Oleh:
YOSIA ARAUNA S.KH
130130100111031
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................
1.1Latar Belakang.........................................................................
1.2Tujuan......................................................................................
1.3Manfaat....................................................................................
1
2
2
3
4
6
6
7
7
7
13
19
20
21
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organ genetalia pada hewan betina terbagi atas alat kelamin primer dan
sekunder. alat kelamin primer terdiri atas ovarium yang berfungsi membentuk
sel telur dan hormon-hormon betina, alat kelamin sekunder terdiri dari
oviduck, uterus, cervix, vagina dan vulva. Ambing juga sering disebut alat
kelamin tambahan karena alat tubuh ini sangat erat hubungannya dengan
pertumbuhan anak (Ressang 1984).
Uterus dalam keadaan fisiologi dapat memperlihatkan gambaran gambaran
yang berlainan seperti pada uterus yang bunting akan memperlihatkan mukosa
yang merah, karena pada keadaan tersebut uterus memerlukan banyak zat-zat
makanan untuk kehidupan foetus. Sesudah partus perubahan-perubahan pada
mukosa uterus sulit dibedakan antara radang kataral dan perubahan pasca
melahirkan. Anjing betina sering menderita endometritis sesudah partus atau
sesudah birahi, peradangan pada penggantung uterus terjadi karena
kontaminasi mikroorganisme pasca melahirkan atau pasca kopulasi dan
gangguan lainnya seperti pyometra.
Pyometra adalah penimbunan nanah dalam uterus yang disebabkan oleh
bakteri yang secara normal berada dalam uterus namun dalam keadaan
tertentu menjadi pathogen akibat dari pengaruh hormonal yang disebut dengan
endometritis atau pyometra. Pyometra terjadi sebagai salah satu konsekuensi
dari perubahan hormonal yang mengakibatkan terjadi perubahan pada lapisan
uterus. Pyometra merupakan kondisi yang sangat serius pada hewan mamalia
betina, keadaan ini dapat menyebabkan hewan infertil bahkan dapat
menyebabkan kematian (Ressang, 1984).
Hewan-hewan yang terserang pyometra memperlihatkan bermacammacam gejala patologis dan klinis yang berhungan erat dengan genitalia dan
penyakit-penyakit sistemik. Meskipun penyakit ini sudah lama ditemukan,
namun patogenesanya belum sepenuhnya dipahami, tetapi secara umum
hormon progesteron dan estrogen sangat berperan penting sebagai penyebab
merupakan
organ
reproduksi
primer
yang
berfungsi
2.2 Pyometra
Pyometra berasal dari bahasa latin yaitu pyo yang artinya nanah dan
metra kandungan, jadi pyometra adalah infeksi yang disertai penimbunan nanah
yang menyebar didalam uterus (Anonimous, 2007). Menurut Ressang (1984),
pyometra adalah penimbunan nanah dalam uterus yang disebabkan oleh bakteribakteri yang secara normal berada dalam uterus namun dalam keadaan tertentu
menjadi pathogen akibat dari pengaruh hormonal yang disebut dengan
endometritis atau pyometra. Pyometra terjadi sebagai salah satu konsekuensi dari
perubahan hormonal yang mengakibatkan terjadi perubahan pada lapisan uterus.
Pada hewan pasca estrus progesteron meningkat selama 8-10 minggu dan
menebalkan lapisan uterus untuk mempersiapkan lingkungan uterus yang sesuai
untuk kehidupan foetus. Jika kehamilan tidak terjadi karena beberapa hal, lapisan
tersebut akan terus menebal dalam bentuk nodul-nodul yang mengeluarkan cairan
kental sehingga menciptakan suasana lingkungan yang ideal di dalam uterus untuk
pertumbuhan bakteri.
Kejadian pyometra sangat sering terjadi pada anjing sesudah birahi, bila
dari anamnesa diketahui anjing tidak pernah kawin maka infeksi-infeksi sekunder
dari mikroorganisme yang secara normal hidup dalam uterus dianggap sebagai
causa penyebab pyometra. Mikroorganisme ini menyebabkan proses radang,
kemungkinan pyometra juga terjadi karena anjing yang estrus tidak terjadi
konsepsi. Gangguan ini menghasilkan kadar estrogen dalam darah anjing yang
berlebihan (hyperestrogen), dalam keadaan ini hanya sedikit leukosit yang menuju
ke dalam mukosa vagina dan mungkin inilah yang menyebabkan infeksi dalam
uterus mudah terjadi. Nanah dan hasil sekresi dari kelenjar-kelenjar uterina
menimbun di dalam uterus karena kontraksi uterus berkurang bahkan tidak terjadi.
Hal ini diduga karena peningkatan hormon progesteron yang mengganggu fungsi
bagian posterior kelenjar pituitarian (Ressang, 1984).
Secara umum pyometra juga sering terjadi pada hewan betina yang tua,
berupa pyometra tertutup dan terbuka yang tergantung pada jumlah nanah yang
terkandung didalam uterus. Leleran nanah pada vagina yang berbau khas sangat
jelas terlihat gejalanya pada pyometra terbuka. Pyometra tertutup ditandai dengat
tersumbatnya cervik uterus, pada kasus ini tidak adanya presentasi leleran dari
vagina sehingga indikasi dari pyometra sangat sulit ditentukan (Foster dan Smith,
2007).
Cervik uterus merupakan pintu masuknya mikroorganisme ke dalam
uterus yang selamanya tertutup, kecuali pada saat estrus. Bakteri yang normalnya
ditemukan didalam vagina dapat masuk dengan mudah pada saat terjadi estrus,
jika kondisi uterus normal bakteri yang masuk tidak akan bisa bertahan hidup, jika
kondisi dalam uterus tidak normal akibat adanya cystik kondisi didalam uterus
merupakan tempat yang sempurna untuk perkembangan bakteri.
Gejala klinis dari pyometra sangat tergatung pada kondisi cervik uterus
yang bersifat terbuka atau tertutup, jika bersifat terbuka nanah dari uterus akan
terlihat keluar melalui vagina dan bulu dibawah ekor terlihat kotor. Demam, lesu,
anoreksia dan stress dapat muncul pada hewan menderita pyometra. Jika cervik
uterus tertutup, maka nanah yang terbentuk didalam uterus tidak mampu mengalir
keluar melalui vagina sehingga nanah akan terakumulasi didalam uterus dan dapat
menyebabkan bengkak/penggelembungan pada daerah abdomen. Bakteri-bakteri
yang terdapat didalam uterus akan melepaskan toksin-toksin yang akan diserap
dan dibawah melalui sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan biasanya dapat berakhir
dengan kematian. Patogenesa penyakit ini pada hewan betina yang mengalami
pyometra tertutup berlangsung sangat akut, hewan akan memperlihatkan gejala
anoreksia, sangat lesu, depresi, muntah atau sering terjadinya diare (Kirana, 2007;
Reese, 2007; Dawson, 2006).
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Anamnesa
: Cilipa
Jenis Hewan
: Anjing
Ras Hewan
: mix
Jenis Kelamin
: Betina
Warna Rambut
: Hitam
Berat Badan
: 9.45 kg
Umur
: 13 tahun
dengan
kebuntingan
karena
kebuntingan
menyebabkan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Baik
Tenang/Jinak
Baik
Tidak tegak
Bereaksi
Sikap bereaksi, respon menurut
38,5 oC
109x/ menit
41x/menit
2 detik
:
:
:
:
:
:
sedikit kusam
Tidak ada kerontokan
Tidak ada kebotakan
2detik
Pigmentasi normal
Bau khas kulit
:
:
:
Bereaksi
Kompak
Normal turun kebawah keduanya
Posisi kepala
Tegak
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Putih
Bening
Hitam
Dapat membesar dan mengecil dengan
Vasa Injection
sempurna
Tidak ada
:
:
:
:
Putih
Bening
Terlihat hitam
Tidak dapat membesar dan mengecil dengan
Vasa Injection
sempurna
Tidak ada
:
:
:
Simetris
Aliran udara bebas di kedua kavum nasal
Lembab
:
:
Tidak ada
Pink, basah, tidak ada kerusakan
.
:
:
:
:
:
Kebawah
Bau khas serumen, telinga sedikit kotor
Bersih, tidak ada luka
Tidak ada
Ada
:
:
:
Simetris
Teraba, tidak ada refleks batuk saat di palpasi
Tidak teraba
Kelenjar Pertahanan
Ln.Mandibularis
Ln. Retropharingeal
Ln.Axilaris
Ln.Prefemoralis
Ln.Popliteus
:
:
:
:
:
Tidak teraba
Tidak teraba
Tidak teraba
Tidak teraba
- Ukuran
- Lobulasi
- Perlekatan
- Konsistensi
- Kesimetrisan
:
:
:
:
:
:
:
Simetris
Costalis
Ritmis/ teratur
Kuat
41x/menit
Teraba
Tidak ada
:
:
:
:
Terdengar
Tidak ada
Darah
Inspeksi
Ictus cordis
Tidak teraba
Auskultasi
Frekuensi
Intensitas
Ritme
:
:
:
109x/menit
Kuat
Ritmis
4. Thoraks
a. Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks
Tipe pernapasan
Ritme pernapasan
Intensitas
Frekuensi
Trakea
Refleks batuk
Palpasi
Penekanan rongga thoraks
Penekanan M.
:Teraba
:Tidak berlobus
:Tidak melekat
:Kenyal
:Simetris
intercostalis
Auskultasi
Suara pernapasan
Suara ikutan
b. Sistem Peredaran
Hipogastrikus
Auskultasi
Suara peristaltik usus
Suara borboritmis
: Tidak terdengar
: Tidak terdengar
Anus
Daerah sekitar anus
Refleks sphincter ani
Kebersihan perineum
:
:
:
Kelenjar mammae
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Bersih
Terdapat refleks mengkerut dan menghisap
Bersih
Rose,
licin,
mengkilat,
basah,
discharge purulent
Berukuran normal dengan konsistensi lembek
pada semua bagian ambing.
Tegas, kompak, lurus
Tegas, kompak, lurus
Tegas, kompak, lurus
Tegas, kompak, lurus
Keras
Tidak ada reaksi kesakitan
Sama panjang, simetris
Sama panjang, simetris
Tidak ada rasa sakit
b. Pemeriksaan Darah
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Anjing Cilipa
Parameter
Hematologi
WBC
RBC
Hb
HCT
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Granulosit
Hasil
Interpretasi
Satuan
Normal
Anjing
51,2
4,48
9,4
28,6
63,8
21
32,9
311
4,4
1,1
6
90
103/L
106/L
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
103/L
%
%
%
%
6-17
5.5-8.5
12-18
37-55
60-77
19.5-24.5
32-36
200-500
12-30
3-10
2-10
60-80
10
keluar
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Granulosit
RDW
PCT
MPV
PDW
Kimia Darah
AST/SGOT
ALT/SGPT
Ureum (BUN)
Kreatinin
Total Protein
Albumin
Globulin
Ratio A:G
Total Bilirubin
Alkalin
Phosphatase
2,3
0,5
2,3
46,1
14,1
0,08
5,3
16,8
44
63
25,7
0,71
8
1,8
6,2
0,29
0,163
321
103/L
103/L
103/L
103/L
%
%
fL
%
1-4.8
0.15-1.35
0.01-1.25
3.5-14
12-16
0-2.9
6.7-11
0-50
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
g/dL
g/dL
mg/dL
U/L
mg/dL
U/L
8.9-48.5
8.2-57.3
10-20
1-2
5.4-7.5
2.6-4.0
2.7-4.4
0.6-1.1
0,07-0,61
10.6-100.7
Ovariohisterectomy
Roxine
Flagyl
Synulox
R/ Bio ATP tab, Curcuma tab, Imboost tab
11
R/ Orbumin
R/ Clavamox syr
Salep bonty
22/2/
15
23/2/
15
24/1
2/15
Gejala Klinis/Data
Sore (17:00)
BB : 9,45 kg , T :,
Keluar lendir dari vagina
Pagi
Puasa pre operasi, urinasi baik,
discharge purulent dari vagina,
muntah T: 38.3C, selaput lendir semu
Ma
-
Mi
-
De
-
Malam:
Operasi Pyometra
Pagi
T: 37,6 C, disuap GI blend baik, lesu,
abdomen tegang, BCS 4, SL rose,
belekan, balutan baik
Sore
T: 38 C, disuap GI blend baik, tidak
terlalu lesu, katarak, abdomen
tegang , ASI (+), ada yang asinya
kecoklatan, discharge vulva purulent
(+), jantung baik, nafas sedikit
panting, pilek serous, bersin, pilek
purulent sedikit.
Pagi
T: 38,3C, vomit (-), discharge vulva
(+) mucous, tumor mamae, mata
kanan kiri katarak, plester kering,
tidak terlalu lesu
Sore
T: 38,4C, vomit (-), discharge (-),
tumor mamae di semua putting, ASI
(+) di semua putting, plester kering,
abdomen tegang, agak lesu, bersin (+)
Pagi
T:38,5oC, discharge vagina (+), lesu,
plester dilepas, jahitan baik, ASI (++),
tumor mamae (+), SL pucat
12
GI
blend
disuap
GI
blend
disuap
Uri
Terapi
normal- Roxine
- Biodin
normal - Flagyl
- IV cath
- Synulox
- HemBio @0,9cc
Malam: Flagyl
normal - Synulox
- HemBio @0,9cc
- Orbumin 2 cap
Malam:
Flagyl
terakhir
- Synulox
- HemBio @0,9cc
- Obat Oral
- R/ Bio ATP tab,
Curcuma tab,
Imboost tab
- R/ Orbumin
- R/ Clavamox syr
Treat luka
Hasil pemeriksaan fisik anjing Cilipa adanya rasa sakit saat palpasi bagian
abdomen, terdapat discharge purulent dari vagina. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah pemeriksaan hematologi dan kimia darah dan usg untuk
membantu penegakan diagnosa. Diagnosa sementara mena garah pada pyometra.
Diagnosa terbaik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pyometra adalah
dengan melakukan ultrasonografi (USG) dan radiografi. Apabila dilakukan
ultrasonografi, maka akan terlihat adanya cairan dalam uterus dan disertai dengan
penebalan pada dinding uterus. Sedangkan apabila dilakukan radiografi akan
tampak adanya bentukan tubuler yang berisi cairan, terletak diantara colon
decenden dan vesika urinaria (Lapote, 2010). Pada kasus anjing Cilipa hanya
dilakukkan metode diagnosa USG.
dibandingkan kisaran normal. Leleran pada vagina dapat bersifat purulen (nanah),
(Smith 2006).
Berdasarkan
hasil
uji
hematologi,
didapatkan
anjing
mengalami
dihasilkan
endometrium.
Hormon
prostaglandin
berfungsi
untuk
meregresikan corpus luteum saat tidak terjadi kebuntingan. Adanya corpus luteum
persisten menyebabkan hormon progesteron terus dihasilkan. Pyometra terjadi
sebagai salah satu konsekuensi dari perubahan hormonal yang mengakibatkan
terjadi perubahan pada lapisan uterus (Smith, 2006).
14
15
16
BAB 4. KESIMPULAN
Pyometra adalah suatu infeksi/peradangan pada uterus hewan betina, yang
menyebabkan bermacam-macam gejala patologis dan klinis yang berhungan erat
dengan alat genitalia dan penyakit-penyakit sistemik. Pyometra dikelompokkan
menjadi dua yaitu: pyometra terbuka (open pyometra) dan pyometra tertutup
(closed pyometra).
Penanganan pyometra dapat dilakukan dengan tindakan yang paling tepat
adalah dengan melakukan tindakan ovariohysterectomy pada hewan yang tidak
produktif lagi untuk mencegah terjadinya pyometra.
17
DAFTAR PUSTAKA
Feldman EC, Nelson RW. 2004. Canine and Feline Endocrinology and
Reproduction. Ed ke-3. U SA: Saunders.
Gabor G, Siver L, Szenci O. 1999. Intravaginal prostaglandin F2 alpha for the
treatment of metritis and pyometra in the bitch. Acta Vet Hung47:103108.
Lika E., Rapti D., Turmalaj L., Gjino P, Robaj A., 2009. Medical And Surgical
Treatment Of Pyometra In Dogs. Macedonian Journal of Animal Science,
Vol. 1, No. 2, pp. 391394 (2011). ISSN 1857 7709. UDC: 636.7.09 :
618.14
Noviana D., March W.G., dan Choliq C., 2008. Diagnosis Ultrasonografi untuk
Mendeteksi Gangguan pada Uterus Kucing (Felis catus). Vol. 24, No. 1.
Bagian Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian
Bogor (FKH -IPB)
Pretzer. S.D., 2008. Clinical presentation of canine pyometra and mucometra: A
review. Theriogenology 70: 359363
Ressang. 1984. Patologi khusus veteriner. Bali-Press, Bali.
Smith FO. 2006. Canine pyometra. Theriogenology 66:610-612.
18
LAMPIRAN
19