Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo,2007).
Pengetahuan juga diperoleh dengan cara proses belajar. Belajar merupakan
suatu perubahan perilaku seseorang dalam situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalaman yang berulang terhadap situasi tersebut, asalkan perilaku tersebut
tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respons alami seseorang,
kematangan, atau keadaan sementara (Kaplan,2010).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Seseorang melakukan pekerjaan mental dan
menyimpan potong potongan informasi di dalam daya ingat untuk didapatkan
kembali disuatu waktu kemudian.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan,

yakni

Awareness,

Interest,

Evaluation,

Trial,

Adaption

(Notoatmodjo,2007).
Perubahan perilaku terhadap pemasangan infus dimulai dari mengetahui
infus terlebih dahulu (Awereness). Selanjutnya subjek mulai tertarik terhadap
pemasangan infus (Interest). Kemudian subjek meninbang- nimbang baik dan
tidaknya pemasangan infus (Evaluation), setelah itu subjek mulai mencoba
melaksanakan pemasangan infus (Trial), dan akhirnya subjek sudah berperilaku

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap pemasangan infus


(Adaptation).
Pengetahuan yang mencakup dalam domain kognifit mempunyai 6
tingkatan. Yaitu :
1. Tahu (Know).
2. Memahami (Comprehension)
3. Aplikasi (Aplication)
4. Analisis (Analysis)
5. Sintesis (Synthesis)
6. Evaluasi (Evaluation)
Pada tingkat pengetahuan Tahu (Know), merupakan tingkat pengetahuan
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Contohnya dapat mengetahui apa itu
infus, bagaimana memasang infus. Kemudian pada tingkat Memahami
(comprehension), pada tingkat ini kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang pemasangan infus yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tentang pemasangan infus secara benar. Misalnya dapat menjelaskan mengapa
harus dilakukan pemasangan infus.
Selanjutnya

Aplikasi

(Aplication),

merupakan

kemampuan

untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
Misalnya seorang dokter muda sudah mengetahui pemasangan infus pada pasien
yang dehidrasi, maka jika ada pasien yang mengalami dehidrasi dia akan langsung
melaksanakan pemasangan infus. Tahap selanjutnya adalah Analisis (Analysis),
yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen komponen,
tetapi masih dalam satu struktur, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Contohnya dapat membedakan ukuran jarum infus yang digunakan pada anak
anak dan dewasa.

Universitas Sumatera Utara

Kemudian kemampuan Sintesis (Synthesis), merupakan kemampuan untuk


meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Contohnya, dapat merencanakan tahapan pemasangan
infus sesuai dengan suatu teori yang telah ada. Terakhir Evaluasi (Evaluation),
merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi.
Misalnya dapat membandingkan keberhasilan pemasangan infus antara pasien
yang buruk pemasangan infusnya dengan yang bagus pemasangannya.
2.2. Praktik atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan factor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Sikap dokter muda yang mengerti terhadap pemasangan infuse harus mendapat
izin dari pasien, dan ada fasilitas pemasangan infus yang mudah dicapai, agar
dokter muda bias memasangkan infus pada pasiennya. Disamping faktor fasilitas
juga diperlukan factor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dokter muda
lain atau dokter senior sangat penting untuk mendukung bagaimana melakukan
pemasangan infus dengan benar (Notoatmodjo, 2007).
Tingkatan dalam praktik ada empat, yaitu Persepsi (Perception), Respon
Terpimpin

(Guided

Respons),

Mekanisme

(Mecanism),

dan

Adaptasi

(Adaptation). Pada tingkat Persepsi (Perception), merupakan mengenal dan


memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang dokter muda dapat
memilih peralatan-peralatan infus yang akan digunakan. Respon Terpimpin
(Guided Respons),merupakan melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
sesuai dengan contoh adalah indicator praktik tingkat dua. Misalnya, seorang
dokter muda dapat memasang infus dengan benar, mulai dari mempersiapkan
peralatan, memilih ukuran jarum, memasukkan intravena kateter, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya Mekanisme (Mecanism), apabila seseorang telah melakukan


sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang dokter
muda sudah terbiasa melaksanakan pemasangan infus pada keadaan tertentu,
tanpa menunggu perintah atau ajak orang lain. Terakhir Adaptasi (Adaptation),
adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya,
tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran
tindakannya tersebut. Misalnya, dokter muda dapat

memilih peralatan

pemasangan infus berdasarkan usia pasien (Notoatmodjo, 2007).

2.3. Pemasangan Infus


Melakukaan kanulasi vena perifer (pemasangan infus), merupakan
kemampuan dasar untuk semua dokter meskipun ini merupakan prosedur operasi
yang invasive yang paling sederhana untuk mengusainya diperlukan kemampuan
dan pengalaman (Scales,2005).
Kanulasi vena perifer (pemasangan infus) adalah memasukkan sebuah
tabung ke dalam saluran tubuh atau rongga, dilakukan untuk memberikan akses ke
sirkulasi untuk pemberian terapi jangka pendek (Scales, 2005). Pemasangan infus
digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak
sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk
metabolism, atau untuk memberikaan medikasi.
Obat yang diberikan secara intravena memasuki aliran darah secara
langsung dan diabsorbsi lebih cepat daripada pemberian obat lain. Karenanya obat
diberikan secara intravena bila diperlukan efek cepat, atau bila obat terlalu
mengiritasi jaringan tubuh bila diberikan dengan cara lain. Obat yang diberikan
dengan cara ini biasanya diberikan (diinfuskan) dengan perlahan untuk mencegah
reaksi (Rahayu,2005).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Indikasi Pemasangan Infus


Menurut Aryani (2009), keadaan keadaan yang umumnya memerlukan
pemasangan infus adalah :
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen
darah)
2. Trauma abdomen berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
3. Fraktur khusus di pelvis dan femur (kehilangan cairan tubuh dan komponen
darah)
4. Heat stroke (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi).
5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi).
6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
8. Dehidrasi.

2.3.2. Perlengkapan dan Peralatan


Perlengkapan dan peralatan yang umum diperlukan untuk terapi intravena
meliputi :

Sarung tangan non steril

Spuit 2ml

Jarum 25g

Lidocain 1% 5ml 1 ampul

Kapas alcohol

Tourniquet

Kassa steril

Plester

Abocath

Infuse set

Betadin

Botol infuse

Universitas Sumatera Utara

Bak spuit.
Setiap campuran intravena memerlukan label yang memuat informasi

berikut :
1. Nama pasien dan nomor identifikasi
2. Bahan tambahan, kekuatan dan jumlah
3. Larutan utama dan jumlah total
4. Kecepatan aliran, tanggal persiapan dan kadaluwarsa
5. Nama orang yang menyiapkan dan menggantung infuse
Setiap selang juga harus diberi label dengan informasi mengenai tanggal dan
waktu penggantungan dan nama inisial orang yang menggantung selang
(LaRocca, 1998).

2.3.3. Pemilihan Alat Pungsi Vena


Memilih kateter yang benar adalah penting untuk keberhasilan terapi. Jarum
kupu kupu digunakan pada situasi terbatas dan bersifat jangka pendek. Jarum ini
mudah dimasukkan tetapi mudah menyebabkan infiltrasi. Desain produk yang
lebih maju telah menghasilkan banyak pilihan pada kateter perifer yang pendek
dengan jarum di dalamnya. Perbedaan di antara bermacam macam kateter
meliputi sebagai berikut :
1. Ketebalan dinding kateter
Efek : kecepatan aliran
2. Ketajaman jarum
Efek : sedikit gangguan pada tehnik penusukan
3. Sifat kelunakan kateter
Efek : masa pemakaian kateter
4. Desain yang aman untuk mencegah cedera tertusuk jarum dan kontak
dengan darah
Efek : keamanan dalam pekerjaan
5. Jumlah lumen yang tersedia untuk infuse cairan yang simultan

Universitas Sumatera Utara

Efek : kemungkinan cairan yang tidak kompatibel dapat diberikan pada


waktu yang sama melalui jalur perifer yang sama bila kateter lumen ganda
dipilih.
Pertimbangan pertimbangan ketika memilih kateter adalah ukuran dan
kondisi vena yang dipilih, viskositas cairan yang akan diinfuskan, usia pasien, dan
lamanya terapi yang diperkirakan (LaRocca,1998).
Tabel 2.1 Ukuran Jarum Kateter dan Jumlah Alirannya.
Ukuran

Panjang

Warna

jarum

kateter (mm)

kateter

Laju aliran

Laju aliran

Laju aliran

ml/mnt

L/jam

ml/mnt

(H2O)

(H2O)

(darah)

22

25

Biru

42

2.5

24

20

32

Merah muda

67

4.0

41

18

32

Hijau

103

6.2

75

18

45

Hijau

103

6.2

63

16

45

Abu-abu

236

14.2

167

14

45

Jingga

270

16.2

215

Source: Scales K (2005) vascular acces : a guide to peripheral venous cannulation.


Nursing Standard. 19, 49, 48-52. Date of acceptance : June 13 2005.

2.3.4. Tempat Akses Kanulasi Vena Perifer


Banyak faktor untuk memilih tempat kanulasi vena perifer. Tempat insersi
pada ekstremitas menjadi kontraindikasi tempat kanulasi. Jika vena kelihatan
secara superficial maka akan mudah untuk melakukan kanulasi. Vena pada
ekstremitas atas termasuk dorsal dari tangan, lateral lengan dan daerah
antecubital, menjadi tempat yang paling sering untuk kanulasi. Biasanya, vena
daerah dorsal kaki dan vena saphena dapat digunakan ketika daerah ekstremitas
atas tidak bisa digunakan (Ortega,2009).

Universitas Sumatera Utara

Kebanyakan tenaga medis berusaha memasang kanulasi pada daerah yang


lebih distal kemudian jika tidak bisa dicoba daerah yang lebih proksimal. Vena
antecubital dan vena lengan atas dipilih untuk kateter caliber besar, khususnya
selama gawat darurat dan tindakan resusitasi cepat. Kanulasi vena perifer juga
bisa dilakukan pada vena jugularis eksterna, vena dinding dada bagian atas dan
vena pada kulit kepala jika tidak ada tempat lain untuk diakses (Ortega, 2009)..

2.3.5. Prosedur Pemasangan Infus.


Menurut Scales (2005), tahap-tahap pelaksanaan pemasangan infuse adalah
sebagai berikut :
1.

Letakkan pasien pada posisi yang nyaman, sebaiknya lengan pasien disangga
dengan bantal kecil.

2.

Identifikasi vena yang akan dikanulasi, vena daerah ante-cubital (punggung


tangan) kiri ( vena basilica atau vena cephalica).

3.

Cuci tangan dan gunakan sarung tangan non-steril (non-sterile gloves, CDC
2002)

4.

Pasang torniket pada lengan bagian proximal dari daerah vena yang akan
dikanulasi, nadi arteri radialis harus tetap teraba.

5.

Minta pasien untuk buka tutup genggaman tangan ( memperbesar pengisian


vena).

6.

Bersihkan bagian kulit dengan larutan chlorhexidine atau alcohol 70%,


biarkan sampai kering dan jangan raba atau sentuh lagi bagian tersebut.

7.

Buka iv-catheter yang sudah dipilih ukurannya, pegang dengan posisi bevel
stylet menghadap keatas.

8.

Pegang tangan pasien dengan tangan kiri, gunakan ibu jari menekan dan
fiksasi (untuk stabilisasi) distal vena yang akan dikanulasi

9.

Pegang iv-catheter sejajar

vena, dan membentuk sudut 100-300 dengan

permukaan kulit, lakukan insersi (tusukan). Bila iv-catheter sudah masuk


yang ditandai dengan adanya darah yang masuk kedalam chamber (flash

Universitas Sumatera Utara

back), kemudian datarkan iv-catheter untuk mencegah tertusuknya dinding


posterior dari vena, sorong masuk 1 mm.
10. Tarik stylet perlahan dan darah harus terlihat masuk kedalam iv-catheter, hal
ini memberi konfirmasi bahwa kanula berada dalam vena.
11. Sorong masuk iv-catheter kedalam vena dengan perlahan, bebaskan torniket,
masukkan stylet kedalam kantong sampah benda tajam.
12. Flush iv-catheter untuk memastikan patensi dan mudahnya penyuntikan tanpa
adanya rasa sakit, resistensi, dan timbulnya pembengkakan.
13. Fixasi iv-catheter dengan moisture-permeable transparent dressing ( supaya
bila ada phlebitis atau dislodge dapat terlihat)
14. Catat seluruh prosedur ini, termasuk alat-alat, tempat atau lokasi kanulasi,
operator, dan jumlah tusukan yang dilakukan.

2.3.6. Jenis Cairan Infus.


Jenis cairan infus dapat dibagi berdasarkan kelompoknya. Yaitu, jenis
kristaloid dan jenis koloid. Jenis kristaloid bersifat isotonic, maka efektif dalam
mengisi sejumlh volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah
dalam waktu singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Misalnya Ringer-laktat dan garam fisiologis. Sedangkan koloid, ukuran
molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya
hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah
albumin dan steroid (Aryani, 2009).

2.3.7. Komplikasi Pemasangan Infus.


Komplikasi yang paling umum yang timbul dari kanulasi intravena adalah
nyeri, memar, infeksi bakteri, ekstravasasi, flebitis, trombosis, emboli, dan
kerusakan saraf. Tehnik steril yang tepat dan seleksi dari ukuran kateter yang tepat
dapat mencegah komplikasi ini. Memastikan pemberian cairan yang tepat dan
memadai dapat mencegah komplikasi yang lebih serius dari trombosis dan emboli
(Ortega,2009).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai