Anda di halaman 1dari 14

Menggenggam Dunia dengan

Menjadi Penerjemah dan Penyunting Buku Profesional1


Oleh Hilmi Akmal2
The best translation has been those writers who have composed original works
of the same species.
Woodhouselee
To write is human, to edit is divine
Stephen King, On Writing
Scribo et Edo et Translato Ergo Sum! (saya menulis, menyunting, dan
menerjemahkan, maka saya ada)
Hilmi Akmal
1. Sebuah Pertanyaan yang Senantiasa Mengusik
Saat masih duduk di bangku kuliah, di sela-sela kesibukan menghadiri kuliah,
membuat tugas yang menggunung, bersosialisasi, berorganisasi, berdemo, dan
mencari belahan hati, ada satu pertanyaan yang selalu mengusik kita; Setelah kuliah
selesai, setelah gelar sarjana didapat, saya mau kerja apa?
Pertanyaan itu pasti selalu menghantui Anda. Betul tidak? Kalau Anda merasa
tidak pernah mendapatkan pertanyaan itu dari diri Anda sendiri, maka ada dua
kemungkinan tentang diri Anda. Pertama, Anda terlalu cuek dengan masa depan Anda.
Kedua, orang tua Anda mungkin sudah sangat kaya raya sehingga Anda tidak perlu
risau mencari pekerjaan. Tapi saya yakin Anda bukan termasuk dalam dua golongan
itu. Saya yakin setelah lulus nanti Anda akan berjuang keras mencari kerja. Anda akan
terus membuat surat lamaran kerja, Anda akan bolak-balik ke kantor pos atau ke
warnet untuk mengirimkannya, dan Anda akan datangi setiap perusahaan yang ada di
dalam maupun yang di luar kota untuk wawancara.
Tapi sekali lagi, pertanyaannya adalah Mau kerja apa? Daripada pusing dan
bingung memikirkan jawabannya, saya akan memberikan jawabannya bagi Anda.
Tapi jawaban ini tidak bersifat mutlak. Anda mau mengikutinya atau tidak, terserah
Anda. Saya hanya memberikan suatu alternatif, sebuah pilihan bahwa ada satu
pekerjaan yang bisa ditekuni untuk menghidupi diri Anda dan keluarga Anda; menjadi
penerjemah dan penyunting (editor) profesional.
2. Mengapa Penerjemah dan Penyunting Buku? Sebuah Tilikan dari Gardner
1 Makalah yang disampaikan pada Seminar Menggenggam Dunia lewat Bahasa dan
Sastra yang diselengarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bahasa dan
Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada
9 Juni 2014.
2 Penerjemah dan penyunting buku profesional yang juga dosen tetap ilmu linguistik
di Jurusan Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Mengapa menjadi penerjemah dan penyunting buku? Untuk menjawab


pertanyaan itu saya akan memperkenalkan buah pemikiran seorang psikolog Amerika
bernama Howard Gardner. Menurut Gardner setiap manusia adalah orang yang
cerdas. Mengapa? Karena menurutnya ada tujuh macam kecerdasan.
Tujuh kecerdasan tersebut adalah (1) kecerdasan musik (musical intelligence),
(2) kecerdasan gerakan-badan (bodily kinesthetic intelligence), (3) kecerdasan logikamatematika (logic-mathematical intelligence), (4) kecerdasan linguistik/bahasa
(linguistic intelligence), (4) kecerdasan ruang (spatial intelligence), (5) kecerdasan
antarpribadi (interpersonal intelligence), dan (7) kecerdasan intrapribadi atau
intrapersonal intelligence (Gardner, 2003: 36-48). Gardner mencetuskan teorinya itu
pada tahun 1983, tapi perkembangan yang terakhir menyebutkan bahwa Gardner
menambahkan dua kecerdasan lagi yakni kecerdasan naturalis (naturalist intelligence)
dan kecerdasan eksistensial atau existential intelligence sehingga ada sembilan
kecerdasan (http://www.pbs.org/wnet/gperf/education/ed_mi_overview.html, diunduh
pada 29 Mei 2014). Teori yang dicetuskan Gardner ini disebut teori kecerdasan
majemuk (multiple intelligences).
Menurut Gardner, setiap orang memiliki seluruh kecerdasan tersebut. Hanya
saja, cuma satu kecerdasan saja yang paling menonjol dalam dirinya. Dalam
kaitannya dengan makalah ini, saya akan membahas tentang kecerdasan linguistik3
saja. Menurut Gardner orang-orang dengan kecerdasan ini gaya belajarnya melibatkan
transfer informasi melalui tulisan, bacaan, dan menyimak kata-kata lisan seperti
percakapan, diskusi, atau perdebatan. Orang-orang ini lebih banyak berpikir tentang
segala hal dengan kata-kata ketimbang gambar dan lebih lihai dalam mendeskripsikan
dan menjelaskan, menikmati kegiatan membaca, menulis, mengarang cerita dan
bicara tentang banyak hal. Orang yang kecerdasan linguistiknya tinggi cocok
berkarier sebagai jurnalis, pustakawan, komentator, administrator, salesperson,
konselor, pengacara, penulis naskah, pemain drama, penyair, copywriter iklan,
penulis, public speaker, editor majalah, konsultan media, web editor, presenter TV
atau
radio,
guru,
dan
penerjemah
bahasa
(http://www.multipleintelligencetheory.co.uk/TGluZ3Vpc3RpYw==.aspx,
diunduh
pada 29 Mei 2014)
Berikut ini adalah daftar beberapa profesi dan orang-orang terkenal yang
bergelut di dalamnya yang terkait dengan kecerdasan bahasa atau linguistik itu yang
saya kutip dari Hernowo4 (2003: xii-xiii):
Nama Profesi
Contoh Orang-Orang yang
Rentang Bidang
Berhasil Mengembangkan
Word Smart
1. Penulis/Pengarang
Hilman Lupus, Mira W., Penulis buku segla jenis
3 Harap bedakan kecerdasan linguistik ini dengan linguistik (linguistics) sebagai ilmu
yang memelajari bahasa. Linguistik di sini maknanya adalah bahasa (linguistic).
Perhatikan ada dan tidaknya huruf s pada kata-kata tersebut dalam bahasa Inggris.
4 Hernowo menyebut kecerdasan linguistik sebagai Word Smart. Tabel ini saya beri
tambahan sedikit.

Nh Dini, Emha Ainun


Nadjib, Nurcholis Majid,
Jamal. D. Rahman, Novi
Diah Haryanti.

2. Wartawan

Leila S.
Redana

Chudori,

3. Penerjemah

Hilmi Akmal

4. Editor
5. Proofreader
6. Juru Tik
7. Sekretaris
8. Pustakawan
9. Pengelola Arsip
10. Kurator
11. Pengajar/Pelatih

Hilmi Akmal

12. Penyiar

Farhan

13. Pembawa Acara/MC

Helmi
Yahya

Arief Rahman, Gde Prama

Yahya.,

14. Pembicara

15. Pengacara
16. Ahli Hukum
17. Pendakwah (Dai)
18. Pendongeng
19. Pelawak

(novel, cerpen, karya


ilmiah, dan lain-lain);
penyair; penulis artikel,
kolom, feature, biografi;
penulis teks iklan (copy
writer); penulis skenario.
Bre Wartawan koran, majalah,
tabloid, dan media etak
lain; wartawan radio,
televise, dan Internet
Penerjemah buku, teks
film; pemandu wisata,
dubber (penyulih suara)
Editor buku

Guru segala disiplin ilmu


(terutama guru bahasa);
pelatih
training
pembangkit
motivasi;
instruktur
Penyiar radio, televisi;
narator (pemberi narasi);
komentator
Tantowi Pemandu
talkshow;
presenter; moderator
Terutama pembicara di
forum-forum
ilmiah;
orator

Ruhut Sitompul

Aa Gym
Drs. Suryadi (Pak Raden)
Miing Bagito, Sule, Aziz
Gagap
20. Pemain Teater
Butet
Kertaredjasa, Ini mencakup juga aktor
Christine Hakim, Rendra
film, pemain sinetron, dan
pembaca sajak atau cerita
pendek; serta pengisi sura
(misalnya dalam film
animasi).
Tabel: Beberapa Profesi yang Terkait Kecerdasan Linguistik

3. Definisi Penerjemahan
Sebelum memutuskan untuk menjadi penerjemah profesional, sebaiknya Anda
memahami apa itu penerjemahan. Ada beberapa definisi penerjemahan yang ingin
saya berikan untuk Anda. Pertama dari Catford (1965) yang mendefinisikan
penerjemahan sebagai the replacement of textual material in one language by
equivalent tetxtual material in another language. Definisi kedua berasal dari
Newmark (1988). Menurutnya penerjemahan adalah rendering the meaning of a text
into another language in the way that the author intended. Yang terakhir adalah dari
Benny Hoed (2006) dalam bukunya Penerjemahan dan Kebudayaan. Menurut mertua
dari Melly Guslaw yang juga adalah guru saya ini, kata dasar terjemah berasal dari
bahasa Arab tarjammah yang berarti ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa
yang lain. Penerjemahan (translating) adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis
pesan teks suatu bahasa (misalnya bahasa Inggris) ke dalam teks bahasa lain
(misalnya bahasa Indonesia). Dalam hal ini teks yang diterjemahkan disebut teks
sumber (TSu source text/ST) dan bahasanya disebut bahasa sumber (BSu source
language/SL), sedangkan teks yang disusun oleh penerjemah adalah disebut teks
sasaran (TSa target text/TT) dan bahasanya disebut bahasa sasaran (BSa target
language/TL). Hasil dari kegiatan penerjemahan yang berupa TSa disebut terjemahan
(translation), sedangkan penerjemah (translator) adalah orang yang melakukan
kegiatan penerjemahan.
Tapi tidak selamanya penerjemahan dilakukan secara tulisan, ada pula
penerjemahan yang dilakukan secara lisan. Orang yang melakukan kegiatan
penerjemahan secara lisan disebut juru bahasa (interpreter).
Dari tiga definisi tersebut, kita bisa menarik simpulan bahwa penerjemahan
adalah kegiatan mengalihkan pesan yang sepadan dan sesuai dengan maksud
pengarang/penulis dari suatu bahasa sumber ke bahasa sasaran.
4. Jenis-jenis Penerjemah
Tahukah Anda ada berapa jenis penerjemah? Menurut Machali (2000) ada tiga
jenis penerjemah, (i) yaitu penerjemah yang bekerja di perusahaan atau lembaga, (ii)
penerjemah paruh-waktu, dan (iii) penerjemah bebas. Penerjemah jenis pertama
sering merupakan bagian atau seksi dari suatu perusahaan atau lembaga besar seperti
Komisi Masyarakat Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penerjemah jenis ini
meniti kariernya di bidang penerjemahan.
Jenis penerjemah yang kedua adalah mereka yang pekerjaan utamanya di
bidang lain, misalnya guru, dosen, atau pegawai kantor. Di waktu senggangnya dia
melakukan penerjemahan, baik sebagai hobi maupun sebagai anggota tim penerjemah
suatu lembaga penerbitan buku seperti Gramedia, Mizan, atau Hikmah. Penerjemah
jenis ini tentunya tidak menjadikan penerjemah sebagai profesi utama, walau pada
kenyataannya hasil yang diperoleh dari penerjemahan terkadang jauh lebih besar dari
hasil pekerjaan pokoknya.
Sering kali timbul kesadaran dari penerjemah yang termasuk kelompok kedua
tersebut bahwa ia bisa hidup dari penerjemahan. Oleh karena itu, hijrahlah ia dari
golongan kedua menjadi penerjemah jenis ketiga, yakni penerjemah bebas.

Penerjemah bebas adalah orang yang mendirikan usaha biro penerjemahan yang
melibatkan berbagai bahasa.
5. Perangkat-perangkat yang Digunakan untuk Menjadi Penerjemah
Seorang pekerja bangunan tentu memiliki peralatan untuk menunjang
pekerjaannya. Peralatannya bisa bermacam-macam seperti pacul, sendok semen,
meteran, dan gergaji. Sama seperti kuli bangunan, seorang penerjemah juga harus
memiliki peralatan atau perangkat yang wajib dimiliki untuk menunjang pekerjaan
menerjemahkannya. Apa saja perangkat itu? Menurut Machali (2000) ada dua jenis
perangkat yang lazim digunakan oleh penerjemah, yaitu (1) perangkat intelektual dan
(2) perangkat praktis.
Yang termasuk perangkat intelektual adalah (a) kemampuan yang baik dalam
bahasa sumber, (b) kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran, (c) pengetahuan
tentang pokok masalah yang diterjemahkan, (d) penerapan pengetahuan yang dimiliki,
dan (e) keterampilan.
Perangkat praktis meliputi (1) kemampuan menggunakan sumber-sumber
rujukan, baik yang berbentuk kamus umum biasa, kamus elektronik, maupun kamus
peristilahan serta narasumber bidang yang diterjemahkan; dan (2) kemampuan
menganalisis konteks suatu teks, baik konteks langsung maupun konteks tidak
langsung.
Kedua jenis perangkat itu, masih menurut Machali, dapat juga disebut modal
dasar yang harus dimiliki seorang penerjemah. Jika salah satu dari modal dasar itu
tidak dimiliki atau kurang, maka terjemahan yang dihasilkan dapat menampakkan
berbagai kekurangan, tergantung dari kadar kemampuannya memanfaatkan perangkat
di atas.
Senada dengan Machali, Hoed (2000) menyatakan bahwa untuk menjadi
penerjemah yang baik kita harus berupaya keras untuk menguasai BSu dan BSa.
Bahkan, sebenarnya penguasaan aktif atas BSa mutlak diperlukan oleh seorang
penerjemah. Jadi, kalau ingin menjadi penerjemah yang baik ke dalam bahasa
Indonesia, kita harus menguasai bahasa Indonesia secara aktif dengan sebaikbaiknya.
Mengenai kamus seperti yang disinggung oleh Machali di atas, saya ingin
merekomendasikan beberapa kamus yang menurut saya sangat baik dan wajib
dimiliki oleh seorang penerjemah (Inggris-Indonesia atau sebaliknya) yang ingin
menjadi penerjemah profesional bukan penerjemah yang asal-asalan. Untuk kamus
ekabahasa (monolingual dictionary) bahasa Inggris yang terbaik menurut saya adalah
Merriam Webster, Oxford, dan Longman. Ketiga kamus tersebut wajib Anda miliki.
Kini edisi mutakhir kamus-kamus tersebut dilengkapi dengan CD sehingga kita tak
perlu repot-repot membuka halaman kamus yang tebal untuk mencari makna suatu
kata. Keping CD itu tinggal kita install ke komputer kita, lalu kita tik kata yang ingin
kita ketahui artinya, tekan enter, kemudian makna kata itu muncul di layar monitor
komputer kita.
Bila Anda bukan termasuk orang yang membela hak cipta, Anda bisa pergi ke
daerah Glodok dan mencari CD kamus Oxford bajakan. Ada sebuah CD tentang

kamus Oxford yang sangat lengkap, tidak hanya memuat kamus bahasa Inggris, tapi
juga kamus Oxford Inggris-Jerman, Inggris-Spanyol, dan bahasa-bahasa lainnya.
Harganya kurang lebih lima belas ribu. Anda pun dapat pergi ke tempat-tempat yang
menjual jasa burning CD. Biasanya mereka memiliki CD-CD program komputer yang
asli, termasuk kamus, dan akan dengan senang hati akan membakarnya untuk Anda.
Tentunya setelah Anda menggantinya dengan sejumlah uang. Tapi saran saya ini Anda
boleh ikuti bila Anda merasa sah-sah saja memakai barang bajakan. Bila Anda
termasuk yang menghargai hak cipta, ya sebaiknya tidak usah.
Untuk kamus ekabahasa Indonesia ada Kamus Umum Bahasa Indonesia
karangan W.J.S. Poerwadarminta. Kamus yang populer disebut KUBI itu, walau
sudah tergolong klasik, cukup baik untuk dimiliki guna menunjang pekerjaan
penerjemahan, penyuntingan, atau apa pun yang terkait dengan bahasa Indonesia.
Ada satu kamus lagi, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus hasil
karya para linguis di Pusat Pengkajian dan Pengembangan Bahasa dan populer
dengan nama KBBI ini merupakan kitab suci bagi orang yang berkecimpung dalam
bidang bahasa. Kamus ini hukumnya wajib Anda miliki bila Anda mau serius jadi
penerjemah yang baik. Edisi mutakhir kamus ini adalah edisi ketiga, tahun 2001. Saya
dengar edisi yang keempat akan segera diluncurkan. Sayangnya kedua kamus itu
tidak, atau belum, dilengkapi dengan CD.
Untuk kamus dwibahasa Inggris-Indonesia maupun Indonesia-Inggris ada
banyak yang terpajang di toko buku. Bahkan ada yang mengklaim memuat berjutajuta lema. Sayangnya dari sekian banyak kamus itu hanya dua yang saya anggap
cukup baik. Yang pertama adalah Kamus Inggris-Indonesia (dan Indonesia-Inggris)
karangan John Echols dan Hasan Sadily. Kedua adalah The Contemporery EnglishIndonesian Dictionary (juga ada Indonesian-English) karangan Peter Salim. Akan
tetapi, saya lebih merekomendasikan yang kedua karena lebih mutakhir. Karangan
Echols dan Sadily sudah agak out of date. Tak ada penambahan akan lema-lemanya.
Yang paling mutakhir terbit adalah kamus Indonesia-Inggris terbitan Mizan, judulnya
Kamus Lengkap Indonesia-Inggris hasil karya Alam M. Stevens dan A. Ed.
Schimidgail-Tellings. Ada juga Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia-Inggris (dan
ungkapan Inggris-Indonesia) karangan Hadi Podo dan Joseph J. Sullivan. Kamuskamus dwibahasa yang sudah saya sebutkan wajib Anda miliki.
Selain kamus dwibahasa yang berbentuk cetak, ada juga yang berbentuk
elektronik. Ada yang bermerek Alfa dengan berbagai jenis dan variasinya yang
berbentuk seperti kalkulator. Ada pula yang berupa piranti lunak yang dapat di-install
ke komputer. Ada yang bernama Linguist. Biasanya di komputer piranti ini sudah ada.
Lalu, ada juga sebuah software kamus karya anak bangsa sendiri, yaitu Transtool.
Harganya lumayan menguras kantung Anda bila Anda membeli yang asli, tapi versi
crack-nya hanya sekitar dua puluh ribuan saja. Sayangnya kamus-kamus yang
canggih ini banyak memiliki kekurangan sehingga sering kali, berdasarkan
pengalaman saya sebagai penerjemah profesional, membuat kita terpaksa kembali ke
kamus yang konvensional.
Di era internet ini, kamus- kamus yang otoritatif memiliki situs untuk
memudahkan para penggunannya. Untuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi

daringnya
(dalam
jaringan
atau
online)
dapat
dilihat
di
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/, Oxford Dictionary dapat ditengok di
http://www.oxforddictionaries.com/, dan Merriam-Websters boleh dijenguk di
http://www.merriam-webster.com/. Untuk kamus lainnya, yang juga sering
dipergunakan oleh para penerjemah, seperti Longman Dictionary atau Cambridge
Dictionary
dapat
dijumpai
di
http://www.ldoceonline.com/
dan
http://dictionary.cambridge.org/. sayangnya, untuk kamus yang dwibahasa InggrisIndonesia atau sebaliknya belum ada yang menyediakan versi daring. Seluruhnya
masih luring (luar jaringan atau offline).
6. Langkah-langkah Menerjemahkan
Menurut Nida dan Taber (1974) ada tiga langkah atau prosedur yang harus
ditempuh seorang penerjemah ketika menerjemahkan. Ketiga langkah itu adalah (1)
Analysis; (2) Transfer; dan (3) Restructuring. Bila digambarkan langkah-langkah
tersebut tampak seperti di bawah ini:
A (Source)

B (Receptor)

(Analysis)

(Restructuring)

(Transfer)

Pada langkah pertama, yang dimaksud dengan analysis adalah menganalisis


teks yang masih berupa teks sumber (TSu) dalam kaitannya dengan (a) hubungan
gramatikal dalam TSu dan (b) makna dari kata-kata atau kombinasi kata-kata dari TSu
itu. Dengan kata lain, pada langkah pertama ini kita berusaha untuk memahami teks.
Langkah kedua adalah usaha untuk mulai melakukan transfer atau
mengalihkan hasil analisis yang ada di benak seorang penerjemah dari bahasa sumber
ke bahasa sasaran. Pada proses ini alih bahasa sudah dimulai.
Setelah teks sumber sudah dipahami dan sudah dialihbahasakan, langkah
selanjutnya adalah restructuring. Dalam langkah ketiga ini bahasa dari BSu yang
sudah ditransfer kemudian direstrukturisasi agar pesan dari pengarang dapat diterima
dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain, pada langkah terakhir ini diadakan suatu
penyerasian dan penyesuaian dengan faktor-faktor dalam bahasa sasaran.
Aplikasi dari langkah-langkah tersebut adalah begini: misalkan ada sepotong
kalimat dari bahasa sumber (source), I cut my finger. Di tahap pertama seorang
penerjemah melakukan analisis, misalnya I adalah subjek, cut adalah verba yang
menjadi predikat, dan my finger adalah objek dari I. Di langkah kedua, transfer,
penerjemah mulai melakukan alih bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Hasilnya adalah saya memotong jari saya. Di bagian terakhir, restructuring,

penerjemah membongkar ulang alias merekontruksi kalimat itu agar berterima dalam
bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Bila bentuk saya memotong jari saya
dipertahankan, maka maknanya akan terasa janggal, seakan-akan ada kesengajaan
dari si penutur kalimat bahwa dia secara sadar memotong jarinya. Padahal, bukan itu
pesan yang hendak disampaikan. Lagi pula, hal itu tentunya sulit diterima oleh akal
sehat. Oleh karena itu, penerjemah menyusun ulang hasil transfer saya memotong jari
saya menjadi jari saya teriris. Kalimat jari saya teriris lebih diterima dalam bahasa
sasaran (receptor) dan pesan yang disampaikan pun dapat diterima oleh pembaca
dalam bahasa Indonesia.
Mudah-mudahan Anda kini mafhum tentang apa itu penerjemahan,
penerjemah, syarat-syarat untuk menjadi penerjemah, dan langkah-langkah
menerjemahkan. Setelah Anda paham, kini ada satu lagi profesi juga bisa Anda geluti.
7. Definisi Penyuntingan
Sama dengan penerjemahan, sebelum Anda memutuskan untuk menjadi
penyunting profesional saya rasa Anda harus memahami apa itu penyuntingan.
Penyuntingan adalah menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan
memerhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa yang menyangkut ejaan,
huruf, tanda baca, kata, diksi, frasa, istilah, klausa, kalimat, dan wacana (Sugihastuti,
2006). Penyuntingan bersinonim dengan editing atau mengedit.
Orang yang melakukan penyuntingan atau pengeditan naskah tulisan atau
karangan yang akan diterbitkan dalam majalah, surat kabar, buku, dan sebagainya
disebut penyunting atau editor.
8. Tugas dan Syarat-syarat Menjadi Penyunting
Apa sih sebenarnya tugas penyunting itu? Menurut Eneste (1995) pada
dasarnya tugas seorang penyunting adalah membuat naskah dapat dibaca. Hanya itu?
Bukan. Seorang penyunting pun harus dapat membuat naskah itu enak dibaca. Jadi,
naskah yang sudah dibuat atau digarap oleh penulis (atau penerjemah) mesti diolah
kembali oleh penyunting sebelum sampai pada pembaca sehingga dapat dikatakan
bahwa penyunting adalah perantara penulis dan pembaca.
Apakah semua orang dapat menjadi penyunting. Jawabnya tidak. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi. Apa saja syarat itu? Eneste dalam bukunya
Buku Pintar Penyuntingan Naskah (1995) menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk
menjadi penyunting adalah (1) menguasai ejaan, (2), menguasai tata bahasa, (3)
bersahabat dengan kamus, (4) memiliki kepekaan bahasa, (5) berpengetahuan luas, (6)
Teliti dan sabar, (7) peka terhadap SARA dan pornografi, (8) luwes, (9) punya
kemampuan menulis, (10) Menguasai bidang tertentu, dan (11) menguasai bahasa
asing.
Jadi, apabila Anda ingin menjadi seorang penyunting Anda harus menguasai
kaidah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku saat ini. Anda harus tahu benar
penggunaan huruf kecil dan huruf kapital, pemenggalan kata, dan pengunaan tandatanda baca (koma, titik, titik koma, dan sebagainya). Mengapa? Karena seorang
penyunting selalu berurusan dengan hal-hal ini.
Anda pun dituntut harus menguasai bahasa Indonesia secara luas. Maksudnya
bukan berarti Anda harus menghapal semua arti kata yang tercantum di kamus, tetapi

harus tahu mana kalimat yang baik dan benar dan mana kalimat yang salah dan tidak
benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti Anda harus menguasai tata bahasa
Indonesia. Jadi, untuk menjadi penyunting Anda harus tahu susunan kalimat bahasa
Indonesia yang baik, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan
kata atau diksi yang pas, dan sebagainya. Agar Anda bisa menguasai tata bahasa
Indonesia, milikilah dan pelajarilah buku Tata Bahasa Baku Indonesia.
Seorang penyunting pastilah tidak menguasai semua kata yang ada dalam satu
bahasa tertentu, apalagi istilah-istilah di bidang keilmuan tertentu. Oleh karena itu,
seorang penyunting harus mengakrabkan diri dengan kamus, baik itu kamus
ekabahasa, dwibahasa, maupun kamus istilah. Selain kamus, seorang penyunting pun
harus berkarib ria dengan dengan berbagai rujukan lainnya seperti ensiklopedia.
Untuk kamus bahasa Indonesia yang harus dijadikan sahabat kalau Anda menjadi
penyunting adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia dan Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Apabila Anda adalah orang yang enggan membuka-buka kamus, maka
urungkan saja niat Anda menjadi penyunting.
Seorang penyunting diharuskan pula memiliki kepekaan bahasa karena ia
selalu berhubungan dengan ejaan, tata bahasa, dan kamus. Bila Anda menjadi
penyunting Anda harus mengetahui mana kalimat yang kasar, mana yang halus; harus
tahu mana kata yang harus dihindari dan mana yang sebaiknya dipakai; dan harus
tahu kapan kalimat atau kata tertentu dapat digunakan atau dihindari.
Seorang penyunting juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan
yang luas. Artinya, ia harus membaca banyak buku, majalah, dan koran. Selain itu dia
juga harus menyerap informasi melalui media audio visual. Dengan kata lain, seorang
penyunting tidak boleh ketinggalan informasi.
Seorang penyunting juga harus teliti dan sabar. Dia harus teliti menyunting
setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang dipakai penulis. Ia harus teliti
memeriksa apakah kata, kalimat, dan istilah itu layak cetak atau tidak, berbau SARA
atau tidak, mengandung pornografi atau tidak, dan sebagainya. Penyunting pun wajib
bersikap sabar. Mengapa karena ia harus bolak-balik memeriksa naskah. Kadang kala
penyunting juga berhadapan dengan penulis yang ngeyel, yang tidak mau tulisannya
diedit. Jurus sabar pun harus dipakai apabila menghadapi penulis macam ini.
Ada kalanya suatu buku dicekal pihak kejaksaan agung karena dianggap
mengandung muatan pornografi dan SARA. Nah, agar suatu buku tidak dicekal, maka
dituntut kepekaan yang tinggi dari penyunting akan masalah SARA dan pornografi.
Seorang penyunting harus tahu mana kalimat yang layak cetak, mana kalimat yang
harus diubah agar tidak menyinggung suatu suku, agama, atau ras tertentu.
Telah disebutkan bahwa penyunting kadang kala berhubungan dengan orang
lain, dalam hal ini penulis, pengarang, atau penerjemah. Untuk itu, penyunting
dituntut pula untuk dapat bersikap luwes atau supel. Saat berhubungan dengan penulis
atau penerjemah, seorang penyunting harus mau mendengarkan segala keluh kesah,
saran, dan pertanyaan. Sebaiknya, penyunting tidak boleh bersikap menggurui,
apalagi jika yang dihadapi adalah seorang penulis yang merupakan pakar di
bidangnya. Dengan kata lain, meminjam istilah Howard Gardner, si pencetus multiple
inteligences, seorang penyunting harus memiliki kecerdasan interpersonal. Jadi,

apabila Anda adalah orang yang kaku dan tidak luwes, lupakan niat menjadi seorang
penyunting.
Tidak hanya penulis yang hanya memiliki kemampuan menulis. Seorang
penyunting pun harus memiliki kemampuan itu, minimal mampu menyusun tulisan
yang elementer. Lho bukannya tugas penyunting adalah menyunting? Betul, tapi
seorang penyunting suatu saat harus menulis surat kepada penulis, menulis isi
ringkasan buku atau sinopsis, atau menulis biografi singkat penulis. Selain itu,
kemampuan menulis ini pun berguna dalam penyuntingan. Kalau tidak tahu menulis
kalimat yang benar, maka mana bisa kita membetulkan atau memperbaiki tulisan
orang lain.
Menguasai bidang tertentu, misalnya ilmu bahasa, ilmu sastra, biologi,
matematika, jurnalistik, ilmu pendidikan, filsafat, teknologi, dan pertanian, sangatlah
diperlukan bagi seorang penyunting. Mengapa? Karena hal ini tentu akan membantu
dirinya dalam melaksanakan tugasnya.
Syarat yang terakhir adalah untuk menjadi seorang penyunting adalah
penguasaan bahasa asing terutama bahasa yang digunakan di dunia internasional,
yakni bahasa Inggris. Kenapa? Karena dalam menyunting naskah, seorang penyunting
akan berhadapan dengan istilah-istilah bahasa Inggris atau istilah-istilah yang berasal
dari bahasa Inggris. Jika tidak bisa menguasai bahasa Inggris secara aktif, minimal
seorang penyunting harus menguasainya secara pasif. Artinya, seorang penyunting
dapat memahami dan membaca teks berbahasa Inggris. Akan lebih lagi jika seorang
penyunting menguasai tidak hanya bahasa Inggris, tapi juga bahasa-bahasa asing lain
misalnya, bahasa Belanda, Jerman, Perancis, Spanyol, Arab, dan Jepang. Singkatnya,
semakin banyak bahasa asing yang dikuasai, semakin baik seorang penyunting.
Sementara itu, Trim (2009) menyebutkan bahwa syarat utama untuk menjadi
editor buku adalah memiliki keterampilan membaca dan menulis. Syarat utama ini
harus dipenuhi karena menyiratkan keterampilan berbahasa yang baik dan benar.
Selain itu, ada kompetensi nonteknis yang harus dimiliki, seperti kejujuran,
kepercayaan diri, dan ketelitian. Untuk mengembangkan kariernya, editor
membutuhkan empat kemampuan, yaitu (1) dapat memecahkan masalah, (2) mampu
membuat keputusan, (3) menguasai komunikasi untuk membangun jaringan, dan (4)
mengefektifkan dan mengefisienkan tugas-tugas. Di samping itu, Trim juga
menyebutkan bahwa editor itu harus memiliki kriteria (a) Confidence atau percaya
diri. Editor yang baik harus memiliki kepercayaan diri terhadap kecerdasan,
pengetahuan, dan keterampilan menulis yang dimilikinya. Editor pun dituntut untuk
memahami gaya selingkung, menguasai proses produksi, memiliki wawasan
pengetahuan umum, dan harus mengerti sistem operasional standar editor; (b)
Objectivity atau bersifat objektif. Editor harus objektif dan mampu menelisik materimateri secara lebih mendalam dan memahami bagaimanapun banyak penulis memiliki
kepribadian yang acuh tak acuh terhadap naskah yang ditulisnya; (c) Awareness atau
kepedulian. Editor harus peduli terhadap sasaran pembaca yang dituju, tetapi terlebihlebih dia harus peduli akan kinerja tim editorial; (d) Intelligence atau cerdas dan
cergas. Editor yang baik harus memiliki berbagai macam latar belakang yang
mendukungnya untuk menelisik berbagai materi naskah; (e) Questioning nature atau

punya sifat ingin tahu/selalu bertanya. Editor yang baik tahu bahwa bertanya tentang
apa pun bukanlah hal yang tabu; (f) Diplomacy atau mampu berdiplomasi. Editing
adalah sebuah konfrontasi. Menulis adalah gabungan intelektual dan pengalaman
emosional, dan editor yang baik akan meminimalisasikan timbulnya ketegangan
antara editor dan penulis. Oleh sebab itu, diplomasi diperlukan mankala terjadi
pertentangan yang menjurus pada debat kusir; (g) Ability to write atau mampu
menulis. Editor yang baik harus memiliki kemampuan menulis di atas rata-rata; dan
(h) Sense of humor atau punya selera humor. Editing merupakan pekerjaan yang
penuh tekanan, oleh karena itu editor yang baik harus punya selera humor dan mampu
tertawa meski di bawah banyak tekanan.
9. Macam-macam Editor
Ada berapa macam penyunting? Menurut Sugihastuti (2006) karena luasnya
cakupan kerja editor, ada berbagai jenis kualifikasi editor. Secara umum ada yang
disebut chief editor, ia berkedudukan tinggi pada bagian penyuntingan. Ia
bertanggung jawab mengontrol, mengelola, dan mengeluarkan kebijakan strategis
yang berkaitan dengan proses editorial. Selain itu, ada pula managing editor, tugasnya
adalah mengatur semua kegiatan teknis editorial yang dijalankan para editor.
Tanggung jawab editor jenis ini tidak sebesar chief editor. Editor lainnya adalah
senior editor, editor ini bertanggung jawab untuk mengatur rancangan pengadaan
naskah. Dari mana dan karya siapa naskah bisa didapat. Memburu naskah untuk
diterbitkan adalah tugasnya karena tidak semua naskah akan datang sendiri ke
penerbit.
Copy editor adalah staf editor yang bertanggung jawab memeriksa dan
memperbaiki naskah hingga memenuhi tingkat kelayakan umum dan sesuai dengan
gaya khusus/selingkung (house style). Ada pula editor yang tugasnya membantu
menangani masalah-masalah teknis seputar pernaskahan dan pendukung
penyuntingan, seperti administrasi naskah, penyimpanan naskah, pencarian referensi,
perhitungan biaya penyuntingan, dan sebagainya. Editor macam itu disebut asisstant
editor.
Right editor adalah staf editor yang bertanggung jawab mengurusi masalahmasalah khusus seputar hak cipta (copy right) dan konvensi-konvensi adminitrasi
penerbitan buku seperti KDT (Katalog Dalam Terbitan) dan ISBN (International
Standard Book Number). Ada juga staf editor yang bertugas memeriksa dan
memperbaiki akurasi bahan-bahan grafis, bukan batang tubuh teks, seperti foto, tabel,
dan warna. Editor ini disebut dengan picture editor. Yang tidak kalah penting adalah
editor bahasa. editor jenis ini adalah orang yang bertanggung jawab khusus perihal
bahasa naskah.
Hampir senada dengan Sugihastuti, Meutia (2004) membagi editor menjadi
akuisisi dan editor produksi. Menurutnya editor akuisisi adalah orang yang bertugas
mencari naskah-naskah yang potensial untuk diterbitkan. Dia juga mengurusi segala
sesuatu yang berkaitan dengan kontrak dan royalti. Terkadang dia juga bertindak
layaknya seorang psikolog, memberikan perhatian pada hal-hal pribadi sehingga
penulis yang sudah terkenal tidak lari ke penerbit lain dan menyemangati mereka agar
terus berkarya.

Editor produksi bertanggung jawab penuh atas penggarapan sebuah naskah


yang sudah dipastikan akan diterbitkan. Selain urusan pengemasan sampul dan isi,
editor produksi juga bertanggung jawab untuk membuat info produk berkaitan dengan
buku tersebut yang akan memudahkan bagian promosi dan penjualan untuk
memasarkan buku tersebut. Dia bertanggung jawab pula untuk memberikan informasi
tentang buku-buku yang akan terbit dan buku-buku yang sudah out of print. Selain
dua editor ini, masih menurut Meutia, ada juga yang disebut dengan freelance editor
alias penyunting lepas yang menawarkan jasanya pada individu atau penerbit.
Trim (2009) berpendapat bahwa jenis-jenis editor terkait dengan jenjang karier
yang ditapaki seorang editor. Berikut adalah jenjang karier editor menurutnya: (1)
copyeditor; (2) editor yang terbagi menjadi associate editor, pictorial editor, dan
rights editor; (3) senior editor yang terbagi menjadi acquisition editor dan
development editor; (4) managing editor; dan (5) chief editor.
10. Menjadi Penerjemah Buku dan Penyunting Buku Profesional: Beberapa Kiat
Di zaman yang menggila ini. Zaman di mana semuanya harga berlomba-lomba
naik sehingga rakyat tercekik, menjadi pengangguran adalah suatu keniscayaan.
Ijazah ada, gelar punya, hanya saja pekerjaan tak kunjung didapat. Jengkel, frustasi,
depresi akhirnya mendera. Semua orang, bahkan Tuhan, pun disalahkan. Setelah
berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, berburu kerja, akhirnya sebuah pekerjaan pun
didapat. Hanya saja pekerjaan ini tak sesuai dengan latar belakang akademis kita.
Pekerjaan yang kita miliki tidak sesuai dengan ilmu yang kita pelajari di bangku
kuliah.
Kondisi di atas niscaya akan Anda alami. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena
dalam pikiran kita sudah terbentuk pola: kuliah, dapat ijazah, terus cari kerja apa saja.
Apa saja yang penting gue dapet duit. Mind setting seperti itu menurut saya
menyesatkan. Mendapat pekerjaan tapi tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajari
adalah sia-sia. Ilmu yang telah didapat, uang yang sudah dihamburkan untuk
membiayai kuliah mubazir belaka.
Berbeda dengan orang lain, saya ingin mendapatkan pekerjaan yang sesuai
dengan bidang dan ilmu yang saya kuasai, bahasa dan sastra. Saya tahu bahwa saya
akan berkarier di dunia perbukua, bahkan sebelum saya menyelesaikan kuliah S1
saya. Kenapa? Karena saya memiliki kecintaan dan minat pada buku. Saya gemar
membaca. Saya memutuskan untuk menjadi penyunting buku. Alhamdulillah, setelah
mengalami lika-liku hidup, pekerjaan menjadi editor maupun penerjemah, baik
freelance maupun tetap, pernah saya lakoni. Namun, ternyata saya bukan jenis orang
kantoran. Saya tidak suka bekerja di bawah kendali seseorang dengan jam kerja yang
sudah pasti dan ruangan yang itu-itu saja. Saya pun bosan dengan ritme hidup yang
begitu-begitu saja. Bangun pagi, berangkat ke kantor, berebut naik bis, terkena macet,
kerja menghadap layar komputer delapan jam per hari, lantas pulang ke rumah untuk
tidur lalu bangun dan mengulangi kegiatan yang sama esok harinya.
Akhirnya saya memutuskan berhenti bekerja dan banting setir menjadi
penerjemah dan penyunting buku profesional. Saya membuka layanan penulisan,
penyuntingan, dan penerjemahan yang saya beri nama Songo Nogosingo Writing,
Editing, and Translation Services. Sebagai kantor, saya gunakan rumah saya sendiri.

Kini saya tak perlu lagi repot-repot bangun pagi, bergegas ke kantor, terjebak
kemacetan, dan hidup dengan irama yang statis.
Saya membuka layanan itu karena tiga hal. Pertama, saya teringat sabda Nabi
Muhammad (kalau tidak salah) yang mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh pintu
rezeki berasal dari perniagaan. Kedua, ada sebuah buku berjudul How to Start and
Run a Writing and Editing Business (Memulai dan Mengelola Bisnis Penulisan dan
Penyuntingan) karangan Herman Holtz terbitan Grasindo (2000). Buku itu menjadi
inspirasi saya untuk memulai bisnis ini. Ketiga, kondisi dan situasi yang saya hadapi.
Setelah berhenti menjadi editor bahasa di sebuah majalah, saya menjadi dosen luar
biasa alias tidak tetap di sebuah universitas Islam negeri dengan harapan menjadi
pegawai negeri sipil. Ternyata menjadi dosen luar biasa itu benar-benar luar biasa.
Luar biasa kecil pendapatannya. Sementara itu, saya sudah berkeluarga dan ada
jabang bayi yang siap untuk hadir menambah jumlah populasi umat manusia di dunia.
Ketiga hal inilah menjadi faktor pendorong saya untuk terjun ke dunia terjemahan dan
penyuntingan buku. Alhamdulillah, kini saya merasa hidup saya cukup mapan setelah
lebih 10 tahun benar-benar menjalani hidup sebagai penerjemah dan penyunting
profesional.
Untuk itu, saya ingin berbagi beberapa kiat bagi Anda yang ingin berkarier
sebagai seorang penerjemah dan penyunting buku profesional. Hal pertama yang
harus Anda lakukan adalah mantapkan dulu niat Anda. Kedua, kenali potensi diri
Anda, sadarilah bahwa kecedasan bahasalah yang dominan dalam diri Anda, dan
penuhi syarat-syarat untuk menjadi penerjemah dan penyunting yang telah saya
sebutkan di atas. Ketiga, miliki komputer/laptop dan koneksi internet. Bila belum
punya e-mail address, buatlah segera. Untuk nama surel (surat elektronik) sebaiknya
gunakan nama asli agar terkesan professional. Jangan gunakan nama yang alay,
seperti dheaclaludichyank@gmail.com. Kesemuanya itu amat penting untuk
menunjang pekerjaan. Bila belum memiliki komputer/laptop atau rumah Anda belum
ada koneksi internet, jangan khawatir. Rental komputer dan warnet bertebaran di
mana-mana.
Keempat, tentukan segmentasi pasar Anda. Apakah individu atau korporasi
(termasuk di dalamnya penerbit). Jelilah melihat ceruk (niche) pasar. Kalau saya, saya
tentukan bahwa segmentasi bisnis saya adalah penerbit buku. Kelima, buka jaringan
(networking) terus menerus. Caranya? Yang saya lakukan dulu adalah saya kirimkan
surat yang menjelaskan diri saya dan jasa yang saya jual dengan lampiran contoh
terjemahan dan suntingan yang telah saya buat. Saya pun mencatat alamat dan nomor
telepon penerbit dari buku-buku yang mereka terbitkan. Saya hubungi nomor
teleponnya dan minta bicara dengan editor atau publishing manager penerbit tersebut.
Bila telah tersambung saya jelaskan siapa saya, apa jasa yang saya jual, dan minta
janji untuk bertemu secara langsung. Tetapi, terkadang penerbit suka berpindah kantor
sehingga mendapatkan alamat dari buku terbitan mereka tidak efektif juga. Agar
mendapatkan alamat teranyar, sebaiknya kunjungilah pameran buku. Di pameran
buku itu para penerbit menerbitkan katalog tentang buku-buku terbaru mereka. Di
katalog itulah alamat penerbit yang baru biasanya juga dicantumkan. Di Jakarta
sendiri pameran buku digelar tiga kali dalam setahun. Pameran buku Islam dihajat di

bulan Maret. Pesta buku Jakarta diselenggarakan biasanya di akhir Mei hingga awal
Juni. Pameran buku Indonesia dilaksanakan sekitar bulan September-Oktober saban
tahun.
Keenam, Anda harus jaga kesehatan Anda, baik fisik dan mental, karena meski
terlihat enteng, mengedit dan menerjemahkan adalah pekerjaan yang menguras
tenaga. Apalagi bila tenggatnya (deadline) sudah dekat Anda harus bersedia
begadang. Terakhir, dan ini yang paling penting, jaga profesionalisme Anda. Apabila
Anda sudah mulai laku sebagai penerjemah atau penyunting, jangan terima order lain
jika Anda sedang menggarap order dari satu klien. Jelaskan pada pemberi order
bahwa Anda sedang menggarap terjemahan atau suntingan dari pihak lain. Mintalah
waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang sedang digarap sebelum menerimanya.
Jika pemberi order itu batal memberikan pekerjaan, jangan kecewa. Masih banyak
para pemberi order lainnya. Dengan kata lain, jangan rakus. Menerjemahkan dan
menyunting adalah pekerjaan yang dibatasi oleh deadline yang diberikan klien. Bila
kita menerima order terlalu banyak, bisa-bisa kita gagal memenuhi deadline yang
telah ditentukan. Akibatnya kepercayaan klien akan berkurang pada kita. Satu hal lagi
yang perlu diingat, jangan pernah berbagi terjemahan dengan orang lain dan
mengakuinya sebagai terjemahan Anda seorang karena ini akan memengaruhi kualitas
terjemahan. Penerbit tidak menyukai hal itu karena akan merepotkan saat disunting.
Mudah-mudahan apa-apa yang telah saya utarakan bermanfaat bagi Anda.
Semoga setelah membaca tulisan ini Anda tidak terusik lagi dengan pertanyaan Mau
kerja apa setelah lulus kuliah? dan mantap memutuskan karier sebagai penerjemah
dan penyunting profesional.
Pustaka Acuan
Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University
Press.
Eneste, Pamusuk. 1995. Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta: Obor.
Gardner, Howard. 2003. Kecerdasan Majemuk. Batam: Interaksara.
Hernowo. 2003. Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza. Bandung: Kaifa.
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Holt, Herman. 2000. How to Start and Run A Writing and Editing Business (Memulai
dan Mengelola Bisnis Penulisan dan Penyuntingan). Jakarta: Grasindo.
Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo.
Meutia, Sari. 2004. Editor dalam Harian Umum Republika, 7 Maret.
Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall.
Nida, Eugene A. and Charles R. Taber. 1974. The Theory and Practice of
Translation. Leiden: E. J. Brill.
Sugihastuti. 2006. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trim, Bambang. 2009. Taktis Menyunting Buku. Bandung: Maximalis.
www.multipleintelligencetheory.co.uk, diunduh pada 29 Mei 2014.
www.pbs.org, diunduh pada 29 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai