabel 3 menunjukkan bahwa secara jumlah (nominal)
tindak lanjut yang sudah selesai dan sesuai rekomendasi sebesar 52,3% (41,11%).
Jumlah ini masih rendah, mengingat penyelesaian tindak lanjut adalah kewajiban bagi
pemerintah daerah untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan.Rendahnya TLRHP
bisa menurunkan motivasi pemeriksa, mengingat rekomendasi atas temuan pemeriksaan
yang ditindaklanjuti merupakan salah satu ukuran keberhasilan pelaksanaan tugas,
fungsi dan peran BPK RI dalam mendorong pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
Hasil reduksi variabel kualitas auditor berdasarkan metode principal component
analysismenghasilkan empat komponen kualitas auditor dengan nilai eigen value lebih
dari satu dan menjelaskan sebesar 62% dari total varians sampel. Selanjutnya empat
komponen akan diberikan nama sesuai dengan substansi dari masing-masing ukuran
variabel yaitu (1) Pengalaman yang terdiri PERAN, PROF, EXP, EDUC_2; (2)
Pelatihan yang terdiri dari TRAIN_1 dan TRAIN_2; (3) Motivasi yang terdiri dari
TLRHP, TLRHP_NOM dan WORKLOAD; dan (4) Pendidikan yang terdiri dari
EDUC_1 dan dan TENURE. Tahap selanjutnya adalah membuat sebuah indeks kualitas
auditor berdasarkan persentase varians yang dapat dijelaskan oleh tiap-tiap komponen,
sehingga diperoleh persamaan indeks kualitas auditor sebagai berikut:
AQ = 0,3533 (EXPERIENCE) + 0,2910 (TRAINING) +
0,2040 (MOTIVATION) + 0,1514 (EDUCATION)
Jika keempat komponen tersebut dikorelasikan dengan Indeks Kualitas Auditor
(AQ), semua komponen tersebut berkorelasi positif signifikan (two-tailed test) dengan
kualitas auditor.Hal ini menunjukkan bahwa kualitas auditor semakin tinggi jika auditor
12
memberi perhatian pada semua aspek yaitu pengalaman, pelatihan, motivasi dan
pendidikan.
4.2
Hasil Pengujian
4.2.1
dapat dilihat bahwa jumlah persentase rata-rata nominal rekomendasi BPK yang selesai
ditindaklanjuti selama tahun 2010-2012 hanya sebesar 32,23%. Jika dilihat lebih jauh,
terdapat trend penurunan persentase tindak lanjut hasil pemeriksaan baik secara jumlah
maupun nominal.Fakta ini harus menjadi catatan pemerintah pusat dan BPK sebagai
regulator; agar lebih serius melakukan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan
untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.Variabel selanjutnya
adalah kualitas auditor. Kualitas auditor yang akan diuji pengaruhnya terhadap tindak
lanjut hasil pemeriksaan adalah kualitas auditor periode sebelumnya (lag). Sebagai
ilustrasi, TLRHP tahun 2011 adalah berisi tindak lanjut yang dilakukan manajemen
selama tahun anggaran 2011 atas temuan di tahun 2010; sehingga kualitas auditor yg
mempengaruhi adalah kualitas auditor tahun 2010. Jumlah observasi lag kualitas auditor
hanya berjumlah 902. Data kualitas auditor tahun 2012 tidak bisa digunakan karena
laporan keuangan tahun 2013 belum dipublikasikan oleh BPK..Kualitas auditor diukur
menggunakan formula berdasarkan metode principal component analysis.
Pengawasan legislatif diukur dari jumlah anggota DPRD yang berasal dari partai
oposisi (bukan partai pengusung atau partai mitra koalisi dengan kepala daerah) dibagi
jumlah anggota DPRD secara keseluruhan.Jumlah observasi sebanyak 1.060 pemda,
terdapat beberapa missing data karena tidak diperoleh informasi tentang tahun
pelaksanaan pilkada maupun komposisi anggota dewan. Rata-rata variabel pengawasan
legislatif sebesar 32,17%; yang artinya mayoritas anggota DPRD berasal dari partai
pengusung atau partai mitra koalisi dengan kepala daerah. Dari sisi opini audit, sebagian
besar pemerintah daerah memperoleh opini 3 (Wajar Dengan Pengecualian).Terdapat
kecenderungan kenaikan opini 4 (Wajar Tanpa Pengeculian) dari tahun ke tahun serta
penurunan opini 1 (Tidak Memberikan Pendapat) dan opini 2 (Tidak Wajar). Hal ini
patut mendapatkan apresiasi yang berarti bahwa pemerintah daerah terus berupaya
untuk memperbaiki opini audit dari tahun ke tahun. Rata-rata jumlah nominaltemuan
audit dalam sampel adalah sebesar Rp4,4 milyar.Jika dibandingkan dengan tahun 2011
sebesar Rp4,6 milyar, jumlah nominal temuan pada tahun 2012 mengalami penurunan
menjadi sebesar Rp2,2 milyar.
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
13
Rata-rata total aset pemerintah daerah dalam sampel sebesar Rp 1,7 triliun.
Pemerintah daerah memiliki ketergantungan yang sangat tinggi dengan pemerintah
pusat, hal ini terbukti dengan rata-rata rasio pendapatan transfer dibandingkan total
pendapatan mencapai 88,12%. Dilihat dari umur administratif, rata-rata umur
pemerintah daerah adalah 36 tahun dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 328.269
jiwa. Statistik deskriptif juga menunjukkan bahwa sebesar 73% kepala daerah yang ada
di Indonesia tidak memiliki latar belakang ekonomi/akuntansi/keuangan; dan sebanyak
64% kepala daerah baru memimpin pemerintah pada periode pertama, atau dengan kata
lain hanya 36% yang merupakan incumbent dan sudah dua kali menjalankan roda
pemerintahan. Variabel kontrol yang terakhir adalah pendampingan BPKP yang
menunjukkan bahwa 77% pemerintah daerah sudah mendapatkan pendampingan dari
BPKP baik berupa asistensi penyusunan laporan keuangan, maupun pendampingan
dalam melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan.
4.2.2
bahwa variabel lag kualitas auditor berpengaruh positif signifikan terhadap tindak lanjut
hasil pemeriksaan, sesuai dengan ekspektasi pada hipotesis H1a. Lag variable
digunakan karena TLRHP tahun t berisi tindak lanjut yang dilakukan manajemen
selama tahun anggaran t atas temuan di tahun t-1; sehingga kualitas auditor yg
mempengaruhi adalah kualitas auditor pada tahun t. Hasil ini menunjukkan bahwa
auditor yang berkualitas tinggi mampu menghasilkan rekomendasi yang tepat sehingga
mudah ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa. Hal ini sejalan dengan rekomendasi
yang disebutkan dalam laporan manajemen kinerja BPK RI (2012) bahwa BPK RI
didorong untuk merumuskan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti oleh entitas yang
diperiksa (auditee) sehingga dapat menggambarkan efektivitas dari rekomendasi yang
diberikan.
Hipotesis 1b juga terbukti seperti dapat dilihat di tabel 5yaitu terdapat pengaruh
positif signifikan antara pengawasan legislatif dan tindak lanjut hasil pemeriksaan.Salah
satu fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah melakukan
pengawasan pelaksanaan peraturan daerah dan kebijakan pemerintah daerah.Terkait
pertanggung jawaban pengelolaan keuangan negara, lembaga legislatif berkewajiban
mengawasi tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai
dengan kewenangannya. Jika pengawasan yang dilakukan oleh anggota DPRD kuat,
maka anggota DPRD akan senantiasa melakukan pemantauan pada pemerintah daerah
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
14
15
diharapkan temuan pada periode sebelumnya tidak terulang lagi sehingga temuan pada
periode selanjutnya semakin berkurang.Hasil ini mengkonfirmasi hipotesis kedua.
Hasil pengujian pada tabel 6 membuktikan ada hubungan hubungan tidak
langsung antara kualitas auditor dengan temuan audit melalui TLRHP, sejalan dengan
hipotesis 3b. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien kualitas auditor yang tidak
signifikan.Auditor yang memiliki kompetensi tinggi diharapkan mampu menghasilkan
rekomendasi yang tepat sehingga dapat dengan mudah ditindaklanjuti oleh entitas yang
diperiksa.Rekomendasi yang mudah ditindaklanjuti menyebabkan rekomendasi yang
bisa diselesaikan oleh auditee semakin tinggi.Semakin banyak rekomendasi yang
ditindaklanjuti, maka diharapkan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah akan
semakin baik ditunjukkan dengan semakin berkurangnya temuan audit. Pengujian
tambahan dilakukan untuk menguji pengaruh langsung kualitas auditor pada tahun t
terhadap temuan audit.Hasil pengujian di tabel 6 menunjukkan ada hubungan positif
antara kualitas auditor dengan temuan audit.Hasil ini sejalan dengan penelitian Tubbs
(1992) yang menemukan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki, semakin
banyak kesalahan yang dapat ditemukan oleh auditor.Penelitian Choo dan Trotman
(2001) juga menemukan bahwa auditor yang berpengalaman lebih banyak menemukan
item-item
yang
tidak
umum
(atypical)
dibandingkan
auditor
yang
kurang
berpengalaman.
Hipotesis 3b juga didukung oleh hasil pengujian empiris.Hal ini terlihat dari
tidak ditemukan pengaruh langsung antara pengawasan legislatif dengan temuan audit,
terlihat dari koefisien pengawasan legislatif yang tidak signifikan. Pengaruh
pengawasan legislatif ke temuan audit adalah pengaruh tidak langsung melalui TLRHP.
Semakin kuat pengawasan legislatif, maka pemantauan pada pemerintah daerah untuk
menindaklanjuti hasil pemeriksaan juga semakin tinggi, sehingga TLRHP yang
diselesaikan oleh pemerintah daerah setiap tahunnya dapat terus meningkat dan
selajutnya hal ini berdampak pada semakin berkurangnya temuan audit.
Temuan menarik dari variabel kontrol yaitu adanya hubungan positif antara
reelection dan temuan audit yang berkebalikan dengan ekspektasi penelitian. Cohen dan
Leventis (2013) mengatakan jarang sekali kepala daerah yang berasal dari orang
professional. Di Indonesia, kepala daerah adalah jabatan politik,sehingga sebagian besar
tidak memiliki pengetahuan di bidang akuntansi. Kepala daerah berada dalam posisi
yang sama lebih dari satu periode (pemilihan kepala daerah dilakukan setiap empat
16
tahun sekali) tidak memiliki kesempatan untuk dipilih kembali sehingga tidak ada
insentif untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan.
4.2.4
Pengujian Sensitivitas
Uji sensitivitas dilakukan pada model 1 dengan mengganti ukuran temuan
dengan beberapa ukuran lain seperti jumlah rekomendasi, nilai nominal rekomendasi,
nominal kerugian daerah dan nominal potensi kerugian daerah dan hasil pengujian
robust dengan pengujian utama. Untuk model 2, uji sensitivitas dilakukan dengan
mengganti dependen dengan nilai nominal potensi kerugian daerah dan hasil pengujian
robust dengan pengujian utama.
17
legislatif yang kuat mendorong pengawasan yang lebih ketat atas pengelolaan keuangan
daerah sehingga pemerintah daerah semakin berkomitmen untuk menindaklanjuti
rekomendasi hasil pemeriksaan, yang kemudian berdampak pada semakin berkurangnya
temuan audit pada periode selanjutnya.
Kontribusi utama dari penelitian ini adalah pengembangan ukuran kualitas
auditor di sektor pemerintahan yang sepanjang pengetahuan penulis belum pernah
dilakukan di Indonesia.Penelitian ini juga menambah literatur tentang faktor yang
mempengaruhi tindak lanjut hasil pemeriksaan yang masih jarang dieksplorasi.Kualitas
auditor dan pengawasan legislatif terbukti memberikan pengaruh positif pada tindak
lanjut hasil pemeriksaan. Implikasi dari hal ini adalah bahwa tanggung jawab
melakukan tindak lanjut tidak hanya dibebankan pada auditee atau pemerintah daerah,
namun BPK RI juga harus terus berupaya untuk meningkatkan kompetensi sumber daya
pemeriksa dengan mempertimbangkan semua aspek yang dalam penelitian ini terbukti
berpengaruh positif terhadap kualitas auditor.Selain itu fungsi pengawasan oleh anggota
DPRD juga mengambil peranan penting dalam meningkatkan tindak lanjut rekomendasi
hasil pemeriksaan yang pada akhirnya dapat memperbaiki kualitas laporan keuangan.
Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menguji secara terpisah tindak lanjut
hasil pemeriksaan, kualitas auditor dan pengawasan legislatif terhadap jenis temuan
yang berbeda yaitu temuan terkait kelemahan sistem pengendalian internal (SPI)
maupun temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.Rekomendasi
terkait temuan SPI biasanya berupatindakan administratif dan/atau tindakan koreksi atas
penatausahaan keuangan daerah, melengkapi bukti pertanggungjawaban dan perbaikan
atas sebagian atau seluruh sistem pengendalian internal.Rekomendasi terkait temuan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan biasanya ditindaklanjuti
dengan menyetorkan uang ke kas daerah, mengembalikan atau menyerahkan aset daerah
atau dengan cara melengkapi pekerjaan/barang pengaruh kualitas audit. Hasil penelitian
mungkin berbeda dengan karakteristik temuan yang berbeda.Penelitian selanjutnya juga
dapat menguji pengaruh tindak lanjut hasil pemeriksaan, kualitas auditor dan
pengawasan legislatif terhadap opini audit sebagai alternatif yang digunakan untuk
mengukur akuntabilitas finansial pengelolaan keuangan daerah.
18
DAFTAR REFERENSI
Agoglia, Christopher P.Joseph F.Brazel , Richard C.Hatfield , Scott B.Jackson. (2010).
How Do Audit Workpaper Reviewers Cope with the Conflicting Pressures of
Detecting Misstatements and Balancing Client Workloads? Auditing: A Journal
of Practice & Theory, Vol. 29, No.2, pp 27-43
Asian Organization of Supreme Audit Institutions. 2009. Quality Assurance in Financial
Audit Handbook. ASOSAI
Badan Pemeriksa Keuangan. (2007). Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 Tentang Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Badan Pemeriksa Keuangan. (2012). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 tahun 2012.
Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Badan Pemeriksa Keuangan. (2012). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 2 tahun 2012.
Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Badan Pemeriksa Keuangan. (2012). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 tahun 2013.
Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Badan Pemeriksa Keuangan. (2012). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 2 tahun 2013.
Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Badan Pemeriksa Keuangan. (2009). Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pemerolehan
Keyakinan Mutu. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Carcello, J.V., dan A.L. Nagy. (2004). Audit Firm Tenure and Fraudulent Financial
Reporting. Auditing: A Journal of Practice and Theory 23(2), 55-69
Cheng, Yu-Shu, Yahn-Shir Chen dan Yu-Cheng Chen. (2013). Direct and Mediating
Effects of Auditor Quality on Auditor Size and Performance. International
Business Research; Vol. 6, No. 11
Chi, Wuchun, et al. 2005. Mandatory Audit-Partner Rotation, Audit Quality and
MarketPerception: Evidence From Taiwan www.ssrn.com
Choo, Freddie and Ken T. Trotman,1991.The Relationship between Knowledge
Structure and Judgements for Experienced and Inexperienced Auditors. The
Accounting Review, Vol 66, No. 3 (Jul., 1991), pp 464-485
Clark, Colin., Michael De Martinis dan Maria Krambia-Kapardis. (2007). Audit Quality
Attributes of European Union Supreme Audit Institutions. European Business
Review. Vol 19 No.1
Cohen, Sandra & Stergios Leventis. (2013). Effects Of Municipal, Auditing And
Political Factors On Audit Delay. Accounting Forum 37, 40-53
Davis, R., B. Soo., dan G. Trompeter. 2002. Auditor tenure, auditor independence and
earnings management. Working Paper, Boston College, Boston, MA
DeAngelo, L. E. 1981a. Auditor Size and Audit Quality.Journal of Accounting and
Economics 3 (1): 167-175.
19
20
Streim, Hannes. (1994). Agency Problem in Legal Political System and Supreme
Auditing Institutions. European Journal of Law and Economics, 1:177-191
Tubbs, Richard M. 1992. The Effect of Experience on the Auditor Organization and
Amount of Knowledge, The Accounting Review, 783-801
Van Linden, C. dan M. Willekens. (2013). The Relationship between Human Resources
Practices and Audit Quality. Working paper, Katholieke Universiteit Leuven
Watkins, Ann L, Willian Hillison dan Susan E. Morecroft. (2004). Audit Quality: A
Sythesis of Theory and Empirical Evidence. Journal of Accounting Literature.
Vol 23, pp 153-193
www.BPK-RI.go.id
21
Lampiran
Gambar 1. Ringkasan Temuan Audit Tahun 2008-2012
900
800
700
600
500
400
300
200
, dapat terlihat bahwa masih banyak t
100
0
2008
2009
2010
2011
1200
1000
800
600
400
200
0
2012
2008
2009
2010
2011
KerugianDaerah
KelemahanSistemPengendalianAkuntansidan
PotensiKerugianDaerah
2008-2012
Pelaporan Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK tahun
KekuranganPenerimaan
KelemahanSistemPengendalianPelaksanaan
Administrasi
AnggaranPendapatandanBelanja
Ketidakhematan/Pemborosan
KelemahanStrukturPengendalianInternal
Gambar 2. Rerangka KonseptualKetidakefektifan
Penelitian
2012
Kualitas
Auditor
TLRHP
TEMUAN
Pengawasan
Legislatif
Proksi
Peran (PERAN)
2.
Profesionalisme (PROF)
3.
4.
5.
6.
(EDUC_1)
22
Proksi
8.
Motivasi 1 (LTLRHP)
9.
Motivasi 2 (LTLRHP_NOM)
(TENURE)
sama
Proksi
Hasil Pemeriksaan
(TLRHP_NOM)
2.
3.
4.
Pengawasan Legislatif
(STROPP)
5.
Tingkat ketergantungan
7.
(LOGSIZE)
8.
Daerah (AGES)
23
9.
Daerah (SUPP)
24
Mean
1.255
1.047
2.761
0.875
0.27
9.003
0.597
2.061
65.4
0.523
0.411
Std. Dev.
0.461
0.214
0.657
0.331
0.444
4.958
1.255
1.755
56.113
0.292
0.358
Min
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
Max
3
3
4
1
1
34
5
12
475
1
1
Obs
1496
1496
1449
1449
1449
1449
1449
1552
1552
1553
1522
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
0
1
-1.219
1.652
0 0.93333
1
4
1.257
5.858
11.118 13.334
0.223
2.078
0
62
3.934
7.103
0
1
0
1
0
1
25
Coef.
0.519
0.110
0.103
0.027
-0.057
-0.053
0.000
0.002
0.079
-0.015
-0.028
0.020
P>z
0.249
0.000
0.077
0.058
0.002
0.200
0.500
0.006
0.036
0.317
0.189
0.239
***
*
*
***
***
**
653
14.03%
Pemerintah
DaerahSejak
Ada
Undang-Undang
Pembentukan
temuan
Eskpektasi
_cons
ctlrhp_nom
(-)
L1.aq
ns
stropp
ns
aq
(+/-)
logsize
(+/-)
depend
(+/-)
ages
(-)
logpopl
(-)
supp
(-)
bpkp1
(-)
re_elects
(-)
Number of obs
R-square
26
Coef.
0.575
-2.024
0.011
-0.227
0.093
0.244
-0.341
-0.002
0.151
0.031
0.002
0.094
P>z
0.388
0.001
0.458
0.120
0.063
0.078
0.178
0.254
0.104
0.337
0.489
0.092
***
*
*
*
595
12.27%
1. ***, **, * menunjukkan tingkat signifikansi pada 1%, 5%, 10% (uji satu arah)
2. TEMUAN = jumlah temuan audit; CTLRHP_NOM = Fitted value jumlah nominal
rekomendasi BPK yang ditindaklanjuti sesuai rekomendasi ditambah jumlah
nominal rekomendasi yang tidak bisa ditindaklanjuti dibagi jumlah total nominal
rekomendasi; L1.AQ = Lag Indeks Kualitas Auditor; AQ = Indeks Kualitas Auditor,
STROPP= Jumlah Anggota DPRD yang berasal dari partai oposisi dengan kepala
daerah dibagi jumlah anggota DPRD secara keseluruhan; SIZE= Log Total Aset;
DEPEND= Total Pendapatan Transfer dibagi Total Pendapatan; POPL = Log
Jumlah Penduduk; AGES
27