Anda di halaman 1dari 2

ANDRIAS ARI PERDANA

17312014
Arsitektur Kolonial
Resume: Dutch Colonial Villa, Indonesia
Banyak rumah tinggal dari zaman kolonial memiliki ciri bangunan dengan dinding
tebal dan langit-langit yang tinggi; lantai dengan menggunakan material ubin ataupun marmer.
Layout areanya dengan satu ruang pusat besar di tengah bangunan. Terdapat beranda di bagian
depan dan belakang. Fasilitas makan, mandi, dan ruangan lainnya berada di bagian belakang
yang dihubungkan dengan gang ataupun koridor. Terdapat pula ruang untuk menginap tamu yang
terkadang pada pavilion yang terpisah. Bangunan rumah tinggal tersebut terdapat pada sebuah
lahan yang cukup luas dengan jalur kendaraan berbentuk melengkung di depan rumah dengan
pohon-pohon palem mengarahkan masuk ke dalam rumah.
Indonesia dianggap sebagai koloni resmi oleh bangsa Belanda, terlebih setelah
kebagkrutan VOC. Batavia yang kemudian sementara dikuasai oleh Inggris mengalami ekspansi
wilayah ke bagian selatan, melewati batas tembok benteng. Dengan kondisi lahan yang lebih luas
ini, kondisi fisik kota diubah dengan mengubah arsitektur domestik yang ada. Bangunan gaya
kolonial yang diterangkan pada paragraf sebelumnya ini muncul kembali setelah lama tidak
muncul pada masa Belanda dan kembali muncul setelah restorasi pemerintahan Belanda dari
Inggris.
Contoh gedung yang sampai saat ini masih terawatt adalah Gedung Pancasila yang
dulunya merupakan rumah salah satu keluarga bangsawan Saxe-Weimar (1830). Ditopang oleh
delapan kolom doric kokoh di beranda, terdapat pintu utama di beranda. Proporsi bangunan yang
dihasilkan memberikan kesan yang megah namun tidak terlalu menarik perhatian dan tidak
berlebihan. Kesadaran kolonilasasi yang lebih berkembang dari bangsa Belanda muncul dan
tidak hanya mementingkan keperluan perdagangan, mereka pun menginginkan wilayah koloni
yang baik dan terawat dengan juga menurunkan budaya kepada Indonesia. Belanda pun
membangun bangunan sebagai infrastruktur, bangunan sipil, hingga bangunan administrasi

karena disisi lain banyak orang Belanda yang datang tidak hanya untuk menginap, namun tinggal
secara permanen.
Dengan memberikan fitur langit-langit tinggi, atap menurun, dan beranda yang
diperluas pada bangunan arsitektur Hindia-Belanda, merupakan bentuk adaptasi terhadap iklim
tropis Indonesia saat menghadapi matahari dan hujan. Tipikal dari bangunan penduduk pribumi
dengan menggunakan ruangan tertutup namun tetap memiliki hubungan dengan lingkungan luar,
digunakan pula pada bangunan seperti masjid di pulau Jawa. Masjid-masjid dibangun dengan
menambahkan serambi seperti pada bangunan arstiektur Hindia-Belanda yang tidak hanya
difungsikan sebagai tempat beribadah, namun sebagai tempat untuk kegiatan belajar-mengajar
dan sebagai sarana sosial juga. Atmosfir yang dihasilkan menjadi sangat ramah namun sangat
terhormat seperti pada masjid agung Demak yang berukuran besar, namun skalanya adalah
manusianya.
Dengan seiring berjalannya waktu, perubahan terjadi. perubahann ini disebtu dengan
modernisasi yang memberikan efek pada orang-orang dalam menghuni sebuah bangunan, tidak
pandang mereka orang belanda atau pribumi. Modernisasi ini membuat penghacuran ataupun
modifikasi dari bangunan mereka menjadi mudah sehingga mengubah faade bangunan menjadi
lebih sering. Sayangnya dengan terjadinya hal seperti ini, keotentikan dari arsitektur yang ada
menjadi hilang. Para perancang tata kota dan bangunan memberikan pengertian tentang
pentingnya pembelajaran yang mendalam dan mengenai perawatan dari bangunan
keberlanjutan budaya dan ketahanan terjadap lingkungan tropis.

demi

Anda mungkin juga menyukai