PENDAHULUAN
pada
kehidupan
sehari-hari.Hal
ini
dapat
menyebabkan
ketidaknyamanan dari segi fisik maupun psikis jika tidak dirawat dengan
baik.Trauma seringkali menimbulkan permasalahan yang berhubungan dengan
kesehatan yang juga meliputi fungsi dan estetika. Penanganan yang benar dan
cepat pada kasus ini akan meningkatkan keberhasilan pengobatan. Trauma
dentoalveolar dapat mengakibatkan cedera pada gigi, jaringan pendukung,
gingiva, mukosa oral, alveolar process dari maksila dan mandibular dengan atau
tapa cedera pada adjacent jaringan lunak dan keras.cedera ini termasuk fraktur,
avulsi gigi dan fraktur procesus alveolar.
Cedera dentoalveolar sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh keadaan
sosialekonomi, kultur dan faktor lingkungan. Penyebab trauma dentoalveolar
umumnya karena jatuh, kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja, tindak
kekerasan, cedera olahraga, penganiayaan anak, epilepsi, gangguan kejiwaan dan
lain-lain. Pada anak-anak, jatuh merupakan penyebab utama dan kecelakaan lalu
lintas merupakan penyebab terbanyak pada orang dewasa. Dalam sebuah
penelitian di Rawalpindi (
ditemukan bahwa 80,4% adalah laki-laki dan 19,6% adalah wanita, dengan ratio
4,1:1. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak (42%) dan penyebab
kedua tersering adalah jatuh (37,7%) yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera
jaringan lunak (29%), fraktur mahkota (22%), fraktur akar (6,1%), avulsi dan
subluksasi (16,7%), serta luksasi (9,4%). Kasus terbanyak mengenai gigi insisivus
pertama rahang atas (106 kasus) diikuti gigi insisivus kedua rahang atas (65
kasus), gigi insisivus pertama rahang bawah (40 kasus) dan gigi insisivus kedua
rahang bawah (35 kasus)Medical corps.Cedera yang terjadi dapat hanya
mengenai gigi dan struktur pendukungnya saja seperti pada seorang anak yang
terjatuh, ataupun dapat juga berhubungan dengan cedera multisistim, seperti yang
terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian dari trauma dentoalveolar
2. Untuk mengetahui penyebab trauma dentoalveolar
3. Untuk mengetahui cara mendiagnosa trauma dentoalveolar
4. Untuk mengetahui bagaimana penanganan trauma dentoalveolar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Trauma dentoalveolar dapat mengakibatkan cedera jaringan keras dan
lunak.Manifestasi trauma pada jaringan keras dapat mengakibatkan fraktur
dentoalveolar.Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan
suatu bagian terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002).
Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
trauma (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur
dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas jaringan keras pada
stuktur gigi dan alveolusnya disebabkan trauma.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab trauma dibagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung.Trauma
langsung jika benturannya itu langsung mengenai gigi, biasanya pada regio
anterior. Trauma tidak langsung terjadi ketika ada benturan rahang bawah ke
rahang atas, gigi patah pada bagian mahkota atau mahkota-akar di gigi premolar
dan molar, dan juga pada kondilus dan simfisis rahang. Faktor yang memengaruhi
hasil trauma adalah kombinasi dari energi impaksi, resiliensi objek yang terkena
impaksi, bentuk objek yang terkena impaksi, dan sudut arah gaya impaksi.
(Welburry, 2005). Trauma dentoalveolar dapat mengenai semua kelompok usia,
untuk masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah jatuh, sedangkan pada masa
remaja, penyebab utama adalah cedera olahraga. Pada usia dewasa, penyebab
trauma dentoalveolar umumnya karenajatuh, kecelakaan lalu lintas atau
kecelakaan kerja, tindak kekerasan dan cedera olahraga.
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut WHO meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi
dan jaringan lunak rongga mulut (Tabel 2.1 dan 2.2)
Gambar
2.1
Cedera
pada
Jaringan
Keras
(Fonseca,
2005)
B. Cedera pada
jaringan
periodontal (Gambar 2.2)
1. Concussion: tidak ada perpindahan gigi, tetapi ada reaksi ketika diperkusi.
2. Subluksasi: kegoyangan abnormal tetapi tidak ada perpindahan gigi.
3. Luksasi ekstrusif (partial avulsion): perpindahan gigi sebagian dari soket.
4. Luksasi lateral: perpindahan ke arah aksial disertai fraktur soket alveolar.
5. Luksasi intrusif: perpindahan ke arah tulang alveolar disertai fraktur soket
alveolar.
6. Avulsi: gigi lepas dari soketnya.
Gambar 2.3 Subluksasi (1) dan ektrusi (2) (Firas Mahmoud Abu Samran)
C. Cedera pada tulang pendukung (Gambar 2.3)
1. Pecah dinding soket alveolar mandibula atau maksila : hancur dan
tertekannya soket alveolar, ditemukan pada cedera intrusif dan lateral
luksasi.
2. Fraktur dinding soket alveolar mandibula atau maksila : fraktur yang
terbatas pada fasial atau lingual/palatal dinding soket.
3. Fraktur prosesus alveolar mandibula atau maksila : fraktur prosesus
alveolar yang dapat melibatkan soket gigi.
4. Fraktur mandibula atau maksila : dapat atau tidak melibatkan soket
Alveolar.
2.5 DIAGNOSIS
Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis
serta rencana terapi yang rasional, dibutuhkan beberapa langkah pemeriksaan
yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik, dan tes mobilitas, tes perkusi, tes sensibilitas
pulpa dan pemeriksaan penunjang.(Bakland & jens )
A. Anamnesa
luksasi)
atau
beberapa
grup
gigi
(kemungkinan
fraktur
G. Pemeriksaan lanjutan
Penanganan cedera dental termasuk kontrol lanjutan untuk melengkapi atau
memastikan diagnosis, respon terhadap pengobatan, untuk mengetahui
perlunya pengobatan tambahan atau perubahan pengobatan dan mengevaluasi
hasil pengobatan atau komplikasi.
2.6 PENATALAKSANAAN
Terdapat dua kategori yang harus dipilih sebelum dilakukan penanganan
terhadap trauma dentoalveolar:
1. Closed Apex
2. Open Apex
1. Closed Apex:
Waktu kering ekstra oral < 60 menit, gigi disimpan di dalam media
khusus, susu atau salive:
a. jangan menangani permukaan akar dan soket jangan dikuret
b. pindahkan koagulum dari soket dengan salin dan lakukan
pemeriksaan pada soket alveolar
c. pasangkan kembali secara perlahan dengan tekanan yang ringan
d. stabilisasi dengan semi-rigid splint selama 7-10 hari
e. berikan antibiotik sistemik (penicillin 250 mg 4x sehari atau
doxycycline 100 mg 2x sehari selama 7 hari), sesuaikan dosis
dengan usia dan berat pasien.
f. konsultasikan dengan dokter untuk keperluan booster tetanus
g. setelah 10 hari, lakukan RCT. Jika RCT tertunda dan didapatkan
tanda resorpsi, berikan penanganan jangka panjang dengan kalsium
hidroksid sebelum melakukan RCT.
Closed Apex dengan extra oral day time> 60 menit:
a. bersihkan debris dan nekrosis ligament periodontal
b. pindahkan koagulum dari soket dengan salin dan lakukan
pemeriksaan pada soket alveolar
c. Immerse the tooth in 2.4% Sodium Fluoride -5.5 PH for 5
minutes.
d. Replant slowly with a semi-rigid splint for 7 to 10 days.
Administer systemic antibiotic as previously. Refer to
physician for tetanus booster. RCT treatment is the same for
<60 minutes.
Open apex, extra oral day time< 60 minutes, tooth reserved
in a special storage media, milk or saliva:
a. If contaminated, clean the root surface & apical foramen with
a stream of saline.
b. Remove coagulum from socket with saline and examine
alveolar socket.
c. Replant slowly with slight digital pressure.
d. Stabilize with a semi-rigid splint for 7 to 10 days.
e. Administer systemic antibiotic.
f. Tetanus booster.
Kontrol infeksi
Pembersihan dan menjaga jalan napas
Menghindari atau merawat terjadinya syok
Penjahitan bila ada laserasi gingiva
Stabilisasi fragmen tulang bila terjadi fraktur
Tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997)
a. Reposisi: mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke
dalam bentuk semula.
b. Imobilisasi: untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian
tiga
kemungkinan
dalam
hasil
pengobatan
yaitu
BAB III
KESIMPULAN
Trauma dentoalveolar dapat mengakibatkan cedera pada gigi, jaringan pendukung,
gingiva, mukosa oral, alveolar process dari maksila dan mandibular dengan atau tapa
cedera pada adjacent jaringan lunak dan keras.Penyebab trauma dentoalveolar
umumnya karena jatuh, kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja, tindak kekerasan
dan cedera olahraga.Pada anak-anak, jatuh merupakan penyebab utama dan
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak pada orang dewasa.Klasifikasi
yang sering dipakai dalam penanganan trauma dentoalveolar adalah menurut WHO
yang meliputi cedera pada jaringan keras gigi dan pulpa yaitu infraksi enamel, fraktur
email, fraktur email-dentin, fraktur mahkota kompleks, fraktur mahkota-akar tidak
kompleks, fraktur mahkota-akar kompleks dan fraktur akar. Untuk jaringan
periodontal dan tulang pendukung dibagi menjadi concussion, subluksasi, luksasi
ekstrusif, luksasi lateral, luksasi intrusive dan avulsi.Langkah pemeriksaan yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah anamnesa, pemeriksaan fisik, dan tes
mobilitas, tes perkusi, tes sensibilitas pulpa dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksaan trauma dentoalveolar meliputi
menjaga jalan napas, menghindari atau merawat terjadinya syok, penjahitan bila
terdapat laserasi gingiva, stabilisasi fragmen tulang bila terjadi fraktur dan kontrol
secara teratur. Prognosis trauma dentoalvolar dipengaruhi oleh efek trauma terhadap
pulpa dan ligamentum periodontal serta adanya bakteri.
DAFTAR PUSTAKA