Keadilan Dan Bisnis
Keadilan Dan Bisnis
Oleh
Rizky Laras Safitri (1206252934)
Hanani (1206253672)
Nurul Astri Yunus (1206212552)
1. Hakikat Keadilan
Keadilan pertama kali didefinisikan oleh ahli hukum Roma yang
bernama Ulpianus secara singkat dalam bahasa Latin sebagai tribuere
cuique suum atau yang bisa diterjemahkan sebagai memberikan kepada
setiap orang apa yang menjadi haknya.
Ada tiga ciri khas yang terdapat dalam keadilan. Pertama, keadilan
tertuju pada orang lain. Tidak mungkin seseorang berbicara tentang keadilan
atau ketidakadilan terhadap dirinya sendiri. Maka, masalah keadilan atau
ketidakadilan hanya bisa timbul dalam konteks antar-manusia, sekurangkurangnya dua orang manusia.
Kedua, keadilan harus ditegakkan. Artinya, keadilan mengikat kita
sehingga kita mempunyai kewajiban, bukan sekedar mengharapkan atau
menganjurkan keadilan saja. Berkaitan dengan ciri pertama tadi, hal ini
dikarenakan keadilan berhubungan dengan hak orang lain. Kalau kita
memberikan sesuatu atas dasar keadilan, maka kita harus memberikannya.
Misalnya majikan membayar gaji pegawai, atau mengembalikan uang
pinjaman dari orang lain.
Ketiga, keadilan menuntut persamaan (equality). Kita harus
memberikan setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa terkecuali.
Misalnya seorang atasan memberikan gaji yang adil dan pantas untuk 1000
orang karyawannya, namun tidak untuk satu orang lainnya. Maka atasan
tersebut tidak berlaku adil, karena ia tidak memperlakukan semua
karyawannya secara sama.
a. Keadilan Legal
bidang
bisnis
dan
ekonomi,
mensyaratkan
suatu
pemerintahan yang juga adil, pemerintah yang tunduk dan taat pada aturan
keadilan dan bertindak berdasarkan aturan keadilan itu. Yang dibutuhkan
adalah apakah sistem sosial politik berfungsi sedemikian rupa hingga
memungkinkan distribusi ekonomi bisa berjalan baik untuk mencapai
suatu situasi sosial dan ekonomi yang bisa dianggap cukup adil. Sehingga
struktur sosial politik harus benar benar adil agar terciptanya keadilan.
3. Keadilan Distributif
Berdasarkan prinsip keadilan ala Aristoteles, setiap karyawan harus
digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita
lihat dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric.
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor,
kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam
masyarakat. Dengan mengesampingkan pembuktian matematis, jelaslah
bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan
barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga.
Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan
nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.
Pada teori keadilan Aristoteles, Adam Smith hanya menerima satu
konsep atau teori keadilan yaitu keadilan komutatif. Alasannyapertama
menurut Adam Smith, yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya
satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan,
keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak
dengan
orang
atau
pihak
lain.
Keadilan
yang
sesungguhnya
dalam
keadilan
komulatif.
Karena
keadilan
legal
2. Prinsip Non-Intervention
atau harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam
transaksi dagang didalam pasar.
Menurut Adam Smith, kalau suatu barang dijual dan dibeli pada
tingkat harga alamiah, itu berarti barang tersebut dijual dan dibeli pada
tingkat harga yang adil. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa harga
alamiah adalah harga yang adil karena pada tingkat harga itu para
produsen maupun konsumen sama-sama untung. Atau dengan kata lain,
harga yang dibayarkan konsumen cukup untuk menebus atau memulihkan
kembali beban yang telah dikeluarkan produsen (berupa biaya produksi).
Harga alamiah mengungkapkan kedudukan yang setara dan seimbang
antara produsen dan konsumen karena apa yang dikeluarkan masingmasing dapat kembali (produsen: dalam bentuk harga yang diterimanya,
konsumen: dalam bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai
tukar benar-benar terjadi. Namun, dalam kenyataannya konsumen tidak
membayar harga alamiah, melainkan harga pasar. Harga pasar ini tidak
selalu sama dengan harga alamiah. Harga pasar bisa sama, bisa diatas, tapi
bisa juga dibawah harga alamiah.
Menurut Adam Smith, dalam jangka panjang melalui mekanisme
pasar yang kompetitif, harga pasar akan berfluktuasi sedemikian rupa di
sekitar harga alamiah sehingga akan melahirkan sebuah titik ekuilibrium
yang menggambarkan kesetaraan posisi produsen dan konsumen. Jadi,
dalam jangka panjangkeadilan tukar ini masih akan tetap terwujud kendati
harga yang dibayar konsumen tidak selalu sama dengan harga alamiah. Ini
disebabkan, dalam jangka panjang, fluktuasi harga pasar di sekitar harga
alamiah itu menyebabkan pada satu situasi tertentu, ketika harga jauh
diatas harga alamiah, posisi produsen lebih menguntungkan dan
sebaliknya posisi konsumen lebih dirugikan. Pada situasi yang lain, posisi
ini terbalik, ketika harga pasar berada dibawah harga alamiah, yang berarti
konsumen diuntungkan dan sebaliknya posisi produsen lebih dirugikan.
Ketika harga pasar sama dengan harga alamiah, posisi keduanya setara.
Sehingga,
ada
sebuah
titik
ekuilibrium
yang
mengungkapkan
menguntungkan bagi yang berbakat, punya kemampuan, dan yang sudah kuat.
Pasar sebaliknya tidak menguntungkan bagi mereka yang lemah dan tak
berdaya.
Sebagai jalan keluar, menurut Rawls, sistem sosial harus diatur
sehingga pada akhirnya, berdasarkan peluang dan kebebasan yang sama bagi
semua, sistem sosial itu bekerja sedemikian rupa untuk menguntungkan
kelompok yang paling kurang berunutung. Atas dasar ini, Rawls lalu
mengajukan prinsip keadilan yang kedua, berupa Prinsip Perbedaan
(Difference Principle), yaitu bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus
diatur sedemikian rupa sehingga ketidaksamaan tersebut (1) menguntungkan
mereka yang paling kurang beruntung, dan (2) sesuai dengan tugas dan
kedudukan yang terbuka bagi semua dibawah kondisi persamaan kesempatan
yang sama.
Prinsip perbedaan ini mengatur supaya masyarakat diatur dengan adil,
tidak perlu semua orang mendapat hal-hal yang sama. Boleh saja ada
perbedaan dalam apa yang dibagi dalam masyarakat. Tetapi perbedaan itu
harus demikian rupa sehingga menguntungkan mereka yang minimal
beruntung. Misalnya, boleh dianggap adil saja, jika negara menyelenggarakan
kursus keterampilan untuk orang miskin atau memberikan tunjangan kepada
janda dan yatim piatu atau menyediakan fasilitas khusu untuk orang catat,
sedangkan kepada orang lain yang cukup mampu tidak diberikan apa-apa.
Dengan prinsip perbedaan ini Rawls sebenarnya meletakan landasan etis untuk
welfare state modern.
Dengan demikian menurut Rawls, jalan keluar utama untuk
memecahkan ketidakadilan distribus ekonomi oleh pasar adalah dengan
mengatur sistem dan struktur sosial agar terutama menguntungkan kelompok
yang tidak beruntung. Tujuan utama Rawls adalah mengurangi pengaruh
kondisi sosial dan nasib kodrati yang kebetulan atas distribusi kekayaan.
Bagi Rawls pengaturan harus dilakukan dalam kerangka pranata-pranata
politik dan legal yang mengatur kecenderungan umum peristiwa-peristiwa
ekonomi dan menjaga kondisi sosial yang niscaya bagi kesamaan peluang
yang fair.
b. Kritik atas Teori Rawls
Teori Rawls kendati sangat menarik dan dalam banyak hal efektif
memecahkan persoalan ketimpang dan kemiskinan ekonomi mendapat kritik
tajam dari segala arah khususnya menyangkut prinsip kedua, Prinsip
perbedaan. Kritik yang paling pokok adalah bahwa teori Rawls khususnya
prinsip perbedaan malah menimbulkan ketidakadilan baru :
1. Prinsip tersebut membenarkan ketidak adilan karena dengan prinsip tersebut
pemerintah dibenarkan untuk melanggar dan merampas hak pihak tertentu
untuk diberikan kepada pihak lain.
2. Yang lebih tidak adil lagi adalah bahwa kekayaan kelompok tertentu yang
diambil pemerintah tadi juga diberikan kepada kelompok yang menjadi tidak
beruntung atau miskin karena kesalahanya sendiri.
Dalam hal ini Rawls terlalu deterministik memastikan bahwa bakat dan
kemampuan alamiah seseorang dengan sendirinya menentukan lotre distribusi
kekayaan dalam pasar. Seakan bakat yang hebat dengan sendirinya membuat
orang tersebut unggul dan menjadi kaya. Tentu saja ada benarnya, namun
tidak dengan sendirinya akan seperti itu, karena bakat dan kemampuan hanya
menyumbang
sekian
persen
bagi
keberhasilan
seseorang
dalam
kehidupannya, termasuk dalam kehidupan ekonomi dan sosial. Dalam hal ini
Rawls tidak memberi tempat dan tidak memperhitungkan secara serius usaha,
ketekunan, kegigihan, jerih payah, keuletan, dan berarti kebebasan seseorang
dalam menjalankan kehidupannya terlepas dari bakat yang dimilikinya, dan
yang pada akhirnya bisa merubah hidupnya. Ini berarti prinsip perbedaan
justru memperlakukan secara tidak adil mereka yang dengan gigih, tekun,
displin dan kerja keras telah berhasil mengubah nasib hidupnya terlepas dari
bakat dan kemampuannya.
6. Teori Keadilan Distributif Robert Nozick
Menurut Nozick, kita memiliki sesuatu dengan adil, jika pemilikan itu
berasal dari keputusan bebas yang mempunyai hak. Disini ada tiga kemungkinan
yang menelurkan tiga prinsip. Pertama, prinsip original acquisition : kita
memperoleh sesuatu untuk pertama kali dengan memproduksi hal itu. Kedua,
prinsip transfer : kita memiliki sesuatu karena diberikan oleh orang lain. Ketiga,
prinsip rectification of injustice : kita mendapat kembali apa yang sebelumnya
dicuri dari kita, perumpamaannya.
Nozick mempunyai dua keberatan mendasar terhadap prinsip-prinsip
(material) keadilan distributif yang tradisional. Prinsip-prinsip ini bersifat
ahistoris dan mempunyai pola yang ditentukan sebelumnya (patterned). Dengan
memandang kedua keberatan ini kita dapat memahami posisi Nozick sendiri
dengan lebih baik. Ketiga prinsip Nozick tadi merupakan prinsip-prinsip historis,
artinya mereka tidak saja melihat hasil pembagian tetapi mereka juga
mempertanggungjawabkan proses itu sampai terjadi. Sedangkan prinsip-prinsip
tradisional (khususnya kebutuhan) bersifat ahistoris, karena tidak memerhatikan
bagaiman pembagian itu sampai terjadi. Itulah yang disebut endstate principles,
dimana menurut Nozick mereka memperhatikan keadaan terakhir dari suatu
proses yang barangkali panjang dan penuh dengan keputusan bebas dari pihakpihak bersangkutan. Keberatan ini berlaku juga untuk prinsip perbedaan dari
Rawls. Rawls hanya melihat aktual dari mereka yang minimal beruntung. Rawls
tidak memperhatikan mengapa mereka sampai terjerat kedalam keadaan itu. Bisa
juga mereka menjadi miskin karena kesalahan mereka sendiri, sebab
memboroskan segala harta milik dengan bermain judi (perumpaaannya).
Keberatan kedua adalah bahwa prinsip-prinsip tradisional menerapkan
pada pembagian barang suatu pola yang ditentukan sebelumnya. Prinsip-prinsip
itu semua bersifat patterned. Pola itu berbentuk Dari setiap orang menurut Xnya, kepada setiap orang menurut Y-nya, seperti misalnya prinsip dari Karl Marx.
Tetapi memaksa pola seperti itu berarti mengorbankan kebebasan. Supaya adil,
prinsip-prinsip berpola itu hanya bisa dipakai pada keadaan awal ketika semua
orang masih sama, tetapi tidak bisa dipakai lagi setelah para anggota masyarakat
memiliki harta milik yang berbeda-beda, akibat menjalani hak-haknya yang
legitim dengan bebas. Sepintas lalu rupanya prinsip-prinsip Rawls luput dari
keberatan kedua ini karena dirumuskan dalam posisi asali (original position),
ketika semua anggota masyarakat masih sama. Tetapi, menurut Nozick, prinsip
perbedaan Rawls terkena juga keberatan kedua ini, karena menurut pandangan
Rawls kita dalam posisi asali harus memihak pada mereka yang minimal
beruntung dan dengan demikian kebebasan dilanggar.
Kesimpulan dari Nozick adalah bawa keadilan ditegakkan, jika diakui
bakat-bakat dan sifat-sifat pribadi beserta segala konsekuensinya (seperti hasil
kerja) sebagai satu-satunya landasan hak (entitlement). Dapat dikatakan juga,
menurut Nozick :
Dari setiap orang sesuai dengan apa yang dipilihnya, kepada setiap orang
sesuai dengan apa yang dihasilkannya sendiri (barangkali dengan bantuan
orang lain berdasarkan kontrak) dan apa yang dipilih orang lain untuk
melakukan bagi dia dan memberikan kepada dia dari apa yang sebelumnya
(berdasarkan prinsip ini juga) diberikan kepada mereka sendiri dan belum
mereka habiskan atau alihkan kepada orang lain.
Atau dapat dirumuskan dengan lebih singkat : Dari setiap orang sebagaimana
mereka pilih, kepada setiap orang sebagaimana merea pilih
Sumber
Keraf, A Sony. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya bab 6. 1998. Jakarta :
Penerbit Kanisius
Bertens, K. Pengantar Etika Bisnis, Seri Filsafat Atmajay:21 bab 3. 2000.
Jakarta : Penerbit Kanisius.