Anda di halaman 1dari 10

STRATEGI PENGHIDUPAN BERKELANJUTAN

(SUSTAINABLE LIVELIHOOD) DI KAWASAN


DIENG (Kasus Di Desa Buntu Kecamatan Kejajar
Kabupaten Wonosobo)
1

Anton Martopo, 2Gagoek Hardiman dan 3Suharyanto


1
Magister Ilmu Lingkungan Undip
2
Fakultas Teknik Undip
3
Fakultas Teknik Undip

Abstrak

Kawasan Dieng di Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo merupakan kawasan yang mempunyai persentase lahan dengan kelas kerusakan sedang-sangat berat
terluas yaitu 41,77 persen dari wilayah seluas 11.647,98 ha. Adanya praktek-praktek
pertanian atau budidaya yang dilakukan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi
tanah dan air telah menyebabkan terjadinya kerusakan lahan, penurunan daya dukung
lingkungan dan penurunan kesejahteraan masyarakat pada kawasan ini. Penelitian ini
mengambil sampel di desa wilayah Kecamatan Kejajar yang memiliki kerusakan lahan
dengan kriteria sedang-sangat berat terluas yaitu Desa Buntu. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kondisi eksisting aset penghidupan, status aset penghidupan dan strategi
penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat di Kawasan Dieng.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Skala likert
tiga strata yang diperoleh dari data sekunder dan responden digunakan untuk menentukan status aset penghidupan. Responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang
berdomisili di Kawasan Dieng. Penentuan jumlah responden ditetapkan dengan rumus
Slovin berdasarkan populasi didapatkan responden sebanyak 42 orang di Desa Buntu.
Analisis SWOT digunakan untuk mengkaji strategi penghidupan berkelanjutan didasarkan pada aspek aset-aset penghidupan yang tersedia.

Kondisi aset penghidupan di Desa Buntu dari aspek sumberdaya manusia tergolong tidak berkelanjutan, aspek sumberdaya alam tergolong tidak berkelanjutan, aspek sumberdaya sosial tergolong belum berkelanjutan, aspek sumberdaya fisik tergolong belum berkelanjutan, dan aspek finansial tergolong tidak berkelanjutan sehingga
menghasilkan status kondisi aset penghidupan yang tidak berkelanjutan. Strategi yang
direkomendasikan dalam rangka mewujudkan penghidupan berkelanjutan di Desa Buntu
melalui peningkatan kapasitas/ ketrampilan dan permodalan bergulir bagi masyarakat,
pengembangan agribisnis perdesaan, pengembangan strategi pertanian berkelanjutan,
pengelolaan kawasan permukiman dalam bentuk infrastruktur yang lebih ramah lingkungan, dan pengembangan model pariwasata kehutanan yang berbasis masyarakat dengan
melibatkan stakkeholders lokal, kabupaten, provinsi, dan pusat agar terjadi keterpaduan,
koordinasi, dan pembagian peran dalam penanganan masalah bersama.
Kata Kunci: aset penghidupan, penghidupan berkelanjutan, Desa Buntu, SWOT

Pendahuluan
Kawasan Dieng seluas 54.974,27 ha
secara administratif terletak di Provinsi
Jawa Tengah, dan berada di 6 (enam) kabupaten yaitu Kabupaten Banjarnegara,
Email: akhtar_hamizan@yahoo.co.id
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Temanggung, Wonosobo, Kendal, Batang


dan Pekalongan. Dilihat dari fungsinya, di
dalam Kawasan Dieng terdapat beberapa
fungsi kawasan yaitu sebagai kawasan
konservasi, kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan areal penggunaan lainnya.
47

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

Praktek-praktek pertanian atau budidaya


pada kawasan yang seharusnya diperuntukan untuk fungsi lindung dilakukan tanpa
memperhatikan kaidah-kaidah konservasi
tanah dan air dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lahan. Kawasan yang mempunyai persentase lahan dengan kelas kerusakan sedang-sangat berat terbesar berada
di Kawasan Dieng wilayah administrasi
Kabupaten Wonosobo yaitu sebesar 41,77
% dari total wilayah kawasan atau sekitar
4.864,92 ha (BPDAS Serayu-Opak-Progo,
2007).

Ditinjau dari sistem tata air
(hidrologi) wilayah yang luas, Kawasan
Dieng di Kabupaten Wonosobo yang berada pada ketinggian 1.360-2.302 mdpal
mempunyai fungsi yang sangat penting
bagi kawasan di sekitarnya terutama kawasan yang berada di bawahnya. Kawasan
ini merupakan hulu Sungai Serayu yang
merupakan Wilayah Sungai Strategis Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan
berfungsi sebagai daerah resapan bagi
wilayah hilir di bawahnya (TKPD Kab.
Wonosobo, 2010).

Kawasan Dieng yang mempunyai
fungsi utama untuk melindungi pelestarian
fungsi sumberdaya alam harus dilindungi
dari kegiatan produksi dan kegiatan manusia lainnya seperti permukiman yang dapat
mengurangi dan merusak fungsi lindungnya. Namun penambahan luasan areal permukiman di Kawasan Dieng tidak dapat
dihindari, meskipun pemerintah juga telah
memiliki perangkat hukum dalam bentuk
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor
5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi
Dieng.

Berdasarkan data dari Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo,
pada tahun 2010 tercatat jumlah penduduk
Kawasan Dieng di Kabupaten Wonosobo
sebesar 73.212 dengan 22.000 kepala keluarga dan kepadatan penduduk rata-rata 694
jiwa/km2 dengan kepemilikan lahan yang
sempit yaitu rata-rata 0,1 ha. Persentase
rumah tangga pra sejahtera dan sejahtera 1
di kawasan ini pun juga mengalami kenaikan tiap tahunnya, dimana pada tahun 2001
hanya 30,71 persen menjadi 41,19 persen
pada tahun 2010. Apabila permasalahan
tersebut di atas tidak dikendalikan den-

gan baik maka akan berdampak pada semakin menurunnya daya dukung lingkungan dan penghidupan berkelanjutan bagi
masyarakat yang berada di kawasan tersebut.
Chambers dan Conway (1992) mendefinisikan penghidupan berkelanjutan sebagai: suatu penghidupan yang meliputi
kemampuan atau kecakapan, aset-aset
(simpanan, sumberdaya, claims dan akses)
dan kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana untuk hidup: suatu penghidupan
dikatakan berkelanjutan jika dapat mengatasi dan memperbaiki diri dari tekanan
dan bencana, menjaga atau meningkatkan
kecakapan dan aset-aset, dan menyediakan
penghidupan berkelanjutan untuk generasi
berikutnya; dan yang memberi sumbangan
terhadap penghidupan-penghidupan lain
pada tingkat lokal dan global dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Department for International Development
atau yang disingkat DFID (2005) mengemukakan bahwa tujuan dari penghidupan
berkelanjutan adalah meningkatkan : akses
terhadap pendidikan berkualitas tinggi,
teknologi informasi dan pelatihan, serta gizi
dan kesehatan yang baik; lingkungan sosial
yang mendukung dan kohesif; akses yang
aman, dan pengelolaan yang lebih baik terhadap sumberdaya alam; akses yang lebih
baik untuk fasilitas dan infrastruktur dasar;
dan akses yang lebih aman terhadap sumberdaya keuangan.
United Nation Development Program atau
UNDP (2007) mengembangkan prinsip
penghidupan berkelanjutan dimana manusia sebagai fokus utama pembangunan
(people-centered), memahami penghidupan secara menyeluruh (holistic), merespon dinamika penghidupan masyarakat
(dynamic),
mengoptimalkan
potensi
masyarakat (building on strengths), menyelaraskan kebijakan makro dan mikro
(macro-micro links), mewujudkan keberlanjutan penghidupan (sustainability).
Kerangka kerja penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihoods framework)
merupakan kerangka operasional yang
menggambarkan keterkaitan dan hubungan
antar komponen penghidupan. Penggunaan
kerangka kerja SL berarti menerapkan
pendekatan penghidupan berkelanjutan
sebagai cara pandang dan panduan dalam
memahami serta merencanakan penghidupan yang berkelanjutan. Terdapat (5) lima

48

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

elemen utama kerangka kerja, meliputi;


1.
Konteks Kerentanan (vulnerability contexts).
2.
Sumberdaya Penghidupan (livelihoods assests), meliputi sumberdaya sumberdaya manusia (human capital), sumberdaya sosial (social capital), sumberdaya
alam (natural capital) , sumberdaya fisik
(physical capital), dan sumberdaya keuangan (financial capital).
3.
Organisasi dan Kebijakan (structures and processes).
4.
Strategi Penghidupan (livelihoods
strategies).
5.
Capaian Penghidupan (livelihoods outcomes).
Strategi penghidupan (livelihoods strategies), menggambarkan upaya yang dilakukan masyarakat dalam mencapai penghidupan yang memadai (UNDP, 2007). Strategi
ini berkaitan dengan bagaimana masyarakat
mengelola aset-aset penghidupan yang
tersedia, mensikapi perubahan yang terjadi
dan menentukan prioritas untuk mempertahankan atau memperbaiki penghidupan.
Keluaran yang diharapakan dari pelaksanaan strategi penghidupan berkelanjutan
adalah adalah (1) pendapatan masyarakat
menjadi lebih baik, (2) kesejahteraan meningkat, (3) kerentanan berkurang, (4) ketahanan pangan meningkat, dan (5) pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kondisi eksisting aset penghidupan, status
aset penghidupan dan strategi penghidupan berkelanjutan masyarakat Desa Buntu
yang berada di Kawasan Dieng.

penghidupan dengan pendekatan studi literatur dan dilaksanakan melalui kegiatan


mengumpulkan kriteria dan indikator aset
penghidupan di Kawasan Dieng berdasarkan studi literatur. Analisis dilakukan secara kualitatif, skala likert tiga strata yang
diperoleh dari data sekunder dan setiap
item jawaban responden dilakukan untuk
mengetahui status aset penghidupan. Riduwan (2004) bahwa dengan menggunakan
Skala Likert, variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian
sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator. Indikator pada penelitian
ini didasarkan pada indikator dari USAID
(2006), UNDP (2007), dan Bappenas
(2010), yaitu :
a.
sumberdaya manusia (pendidikan
dan perilaku konservasi).
b.
sumberdaya alam (sumberdaya
air dan sumberdaya lahan,).
c.
aspek sosial (kesejahteraan, pemberdayaan masyarakat, keberadaan lembaga sosial, peraturan, dan kearifan lokal).
d.
aspek fisik (sarana air bersih, persampahan, tempat limbah, fasilitas MCK,
jalan, fasilitas transportasi, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan ekonomi)
e.
aspek finasial (mata pencaharian,
dan pendapatan).
Status aset penghidupan berkelanjutan
(sustainable livelihood) dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu tidak berkelanjutan,
belum berkelanjutan, dan berkelanjutan.
Kategori ini sesuai dengan standar Kavanagh (2001). Analisis SWOT digunakan sebagai alat untuk menentukan strategi
penghidupan berkelanjutan.

Bahan dan Metode


Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dilakukan pada bulan Juli sampai
dengan Agustus 2012. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini desa di Kecamatan Kejajar yang memiliki persentase kerusakan lahan dengan kriteria sedang-sangat
berat terluas yaitu Desa Buntu (96,45%).
Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang berdomisili di Kawasan
Dieng. Berdasarkan data BPS Kabupaten
Wonosobo (2011) diperoleh data jumlah
rumah tangga di Desa Buntu sebesar 741.
Dari data populasi, diambil sampel dengan menggunakan rumus Slovin (dalam
Praptono, 2010) didapatkan responden 42
orang
Analisis kondisi eksisting sumberberdaya
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Hasil dan Pembahasan


Gambaran umum wilayah penelitian
Desa Buntu terletak di Kecamatan Kejajar
Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Batas
administrasi Desa Buntu terdiri dari sebelah
utara berbatasan dengan Desa Tambi dan
Sigedang, sebelah timur berbatasan dengan
Desa Sidegang, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Jengkol, serta di bagian barat berbatasan dengan Desa Tlogo. Desa
Buntu terdiri dari dua dusun, yaitu Buntu
dan Gunung Alang.

Luas wilayah desa mencapai
334 ha terdiri dari permukiman 12,04 ha,
tegalan 286,81 ha, kolam 0,15 ha, hutan
negara 35 ha. Tegalan di daerah penelitian
49

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

digunakan untuk usaha budidaya tanaman


kentang, sayuran dan tembakau yang telah menjadi tradisi masyarakat. Komoditi
pertanian perkebunan di Desa Buntu yang
dominan adalah: tembakau, teh, kopi dan
klembak. Komoditi perkebunan ini sudah
banyak dikenal oleh masyarakat luar sehingga jika musim panen tiba para pedagang
dari luar akan datang untuk membelinya.

Jumlah penduduk di Desa Buntu
selalu meningkat, akibat pertumbuhan penduduk alami dan migrasi masuk. Jumlah
penduduk di Desa Buntu pada akhir tahun
2011 adalah 2.423 jiwa terdiri 1.235 lakilaki dan 1.188 perempuan, dengan jumlah
rumah tangga 751. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Desa Buntu sebesar
3 jiwa dan kepemilikan lahan pertanian
yang sempit sekitar 0,1 ha. Pertumbuhan
penduduk di Desa Buntu (1,9% per tahun).
Tingginya laju pertumbuhan penduduk
akan menyebabkan kebutuhan akan lahan
untuk pertanian dan permukiman meningkat. Penduduk dalam penghidupannya
akan mencari berbagai alternatif dalam
rangka memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan dan perumahan (Zulaifah,
2005). Sementara itu permintaan akan lahan yang tinggi tidak sebanding dengan
lahan yang tersedia, sehingga menjadi
faktor pendorong bagi masyarakat untuk
mencari alternatif lahan di kawasan hutan,

pan
a.
Sumber daya manusia (human
asset)

Kondisi aset sumberdaya manusia
di Desa Buntu tergolong tidak berkelanjutan (skor 3). Hal tersebut dipengaruhi oleh
rendahnya tingkat pendidikan, dimana sebagian besar (86,12%) berpendidikan tidak
pernah sekolah, tidak/ belum tamat SD, dan
tamatan SD (skor 1). Minimnya motivasi
dari orang tua dan anak tentang pentingnya
pendidikan dan pengaruh rendahnya sosial
ekonomi menjadi faktor penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Desa Buntu.

Kondisi alam yang telah membentuk tradisi masyarakat petani berbasis
lahan di daerah penelitian, dimana sangat
menggantungkan mata pencahariannya
pada lahan tidak diimbangi dengan pengetahuan dan keahlian dalam hal konservasi.
Kegiatan perlindungan terhadap tanah
berupa penanaman terhadap pohon keras,
penanaman rumput gajah, penataan lahan
dengan sistem terassering/ sengkedang
yang mengikuti garis kontur, pembuatan
saluran irigasi pada garis kontur di daerah
bukit, pembuatan tajuk yang berlapis di
pekarangan, penggunaan pupuk organik,
penghijauan, dan reboisasi dengan sistem
tumpang sari di Desa Buntu tidak dilakukan, lebih dari (> 70%) rumahtangga tidak
melakukannya (skor 1).

Tabel 2.1 Kategori untuk skoring Status Aset Penghidupan


Status Keberlanjutan
Tidak
Belum
Berkelanjutan
Berkelanjutan Berkelanjutan
<5
5-7
>7

No

Aspek

Jumlah Variabel

Sumberdaya manusia

Sumberdaya alam

<4

4-5

>5

Sumberdaya sosial

<8

8-11

> 11

Sumberdaya fisik

< 15

15-21

> 21

Sumberdaya keuangan

<4

4-5

>5

<8

8-11

> 11

Status Aset Penghidupan

Sumber : data diolah peneliti

bahkan hutan lindung yang seharusnya


Masyarakat di Desa Buntu tidak
sebagai kawasan tangkapan hujan (catch- menyadari bahwa yang mereka lakument area) untuk dikonversikan menjadi kan ternyata memiliki resiko lingkungan
lahan pertanian. Perilaku masyarakat yang yang tinggi. Pengetahuan bercocok tanam
tidak berwawasan lingkungan akan dapat yang turun-temurun menjadi pegangan
menyebabkan dampak yang cukup besar dalam melakukan usaha pertaniannya.
tanpa mereka sadari dan berimbas pada Masyarakat di Desa Buntu sebenarnya tepenghidupan berkelanjutan.
lah mengetahui ada teknik budidaya yang
Kondisi Aset Sumberberdaya Penghidu- lebih baik dan tidak merugikan lingkun50
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

gan, namun dari penerapan teknik tersebut


hasil yang diperoleh menjadi lebih sedikit.
Adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial telah menyebabkan sikap pengabaian terhadap kelestarian
lingkungan. Konsep usaha pertanian konvensional benar-benar dipertahankan, dengan penekanan hanya pada aspek ekonomi
tanpa ada pertimbangan aspek teknik yang
berpihak pada lingkungan.

Demikian halnya dengan kegiatan
perlindungan terhadap sungai atau mata air
yang berupa penanaman pohon keras, tidak
melakukan penebangan pohon keras, penggunaan sumber mata air untuk kepentingan
pribadi, dan tidak melakukan pembuangan sampah ke sungai (skor 1). Sebagian
besar (> 70%) masyarakat tidak melakukannya sama sekali. Padahal Desa Buntu,
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) dan RTRW Kabupaten
Wonosobo termasuk dalam daerah resapan
bagi wilayah hilir di bawahnya.
b.
Sumberdaya alam (natural capital)

Kondisi aset sumberdaya alam di
Desa Buntu tergolong tidak berkelanjutan
(skor 2), hal ini dipengaruhi oleh kondisi
lahan yang mempunyai skor 1 dan ketersediaan sumberdaya air mempunyai skor 2.
Kondisi lahan di Desa Buntu yang sebagian
besar (< 85%) berupa tegalan secara visual
tampak hanya mempunyai lapisan olah
yang sangat tipis akibat pengolahan tanah
secara intensif. Hal tersebut ditandai dengan adanya batu-batu yang terlihat di permukaan tanah. Lapisan olah tanah yang tipis terbentuk oleh adanya pengikisan aliran
permukaan atau run off yang tinggi pada
saat hujan. Tingginya run off disebabkan
oleh tidak adanya penguat pada lapisan tanah atas karena tidak adanya tanaman keras
maupun tanaman penutup tanah. Kondisi
tersebut diperburuk lagi dengan kondisi
lahan yang miring dan terassering yang
buruk. Kondisi ini jelas merupakan faktor
yang menjadi pemicu semakin berkurangnya tingkat kesuburan tanah bahkan lebih
parah lagi terjadinya degradasi lahan yang
semakin tinggi. Sekitar 96,45 persen lahan
di Desa Buntu mengalami kerusakan dengan tingkat sedang-sangat berat (BPDAS
Serayu-Opak-Progo, 2007).

Sumber air masyarakat Desa Buntu terbagi atas 3 (tiga) sumber utama, yaitu
mata air yang telah dialirkan melalaui pipa

(PAM desa), sungai, dan sumur. Keberadaan


sumber mata air Gondang dengan debit 6
liter per detik di Desa Buntu telah mampu
melayani kebutuhan air bagi masyarakat di
Dusun Buntu. Sebagian besar (87,41 %)
masyarakat di Dusun Buntu menggunakan
sumber mata air yang kemudian dialirkan
menuju rumah-rumah menggunakan pipa.
Sedangkan kebutuhan air bagi masyarakat
Dusun Gunung Alang menggunakan sumber mata air langsung dari sungai Gondang
dengan menggunakan jerigen air karena
instalasi pipa yang sudah terpasang tidak
dapat mengalirkan air akibat perbedaan elevasi yang relatif tinggi antara sumber mata
air dan permukiman penduduk. Kegunaan
air di Desa Buntu meliputi penggunaan di
bidang pertanian dan rumah tangga. Pengelolaan sumber daya air di Desa Buntu
semakin hari semakin dihadapkan ke berbagai permasalahan. Permasalahan umum
dalam pengelolaan sumber daya air di
Desa Buntu yaitu saluran air bersih ke rumah warga yang belum tertata dengan baik,
pengelolaan air ke rumah tangga sebagian
besar masih menggunakan pipa-pipa yang
disalurkan ke masing-masing rumah yang
rentan kebocoran dan tidak tertata dengan
rapi.
c.
Sumberdaya sosial (social capital)
Kondisi aset sumberdaya sosial di Desa
Buntu tergolong belum berkelanjutan
(skor 8), hal ini dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan (skor 1), pemberdayaan
masyarakat (skor 2), keberadaan lembaga
sosial (skor 3), keberadaan peraturan lingkungan (skor 1), dan kearifan lokal (skor
1). Fenomena kemiskinan perdesaan dan
pertanian ini terjadi pada penduduk dengan
matapencarian petani khususnya pertanian
lahan kering (International Fund for Agricultural Development dalam Mukherje,
2002). Hal tersebut dapat ditunjukkan pada
tingginya persentase keluarga miskin (pra
KS dan KS I) di Desa Buntu sebesar 50,12
% (BKB Kabupaten Wonosobo, 2012).
Tingginya angka kemiskinan di Desa Buntu
telah menyebabkan ekploitasi sumberdaya
lahan secara berlebihan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Kegiatan
pemberdayaan
masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan tidak berjalan dan warga yang
berpartisipasi tergolong rendah (< 30 %).
Namun demikian dalam hal pelaksanaan

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

51

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

berbagai kegiatan sosial, masyarakat Desa


Buntu tetap mengutamakan musyawarah
dalam menghasilkan kegiatan-kegiatan
sosial kemasyarakatan. Lembaga-lembaga
sosial yang ada di masyarakat mempunyai
fungsi dan peran yang cukup kuat. Di Desa
Buntu terdapat Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH), Gapoktan Bhinneka, lembaga keagaamaan (NU dan Muhammadiyah).
Dalam rangka mewujudkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28H UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menjaga kelangsungan
hidup manusia dan lingkungan maka diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan
oleh semua pemangku kepentingan dalam
bentuk peraturan lingkungan. Berkaitan
dengan permasalahan tersebut di atas, Pemerintah Desa Buntu belum mempunyai
perdes yang berpihak pada lingkungan.
Produk Pemerintah Desa Buntu yang telah
berpihak pada lingkungan baru Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDes) Berbasis Lingkungan Desa
Buntu tahun 2010 yang penyusunannya difasilitasi oleh Tim Kerja Pemulihan Dieng
(TKPD) Kabupaten Wonosobo dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Kearifan lokal dalam pengelolaan
lingkungan hidup diperlukan bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia dan lingkungan dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya. Tradisi-tradisi seperti
nyabuk gunung yang menyarankan daerah
pertanian berbukit harus ditanami tanaman
untuk mencegah erosi dan membuat sengkedan mengikuti garis kontur dan bersih
desa yang bertujuan untuk mewujudkan
lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan
aman dari bencana hampir tidak dijumpai
di Desa Buntu (skor 1).

bersih (skor 2), kondisi sarana tempat pembuangan sampah (skor 1), kondisi tempat
pembuangan air limbah (skor 1), kondisi
MCK (skor 3), kondisi jalan (skor 1), kondisi fasilitas transportasi (skor 2), kondisi
fasilitas kesehatan (skor 2), kondisi fasilitas pendidikan (skor 2), dan kondisi fasilitas ekonomi (skor 2).
Sistem jaringan air bersih dibuat untuk
memenuhi kebutuhan air bersih penduduk
suatu daerah atau suatu komunitas. Berdasarkan hasil observasi kondisi sarana
prasarana air bersih di Desa Buntu berupa bak penampungan air sebagian besar
(>50%) dalam kondisi rusak. Saluran drainase yang ada di Desa Buntu sudah relatif
lengkap, namun kondisinya banyak yang
rusak dan kurang terawat serta mengalami
pendangkalan akibat dari pengendapan
kotoran-kotoran tanah ataupun semak belukar dan sampah rumah tangga.
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan
sistematis, meyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah dan diselenggarakan atas
dasar asas berkelanjutan. Penduduk di Desa
Buntu sebagian besar (> 57 %) membuang
sampah ke selokan yang mempunyai fungsi sebagai saluran pembuangan drainase air
limbah rumah tangga. Selain itu tidak terdapat kegiatan pemilahan sampah berupa
pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat
sampah dan dikumpulkan dari sumber ke
tempat pengolahan sampah.
Salah satu aspek infrastruktur adalah sanitasi, salah satu fokusnya adalah sanitasi
permukiman yang berupa fasilitas tempat
Buang Air Besar atau disingkat BAB dan
tempat pembuangan air limbah rumah tangga. Sebagian besar (> 65 %) rumahtangga
di Desa Buntu telah mempunyai fasilitas
tempat BAB berupa jamban sendiri dimana 49 persennya berupa tangki septik. Sebagian besar (> 95%) rumahtangga di Desa
Buntu membuang limbah cairnya langsung
ke selokan yang menuju ke sungai tanpa
melalui perlakuan khusus sehingga badan
air di Desa Buntu terkena polusi. Polusi
pada badan air tersebut diperburuk dengan
residu pupuk kimia pada lahan sawah yang
larut oleh air hujan.
Infrastruktur di Desa Buntu kondisinya
kurang memadai terutama jalan utama
yang merupakan akses menuju desa dalam
keadaan rusak. Selain itu sebagian besar (>

d.
Sumberdaya fisik (physical capital)

Sumberdaya fisik adalah prasarana dasar dan fasilitas lain yang dibangun
untuk mendukung proses penghidupan
masyarakat. Prasarana yang dimaksud
meliputi pengembangan lingkungan fisik
yang dapat membantu masyarakat melaksanakan tugas kehidupan lebih produktif.
Kondisi aset sumberdaya fisik di Desa
Buntu tergolong belum berkelanjutan (skor
16), hal ini dipengaruhi kondisi sarana air
52

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

70 %) kondisi permukaan di Desa Buntu


termasuk dalam keadaan rusak. Keberadaan
fasilitas transportasi umum berupa angkot/
angkudes masih dalam jumlah terbatas
sehingga masyarakat sering menggunakan ojek dengan biaya yang lebih tinggi.
Rendahnya keberadaan fasilitas transportasi dan tingginya biaya transportasi akan
berpengaruh terhadap mobilitas, interaksi
masyarakat dan keterbukaan Desa Buntu
terhadap daerah lain di sekitarnya.
Di sektor pendidikan, infrastruktur yang
kurang memadai berupa Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD), SLTP, dan SLTA. Rendahnya ketersediaan fasilitas pendidikan
ini mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan di Desa Buntu yang sebagian besar (86,12%) berpendidikan tidak pernah
sekolah, tidak/ belum tamat SD, dan tamatan SD.
Fasilitas kesehatan berfungsi memberikan
pelayanan dan mengatasi persoalan kesehatan yang dialami penduduk. Fasilitas kesehatan yang tersedia di daerah penelitian
ada dua jenis, yaitu Pos Kesehatan Desa
(PKD) dan bidan desa. Ketersediaan fasilitas kesehatan di Desa Buntu secara umum
belum memenuhi syarat daya layannya,
dimana fasilitas pos KB dan dokter praktek belum tersedia sehingga perlu diadakan
dalam rangka penghidupan berkelanjutan
masyarakat.
Fasilitas ekonomi merupakan pendukung
upaya keberlanjutan penghidupan penduduk melalui pengembangan potensi
ekonomi daerah tersebut. Fasilitas pelayanan ekonomi yang terdapat di Desa
Buntu meliputi berbagai jenis fasilitas perdagangan dan jasa ekonomi, seperti toko
kebutuhan sehari-hari (warung), koperasi
simpan simpan, dan kios saprotan dalam
jumlah yang telah memadai.
e.
Sumber daya keuangan (financial asset)
Kondisi aset sumberdaya keuangan di Desa
Buntu tergolong tidak berkelanjutan (skor
2). Hal tersebut dipengaruhi oleh mata
pencaharian yang dominan di sektor pertanian (skor 1), dan tingkat pendapatan penduduk tergolong rendah (skor 1). Pengaruh
sebagian besar (88%) masyarakat di Desa
Buntu yang mengandalkan matapencahariannya di bidang pertanian lahan kering menyebabkan tingkat ekonomi masyarakat di
Desa Buntu tergolong rendah. Hal ini dapat
dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat

per bulan dari sebagian besar (< 85 %) berada di bawah Rp. 1.650.000,00.

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Status Aset Penghidupan


Pengukuran status aset penghidupan merupakan akumulasi dari nilai skor status masing-masing aset sumberdaya. Berdasarkan
hasil pengukuran didapatkan kondisi aset
penghidupan di Desa Buntu tergolong
tidak berkelanjutan (skor 7). Hal ini disebabkan oleh kondisi aset penghidupan di
Desa Buntu tergolong tidak berkelanjutan
yaitu aset sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sumberdaya finansial. Sedangkan aset sumberdaya sosial dan sumberdaya fisik tergolong belum berkelanjutan.
Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Analisis SWOT dilakukan untuk
mengetahui kelemahan, kekuatan, peluang,
dan ancaman dalam rangka mewujudkan
penghidupan berkelanjutan di Desa Buntu
Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo.
Analisis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) yang dimiliki masyarakat serta
faktor eksternal (peluang dan acaman) inte
Penentuan pilihan strategi penghidupan
berkelanjutan di Desa Buntu Kecamatan
Kejajar Kabupaten Wonosobo didasarkan
pada matrik evaluasi faktor internal dan
eksternal, dicari kuadran strategi dengan
cara :
1.
Skor kekuatan (S) 0.57, sedangkan skor kelemahan (W) 1.41, sehingga
bila S-W yang merupakan sumbu x, maka
-0.84.
2.
Skor peluang (O) adalah sebesar
0.68, sedangkan skor ancaman (T) 0.64,
sehingga O-T yang merupakan sumbu y
maka 0.04.
Koordinat sumbu x dan y ditetapkan pada
diagram analisis SWOT, sehingga dapat
diketahui strategi peningkatan penghidupan
berkelanjutan pada kuadran IV (Strategi
WO) yaitu pengurangan kelemahan dengan
memanfaatkan peluang, sebagaimana yang
tergambar pada Gambar 3.1. Berdasarkan
asumsi di atas dapat dirumuskan strategi
yang dapat diambil dalam rangka mewujudkan penghidupan berkelanjutan di Desa
Buntu sebagai berikut :
1.
Peningkatan kapasitas/ ketrampilan dan permodalan bergulir bagi penduduk
oleh pemerintah baik desa, kabupaten, pusat
maupun lembaga donor berwujud pening53

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

No

U r a ia n K o n d i s i E k s te r n a l In t e r n a l

B ob ot

A d a n y a s u m b e r a ir b e rs ih (T u k G o n d a n g ) ya n g
m e m a d a i ( d e b i t 6 lt r/d e t )
A d a n y a m e k a n is m e m u s ya w a r a h m u fa k a t d a l a m
m e m e c a h k a n m a s a l a h -m a s a l a h d i tin g k a t d e s a
A d a n y a le m b a g a s o s ia l k e m a s y a ra k a ta n y a n g
b e r g e r a k d a l a m p e n g e lo la a n l in g k u n g a n ( L M D H ,
G a p o k ta n B h in n e k a , l e m b a g a k e a g a a m a a n N U d a n
M u h a m m a d i ya h
A d a n y a R P J M D e s B u n t u B e rb a s i s L i n g k u n g a n
T in g g i n y a m a s y a r a k a t ( > 6 0 % ) y a n g b e rg a n tu n g
p a d a la h a n p e rt a n ia n ti d a k d i im b a n g i d e n g a n
p e n g e ta h u a n d a n k e a h li a n d a la m h a l k o n s e r v a s i
K u a lit a s S D M r e n d a h y a n g d it a n d a i d e n g a n ti n g k a t
p e n d id ik a n s e b a g ia n b e s a r ( 8 6 , 1 2 % ) ti d a k p e r n a h
s e k o la h , ti d a k / b e lu m ta m a t S D , d a n t a m a t a n S D
P e r s e n ta s e k e lu a r g a m is k i n ( p ra K S d a n K S I)
se b esa r 5 0 ,1 2 %
S e b a g ia n b e s a r (< 8 5 % ) m a s ya ra k a t m e m p u n y a i
p e n d a p at a n d i b aw ah R p . 1 .6 5 0 .0 0 0 ,0 0
B e l u m te rs e d ia n ya s a ra n a t e m p a t p e m b u a n g a n
s a m p a h d a n li m b a h c a ir r u m a h t a n g g a
B e l u m m e m a d a i n y a s a r a n a p e n d id ik a n d a n
k e s e h a ta n
R a s io k e p e m ili k a n l a h a n p e rt a n i a n r e n d a h ( 0 , 1 h a )
A d an ya du k un ga n R T R W N dan R T R W K a b.
W o n o s o b o s e b a g a i k a w a s a n lin d u n g d a n
K e b ija k a n P e n g e n d a li a n L in g k u n g a n H id u p d i
K a w a s a n D a ta r a n T i n g g i D ie n g (P e ra tu r a n
G ub er nu r Ja w a T e n gah N om or 5 T ah u n 2 009 )
A d a n y a k e le m b a g a a n T im K e rja P e m u li h a n D ie n g
(T K P D ) K a b u p a t e n W o n o s o b o d a n d u k u n g a n
k e rj a s a m a d e n g a n L S M te r k a it p e m u l ih a n D ie n g
S t a k e h o l d e r s y a n g t e rlib a t d a la m k e g i a ta n
p e m u l ih a n D ie n g c u k u p b a n ya k
A d a n y a d u k u n g a n d a n a d a r i p u s a t, p r o v in s i d a n
k a b u p a te n
P e l u a n g h u t a n n e g a r a m e n j a d i k a w a s a n w a n a w is a t a
d a n h u t a n p e n d i d ik a n ;
K o m o d it i p e rta n i a n p e r k e b u n a n y a n g d ih a s ilk a n
s u d a h b a n y a k d ik e n a l m a s ya r a k a t lu a r
P e n in g k a ta n ju m l a h p e n d u d u k ( 1 , 9 % p e r t a h u n )
a k a n m e n y e b a b k a n k e b u t u h a n a k a n l a h a n u n tu k
p e rt a n ia n d a n p e rm u k im a n m e n i n g k a t
P e r g e s e r a n t a ta n il a i s o s ia l b u d a y a d i m a n a
k e p e n tin g a n e k o n o m i ja n g k a p e n d e k m e n j a d i
tu ju a n u ta m a d a n m e n g a b a i k a n a s p e k
k e le s t a ri a n /k e b e rla n j u ta n (s u s ta i n a b le li v e l ih o o d )
A d a n y a k e g i a ta n p e n a m b a n g a n p a s ir (g a l i a n C )
ya n g d i la k u k a n ta n p a i ji n d a n m e n g g u n a k a n a la t
be r at d an m an u al
S e k ita r 9 6 , 4 5 p e r s e n la h a n m e n g a l a m i k e r u s a k a n
d e n g a n tin g k a t s e d a n g -s a n g a t b e ra t
P e n g e lo l a a n s u m b e rd a y a a ir ya n g b e l u m b a i k
K e t id a k j e l a s a n d u k u n g a n k e b ij a k a n , p e ra n d a n
w e w e n a n g S K P D d a la m P e m u li h a n D ie n g
L e m a h n ya k o o r d i n a s i, i n te g r a s i, s in e rg i , d a n
s i n k ro n is a s i a n ta r p ih a k d a l a m p e n a n g a n a n is u
li n t a s s e k t o r a l, li n ta s w i la ya h d a n a n t a r le v e l
p e m e r in t a h a n

2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12

13
14
15
16
17
18
19

20
21
22
23
24

K e ku atan
R

0 .1 2

0 .1 5

0 .1 0

5
7

0 .1 5

K e le m a h a n
R

0.35

0.25

0.25

0.35

0.06

0.06

0.09

P elua ng
R

0 .1 2

0 .1 2

0 .1 2

0 .1 6

0 .0 6

0 .0 6

A n ca m a n
R

0 .0 6

0 .1 2

0 .1

0 .1 5

0 .0 6

0 .0 6

0 .0 9

100

0 .5 7

1.41

0 .6 8

0 .6 4

Gambar 3.1. Kuadran Strategi Penghidupan Berkelanjutan.

(S TR AT E G I W O )

K U A D R A N IV

P EL U AN G
O P P O R T U N IT Y (O )

- 0 . 8 4 ,0 . 0 4
K EL EM A H AN
W EA K N E S S(W )

KU AD RAN I
(S T R A T E G I S O )

K EK U AT AN
S T R E N G H T (T )
K U AD R AN II
(S TR AT E G I S T )

K U A D R A N III
(S T R A T E G I W T )
TANT AN G AN
T H R E A T H (T )

Gambar 3.1. Kuadran Strategi Penghidupan Berkelanjutan.

54

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

katan akses masyarakat terhadap modal,


faktor produksi, informasi dan teknologi,
pasar, dan pelatihan-pelatihan home industri berbasis potensi lokal, kewirausahaan,
kemitraan antara masyarakat miskin dengan dunia usaha, pengembangan institusi
kredit sekaligus pemasaran produk kentang
dan produk unggulan lainnya
2.
Pengembangan agribisnis perdesaan dapat menggerakan roda perekonomian dan pemberdayaan ekonomi masyarakat
perdesaan melalui pembentukan kelompok
UKM (Usaha Kecil & Menengah), pelatihan produk olahan komoditas lokal, pelatihan teknologi tepat guna yang murah dan
sederhana, pelatihan teknik pemasaran
dan pengembangan usaha, pendampingan
usaha dan replikasi pada kelompok yang
baru.
3.
Pengembangan strategi pertanian
berkelanjutan melalui melalui peningkatan produksi dan pendapatan petani, pembentukan modal, mengembangkan sistem
usaha tani ramah lingkungan, kemitraan
usaha Gapoktan Bhinneka .
4.
Pengelolaan kawasan permukiman dalam bentuk infrastruktur yang lebih
ramah lingkungan melalui peningkatan
cakupan pelayanan sarana dan prasarana air
minum dan sanitasi, air limbah, persampahan, dan drainase baik yang diselenggarakan oleh komunitas secara optimal, efisien,
dan berkelanjutan.
5.
Pengembangan model pariwasata
kehutanan yang berbasis masyarakat melalui wanawisata dan hutan pendidikan di
kawasan hutan negara.

pengembangan strategi pertanian berkelanjutan, pengelolaan kawasan permukiman


dalam bentuk infrastruktur yang lebih
ramah lingkungan, dan pengembangan
model pariwasata kehutanan yang berbasis
masyarakat.

Kesimpulan

Kondisi aset penghidupan di Desa
Buntu ditinjau dari aspek sumberdaya manusia tergolong tidak berkelanjutan, aspek
sumberdaya alam tergolong tidak berkelanjutan, aspek sumberdaya sosial tergolong
belum berkelanjutan, aspek sumberdaya
fisik tergolong belum berkelanjutan, dan
aspek finansial tergolong tidak berkelanjutan sehingga menghasilkan status kondisi
aset penghidupan di Desa Buntu yang tidak
berkelanjutan.

Strategi yang direkomendasikan
dalam rangka mewujudkan penghidupan berkelanjutan di Desa Buntu melalui
peningkatan kapasitas/ ketrampilan dan
permodalan bergulir bagi masyarakat,
pengembangan agribisnis perdesaan,
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Saran
a.
Koordinasi, integrasi, sinergi dan
sinkronisasi (KISS) antar pihak dalam penanganan isu lintas sektoral, lintas wilayah
dan antar level pemerintahan dalam konteks penyelamatan kawasan Dieng.
b.
Sosialisasi, pembinaan serta kampanye pendidikan mengenai keberlanjutan
lingkungan kepada masyarakat.
c.
Peningkatan SDM dalam hal pendidikan dan ketrampilan.
d.
Dukungan
dan
pelibatan
masyarakat dalam berbagai kebijakan dan
program.
Ucapan Terimakasih
Secara khusus diucapkan terima kasih kepada Bappenas yang telah memberikan
beasiswa dan kepada Pemerintah Kabupaten Wonosobo yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kab. Wonosobo.
2010. Kecamatan Kejajar Dalam
Angka 2010. BPS Kab. Wonosobo. Wonosobo. 148.
Badan Pusat Statistik Kab. Wonosobo.
2010. Kecamatan Kejajar Dalam
Angka 2012. BPS Kab. Wonosobo. Wonosobo.
Badan Keluarga Berencana Kab. Wonosobo. 2011. Pendataan Keluarga
Sejahtera Kabupaten Wonosobo.
BKB Kab. Wonosobo. Wonosobo.
Balai Pengelolaan DAS Serayu-OpakProgo, Pusat Studi Agroekologi
UGM, Dinas Kehutanan Prov.
Jawa Tengah. 2007. Grand Design
Rencana Tindak Penataan dan Pemulihan Kawasan Dieng (RTPPKD). BPDAS Serayu-Opak-Progo.
Yogyakarta. 121.
Bappenas. 2010. Modul 4. Memahami
55

Strategi Penghidupan Berkelanjutan

Anton Martopo, Gagoek Hardiman, Suharyanto

dan Menganalisa Sumberdaya


Penghidupan. Bappenas. Jakarta.
20.
Chambers, R. and G. Conway. 1992. Sustainable rural livelihoods: Practical
Concepts for The 21 st Century.
IDS Discussion Paper 296. Brighton: IDS. (pp.7-8). 33.
DFID. 2005. Sustainable Livelihoods
Guidance Sheets. Department for
International Development (UK).
London. diakses di: http:// www.
livelihoods.org/info/info_guidancesheets.html tanggal 2 April
2012.
Kavanagh P. 2004. Implementing Microsoft Excel Software For Rapfish:
A Technique For The Rapid Appraisal of Fisheries Status. Fisheries Centre Research Reports
2004 Volume 12 Number 2.
University of British Columbia.
Canada. 80.
Mukherje, Nilanjana. 2002. Masyarakat,
Kemiskinan dan Mata Pencaharian : Mata Rantai Pengurangan
Kemiskinan di Indonesia. Draft
Bank Dunia. Jakarta.
Praptono, Bakdo. 2010. Kajian Pola
Bertani Padi Sawah di Kabupaten
Pati Ditinjau dari Sistem Pertanian
Berkelanjutan (Studi Kasus di Kecamatan Pati). Tesis Magister Ilmu
Lingkungan Undip. 126.
Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung
Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD) Kab.
Wonosobo. 2010. Penanganan Permasalahan Dataran Tinggi Dieng
Aspek Penataan Ruang. Buletin
Program Pemulihan Dieng Edisi
2. TKPD Kab. Wonosobo. Wonosobo. 26.
UNDP. 2007. Modul Pembelajaran Pendekatan Penghidupan
Berkelanjutan Bagi Perencana
dan Pegiat Pembangunan Daerah.

UNDP. Jakarta. 176.


USAID.2006. Kajian Penghidupan
Berkelanjutan Desa Jantho Baru
Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe
Aceh Darussalam. Development
Alternatives, Inc. for the United
States Agency for International
Development. Jakarta. 74.
USAID.2006. Kajian Penghidupan
Berkelanjutan Dusun Kuala
Meurisi, Desa Keutapang Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten
Aceh Jaya, NAD. Development
Alternatives, Inc. for the United
States Agency for International
Development. Jakarta. 69.
USAID.2006.
Kajian
Penghidupan
Berkelanjutan Desa Gampong Jruek Balee,
Kemukiman Jruek Kecamatan IndrapuriKabupaten Aceh Besar. Development Alternatives, Inc. for the United States Agency for International Development. Jakarta.
68.
Zulaifah, Siti. 2005. Rehabilitasi Lahan
Hutan dan Pertanian Kabupaten Wonosobo
Tahun 2005-2025. Pusat Inventarisasi dan
Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.

56

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 2 | Juli 2013

Anda mungkin juga menyukai