A. PENDAHULUAN.
Makalah
ini
menyumbangkan
disusun
policy
dalam
advice
kerangka
kepada
segala
memilliki
nilai
strategis
dalam
yang
berisi
pihak
spirit
yang
untuk
merupakan
pembangunan
ekonomi
regional
dan
nasional. Tim The Habibie Center sadar sepenuhnya bahwa akan sulit untuk
memahami apa yang terjadi di Pulau Batam tanpa mengkaji secara akurat
visi
dan misi yang original pada saat pemerintah menetapkan Pulau Batam sebagai
front
line
menghadapi
globalisasi
pada
umumnya
dan
Singapura
pada
ini,
Batam
hanya
dapat
disejajarkan
dengan
Jabotabek,
dengan
Terdiri dari Muladi, Andrinof A Chaniago, Taftazani, Abdul Gafur dan John D. Pattihahuan
dibandingkan
dengan
kawasan-kawasan
lainnya.
Bali
misalnya,
Pusat.
dari perjalanan sejarah Batam selama 40 tahun terakhir. Tanpa tindakantindakan intervensi Pemerintah Pusat -- dengan segala dampak positif dan
negatifnya --
atau peluang yang diberikan oleh posisi Batam saat ini ditinjau dari berbagai
aspek,
dan
sentralistik
kurang
Orde
Baru
yang
mendewakan
memperhatikan relaxation
sosial
dan
pembangunan
politik
serta
sosial, ekonomi
Kata intervensi di sini lebih bermakna sebagai tindakan rekayasa yang disengaja atau
direncanakan melalui instrumen undang-undang, kebijakan, dan peraturan serta pengalokasian
sumberdaya
3
BJ Habibie, Revitalizing the Administration for Economic Recovery and the Promotion of
Democracy, Governance Reform during Critical Years, Chungbuk, March, 13, 2001, Korea, hal.
4 dan BJ Habibie, Human Rights, Human Responsibility, and Human Security, Berlin, May,
2002, hal.7
pada hakikatnya
samping
persoalan-persoalan
pelik
yang
bersifat
muncul
sehingga
menambah
kompleksitas
transisional
dalam
independent variables
masalah
yang
sudah
ada.
Pelbagai variable tersebut antara lain berupa: kurang diperhatikannya asumsiasumsi transisional dalam mengeluarkan Undang-undang Pemerintahan Daerah
No.
22
Tahun
pembentukan
1999
beberapa
dan
Undang-undang
kabupaten
baru
No.
dan
53
Kota
Tahun
Batam;
1999
tentang
belum
adanya
akhir-akhir ini
muncul
Batam sebagai Free Trade Zone. Munculnya RUU ini tentu saja menarik
perhatian erbagai pihak yang berkepentingan ataupun yang merasa berhak
ambil bagian dalam pengelolaan kawasan Batam sebagai kawasan Free Trade
Zone.
Tarik-menarik
sesederhana
yang
antar
berbagai
diperkirakan
variable
yang
kompeks
sejumlah
pihak
akhir-akhir
tadi
ini.
jelas
tidak
Disamping
dampak dari apa yang dinamakan accelerated evolution di atas bisa bersifat
sistemik, ia juga berimplikasi pada jangka panjang dan extraordinary. Implikasi
sistemik itu terjadi
nuansa-nuansa
substantif
dalam
bentuk
norma-norma
hukum
yang
masih
bahkan
bisa
mencetuskan
perbuatan-perbuatan
menyimpang
(kriminogin).
Implikasi yang berjangka panjang dan extraordinary bisa bernilai positif
dan bisa bernilai negatif. Nilai positif bisa kita raih apabila kita berhasil
mengambil langkah-langkah strategis yang tepat berdasarkan kecenderungan
global dan berpijak pada potensi kekuatan internal yang dimiliki. Sementara nilai
negatif bisa menimpa kita hanya karena kita melewatkan, atau kehilangan,
peluang yang pernah singgah di depan mata. Untuk kasus Batam, kita masih
beruntung
belum
ditinggalkan
kawasan
Batam
sebagai
sekaligus
menjanjikan
oleh
kawasan
terwujudnya
kesempatan
yang
emas
menjanjikan
masyarakat
lokal
untuk
keuntungan
yang
menjadikan
ekonomis
demokratis
4
dan
Untuk
merebut kesempatan emas tersebut, berbagai masalah dan variable tadi tentu
perlu dikaji secara cermat.
Atas dasar pertimbangan tadi, bagian berikut dari tulisan ini memandang
penting menganalis aspek-aspek penting berikut :
a. Aspek historis keberadaan Batam saat ini;
b. Aspek ekonomi kawasan Batam;
c. Aspek hukum dan demokrasi;
d. Konsekuensi Otonomi Daerah dan Free Trade Zone (FTZ) terhadap Tata
Kelola Pemeritahan;
e. Kesimpulan dan rekomendasi;
f.
Penutup.
JIka kita menggunakan definisi yang dikeluarkan oleh UNDP, prinsip-prinsip Good Governance itu
terdiri atas: Partisipasi, Pemerintahan berdasarkan Hukum, Transparansi, Daya tanggap,
Berorientasi pada consensus, Persamaan, Efisiensi dan efektifitas, Pertanggungjawaban, dan
Visi strategis.
utaranya mempunyai lokasi yang sangat ideal dan strategis, yaitu berada di Selat
Singapura yang dilewati oleh jalur pelayaran internasional yang sangat ramai,
sekaligus
merupakan
jalur
perdagangan
internasional
yang
menghubungkan
Heri Muliono, Merajut Batam Masa Depan Menyongsong Status Free Trade Zone, 2001,
LP3ES, hal 143
khususnya
kegiatan operasi dan logistik minyak mulai memiliki keleluasaan operasi karena
banyak
membutuhkan
pengintegrasian
Badan
kegiatan
Pimpinan
bertugas
(1)
barang
import.
pembangunan
Industri
Pulau
Perencanaan,
Sebagai
proyek
Batam
langkah
daerah
sebagai
pengembangan,
dan
koordinasi
industri,
lembaga
dan
dibentuklah
penguasa
pembangunan
yang
industri
dan
prasarananya; (2) Menampung dan meneliti izin usaha untuk diajukan pada
instansi terkait ; dan (3) Mengawasi pelaksanaan proyek industri.
Dalam perkembangannya, Batu Ampar kemudian tumbuh menjadi kawasan
industri yang menunjang eksplorasi dan eksploitasi minyak. Selanjutnya dengan
Keppres No. 41 tahun 1973, seluruh wilayah Pulau Batam dikembangkan
sebagai Daerah Industri yang dikelola oleh dua lembaga. Lembaga pertama
adalah
Perusahaan
(Persero
Batam)
Perseroan
dengan
Pengusahaan
fungsi
Daerah
menyelenggarakan
Industri
Pulau
pengusahaan
Batam
daerah
Mengembangkan
dan
mengendalikan
pembangunan
pulau
Batam
Merencanakan
kebutuhan
prasarana
dan
pengusahaan
instalasi
sebagai sarana penyimpanan barang impor dan tidak dikenai pungutan bea
masuk dan cukai.
Pengaturan Kepabeanan umum diberlakukan terhadap barang impor akan
diterapkan jika barang tersebut keluar dari bonded warehouse dan dimasukkan
ke dalam daerah pabean Negara bersangkutan. Biasanya dekat bandara atau
pelabuhan. Di dalam bonded warehouse
komersial
tidak
(konsolidasi-dekonsilidasi),
namun
dapat
dilakukan
kegiatan
ini,
status entreport partikulir menjadikan Batam bukan hanya sebagai tempat yang
memiliki kegiatan industri dan pergudangan saja, melainkan
perumahan
pengaturan
dan
memindahkannya
kawasan
ini
perdagangan
dari
telah
serta
tidak
kawasan
industri
bercampur
baur
pernah
dan
ada
pergudangan.
antara
kawasan
Sejak
untuk
saat
perumahan
itu,
dan
perdagangan.
Akibat adanya krisis Pertamina, maka pada 23 Juni 1976 kepemimpinan
Pulau
Batam
untuk
sementara
dialihkan
ke
Menteri
Penertiban
Aparatur
menjadi
akan meledak karena keterbatasan kapasitas ruang yang dimiliki. Demikian pula
halnya dengan Singapura yang memiliki keterbatasan wilayah,
akan mengalami nasib yang sama dengan balon tersebut. Untuk itu diperlukan
adanya balon-balon kecil lain yang dapat menampung kelebihan kapasitas
tersebut.
akselerasi
Inilah
kiranya
pertumbuhan
salah
satu
Batam
titik
selama
tolak
tiga
yang
dekade
mendorong
7
terakhir.
terjadinya
Seandainya
Singapura diaanggap Balon I, maka Balon II adalah Batam, sedangkan Balon III
adalah Pulau Galang dan Rempang, sedangkan Balon IV adalah Bintan. Balon I
diharapkan akan bersinergi positif dengan Balon II-IV, tanpa harus mengurangi
kualitas Balon I.
Program pengembangan yang berjangka pendek, jangka
menengah dan
jangka panjang dirancang selama 25 tahun mulai tahun 1981 dan diharapkan
akan berakhir pada tahun 2006 dengan target akan menjadikan Barelang
menjadi semacam Daerah Istimewa
area,
sangat
kompetitif,
sekaligus
Proyek
Otorita
sebagai
pusat
keunggulan
ditiadakan
(non-existence)
dan
pengurusan
warehouse
perekonomian
dan
adalah
suatu
perdagangan
sarana
dalam
institusional
daerah
pabean
dalam
Indonesia
bidang
yang
Sejauh ini kami belum tahu, apakah Teori Balon ini yang dkemukakan BJ Habibie ini merupakan
pemikiran spontan ataukah pemikiran yang merujuk kepada literatur-literatur mengenai ekonomi regional.
Jika kita merujuk kepada literature-literatur ekonom regional, sebetulnya Teori Balon dari BJ Habibie ini
sama dengan Teori Aglomerasi yang menjelaskan proses pemekaran suatu kawasan ekonomi yang
digerakkan oleh pertumbuhan kawasan inti.
daerah
pabean
Indonesia,
tanpa
terlebih
dahulu
dikenakan
pungutan bea, cukai, pajak dan atau pungutan Negara lainnya sampai
barang-barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan ekspor.
Selanjutnya
disebutkan
wilayah dalam
bonded warehouse
ialah suatu
yaitu tidak ada pengenaan terlebih dahulu berupa pungutan bea, cukai, pajak
dan atau pungutan Negara terhadap barang yang disimpan, ditimbun, diletakkan,
dialihkapalkan,
dikemas
dan
atau
diolah.
Dengan
demikian
kawasan
pabean.8
8
ekspor,
impor,
pariwisata
serta
berbagai
sarana
dan
prasarana
pendukung.9
Memasuki dasawarsa 80-an, Batam mulai memasuki babak baru dengan
pertumbuhan
industri
manufaktur
terutama
elektronika.
Selain
itu,
melewati
yang
tepat,
perusahaan
penunjang
dapat
diharapkan terus
berkembang dan berdaya saing lebih kuat untuk memasuki pasar internasional.
Keberadaan perusahaan yang pasti akan memasarkan produksinya ke luar
Batam dan akan mendukung kegiatan pelabuhan Batam. Batam membutuhkan
orientasi
strategis
untuk
mendukung
perkembangan
perusahaan
penunjang
minyak di Batam.
Mengantisipasi
perkembangan
ke
depan
sebagai
konsekuensi
dari
masterplan
substansial.
Batam
ini
tetap
fungsi
Batam
diarahkan
tetap
menjadi
tidak
mengalami
kawasan
industri,
perubahan
pariwisata,
sebagai
daerah
industri
semata-mata
tetapi
juga
diarahkan
ibid.
10
Moi-moi, Pulau Ngenang, Pulau Tanjung Sauh dan Pulau Janda Berias, dan
kepada
wilayah
ini
diberi
status
bonded
warehouse.
Artinya,
kawasan
pertumbuhan ekonomi Batam bukan lagi berarti kawasan Pulau Batam, tetapi
juga diperluas ke beberapa pulau di sekitarnya.
Dari perjalanan di atas dapat dilihat bahwa perkembangan Batam sangat
ditentukan oleh rencana-rencana ekonomi yang berbasis industri. Sementara
perkembangan
di
bidang-bidang
lainnya
lebih
mengambil
posisi
mengikuti
dengan
perkembangan
pembangunan
Batam,
pertumbuhan
adanya jasa perkotaan. Karena itu, di awal tahun 1980-an dipandang perlu
adanya pengaturan khusus dalam hal penyelenggaraan pemerintahan. Dengan
kata lain, perlu ada lembaga di luar Otorita Batam yang berperan untuk mengatur
fungsi pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna. Atas pertimbangan
ini, Pemerintah Pusat kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah no. 34/83
mengenai Pembentukan Kota Administratif Batam di wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I Riau sebagai perangkat dekonsentrasi. Sejak saat itu pula, pengelolaan
kawasan Batam melibatkan dua lembaga, yakni Otorita Batam dan Pemerintah
Kota Administratif.
Meski pengelolaan kawasan Batam sejak tahun 1983 telah melibatkan
Pemerintah Kota Administratif, Otorita Batam memiliki kewenangan yang sangat
luas untuk mengelola Pulau Batam dalam rangka menarik investor dalam
menanamkan
modalnya
penyelenggaraan
dual
di
Pulau
functions,
Batam.
yaitu
(a)
Kewenangan
sebagian
tersebut
fungsi
meliputi
pemerintahan,
dasar
pendelegasian
pelbagai
kewenangan
Pemerintah
Pusat
cq.
Otorita Batam
11
demikian
terjadi
pemisahan
antara
fungsi
pemerintahan
dan
Otoritas
Batam
yang
sudah
cukup
luas
tadi,
mendapat
tambahan wilayah kerja lagi pada tahun 1992 dengan diperluasnya wilayah kerja
Otoritas Batam berdasarkan Keppres No. 28 tahun 1992 yang memasukkan
pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Galang Baru dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya sekaligus menetapkan statusnya sebagai Kawasan Berikat (bonded
zone).
Perluasan
wilayah
kerja
tersebut
sebagai
wilayah
Batam-Rempang-
jasa
pendukung
industri
termasuk
kebutuhan
konsumsi.
Bahkan
munculnya
kewenangan
Pemerintah
Kota
Batam
dalam
mengelola
urusan
industri dan investasi. Perubahan ini jelas berdampak pada masalah kepastian
hokum karena adanya dualisme kelembagaan untuk urusan yang sama.
12
Salah satu yang membuat Batam menjadi perhatian khusus sejak dahulu
hingga
sekarang
kemampuan
aktual
adalah
untuk
karena
memberi
kawasan
ini
kontribusi
memiliki
terhadap
potensi
maupun
kemajuan
ekonomi
nasional maupun daerah Batam dan sekitarnya. Posisinya yang sangat dekat
dengan negara industri baru Singapura, membuat kawasan ini sangat berpotensi
untuk
maju tersebut.
Nilai ekonomis kawasan ini sudah tak terbantahkan sejak ia dikembangkan
secara terencana oleh pemerintah. Saat ini, nilai ekspor nonmigas Batam
memberi kontribusi sekitar 14% dari nilai ekspor nonmigas nasional dan
menyumbang sektiar 11% dari nilai total PMA yang masuk ke Indonesia.
Perkembangan investasi swasta asing mengalami peningkatan selama 10 tahun
terakhir dimana tahun 1993 foreign private investment (dalam jutaan US $)
sejumlah 1.648 meningkat menjadi 3.620 pada tahun 2002.10
Selain itu, juga telah tercatat fungsi kawasan ini dalam menciptakan
lapangan kerja bagi sekitar 170 ribu tenaga kerja dan menciptakan lapangan
usaha bagi sekitar 9000 UKM. Sementara untuk ekspor dan pemasukan devisa
dalam 10 tahun terakhir terjadi flaktuasi dimana pada tahun 1992 sejumlah US$
564,5 juta meningkat hingga tahun 1997 senilai US$ 4.885,1 juta, namun
mengalami penurunan pada tahun 1998 menjadi US$ 4.726,2 juta dan mulai
merangkak naik menjadi US$ 4.807,3 juta
puncaknya pada tahun 2000 senilai US$ 6.770 juta sebelum kembali jatuh pada
tahun 2001 senilai US$ 5.710 juta dan pada tahun 2002 sebesar US$ 5.000
juta.11
Batam juga tercatat ke dalam kelompok tiga besar daerah tujuan wisatawan
mancanegara ke Indonesia, sehingga Batam juga menjadi penting sebagai
penariknya masuknya devisa melalui sektor pariwisata. Untuk pemasukan devisa
10
11
13
tahun 1999 yang berjumlah US$ 478,44 juta, penerimaan devisa dari pariwisata
ini meningkat kembali pada tahun 2001 menjadi US$ 428 juta. Pada tahun 2002
sedikit menurun menjadi senilai US$ 417 juta.
Untuk perbandingan nilai ekspor nonmigas antara Indonesia, Provinsi Riau
dan
Batam
digambarkan
sebagai
berikut:
untuk
tahun
1993
nilai
ekspor
Indonesia sejumlah US$ 27.078 juta sementara Riau sejumlah US$ 615 juta dan
untuk Batam sendiri US$ 930 juta. Kondisi ini tetap bertahan hingga tahun 1997
dimana untuk Indonesia sebesar US$ 4.1821 juta, untuk Riau US$ 2.312 juta
dan untuk Batam sebesar US$ 4800 juta. Namun pada tahun 1998 terjadi
penurunan dimana Indonesia sebesar US$ 40.975 juta, untuk Riau US$ 1.658
juta dan untuk Batam US$ 4.700 juta. Pada tahun 1998 ketika Nilai Ekspor non
Migas
Indonesia
mengalami
penurunan
justru
Batam
dan
Riau
terjadi
peningkatan dari tahun sebelumnya dimana Riau dengan nominal US$ 5.216
juta dan Batam US$ 4.800 juta. Untuk tahun 2000 Indonesia kembali meningkat
menjadi US$ 47.779 juta, demikian pula Riau dan Batam, yang mana Riau
memperoleh nominal sejumlah US$ 7.439 juta dan Batam US$ 6.700 juta. Posisi
Tahun 2001 untuk Indonesia menurun menjadi US$ 43.406 juta, untuk Riau US$
6.718 juta dan untuk Batam US$ 5.710 juta. Pada akhir tahun 2002 (Desember)
ketika
nilai
ekspor
non
Migas
Indonesia
berada
pada
posisi
mengalami
peningkatan menjadi US$ 44.880 juta dan Riau juga mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya menjadi US$ 7.142 juta, Batam mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya, dimana Nilai Ekspor Non Migasnya tahun 2002 sebesar US$
5.000 juta.
Sering dengan peningkatan berbagai kegiatan produksi tadi, penerimaan
pajak Pemerintah Pusat dari Batam selama 10 tahun terakhir ikut meningkat
cukup drastis dari Rp 35,8 milyar pada tahun 91/92 menjadi Rp 945,74 milyar
pada tahun 1991/1992, dan hanya turun sedikit pada tahun 2002 menjadi Rp 907
milyar. Sementara untuk penerimaan pajak kota Batam sendiri juga meningkat
14
perdagangan
dan
kawasan
pariwisata
serta
penyelenggaraan
telah
terjadi
perubahan
paradigma
yang
siknifikan
terhadap
Batam dan 6 Kabupaten lain dilakukan atas dasar UU No. 22 Tahun 1999.
ini
Hal
semua pararel dengan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 (amandemen kedua
tahun
otonomi
2000)
yang
menegaskan
seluas-luasnya,
kecuali
bahwa Pemerintahan
urusan
Pemerintahan
Daerah
yang
menjalankan
oleh
Undang-
sebagai
perangkat
dekonsentrasi
telah
ditetapkan
sebagai
daerah
15
11
pertanian,
perhubungan,
industri
dan
perdagangan,
penanaman
Daerah
Otonom,
Pemerintah
Kota
Batam
dalam
penyelenggaraan
bahkan
memperoleh
sebagai
permanent
pengakuan
body sekalipun
kedua UU
dalam
status
yang
berbeda.
Apabila
sebelum Era Otonomi Daerah status Kota Batam sebagai Kotatip justru
merupakan penunjang
Otorita
Batam
berstatus
sebagai
participant
dalam
penyelenggaraan
akan
tetap
permanent institution
bersifat
atau
temporary
harus
ataukah
dicari jalan
dipertimbangkan
tengah
mengingat
menjadi
telah
berubahnya lingkungan politik, sosial dan ekonomi serta lingkungan regional dan
global yang terjadi secara cepat dan mendasar,
Berdasarkan
UU
No.
53
Tahun
1999,
pembagian
kewenangan antara
sudah
disepakati
baik
oleh
Pemkot
Batam
maupun
Otorita
Batam).
16
itu
telah
pula
muncul
intervening
variables
baru
berupa
perkembangan Riau Kepulauan sebagai Provinsi baru, dan pemikiran atas dasar
RUU untuk mengembangkan status Batam sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas (Free
Trade
apa yang
emptiness)
ini
sangat
tidak adanya
rasa
ketidaktenteraman,
kekaburan
kewenangan
keresahan
gangguan
Badan
terhadap
Otorita
di
satu
kelancaran
pihak
dan
mengalami
tetapi di lain pihak Otonomi Daerah sebagai bagian dari agenda reformasi dalam
kerangka
demokratisasi
effisiensi
tetapi
demi
tidak
terganggu.
Demokrasi
pertanggungjawaban.
tidak
Otonomi
dirancang
dan
demi
desentralisasi
merupakan salah satu dari sekian banyak prinsip dasar demokrasi. Semakin jauh
suatu pemerintahan dari rakyatnya, maka ia semakin kurang efektif dan semakin
kurang mendapat kepercayaan.12
Dengan otonomi daerah rakyat didekatkan pada para pejabatnya yang
memiliki
12
17
di
daerah
sini
dan
adalah
mencegah
jalan
tengah
gerakan
apa
desentralisasi
yang
perlu
Persoalan
yang
dirumuskan
untuk
konsep tipe hukum dan organisasi formal (type of law and formal
telah
terjadi
pergeseran
dan
perkembangan
nilai-nilai
yang
powers integrated
and blending of
13
Nonet, Philippe and Selznick Philip, Law and Society in Transition : Toward Responsive Law,
Harper & Row Publ., New York, 1998, hal. 16 dst.nya
18
dan
tidak
dipahami
secara
mendasar.
Sehingga,
dengan
dalih
menciptakan
produk
hukum
yang
kondusif
untuk
beberapa
nilai
dasar
demokrasi
di
atas
dalam
kehidupan
terletak pada tata cara atau bahkan forum di mana peraturan itu dihasilkan,
melainkan pada sifat keterbukaan prosesnya bagi
Hal
penting
untuk
dihayati
karena
Globalization,
growth
and
many have fallen between the cracks, if not into chasm of chaos 14
Lodge, George C, Managing Globalization in the Age of Interdependence, (Pfeiffer and Co,
Toronto, 1995), hal 45
19
oleh
pemerintah.
Semula,
rencana
pengembangan
kawasan
ini
lebih
mengambil
posisi
Namun
Social Policy semacam ini ternyata juga menimbulkan persoalan karena social
policy yang diambil tersebut kurang memperhatikan dua dimensi yang mestinya
selalu ada, yaitu social welfare policy dan social defence policy. Dimensi ini
sejak
awal
seharusnya
dirumuskan
secara
simultan
dan
komplementer;
Sehingga, salah satu tantangan pembangunan Batam saat ini adalah bagaimana
menghindari kondisi yang bersifat fragmented ini.
Perlu dingat kembali, kelemahan UU No. 22/99 maupun UU No. 53/99
yang
menyebabkan
ekonomi
dan
munculnya
tatakelola
sejumlah
pemerintahan
masalah
Batam
dalam
jelas
pengembangan
bersumber
pada
tertentu yang bersifat khusus, selain dimensi yang bersifat umum yang juga
ditemukan di daerah lain di Indonesia. Karena itu untuk urusan tatakelola
pemerintahan, setiap masalah yang muncul harus dilihat dari pelbagai dimensi,
dengan menggunakan sebanyak mungkin asumsi. Artinya, pelbagai asumsi dari
pelbagai
aspek
pembangunan
harus
dikemukakan
pada
saat
hendak
Batam.
Sebagai contoh, perumus UU No. 22/99 dan UU No. 53/99 mungkin tidak
memperhitungkan
memperhatikan
asumsi
timbangan
manajemen
antara
beban
pemerintahan
kewenangan
karena
dan
kurang
kapasitas
20
beban
Batam dengan daerah otonom lainnya. Itupun akan tergantung apakah Otorita
Batam masih dilihat keberadaannya yang bersifat temporer atau merupakan
permanent body.
Selain
menggunakan
asumsi
transisional
di
atas,
kebijakan
tatakelola
asumsi-asumsi lainnya
yang mungkin tidak terlalu perlu untuk daerah-daerah kabupaten atau kota-kota
lain. Asumsi-asumsi tersebut, misalnya bisa mencakup masalah kecenderungan
regionalisasi
ASEAN,
perubahan
geopolitik
internasional,
ketahanan
ekonomi
yang
sedang
bergerak
di
Batam,
sebetulnya
tipe
tatakelola
sistem
pemerintahan
yang
kurang
lebih
berbentuk
Pemerintahan
obyektif
saat
ini,
dan
kecenderungan-kecenderungan
lungkungan
lumrah
antara
urusan
pemerintahan
(pelayanan
publik)
dan
urusan
mekanisme pasar. Dalam rangka memberikan iklim yang kondusif kepada pelaku
pasar, misalnya, kita perlu menegaskan lewat Undang-undang bahwa lembaga
21
Batam
pelabuhan
tetap
dan
harus
bandara,
diberi
kewenangan
kawasan-kawasan
mengurus
industri,
dan
industri
pengadaan
besar,
dan
kewenangan-kewenangan
lain,
kecuali
kewenangan-kewenangan
free
trade
menginginkan
22
dengan
peran
sengaja
Perkembangan
ingin
terakhir
menghilangkan
memperlihatkan
bahwa
pemerintah
para
pusat.15
stakeholders
pembangunan Batam seperti terbagi ke dalam dua cara pandang tadi dan
cenderung
terlibat
ke
dalam
situasi
tarik-menarik
karena
meyakini
Pemerintah
yang
menindaklanjuti
kedua
undang-undang
tersebut.
c. Dari aspirasi yang berkembang, sebenarnya baik Badan Otorita Batam,
Pemerintah Kota Batam dan para pengusaha serta masyarakat Batam
sendiri tidak lagi mempersoalkan produk hukum yang akan mengatur
pembangunan Batam, misalnya apakah free trade zone yang akan
berlaku berbentuk enclave ataukah berbentuk FTZ seluruh Batam atau
bentuk
kombinasi
keduanya.
Yang
dibutuhkan
segera
adalah
legal
stakeholders
kepentingan
yang
pembangunan
terjadi,
Batam.
Pemerintah
Dalam
Pusat
suasana
konflik
diharapkan
dapat
15
Octarevia, David, Tinjauan Suatu Model FTZ di Indonesia, FTZ Khas Batam, Berpenduduk dan
Berpemerintah Kota, UI-Press, 2003 hal. 47
23
dibenarkan
Implied recognition
karena
akan
menimbulkan
dalam
multi-interpretation
dan
antara
Otorita
Batam
dan
Pemerintah
Kota
Batam
sejak
mengalami kompleksitas
baru berupa suasana quasi rivalry antara kedua institusi tersebut. Jika
keadaan yang demikian terus berlanjut dan tidak segera menemukan
solusinya yang tepat, seperti dikhawatirkan banyak kalangan selama ini,
pasti akan menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi pertumbuhan Kota
Batam sebagai kawasan yang sejak semula disiapkan
sebagai lokomotif
24
kawasan
hendaknya
Batam
khususnya,
memasukkan
para
asumsi-asumsi
pembuat
keputusan
ekonomi,
ekologis,
rangka
mengimplementasikan
otonomi
daerah
sekaligus
membuang
mempersiapkan
tahap
dengan
sumberdaya
ini
bisa
dihindarkan
dengan
cara
pertama,
sistem
pengelolaan
cara
melakukan
pembagian
kawasan
Batam
dibuat
kewenangan-kewenangan
dengan
antara
Pemerintah Kota Batam dan Otoritas Batam yang bisa dibuat dengan
tegas dan jelas, dan menentukan sistem koordinasi untuk kewenangankewenangan yang berada di wilayah grey area. Tahap ini bisa kita sebut
sebagi tahap transisi menuju pengintegrasian kedua lembaga tadi. Tahap
kedua,
adalah
terintegrasi
peluang
di
emas
tahap
dalam
dari
memasuki
spirit
posisi
sistem
otonomi
pengelolaan
daerah
strategis
kawasan
sekaligus
Batam
untuk
yang
memanfaatkan
kepentingan
i.
25
yang
harus
pengelolaannya
dikelola
antara
secara
Pemerintah
bersama
atau
Batam
dan
Kota
Otoritas Batam.
j.
penelolaan
kawasan
Batam,
Dewan
tersebut
harus
Otorita
Pengusahaan
Kawasan
Perdagangan
dan
Pelabuhan
Bebas
eksternal
dalam
kaitannya
dengan
koordinasi
dengan
Keanggotaan
sebaiknya
Unsur
Pemerintah
konsistensi
principles)
dan
Pemimpin/Tokoh
Masyarakat;
sebagaimana ide
Batam
yang
sekaligus
membawahi
Badan
Pengelolan
masa
lalu.
Untuk
itu
pelaku-pelaku
utama
yang
26
akuntabilitas
dan
responsive,
ketika
membentuk
dan
Pengelola
Kawasan
Industri/Investasi
dan
Perdagangan
berkaitan
dengan
pertanggungjawaban
aspek
sampai
finansial
seberapa
maupun
konseptual
visi
misi
jauh
dan
yakni
dasarnya
beserta
yang
sinkronisasinya
lebih
tinggi
baik
maupun
secara
sinkronisasi
vertikal
terhadap
horizontal
antar
kedua
masalah-masalah
yang
dikemukakan
oleh
masing-masing
sesegera
mungkin
mengakhiri
overlapping
fungsi
yang
tidak
kewenangan
hilang.
pada
Untuk
beberapa
itu,
mungkin
urusan
yang
perlu
masih
dibuat
pembagian
overlapping
tadi
27
sebagainya.
Misalnya,
dibuat
pembagian
kewenangan
di
sektor
memiliki
industri
dan
menengah
investasi
dan
Pemerintah
kewenangan
kecil
Kota.
skala
merencanakan
besar,
sementara
kewenangannya
Disamping
itu,
dan
mengelola
untuk
langsung
tentu
saja
kegiatan
yang
berskala
diserahkan
masih
kepada
dimungkinkan
F. P E N U T U P.
Carut - marut masalah Batam dengan segala kompleksitasnya yang kita
rasakan sekarang harus diyakini sebagai gejala sementara yang mampu kita
atasi. Kelemahan-kelemahan substantif, struktural maupun kultural yang terdapat
di dalam beberapa kebijakan saat ini kami yakni bisa dihilangkan apabila dalam
melakukan
koreksi,
penyempurnaan
ataupun
perubahan
atas
kebijakan-
28
mungkin
asumsi-asumsi
dari
penegakan
hukum,
keberlanjutan
pertumbuhan
ekonomi,
perlindungan
berbagai
bidang
kemajuan
kehidupan
demokrasi,
dan
pelestarian
Batam
sebagai
seperti
keberlanjutan
ekologis,
pencegahan
untuk
menjadikan
salah
satu
kawasan
berpikir
melakukan
diskontinuitas
Batam. Batam Adalah asset nyata yang telah menampakkan dirinya sejak
beberapa puluh tahun lalu. Aset ini masih bisa dioptimalkan fungsinya untuk
berbagai tujuan pembangunan. Karena itu pelbagai ekses yang timbul solusinya
sepenuhnya harus diletakkan dalam konteks yang lebih empiris berdasarkan
sejarah
dan
kenyataan-kenyataan
lokal
masing-masing
daerah.
demikian tidak terjadi generalisasi yang tidak relevan dan solusi yang
Dengan
disepakati
kepentingan
nasional
yang
lebih
luas.
Dalam
menerapkan
asas-asas
umum
pemerintahan
hal
lini
yang
ini
kualitas
(algemeene
rencana
maka
Tatakelola
dalam
transisi
Batam
melalui
menuju
tahap
sistem
transisional
terintegrasi
yang
tadi
bisa
mungkin
29
sumberdaya
menerapkan
manusia
prinsip-prinsip
pemerintahan
Good
yang
Governance
menghayati
dalam
dan
sistem
pemerintahan paska transisi. Waktu antara lima hingga sepuluh tahun tadi
mestinya cukup untuk melalui proses pembelajaran dan sosialisasi jika hal itu
dilakukan juga dengan terencana.
Dari aspirasi yang dapat diserap, hal-hal di atas
sangat dimungkinkan
melatarbelakanginya,
kekmampuan
sumberdaya
manusia
dan
30
Pemerintah
Pusat
PEMKOT
DPRD
OTORITA
BATAM
Fiskal
&Moneter
Hankam
Hub LN
Peradilan
Agama
MASYARAKAT BATAM
= Kewenangan Langsung
= Desentralisasi
= Koordinasi
= Pengawasan Politik oleh DPRD
31
Pemerintah
Pusat
DPRD
EKSEKUTIF
KAWASAN
KHUSUS BATAM
Dewan
Kawasan
Fiskal
&Moneter
Hankam
Hub LN
Peradilan
Agama
BPKIP
Batam
Dinas-dinas &
Perangkat Daerah
MASYARAKAT BATAM
= Kewenangan Langsung
= Desentralisasi
= Pengawasan Politik oleh DPRD
= Koordinasi
= Perencanaan Strategis & Pengendalian
BPKIP Batam= Badan Pengelola Kawasan Industri dan Perdagangan Batam
32
Grey Areas
Kewenangan
yang harus
Otoritas Batam
No.
dikoordinasikan
1.
Pendidikan
Kesehatan
Industri Besar
2.
Kesehatan
Pertanahan
3.
Pemukiman
Pengadaan
Ekspor-Impor
4.
air bersih
Kawasan Industri
5.
Perhubungan Darat
Lainnya
6.
dll).
dan Koperasi
7.
Lingkungan Hidup
8.
Pertanahan
di
luar
Kawasan Industri.
9.
Penataan Ruang
10.
Fasilitas
Umum
dan
Fasilitas Sosial.
11.
Pariwisata
Seni Budaya dan Olah
Raga
12
Kependudukan
dan
Tenaga Kerja
13.
33