PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana
1
Universitas Sumatera Utara
Gempa ini mengakibatkan terjadinya tsunami yang menelan sangat banyak korban
jiwa (Andreas, et al, 2005). Perkiraan jumlah korban tewas diberbagai negara yang
terkena bencana tersebut adalah sebagai berikut: Indonesia 266.320 jiwa, Sri Lanka
38.195 jiwa, India 16.383 jiwa, Thailand 5.322 jiwa, Somalia 298 jiwa, Myanmar 90
jiwa, Maldives 82 jiwa, Malaysia 68 jiwa, Tanzania 10 jiwa, Bangladesh 2 jiwa,
Kenya 1 jiwa, dengan total perkiraan 326,771 jiwa (Ladh dan Adeney, 2005).
Berdasarkan laporan Satkorlak PB (2005), jumlah korban gempa bumi dan
tsunami tahun 2004 di Provinsi Aceh mencapai 236.116 jiwa, jumlah pengungsi
514.150 jiwa, jumlah anak yatim 1.086 jiwa, persentase penduduk yang kehilangan
mata pencaharian mencapai 44,1%, tingkat kerusakan pada berbagai aspek, seperti
ekonomi, sosial (perumahan 34.000 unit, pendidikan 105 unit, kesehatan, agama)
sebesar $1,665 juta, infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi, air, sanitasi, dan
saluran
irigasi)
$877
juta,
produktif
(pertanian,
perikanan,
industri,
dan
gempa (5,9 SR) terjadi di Yogyakarta, 6 Maret 2007 gempa (6,4 SR) terjadi di
Padang, Sumatera Barat, dan 12 September 2007 gempa (7,8 SR) terjadi di Bengkulu.
Gempa bumi berkekuatan 7,7 SR kembali mengguncang Provinsi Aceh seperti
yang diberitakan pada surat kabar TEMPO Interaktif, terjadi pada tanggal 7 April
2010 pukul 02.26 WIB. Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (2010), lokasi gempa berada di sekitar Nicobar, India,
namun goncangannya terasa sangat keras di Aceh dan berpotensi tsunami.
Menurut Yulaewati dan Shihab (2008), teknik untuk meramal gempa bumi
sampai sekarang belum ada yang bisa dipertahankan secara ilmiah. Berbagai
teknologi sudah dicoba oleh para ahli gempa untuk mencoba memprediksi terjadinya
gempa bumi, namun ketepatan waktu masih jauh dari harapan. Sehingga setiap
individu perlu mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana gempa bumi.
Kota Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh merupakan suatu kawasan
yang mengalami dampak kerusakan paling parah akibat terjadinya bencana gempa
bumi dan tsunami tahun 2004. Berdasarkan profil Kota Banda Aceh (2005), diketahui
bahwa salah satu kawasan pesisir di wilayah Kota Banda Aceh yang mengalami
dampak kerusakan terparah adalah Desa Deyah Raya yang berada di Kecamatan
Syiah Kuala Kota Banda Aceh.
Desa Deyah Raya dengan luas wilayah 178,2 Ha mempunyai 4 (empat) dusun
yaitu Dusun Tgk Syech Abdul Rauf, Laksamana Bantamuda, Nekbayan, dan Tgk
Syik Musa. Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Syiah Kuala tahun 2004,
sebelum terjadi gempa bumi dan tsunami jumlah penduduk Desa Deyah Raya
sebanyak 2.980 jiwa, setelah peristiwa tersebut jumlah penduduk yang tersisa
sebanyak 300 jiwa, dengan demikian jumlah penduduk yang dilaporkan meninggal
dan dinyatakan hilang sebanyak 2.680 jiwa (90%). Bencana tersebut juga
meruntuhkan seluruh sarana dan prasarana di desa, seperti rumah penduduk sebanyak
596 unit, kantor lurah/desa 1 unit, balai desa 1 unit, sekolah dasar 1 unit, Pustu 1 unit,
merusak 1 unit meunasah, warung, dan jalan. Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Banda Aceh (2011) menunjukkan jumlah penduduk Desa Deyah Raya saat
ini adalah 702 jiwa yang terdiri dari 237 Kepala Keluarga (KK).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Agustus
sampai dengan Oktober 2010 di Desa Deyah Raya, perumahan penduduk Desa Deyah
Raya yang telah hancur akibat bencana gempa dan tsunami tahun 2004, dibangun
kembali dengan bantuan dari Yayasan Bakrie Peduli. Berdasarkan hasil wawancara
singkat dengan sejumlah warga (30 orang), diperoleh informasi bahwa apabila terjadi
gempa bumi meskipun berskala kecil warga masih panik, bingung, dan takut,
kemudian berlari sesegera mungkin berusaha menyelamatkan diri, sehingga terjadi
kecelakaan. Hal ini menunjukkan bahwa warga tampak kurang mengetahui mengenai
cara-cara penyelamatan diri yang benar.
Hasil survei pendahuluan peneliti terhadap 30 orang warga Desa Deyah Raya
mengenai peralatan dan perlengkapan yang perlu disiapkan untuk menghadapi
bencana gempa bumi, seperti kotak P3K, obat-obatan yang biasa digunakan keluarga,
makanan praktis, air minum dalam botol, lampu/senter, baterai cadangan dan nomornomor telepon penting yang seharusnya disiapkan, diketahui bahwa 20 orang (66,7%)
mengatakan kurang tahu dan anggota keluarganya juga tidak pernah menyediakan
peralatan tersebut. Selebihnya 8 orang (26,7%) juga mengatakan kurang tahu, namun
terkadang peralatan tersebut ada, bila disediakan oleh istri atau anggota keluarga
lainnya. Hanya 2 orang (6,7%) yang mengatakan tahu, dan peralatan tersebut
biasanya disediakan bersama (suami, istri, dan anak). Menurut sekretaris desa dan
beberapa warga, gempa bumi merupakan cobaan dari Allah SWT kepada umatnya,
maka persiapan khusus tidak begitu perlu dilakukan. Informasi lain yang diperoleh
dari sekretaris desa, sebagian besar kepala keluarga berpendidikan SLTP, dengan
mata pencaharian nelayan, sedangkan istri pada umumnya ibu rumah tangga.
Bakornas PB (2007), menyatakan terdapat interaksi 4 (empat) faktor utama
yang dapat menimbulkan bencana, sehingga menimbulkan banyak korban dan
kerugian besar, yaitu: (a) Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya,
(b) Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam,
(c) Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan, dan
(d) Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.
Perhatian pemerintah terhadap penanggulangan bencana belum sepenuhnya
maksimal. Umumnya yang terjadi yakni pemerintah atau lembaga bantuan dari luar
hanya memusatkan perhatian pada upaya tanggap darurat melalui konsultasi yang
minim sekali dengan masyarakat setempat, dan seringkali masyarakat hanya menjadi
objek proyek bantuan darurat. Pada tahap pemulihan, kegiatan pemerintah dan
lembaga bantuan sangat terbatas, sedangkan pada tahap sebelum bencana (prabencana), perhatian pemerintah sangat kurang (IDEP, 2007).
Penanggulangan bencana berbasis masyarakat sangat diperlukan, khususnya
pada tahap pra-bencana. Menurut IDEP (2007), beberapa alasan pentingnya
penanggulangan bencana berbasis masyarakat pada tahap pra-bencana antara lain:
(1) Pengurangan risiko bencana adalah tanggung jawab semua pihak, bukan
pemerintah saja, (2) Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas martabat,
keselamatan, dan keamanan dari bencana, (3) Masyarakat adalah pihak pertama yang
akan langsung berhadapan dengan ancaman bencana, karena itu kesiapan masyarakat
menentukan besar kecilnya dampak bencana di masyarakat, (4) Masyarakat adalah
pelaku penting untuk mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri
dalam menangani bencana, karena masyarakat yang menghadapi bencana adalah
korban yang harus siap menghadapi kondisi akibat bencana. Oleh karena itu, penting
bagi masyarakat untuk melakukan persiapan dalam menghadapi bencana melalui
tindakan kesiapsiagaan, dengan tujuan untuk mengurangi ancaman, mengurangi
kerentanan, dan meningkatkan kemampuan menangani bencana.
Keluarga atau rumah tangga adalah unit terkecil dari masyarakat. Di dalam
keluarga mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat. Kedua orang tua, terutama
ibu merupakan peletak dasar perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anggota
keluarga (Notoatmodjo, 2007).
dan
rumah
tangga
merupakan
stakeholders
utama
dalam
kesiapsiagaan masyarakat, karena merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari
kesiapsiagaan, sebab berpengaruh langsung terhadap resiko bencana (LIPIUNESCO/ISDR, 2006). Menurut Febriana (2009), kesiapsiagaan rumah tangga
merupakan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan di dalam rumah tangga untuk
mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana sebelum terjadi bencana.
Pentingnya kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana mengingat ketika
bencana menyerang, keluarga akan berhadapan dengan dampak yang besar dari
bencana tersebut. Dampak bencana dapat berbentuk terpisahnya anggota keluarga,
dampak kecacatan, kematian, tekanan mental, berkurangnya kemampuan dalam
mengatasi masalah, dan konflik keluarga. Selanjutnya North Carolina Cooperatif
1.2.
Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
1.3.
Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota
1.4.
Hipotesis
Ada pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap
kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah
Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.
1.5.
Manfaat Penelitian
1.5.1. Menjadi masukan bagi kepala keluarga untuk menambah wawasan
dalam meningkatkan kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana
gempa bumi.
1.5.2. Menjadi masukan bagi pemerintah Kota Banda Aceh untuk
meningkatkan peran aktif perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam
penyusunan program penanggulangan bencana berbasis masyarakat
sebagai upaya untuk meminimalisir dampak bencana.
1.5.3. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat
menambah khasanah keilmuwan yang berkaitan dengan pengaruh
pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap
kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana.