Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Penyakit infeksi dalam kehamilan adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus atau bakteri yang sangat membahayakan bagi ibu hamil. Penyakit ini akan
semakin berisiko apabila dan dapat menyebabkan kematian pada janin yang
dikandung ibu hamil Penyakit ini menjadi suatu masalah dalam kesehatan
reproduksi di Indonesia, hal ini disebabkan karena penyakit infeksi kehamilan
dapat mengganggu kesehatan reproduksi dan perkembangan janin dalam tubuh
ibu hamil.
Dampak yang timbul akibat infeksi dalam kehamilan ini, khususnya bagi
ibu hamil tidak dapat diabaikan begitu saja. Masalah tersebut merupakan masalah
besar yang memerlukan penanganan khusus dengan biaya mahal tapi
hasilnya tidak begitu memuaskan.
Penyakit infeksi dalam kehamilan menjadi perhatian dari semua pihak,
mengingat pengaruhnya terhadap keselamatan manusia pada saat ini maupun
keselamatan generasi penerus atau keturunan. Maka dari itu diperlukan
penanganan sedini mungkin dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dan
makanan serta menghindarkan hubungan seksual yang tidak sehat. Hepatitis dan
penyakit hati lain yang terjadi selama kehamilan harus menjadi perhatian karena
dapat menimbukan masalah kesehatan serius, baik bagi ibu maupun bayi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan infeksi Rubella?
2. Apa penyebab dari Infeksi Rubella?
3. Bagaimana gejala yang ditimbulkan dari penyakit Rubella terhadap kehamilan?
4. Apa yang dimaksud dengan Infeksi hepatitis pada kehamilan?
5. Bagaimana gejala yang ditimbulkan dari Infeksi hepatitis terhadap kehamilan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Infeksi Rubella
2. Untuk mengetahui penyebab dari Infeksi Rubella
3. Untuk mengetahui gejala yang ditimbulkan dari penyakit rubella terhadap
kehamilan
4. Untuk mengetahui pengertian dari Infeksi Hepatitis pada kehamilan
5. Untuk mengetahui gejala yang ditimbulkan dari Infeksi rubella terhadap
kehamilan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kehamilan Dengan Infeksi Rubella
1. Definisi
Rubella yang sering disebut orang dengan Campak Jerman merupakan
jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Rubella dapat menyerang
siapa saja tidak pandang bulu. Bisa menyerang orang tua, remaja, anak anak, bahkan bayi sekalipun. Sebenarnya Rubella ditemukan oleh Sir Norman
Greg dari Eropa sejak tahun 1941, namun baru dapat disosialisasikan pada
tahun 1962.
Walaupun penderita Rubella tidak menampakkan gejala klinis 14-21
hari, namun virus ini sebetulnya telah berada di beberapa tempat misalnya
tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran manusia. Virus ini menular
lewat udara. Rubela juga biasanya ditularkan oleh ibu kepada bayinya,
makanya disarankan untuk melakukan tes Rubela sebelum hamil. Bayi yang
terkena virus Rubela selama di dalam kandungan beresiko cacat. Sering
dijumpai apabila infeksi dijumpai pada kehamilan trimester I (30-50%).
Anggota tubuh anak yang bisa menderita karena rubella:
1)
2)
3)
4)

Mata (katarak, glaucoma, mikroftalmia)


Jantung (Duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonalis, septum terbuka)
Alat pendengaran (tuli)
Susunan syaraf pusat (meningoensefalitis, kebodohan)
Dapat pula terjadi hambatan pertumbuhan intra uterin, kelainan

hematologik (termasuk trombositopenia dan anemia), hepatosplenomegalia


dan ikterus, pneumonitis interstisialis kronika difusa, dan kelainan
kromosom. Selain itu bayi dengan rubella bawaan selama beberapa bulan
merupakan sumber infeksi bagi anak-anak dan orang dewasa lain.

2. Rubella dalam Kehamilan


Sekitar 10 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella.
Perjalanan penyakit tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat
atau tidak memperlihatkan adanya gejala penyakit. Derajat penyakit terhadap
ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi yang terjadi pada
trimester I memberikan dampak besar terhadap janin. Infeksi Rubella
berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan
kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan
maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi
trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of
Obstatrician and Gynecologists, 1981).
Bila ibu hamil yang belum kebal terserang virus Rubella saat hamil
kurang dari 4 bulan, akan terjadi berbagai cacat berat pada janin. Sebagian
besar bayi akan mengalami katarak pada lensa mata, gangguan pendengaran,
bocor jantung, bahkan kerusakan otak. Infeksi Rubella pada kehamilan dapat
menyebabkan keguguran, bayi lahir mati atau gangguan terhadap janin
Susahnya, sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa
apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang
telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak
merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari.
Tidak semua janin akan tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia
kehamilannya < 12 minggu maka risiko janin tertular 80-90 persen. Jika
infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko janin
terinfeksi turun yaitu 10-20 persen.
Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100 persen jika ibu
terinfeksi saat usia kehamilan > 36 minggu. Untungnya, Sindrom Rubella
Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada saat umur
kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan, jarang sekali
terjadi infeksi. Di samping itu, bayi juga berisiko lebih besar untuk terkena
diabetes melitus, gangguan tiroid, gangguan pencernaan dan gangguan syaraf.
3. Penyebab

Virus yang ditularkan melalui kontak udara maupun kontak badan.


Virus ini bisa menyerang usia anak dan dewasa muda. Pada ibu hamil bisa
mengakibatkan bayi lahir tuli. Penularan virus rubella adalah melalui udara
dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk
akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya
gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam. Penyebaran virus rubella pada
hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri
dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal terjadi
saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan
virus untuk masuk dalam barier bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa
yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut.
4. Diagnosis
Diagnosis rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya
hampir sama dengan penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak ada sama
sekali. Virus pada rubella sering mencapai dan merusak embrio dan fetus.
Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi virus atau dengan ditemukannya
kenaikan titer anti rubella dalam serum. Nilai titer antibody, yaitu:
1) Imunitas 1:10 atau lebih
2) Imunitas rendah < 1:10
3) Indikasi adanya infeksi saat ini > 1:64
Apabila wanita hamil dalam trimester I menderita viremia, maka
abortus buatan perlu dipertimbangkan. Setelah trimester I, kemungkinan
cacat bawaan menjadi kurang yaitu 6,8% dalam trimester II dan 5,3%
dalam trimester III.
5. Gejala
1) Pembengkakan pada kelenjar getah bening.
2) Demam diatas 38 derajat Celsius.
3) Mata terasa nyeri.
4) Muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh.
5) Kulit kering.
6) Sakit pada persendian.
7) Sakit kepala.
8) Hilang nafsu makan.
6. Isolasi
Dianjurkan selama diisolasi sekurang-kurangnya 4 hari setelah gejala
bintik-bintik merah muncul.
7. Pemeriksaan

Pemeriksaan rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan


mengukur IgG . Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada
masa pasca persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus
dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak
memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi dengan baik. Infeksi
rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI.
Tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan pemberian
profilaksis dengan gamma globulin pasca paparan tidak dianjurkan oleh karena
tidak memberi perlindungan terhadap janin.Pemeriksaan Laboratorium yang
dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan
Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada
saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna
untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi
rubella bawaan.
8. Terapi Antivirus
1) Acyclovir adalah anti virus yang digunakan secara luas dalam kehamilan .
2) Acyclovir diperlukan untuk terapi infkesi primer herpes simplek atau virus
varicella zoster yang terjadi pada ibu hamil .
3) Selama kehamilan dosis pengobatan tidak perlu disesuaikan .
4) Obat antivirus lain yang masih belum diketahui keamanannya selama
kehamilan : Amantadine dan Ribavirin.

9. Pencegahan
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan terhadap
serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi
yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan,
dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella).Vaksin Rubella
diberikan pada usia 15 bulan. Setelah itu harus mendapat ulangan pada umur 46 tahun. Bila belum mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun, harus tetap
diberikan umur 11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin tidak dapat
diberikan pada ibu yang sudah hamil.
Deteksi status kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil sebaiknya
memeriksa kekebalan tubuh terhadap Rubella, seperti juga terhadap infeksi
TORCH lainnya.
Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti Anda pernah terinfeksi atau
sudah divaksinasi terhadap Rubella. Anda tidak mungkin terkena Rubella lagi,
dan janin 100% aman. Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella
IgM dan anti-Rubella IgG positif, berarti anda baru terinfeksi Rubella atau baru
divaksinasi terhadap Rubella. Dokter akan menyarankan Anda untuk menunda
kehamilan sampai IgM menjadi negatif, yaitu selama 3-6 bulan.
Jika anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM negatif berarti anda tidak
mempunyai kekebalan terhadap Rubella. Bila anda belum hamil, dokter akan
memberikan vaksin Rubella dan menunda kehamilan selama 3-6 bulan. Bila
anda tidak bisa mendapat vaksin, tidak mau menunda kehamilan atau sudah
hamil, yang dapat dikerjakan adalah mencegah anda terkena Rubella.
Bila sudah hamil padahal belum kebal, terpaksa berusaha menghindari
tertular Rubella dengan cara berikut: jangan mendekati orang sakit demam,
jangan pergi ke tempat banyak anak berkumpul, misalnya Playgroup sekolah
TK dan SD. Jangan pergi ke tempat penitipan anak Sayangnya, hal ini tidak
dapat 100% dilaksanakan karena situasi atau karena orang lain yang terjangkit
Rubella belum tentu menunjukkan gejala demam. Kekebalan terhadap Rubella
diperiksa ulang lagi umur 17-20 minggu. Bila ibu hamil mengalami Rubella,
periksalah darah apa benar terkena Rubella.

Bila ibu sedang hamil mengalami demam disertai bintik-bintik merah, pastikan
apakah benar Rubella dengan memeriksa IgG dan IgM Rubella setelah 1
minggu. Bila IgM positif, berarti benar infeksi Rubella baru. Bila ibu hamil
mengalami Rubella, pastikan apakah janin tertular atau tidak Untuk
memastikan apakah janin terinfeksi atau tidak maka dilakukan pendeteksian
virus Rubella dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Bahan
pemeriksaan diambil dari air ketuban (cairan amnion). Pengambilan sampel air
ketuban harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan & kebidanan, dan baru
dapat dilakukan setelah usia kehamilan lebih dari 22 minggu.
10. Patofisiologi
Infeksi terjadi melalui mukosa saluran pernapasan bagian atas. Hanya
sedikit yang diketahui mengenai peristiwa yang terjadi selama minggu ke-2
hingga ke-3 masa inkubasi. Replikasi virus mula-mula mungkin terjadi dalam
saluran pernapasan, diikuti dengan perkembangbiakan dalam kelenjar getah
bening servikal.
Viremia timbul setelah 5-7 hari dan berlangsung hingga timbul antibodi
pada sekitar hari ke-13 hingga ke-15. Timbulnya antibodi berbarengan dengan
timbulnya ruam, hal ini menunjukkan adanya dasar imunologik untuk ruam.
Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul erupsi di kulit.
Setelah timbulnya ruam, virus hanya dapat tetap dideteksi dalam
nasofaring, dimana virus dapat menetap selama beberapa minggu. Pada sekitar
25% kasus, infeksi primer bersifat subklinik.
Di nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi dan
kadang-kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret rasofaring, virus rubela
telah diisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal. AS1,
cairan sinovial dan paru-paru.
Penularan terjadi melalui oral droplet, dan nasofaring, atau rate pernafasan
Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah. Namun terjadinya erupsi di
kulit belum diketahui patogenesisnya. Penularan dapat terjadi biasanya dari 7
hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi

terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian menurun dengan cepat, dan
berlangsung hingga menghilangnya erupsi.
Ruam pada rubella biasanyabertahanselama 3 hari.Kelenjar getah bening
akan tetap bengkak selama 1 minggu atau lebih dan nyeri sendi dapat bertahan
lebih dari 2 minggu.
Waktu inkubasi rubella adalah 14-23 hari dengan rata-rata 16-18 hari,
artinya mungkin seseorang anak yang terinfeksi rubella baru menunjukkan
gejalanya setelah 2-3 minggu kemudian.
B. Kehamilam Dengan Infeksi Hepatitis
1. Definisi
Hepatitis merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan
pada sel-sel hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti
obat-obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi
seperti hepatitis virus. Penyakit hati biasanya jarang terjadi pada wanita
hamil, namun apabila timbul ikterus pada kehamilan, maka penyebabnya
paling sering adalah hepatitis virus.
2. Penyebab
Adapun ikterus pada kehamilan sebenarnya dapat disebabkan oleh
beberapa keadaan :
1) Ikterus yang terjadi oleh karena kehamilan.
2) Perlemakan hati akut
3) Toksemia
4) Kolestatis Intrahepatik
5) Ikterus yang terjadi bersama dengan suatu kehamilan.
6) Hepatitis Virus
7) Batu Empedu
8) Penggunaan obat-obatan hepatotoksik
9) Sirosis hati
Ikterus dapat timbul pada satu dari 1500 kehamilan, 41% di
antaranya adalah hepatitis virus, 21% oleh karena kolestasis intrahepatik,
dan kurang dari 6% oleh obstruksi saluran empedu di luar hati.
3. Fisiologi Hati dalam Kehamilan Normal
Pada kehamilan, hepar ternyata tidak mengalami pembesar-an. Hal ini
bertentangan dengan penelitian pada binatang yang menunjukkan bahwa
hepar membesar pada waktu kehamilan. Bila kehamilan sudah mencapai
trimester ke III, sukar untukmelakukan palpasi pada hepar, karena hepar
9

tertutup oleh pembesaran rahim. Oleh karena itu bila pada kehamilan trimester ke III hepar dapat dengan mudah diraba, berarti sudah terdapat
kelainan-kelainan yang sangat bermakna.
Pada kehamilan normal, tes fisologi hati seperti bilirubin dan
transaminase serum biasanya tidak menunjukkan kelainan. Ekskresi BSP
biasanya normal, dapat sedikit terganggu pada trimester ke tiga. Peningkatan
fosfatase alkali dalam serum dapat terjadi pada bulan ke sembilan kehamilan
peningkatan ini disebabkan oleh produksi dari sinsisiotrofoblas dari
plasenta.
Kolesterol serum total meningkat sejak bulan ke empat, biasanya
mencapai puncaknya sekitar 250 mg% pada bulan ke delapan, dan jarang
melebihi 400 mg%. Albumin serum menurun sampai maksimal 1 g% dari
keadaan sebelum hamil pada trimester ke tiga, yang biasanya berhubungan
dengan status nutrisi orang hamil tersebut. Globulin meningkat, demikian
pula fibrinogen. Dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum
penderita, tampak globulin alfa-2 dan beta meningkat, sedangkan globulin
gama sedikit menurun.
Perubahan-perubahan mikroskopik pada hepar akibat keha-milan
adalah tidak khas.Pengaliran darah ke dalam hepar tidak mengalami
perubahan,meskipun terjadi perubahan yang sangat menyolok pada sistem
kardio vaskuler .Wanita hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip
adanyapenyakit-penyakit hepar, misalnya : spider naevi dan eritema
palmari.
Adanya spider nevi dan eritema palmaris bukan disebabkan oleh
gangguan faal hati, melainkan oleh karena estrogen yang meningkat pada
kehamilan; tanda-tanda ini dapat terjadi pada 2/3 wanita hamil yang berkulit
putih, dan sedikit pada kulit berwama.
Pemeriksaan biopsi hati tidak menunjukkan kelainan, meskipun
kadang-kadang tampak infiltrasi limfosit yang ringan pada daerah portal,
dan pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat peningkatan
retikulum endoplasmik. Aliran darah ke hati juga tidak mengalami
perubahan yang berarti.

10

Semua protein serum yang disintese dalam hepar akan mengalami


perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah protein serum menurun sekitar
20% pada trimester II, akibat penurunan kadar albumin secara menyolok,
sedang fibrinogen justru mengalami kenaikan.
4. Hepatitis virus pada Kehamilan

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus


adalah sama dengan wanita tidak hamil pada usia yang sama. Sarjana lain
mengatakan bahwa di negara sedang berkembang, wanita hamil lebih
mudah terkena hepatitis virus, hal ini erat hubungannya dengan keadaan
nutrisi dan higiene sanitasi yang kurang baik.
Hepatitis virus dapat timbul pada ketiga trimester kehamilan dengan angka
kejadian yang sama; tetapi Siegler dan Keyser mendapatkan angka 9.5% hepatitis

virus terjadi pada trimester I, 32% terjadi pada trimester II, dan 58,5%
terjadi pada trimester III.
Gambaran klinik, laboratorium, dan histopatologi adalah sama dengan
penyakit hepatitis virus pada orang tidak hamil.
5. Gambaran Klinik
Penyakit ini biasanya memberikan keluhan demam, anoreksia, nyeri
otot, gejala-gejala mirip flu (flu-like syndrome), mual atau muntah, serta
nyeri perut, yang kemudian akan diikuti mata atau kulit berwarna kuning,
serta buang air kecil akan berwarna kecoklatan. Pada pemeriksaan fisik
dapat dijumpai ikterus dan hepatomegali, sedangkan splenomegali hanya
ditemukan pada 2025% penderita.

11

6. Pemeriksaan Laboratorium[
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan gambaran kerusakan
parenkim hati. Bilirubin serum meningkat, demikian pula, transaminase
serum.
7. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan

histopatologi

menunjukkan

nekrosis

sel

hati

sentrilobuler, infiltrasi sel radang di segitiga portal, sedangkan kerangka


retikulin masih baik.
8. Diagnosis
Diagnosis hepatitis virus pada kehamilan ditegakkan atas dasar
gambaran klinik dan laboratorik yang cukup khas, serta pemeriksaan
petanda serologik dari virus hepatitis.
Dalam membuat diagnosis,perlu dibedakan dengan penyakit lain
seperti batu saluran empedu, mononukleosis infeksiosa, leptospirosis, dan
penyakit ikterus obstruktif lainnya. Adanya ikterus yang berat, bilirubin dan
transaminase serum yang sangat tinggi, leukositosis, suhu tubuh meningkat,
kesadaran yang menurun sampai koma, defisiensi faktor pembekuan darah,
serta tanda-tanda perdarahan, menggambarkan adanya nekrosis sel parenkim
hati yang luas, dan menunjukkan adanya suatu hepatitis virus tipe fulminan.
9. Pengelolaan
Pengelolaan secara konservatif adalah terapi pilihan untuk penderita
hepatitis virus pada kehamilan. Penderita harus tirah baring di rumah sakit
sampai gejala ikterus hilang dan bilirubin serum menjadi normal, makanan
yang diberikan menzandung kaya kalori dan protein. Obatobat hepatotoksik
harus dihindari, termasuk alkohol dan obatobat yang diekskresi dan
dikonjungasi di hati. Obat-obat yang hepatotoksik antara lain adalah
klorpromasin, derivat fenotiasin, eritromisin estolat, PAS, halotan,
klorpropamid, thiourasil, dan nitrofurantoin.
Bila diduga akan terjadi perdarahan pasca persalinan karena defisiensi
faktor pembekuan darah, perlil diberikan vitamin K dan transfusi plasma.
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diperhatikan.
Apabila terdapat tanpa-tanda menjurus ke arah hepatitis fulminan, diit
penderita harus diganti dengan rendah atau tanpa protein; tindakan sterilisasi
12

usus perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya amoniak yang berlebihan.


Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa pemakaian kortikosteroid
pada hepatitis fulminan tidak bermanfaat sama sekali.
Hepatitis virus pada kehamilan bukan merupakan indikasi untuk
tindakan terminasi kehamilan, dan tindakan anestesi serta pembedahan akan
menambah morbiditas dan mortalitas penderita.
10. Prognosis
Prognosis tergantung pada status nutrisi penderita. Untuk hepatitis
fulminan prognosis biasanya jelek, angka kematian mencapai lebih dari 85%.
11. Pengaruh Hepatitis pada Kehamilan dan Janin
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter
II maka gejala-gejala nya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita
tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatif lebih ringan
dibanding dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun
penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan
gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya me-nunjukkan gejalagejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan
menimbulkan mortalitasIbu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan
penderita tidak hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo
tropikdisertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan
penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis Tampaknya keadaan gizi
ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala
hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung darikeadaan gizi Ibu hamil.
Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula me-ningkatnya
kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis
virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh
kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus,telah diselidiki oleh
ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-perubahan
koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus.
Diketahuibahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-

13

perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan faktorfaktor pembekuan dan penurunan aktivitasfibrinolitik, sehingga pada
kehamilan mudah terjadi DIC(Disseminated Intra Vascular Coagulation).
Dalam penelitianini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam
meningkatkanberatnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila
sudah terjadi gejala-gejala hepatitisvirus yang fulminant, barulah DIC
mempunyai arti.Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini pada janin,
dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
1)
Melewati placenta
2)
Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
3)
Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
4) Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi. Adanya kebocoran plasenta
yang menyebabkan tercampurnya darah ibu dengan darah fetus
5)
Tertelannya cairan amnion yang terinfeksi
6) Adanya abrasi pada kulit selama persalinan yang menjadi tempat
masuknya virus
7)
Tertelannya darah selama persalinan
8)
Penularan melalui selaput lendir.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga
terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati
pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat
menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis
dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh
janin in utero atau pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula
autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi
hepatitis virus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan
pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatubentuk cirrhosis.
Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi
bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan yang
ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini
membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat
terjadi secarahematogen.Angka kejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke
janinatau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi

14

pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggididapatkan, bila infeksi


hepatitis virus terjadi pada kehamilantrimester III.
Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu
hamil, tidak memberi gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir,
namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung
virus tersebut.Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala
klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih
besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yanghanya merupakan carrier tanpa
gejala klinik.
Dilaporkan bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengan
gejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu
hamil yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari
bayinya mengalami viru sB antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum
jelas pengaruhnya terhadapkelangsungan kehamilan, namun dilaporkan
bahwa kelahiranprematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitis
virus B. Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus
pada janin. Kem icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang
melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice.
Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktupersalinan
maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian.
Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitisvirus pada Ibu
hamil dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janinnya. Pada
pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak
dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok, hanya ditemukan bercakbercak bilirubin. Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini
tidakmemberikan kekebalan pada janin dengan kehamilan berikutnya.
Bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B akut maupun kronik, perlu
diberi pengobatan imunoprofilaksis.
12. Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda
dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai
gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan
diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi
15

tinggi protein dan

karbohydrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.


Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit.
Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat,
mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya
kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post
natal dengan dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan
hepatitis virus antigensecara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi
pengobatankhusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
13. Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita
hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat
badan. Gamma globulin ternyata tidak efektif untuk mencegah hepatitis virus
B. Terhadap bayi baru lahir dari ibu penderita hepatitis virus B, imunisasi
pasif dengan menggunakan Immunoglobulin Hepatitis B (HBIG) diberikan
untuk mendapatkan antibodi secepat nya guna memerangi virus hepatitis B
yang masuk; selanjutnya disusul dengan imunisasi aktif dengan memakai
vaksin.
HBIG diberikan selambat-lambatnya 24 jam pasca persalinan,
kemudian vaksin Hepatitis B diberikan selambat-lambatnya 7 hari pasca
persalinan. Dianjurkan HBIG dan vaksin Hepatitis B diberikan segera setelah
persalinan (masing-masing pada sisi yang berlawanan) untuk mencapai
efektivitas yang lebih tinggi.
Dosis HBIG yang dianjurkan adalah 0,5 ml i.m. waktu lahir;
sedangkan untuk vaksin dari MSD misalnya diberikan 10 ug (0,5 ml) i.m.
bulan 0,1 dan 6 atau vaksin dari Pasteur 5 ug (1 ml) bukan 0, 1, 2 dan 12.
Selain itu, gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal
mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis
virus.Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurangkurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan
tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali
normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan

16

pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan enam
bulan kemudian.

17

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit infeksi dalam kehamilan adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus atau bakteri yang sangat membahayakan bagi ibu hami seperti Rubella,
Rubela yang sering disebut orang dengan Campak Jerman merupakan jenis
penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Rubella dapat menyerang siapa
saja tidak pandang bulu.
Kehamilam dengan infeksi hepatitis, Hepatitis merupakan suatu istilah
umum untuk terjadinya peradangan pada sel-sel hati. Hepatitis dapat
disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit
autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.

B. SARAN
Dengan adanya makalah tentang pertumbuhan dan perkembangan ini
diharapkan maklhuk hidup dapat mengerti setiap pertumbuhan dan
perkembangan

yang

terjadi

dalam

tingkatannya.

Karena

perubahan

perkembangan pada diri manusia menyebabkan terjadinya perubahan secara


fisiologis dan psikologis. Selain itu setiap individu diharapkan dapat
memahami apa yang dimaksud dengan tumbuh kembang itu sendiri.

18

Anda mungkin juga menyukai