Anda di halaman 1dari 2

10 Pintu Setan dalam Menyesatkan Manusia

Saudaraku, ketahuilah bahwa hati adalah ibarat sebuah benteng. Setan sebagai
musuh kita selalu ingin memasuki benteng tersebut. Setan senantiasa ingin
memiliki dan menguasai benteng itu. Tidak mungkin benteng tersebut bisa terjaga
selain adanya penjagaan yang ketat pada pintu-pintunya. Pintu-pintu tersebut tidak
bisa terjaga kecuali jika seseorang mengetahui pintu-pintu tadi. Setan tidak bisa
terusir dari pintu tersebut kecuali jika seseorang mengetahui cara setan
memasukinya. Cara setan untuk masuk dan apa saja pintu-pintu tadi adalah sifat
seorang hamba dan jumlahnya amatlah banyak. Pada saat ini kami akan
menunjukkan pintu-pintu tersebut yang merupakan pintu terbesar yang setan biasa
memasukinya. Semoga Allah memberikan kita pemahaman dalam permasalah ini.
Pintu pertama:
Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak.
Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan,
membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini
tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat
hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga
disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.
Pintu kedua:
Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal.
Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka
akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah
pada Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
:
Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: audzu billah (aku berlindung pada
Allah), maka akan redamlah marahnya. (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Pintu ketiga:
Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang
ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya
dihabiskan untuk tujuan ini.
Pintu keempat:
Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan
menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah.
Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat sebagaimana dalam hadits:

Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia, dialah yang akan sering
lapar di hari kiamat nanti. (HR. Tirmidzi. Dalam As Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Pintu kelima:
Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan
berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat
seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya,
tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau

melarangnya

dari

kemungkaran.

Pinta keenam:
Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan.
Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,

Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa
itu berasal dari setan. (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Yala dalam musnadnya
dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami Ash Shoghir
mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Pintu ketujuh:
Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta
bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir),
takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.
Pintu kedelapan:
Yaitu mengajak orang awam supaya taashub (fanatik) pada madzhab atau
golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan dalam madzhab
atau golongannya.
Pintu kesembilan:
Yaitu mengajak orang awam untuk memikirkan hakekat (kaifiyah) dzat dan sifat
Allah yang sulit digapai oleh akal mereka sehingga membuat mereka menjadi ragu
dalam masalah paling urgen dalam agama ini yaitu masalah aqidah.
Pintu kesepuluh:
Yaitu selalu berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu
berburuk sangka (bersuuzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu
merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang
mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik
yang selalu mencari-cari aib orang lain.
Rujukan: Mukhtashor Minhajul Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy

Anda mungkin juga menyukai