Anda di halaman 1dari 50

PENCAT

ATAN

PISAH
HARTA
/
GABU
NG

NPPN

PENGH
ASILAN

KELOMP
OK 5

WPOP
PT

ZAKAT

PPh
Pasal
25

By:
Aghnia Putri Ramadhani
Linda Andriani
Maulynda Arifah
Rahmawati
Veniar Dwi Anggarsari
Yohana Bethauli Pasaribu

PENCATATAN
PENGUMPULAN DATA YANG DILAKUKAN SECARA TERATUR
TENTANG PEREDARAN ATAU PENERIMAAN BRUTO DAN/ATAU
PENGHASILAN BRUTO SEBAGAI DASAR UNTUK
MENGHITUNG JUMLAH PAJAK YANG TERUTANG, TERMASUK
PENGHASILAN YANG BUKAN MERUPAKAN OBJEK PAJAK
DAN/ATAU YANG DIKENAI PAJAK BERSIFAT FINAL.

YANG WAJIB MELAKUKAN


PENCATATAN
Wajak Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari
Rp 4.800.000.000, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan;
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.

SYARATSYARAT PENYELENGGARAAN
PENCATATAN
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas.
4. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
5. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang
diterima dan/atau diperoleh;
6. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final.
7. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis
usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
8. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi
harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.

TATA CARA PENCATATAN


1. Pencatatan harus menggambarkan kegiatan usaha yang sebenarnya,
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
2. Pencatatan harus dibuat secara lengkap dan benar, serta didukung dengan
dokumen yang dijadikan dasar perhitungan peredaran atau penerimaan
bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak, dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak bersifat final.
3. Pencatatan dapat menggambarkan peredaran atau penerimaan bruto, serta
penghasilan yang bukan objek pajak dan atau penghasilan pajak yang
dikenakan pajak bersifat final sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang.
4. Bagi wajib pajak orang pribadi yang mempunyai lebih dari satu jenis atau
tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas jumlah
peredaran atau penerimaan bruto masing-masing jenis atau tempat usaha
yang bersangkutan.

Berdasarkan PER-4/PJ/2009

FORMAT PENCATATAN
1. Pencatatan Penghasilan Yang Diterima Dari Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan
Bebas Yang Merupakan Objek Pajak Yang Tidak Dikenai Pajak Bersifat Final
Peredaran/Penerimaan Bruto
Jenis Usaha...
Tempat Usaha...
Tahun...
Tanggal

Uraian

Jumlah Bruto

Keterangan

(1)

(2)

(Rp)

(4)

(3)
1 Januari

...

31 Desember

Jumlah

2. Format Pencatatan Penghasilan Yang Diterima Dari Luar Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan
Bebas Yang Merupakan Objek Pajak Yang Tidak Dikenai Pajak Bersifat Final (Penghasilan Lainnya).

Penghasilan Lainnya
Bulan ... Tahun ...
Tanggal

Uraian

(1)

(2)

Jumlah Bruto (3)

Biaya(4)

Jumlah neto

Keterangan

Neto

(6)

(5)
1 Januari

...

31

Jumlah

Desember

3. Format Pencatatan Penghasilan Bruto Yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi Yang Tidak Melakukan Kegiatan Usaha Dan/Atau Pekerjaan Bebas
Penghasilan Bruto
Tahun ...
Uraian Penghasilan Bruto Pengurang

Tanggal
(1)

(2)

(3)

Penghasilan

Keterangan

Penghasilan

Neto

(6)

Bruto (4)

(5)

1 Januari

...

31

Jumlah

Desember

4. Format Pencatatan Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak dan/atau


Penghasilan Yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final.
a. Penghasilan yang Bukan Objek Pajak
Peredaran/Penerimaan/Penghasilan Bruto
Tahun...
Tanggal

Uraian

Jumlah Bruto

Keterangan

(1)

(2)

(Rp)

(4)

(3)
1 Januari

...

31 Desember

Jumlah

b. Penghasilan yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final


Penghasilan Bruto
Tahun...
Tanggal

Uraian

Dasar Pengenaan

PPh Terutang

Keterangan

(1)

(2)

Pajak/Jumlah Bruto

(4)

(5)

(3)
1 Januari

...

31

Jumlah

Desembe
r

NORMA PENCATATAN
PENGHASILAN NETO
NORMA YANG DAPAT DIGUNAKAN OLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS YANG TIDAK MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN
DALAM MENGHITUNG PENGHASILAN NETTO DALAM SATU TAHUN PAJAK SEBAGAI DASAR
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG.

Klasifikasi Daerah

10 ibukota propinsi, yang meliputi Medan, Jakarta, Palembang,


Bandung, Semarang, Surabaya, Manado, Makassar, Denpasar,
Pontianak.

Kota propinsi lainnya yang meliputi ibukota propinsi selain 10


ibukota yang disebutkan sebelumnya.

Daerah lainnya yang meliputi daerah selain yang telah


disebutkan.

SYARAT PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN


PENGHASILAN NETTO
1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000 selama
setahun
2. Wajib pajak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak bersangkutan (Pasal 14 ayat (2)
UU Nomor 36 Tahun 2008). Jika wajib pajak tidak menyampaikan
pemberitahuan dalam jangka waktu yang ditentukan, wajib pajak dianggap
memilih pembukuan.

SANKSI MENGGUNAKAN NORMA TANPA


PEMBERITAHUAN

Wajib pajak yang menggunakan norma tetapi tidak menyampaikan Surat


Pemberitahuan Penggunaan Norma dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan 50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam
tahun pajak bersangkutan.

Pasal 3 ayat 2 KEP536/PJ./2000

Cara Perhitungan

Penghitungan penghasilan neto untuk tiap jenis usaha


dilakukan dengan mengalikan angka persentase
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan
peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas selama 1 tahun.

Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang


terutang oleh wajib pajak orang pribadi, sebelum
dikalikan dengan tarif umum terlebih dahulu dilakukan
penghitungan Penghasilan Kena Pajak dengan cara
mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari
Penghasilan Neto.

CONTOH SOAL 1

Bapak Iskandar (K/1) adalah WPDN yang menjalankan usaha


pembuatan roti di kota Semarang. Peredaran bruto usahanya
selama tahun 2010 sebesar Rp450.000.000. Bapak Iskandar
memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto,
dikarenakan bapak Iskandar menyelanggarakan pencatatan saja.
Norma untuk usaha tersebut adalah 15%. Maka penghitungan
pajak terutang tahun 2010 adalah:

Peredaran bruto 2010


Norma penghitungan
Penghasilan neto

Rp450,000,000
15%

2010
(15%*450,000,000)
PTKP

Rp67,500,000
28,350,000

PKP

Rp39,150,000

PPh tahun 2010


5% x Rp39,150,000

Rp1,957,500

CONTOH SOAL 2

Bapak Asep (K/0) adalah seorang dokter di kota Yogyakarta.


Peredaran bruto yang diperoleh dari praktik dokter selama tahun
2010 sebesar Rp150.000.000. Selain berpraktik sebagai dokter,
Bapak Asep juga mempunyai usaha peternakan ayam potong di
kota Yogyakarta. Peredaran bruto dari usaha ayam potong tahun
2010 sebesar Rp400.000.000. Bapak Asep hanya melakukan
pencatatan. Norma penghitungan di kota Yogya untuk profesi
dokter 45%, untuk peternakan 11%. Penghitungan pajak
terutang tahun 2010 adalah:

Rp150,000,00
Peredaran bruto sebagai dokter tahun 2010

Peredaran bruto peternakan tahun 2010

400,000,000

Penghasilan neto sebagai dokter tahun 2010


(45%)

67,500,000

Penghasilan neto usaha peternakan tahun


2010 (11%)

44,000,000
Rp111,500,00

Total penghasilan neto

PTKP

Rp26,325,000

PKP

Rp85,175,000

PPh tahun 2010


5% x 50,000,000

2,500,000

15% x 35,175,000

5,276,250
Rp7,776,25
0

Pengertian Zakat
Menurut pasal 1 angka 2
UU No.38 tahun 1999
tentang pengelolaan
zakat, zakat adalah
harta yang wajib
disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim
sesuai dengan ketentuan
agama yang diberikan
kepada yang berhak
menerimanya.

Sesuai dengan PMK no.254/PMK.03/2010 tanggal 28 desember


2010
Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto meliputi:
Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri
yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
atau (Pasal 1 ayat 1a )

Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang


pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak
badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama
Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. (Pasal 1
ayat 1b )

Sesuai dengan PMK no.254/PMK.03/2010 tanggal 28 desember


2010

Zakat atau sumbangan keagamaan dapat berupa uang


atau yang disetarakan dengan uang (Pasal 1 ayat 3).
Zakat atau sumbangan keagamaan yang diberikan
dalam bentuk selain uang yang dinilai dengan harga
pasar pada saat dibayarkan (Pasal 1 ayat 4 ).
Zakat atau sumbangan keagamaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto oleh pemberi zakat
atau sumbangan keagamaan harus didukung oleh
bukti-bukti yang sah. bruto. (Pasal 4 ayat 1 )
Apabila zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat , atau lembaga
keagamaan yang sebagaimana yang dimaksud Pasal 1
ayat (1) tersebut diatas maka pengeluaran tersebut
tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. (Pasal
4 ayat 2)

Badan/Lembaga sebagai penerima zakat atau sumbangan


keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dan
penghasilan bruto menurut pasal 1 PER - 15/PJ/2012
1. Badan Amil Zakat Nasional

2. Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai berikut :


a. LAZ Dompet Dhuafa Republika
b. LAZ Yayasan Amanah Takaful
c. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
d.
e.
f.
g.
h.
PT

i. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat


j. LAZ Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
k. LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat
Indonesia
LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat l. LAZ Baitul Maal wat Tamwil
LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
m. LAZ Baituzzakah Pertamina
LAZ Baitul Maal Hidayatullah
n. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid
(DUDT)
LAZ Persatuan Islam
o. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam
Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Badan/Lembaga sebagai penerima zakat atau sumbangan


keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan
dan penghasilan bruto menurut pasal 1 PER - 15/PJ/2012
3.Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS) sebagai
berikut :
a. LAZIS Muhammadiyah
b. LAZIS Nandlatul Ulama (LAZIS NU)
c. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)

4. Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)


5.Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma
Parisad (BDDN YADP)

PPH PASAL 25

WP
ORANG
PRIBADI

BADAN

KEGIATAN
USAHA

PPH
PASAL 25

MENYETOR
DAN
MELAPOR

TELAT
?

SANKSI
YAAA . . .

Jika terlambat bayar = sanksi 2%


perbulan

Pembayaran pph secara angsuran

PENGERTIAN

Dihitung dari tgl jatuh tempo hingga


tgl pembayaran

SANKSI

Setelah dikurangi kredit pajak (pph


pasal 21,22,23,24))

TUJUAN

Pasal 9 ayat (2a)


UU KUP

Meringankan beban Wajib Pajak

Pajak terutang harus dilunasi dalam


waktu 1 tahun

DASAR
PERHITUNGAN

Pasal 25 ayat 1 UndangUndang PPh


Didasarkan
pada SPT
tahun
sebelumnya
Pajak
Pajak terutang
terutang tahun
tahun
sebelumna
sebelumna

Kurang bayar =
pph pasal 29

Dibagi
Dibagi 12
12

Lebih bayar =
restitusi

PELAKU

Dilakukan sendiri oleh Wajib


Pajak
Cicilan
Cicilan perbulan
perbulan
tahun
tahun yg
yg
bersangkutan
bersangkutan

Tidak boleh diwakilkan

Contoh berdasarkan penjelasan


pasal 25 ayat 1 :

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak


Penghasilan tahun 2009 diketahui:

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp


50.000.000,00

Penghitungan angsuran Pajak Penghasilan


pasal 25 tahun 2010 adalah:
Pajak Penghasilan terutang
Rp 50.000.000,00

Data kredit pajak tahun 2009 adalah:

Kredit Pajak:

a. Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi Kerja ( PPh Pasal 21) Rp

a. PPh pasal 21 Rp 15.000.000,00

15.000.000,00

b. PPh pasal 22 Rp 10.000.000,00

b. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Rp

c. PPh pasal 23 Rp 2.500.000,00

10.000.000,00
c. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Rp
2.500.000,00

d. PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00


Jumlah Kredit Pajak Rp

d. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (PPh Pasal 24) Rp

35.000.000,00

7.500.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dibayar


Rp 15.000.000,00
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan yang harus
dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010
adalah :
Rp. 15.000.000,00 / 12 = Rp. 1.250.000,00.

JAWAB !!

Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk


bulan-bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan adalah
sama besarnya dengan Pajak
Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir
tahun pajak yang lalu.

setiap tanggal 15 bulan


s
a
t
Ba
berikutnya. Apabila tanggal
?
?
?
15
jatuh pada hari libur,
?
?
u
t
k
a
w
pembayaran
maka pembayaran Phh Pasal
25 dapat dilakukan pada
hari kerja berikutnya.

Penyetoran
SPT masa pph
pasal 25

20 hari setelah berakhirnya


masa pajak (tgl 20 bulan
berikutnya). Apabila tanggal
20 jatuh pada hari libur,
maka pelaporan harus
dilakukan pada hari kerja
sebelumnya.

berjalan

diterbitkan

Surat Ketetapan

Pajak

(SKP) untuk tahun pajak


yang

lalu,

besarnya

maka
angsuran

pajak dihitung kembali


berdasarkan
tersebut

dan

SKP
berlaku

mulai bulan berikutnya


setelah

bulan

penerbitan SKP. (Pasal


25

ayat

Undang-

PPh Pasal 25 Dalam


Hal-hal Tertentu
(Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor
Kep-537/PJ./2000
tanggal 29 Desember
2000)

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan


besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal
tertentu, antara lain apabila :
Wajib Pajak berhak atas kompensasi
kerugian;
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak
teratur;
ST tahunan Pajak Penghasilan tahun yang
lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan;
Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan;
Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan
yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran
bulanan sebelum pembetulan.

Terjadi perubahan keadaan usaha atau


kegiatan Wajib Pajak.

1. Bagi wajib pajak


BARU

2. bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam


bidang perbankan, Badan Usaha Milik Negara
dan Badan Usaha Milik Daerah, dan Wajib

3. Bagi terhadap Wajib


Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu.

Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya


yang berdasarkan ketentuan diharuskan
membuat Laporan Keuangan berkala

1. Penghitungan
angsuran PPh pasal 25
bagi Wajib Pajak Baru

Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru

pasal 1 angka 1 PMK


208/PMK.03/2009

pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha


atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan

Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan


penerapan tarif umum atas penghasilan neto
sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua
belas)

WP
Bar
u

WP
Bank

WP
OP
Peng
usah
a
Terte
ntu

WP
SG
U
den
gan
Hak
Ops
i

BUM
N
dan
BUM
D
WP
Mas
uk
Burs
a

WP
Lainn
ya

Angsuran
PPh Pasal 25
Bagi WP
Tertentu
(PMK Nomor.
208/PMK.03/2008)

Wajib Pajak Bank dan Sewa Guna


Usaha dengan Hak Opsi (Financial
Lease)
PT Bank T berdasarkan laporan
keuangan triwulan I, Januari Maret
2014 diketahui memperoleh laba
fiskal sebesar Rp 5.500.000.000,00.
PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar Rp
400.000.000,00.
Hitung
jumlah
angsuran PPh pasal 25 pada triwulan
II (April Juni 2014).

Laba Fiskal
Peredaran bruto
Laba Fiskal disetahunkan
PPh terutang

Kredit Pajak Ps. 24 th 2013


PPh yang harus dibayar
sendiri
Angsuran PPh Ps. 25 Apr
2014

Rp
5.500.000.000,00
Rp 50.000.000.000,00
Rp 22.000.000.000,00
25 % x
Rp22.000.000.000,00
= Rp
5.500.000.000,00
(Rp
400.000.000,00)
Rp
5.100.000.000,00
Rp
= Rp

5.100.000.000,00
12
425.000.000,00

Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25


bagi Wajib Pajak BUMN dan BUMD

Jawaban :
Karena peredaran bruto setahun di atas Rp
50.000.000.000,00, maka terhadap PT JKT tidak
mendapat fasilitas pasal 31 E UU PPh dalam
menghitung PPh terutang.

Rencana Laba Fiskal 2014


PPh Terutang

Kredit Pajak:
PPh pasal 22 impor 2013
PPh pasal 23 dipungut pihak
lain 2013
PPh pasal 24 2013
Jumlah Kredit Pajak
PPh Badan Terutang yg harus
dibayar sendiri
Angsuran PPh pasal 25 tahun
2014

Rp 10.000.000.000,00
25% x Rp 10.000.000.000,00 = Rp
1.500.000.000,00

Rp
150.000.000,00
Rp
100.000.000,00
Rp

400.000.000,00
(Rp
650.000.000,00)
Rp
1.850.000.000,00
Rp 1.850.000.000,00
= Rp
154.166.667,00
12

PT JKT merupakan BUMN berdasarkan


Rencana
Kerja
dan
Anggaran
Pendapatan tahun 2014 yang telah
disahkan RUPS pada bulan Januari 2014
diketahui sebagai berikut:
Hitunglah
PPh
25!
Rencana angsuran
Peredaran
Rppasal
100.000.000.000,00
Bruto 2014
Rencana laba Fiskal
2014
PPh pasal 22 impor
2013
PPh pasal 23 dipungut
pihak lain 2013
PPh pasal 24 2014

Rp 10.000.000.000,00

Rp
150.000.000,00
Rp
100.000.000,00
Rp
WP BUMN & BUMD sebelum
Rencana Kerja dan
400.000.000,00
Anggaran Perusahaan (RKAP) disahkan:
Sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir
pajak sebelumnya.

Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya


yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala
PT VICTOR Tbk berdasarkan laporan
keuangan berkala bulan Januari Juni 2014
diketahui sebagai berikut: Perhitungan
angsuran PPh pasal 25 pada bulan setelah
penyampaian laporan berkala adalah :
Peredaran
bruto
setahun:
2
x
Rp
60.000.000.000,00
=
Rp
120.000.000.000,00
Karena peredaran bruto setahun diatas Rp
50.000.000.000,00 maka terhadap PT
VICTOR tidak mendapat fasilitas pasal 31 E
UU PPh dalam menghitung PPh terutang.
Peredaran Bruto Januari Rp 60.000.000.000,00
Juni 2014
Laba Fiskal Januari Juni
2014
PPh pasal 22 impor tahun
2013
PPh pasal 23 dipungut
pihak lain 2013
PPh pasal 24 tahun 2013

Rp 20.000.000.000,00
Rp

100.000.000,00

Rp

70.000.000,00

Rp

300.000.000,00

Laba Fiskal Januari Juni 2014


Rp
20.000.000.000,00
Laba Fiskal tahun 2014
Rp 40.000.000.000,00
PPh terutang:
25% x Rp 40.000.000.000,00
Rp
10.000.000.000,00
Kredit Pajak:
PPh pasal 22 impor tahun 2013
Rp
100.000.000,00
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013 Rp
70.000.000,00
PPh pasal 24 tahun 2013
Rp
300.000.000,00
Jumlah Kredit Pajak
(Rp
470.000.000,00)
PPh Badan yang harus dibayar sendiri Rp
9.530.000.000,00
Angsuran PPh pasal 25 Juli Desember 2014
Rp 9.530.000.000,00
Rp
794.166.666,00

Kewajiban Menyampaikan SPT


MASA PPh Pasal 25 untuk WPOP
1.

WPOP yang mempunyai kewajiban membayar

Wajib Pajak Orang Pribadi yang

angsuran pajak PPh Pasal 25 dalam tahun pajak

dikecualikan untuk menyampaikan SPT

berjalan

Masa PPh Pasal 25 yaitu WPOP yang

2.

angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak berjalan

menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan

karena menerima/memperoleh penghasilan

bebas. Pengecualian ini hanya berlaku bagi

teratur yang tidak terkena

WPOP yang tidak mempunyai kewajiban

pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22,

membayar angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak


berjalan. (KEP - 207/PJ./2001)
WPOP

tidak termasuk yang

dikecualikan

dari kewajiban

WPOP yang mempunyai kewajiban membayar

Pasal 23, dan atau PP Final.


3.

WPOP Dalam Negeri dan orang asing (ekspatriat)


yang memperoleh penghasilan teratur termasuk
dari luar negeri yang menurut ketentuan UU PPh
Indonesia harus dilaporkan sebagai penghasilan di
Indonesia atau yang menurut ketentuan P3B yang

WPOP yang memperoleh


penghasilan
lebih
dari
satu
pemberi
kerja
Walaupun telah dipotong PPh Pasal 21 oleh masing-masing pemberi kerja,
apabila yang bersangkutan mempunyai kewajiban PPh 25 dalam tahun berjalan
harus membayar angsuran PPh Pasal 25 dan menyampaikan SPT Masa PPh 25
(butir 4 SE 21/PJ.41/2001)

PENGERTIAN WP OPPT

PER 32/PJ/2010
WP OPPT adalah wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang
pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih
tempat usaha

Pedagang pengecer adalah orang pribadi yang


melakukan :
a. Penjualan barang baik secara grosir maupun
eceran
b. Penyerahan jasa
(Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 208/PMK.03/2009)

W
P
N

a. Tempat tinggal sekaligus


tempat usaha
Hanya diterbitkan terbitkan 1
NPWP

Pendaftaran

b. Tempat usaha dan tempat tinggal


berbeda baik dalam satu wilayah
KPP maupun berbeda
Diterbitkan NPWP bagi setiap
tempat usaha (NPWP Cabang) dan
tempat tinggalnya (NPWP Domisili)

Tarif:
o

Peredaran bruto < 4,8M sebesar 1% dari peredaran bruto

Peredaran bruto > 4,8M sebesar 0,75% dari jumlah peredaran


bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha

Sifat
o

< 4,8M final

>4,8 M tidak final

Pembayaran PPh WP OPPT

Wajib Pajak Orang Pribadi


Pengusaha Tertentu
Muhammad Ahsan merupakan Wajib Pajak orang
pribadi

yang

melakukan

usaha

perdagangan

mobil bekas yang memiliki satu tempat kegiatan


usaha dan memulai usahanya pada bulan Juli
2014. Peredaran bruto pada bulan Juli 2014
sebesar Rp 350.000.000,00. Berapa angsuran

Karena
peredaran
bruto
yang
disetahunkan
belum
melebihi
Rp
4.800.000.000,00
maka
terhadap
penghasilan bruto tahun 2014 dikenai PPh
Final dengan tarif 1% sesuai PP Nomor 46
tahun 2013.
PPh terutang bulan Juli 2014

PPh pasal 25 pada bulan Juli 2014 ?

1% x Rp 4.200.000.000,00
42.000.000,00

Jawaban :

dan tidak ada angsuran PPh pasal 25

Peredaran bruto yang disetahunkan

Jika peredaran bruto Ahsan pada bulan Juli


2014 sebesar Rp 500.000.000,00. Berapa
besar angsuran PPh pasal 25 pada bulan
Juli 2014 ?

12 x Rp 350.000.000,00 = Rp 4.200.000.000,00

Rp

Peredaran bruto yang disetahunkan


12

Rp

500.000.000,00

Rp

PISAH HARTA / GABUNG PENGHASILAN

Pasal 8 UU
PPh

Istri memiliki
penghasilan
dari usaha
Istri
mendapatkan
gaji lebih dari
1 pemberi
kerja

Anak yang
belum
dewasa

Penggabungan
penghasilan
dilakukan

Penggabungan penghasilan tidak


berlaku

Pasal 8 UU
PPh

Penghasilan istri semata-mata


diterima atau diperoleh dari 1
pemberi kerja dan penghasilan
tersebut berasal dari pekerjaan
yang tidak ada hubungan dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami

Penghasilan suami-istri
dikenakan pajak
terpisah

Perhitungan
Pajak untuk
Pisah Harta
(PH) dan Hidup
Berpisah (HB)
Pisah Harta (PH) Hidup Berpisah
(HB)
Besarnya pajak
Perhitungan
dikenakan pada
masing-masing penghasilan kena
pajak dan pengenaan
suami istri sebesar
pajaknya sendiriperbandingan
sendiri.
penghasilan neto
mereka.

Thank You!

Anda mungkin juga menyukai