Anda di halaman 1dari 17

Reumatoid Artritis

Agung Haryanto
102010207 (A7)
Pendahuluan
Rematik merupakan suatu penyakit sendi. Reumatologi sendiri mencakup penyakit
autoimun, arthritis dan kelainan musculoskeletal. Jenis, berat dan penyebaran penyakit
rematik dipengaruhi oleh bebrapa faktor resiko seperti faktor umur, jenis kelamin, genetik
dan faktor lingkungan. Pada makalah ini akan dibahas mengenai hal pengertian tentang
penyakit-penyakit muskuloskeletal yang difokuskan pada penyakit reumatoid arthritis,
etiologi penyakit, penyimpangan-penyimpangan fisiologi dari tubuh kita, diagnosis dan
penatalaksanaannya, juga hasil prognosis. Selain itu, makalah ini juga mengemukakan
pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menegakan diagnosis penyakit muskuloskeletal
khususnya reumatoid arthritis.

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510, No telp: (021) 56942061, Fax: (021) 5631731
E-mail: agung.fk16@yahoo.com

A. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yang profesional dan optimal.
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1.
2.
3.
4.
5.

Identitas pasien
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,

pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan
dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya. 1 Misalnya pada kasus dikatakan bahwa terdapat
keluhan nyeri pada jari-jari tangan dan kedua pergelangan tangan sudah berlangsung sejak 4
bulan yang lalu, serta jari-jari tangannya terasa kaku pada pagi hari sekitar 1 jam, disertai
nyeri bengkak pada sendi-sendinya.

B. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dapat dibagi dua, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Fisik.1
Inspeksi
Melihat perilaku bagaimana posisi sendi bagian yang terkena. Pembengkakan,
deformitas, atau asimetris, pengecilan otot di sekitar sendi, kemerahan kulit di
atasnya. Tentukan pola penyakit sendi, seperti sendi kecil atau besar, simetris atau
asimetris. Timbulnya pola khas dari keterlibatan sendi pada artritis utama.

Palpasi
Merasakan adanya panas dan tentukan apakah pembengkakan berupa: tulang
(nodus osteoartritis), cairan (efusi,sinovitis), jaringan. lokasi nyeri maksimum yang
ditunjukkan dengan tekanan langsung ringan/sedang memungkinkan menentukan
struktur mana yang terkena.
b. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai penunjang diagnosis. Bila diketemukan Anti
Nuclear Antibody (ANA), Faktor Reumatoid (RF) dan peningkatan C3 dan C4 maka
diagnosis AR menjadi lebih sempurna.

Biasanya ditemukan anemia ringan, Hb antara 7-10 g/dl disertai leukositosis yang
didominasi netrofil.

Trombositopenia terdapat pada tipe poliartritis dan sistemik, seringkali dipakai


sebagai petanda reaktifasi penyakit.

Peningkatan LED dan CRP, gammaglobulin dipakai sebagai tanda penyakit yang
aktif. Beberapa peneliti mengemukakan peningkatan IgM dan IgG sebagai petunjuk
aktifitas penyakit.

Faktor Reumatoid positif.

Anti-Nuclear Antibody (ANA) sering dijumpai pada AR. Kekerapannya lebih tinggi
pada penderita wanita muda dengan oligoartritis dengan komplikasi uveitis.
Pemeriksaan imunogenetik menunjukkan bahwa HLA B27 lebih sering pada tipe
oligoartritis yang kemudian menjadi spondilitis ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35
lebih sering ditemukan di Australia.

2. Pemerikasaan gambaran radiologik


Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang
berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi
tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel.

Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi


yang terkena.1,2

Gambar 1. Gambaran radiologis Rheumatoid Arthritis


C. Diagnosis
1. Working Diagnosis
Artritis Reumatoid
Artritis remaoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik
kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik klasik AR
adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki.
Selain lapisan synovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ di luar persendian seperti
kulit, jantung, paru-paru dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi
kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan dan adanya komorbiditas. Menentukan
diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progresifitas penyakit.
Metode terapi yang dipakai saat ini yaitu dengan pemberian DMARD sedini mungkin untuk
menghambat perburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi
destruksi sendi, deformirtas dan disabilitas.
Pada penelitian klinis, AR didiagnosis secara resmi tujuh kriteria dari American
College of Rheumatology. Pada penderita AR stadium awal, mungkin sulit menegakkan
diagnosis definitive dengan criteria tersebut. Pada kunjungan awal penderita harus ditanyakan
tentang derajat nyeri, durasi dari kekakuan, dan kelemahan serta keterbatasan fungsional.
Diagnosis AR ditegakkan bila terpenuhi 3 dari 6 kriteria. Susunan kriteria tersebut adalah
sebagai pada tabel berikut:
Tabel 1. Kriteria American College of Rheumatology untuk Artritis Reumatoid3
No. Kriteria

Definisi
4

Kaku pagi hari

Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya,

Artritis pada 3

sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal


Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi

daerah persendian

(bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi

atau lebih
Artritis pada

secara bersamaan yang diobservasi oleh dokter


Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian

persendian tangan
Artritis simetris

tangan seperti pada sendi: pergelangan tangan, MCP, PIP)


Keterlibatan sendi yang sama (keterlibatan PIP, MCP atau
MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat

Nodul reumatoid

simetris)
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh

Faktor reumatoid

seorang dokter
Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang

serum positif

diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang

Perubahan gambaran

dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa


Perubahan gambaran radiologis yang khas bagi artiritis

radiologis

reumatoid pada pemeriksaan sinar-x tangan posterior atau


pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah
yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis

saja tidak memenuhi persyaratan)


Keterangan :
PIP = Proximal Interphalangeal , MCP = Metacarpophalangeal , MTP = Metatarsophalangeal
3,4

2. Differential Diagnosis
Osteoartritis (OA)
Kelainan di sekitar rawan sendi tergantung pada sendi yang terkena, tetapi prinsipnya
adalah adanya tanda-tanda inflamasi sendi, perubahan fungsi dan struktur rawan sendi seperti
persambungan sendi yang tidak normal, gangguan fleksibilitas, pembesaran tulang serta
gangguan fleksi dan ekstensi, terjadinya instabilitas sendi, timbulnya krepitasi baik pada
gerakan aktif maupun pasif.
Adanya prediksi OA pada sendi-sendi yang

tertentu

(carpometacarpal

I,

metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha) adalah nyata sekali.
Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan , glenohumeral atau pergelangan kaki
jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai
sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering
5

terkena OA adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi,


khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi
tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal untuk gerakan-gerakan yang
mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tak mencukupi dan dengan demikian
lebih sering lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih
lama.
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak
banyak (<100cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan
sendi. Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut,
pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.3,5,6
Artritis Pirai (Artritis Gout)
Radang sendi pada stadium akut timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien
tidur tanpa gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat
berjalan. Yang biasanya bersifat monoartikuler keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa
hangat, merah dengan gejala sistematik berupa demam, menggigil dan merasa
lelah.Lokalisasi yang paling sering pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila
proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan / kaki, lutut dan
siku. Serangan akut ini dilukiskan oleh Sydenham sebagai : sembuh beberapa hari sampai
beberapa minggu, bila tidak diobati, rekuren yang multipel, interval antar serangan singkat
dan dapat mengenai beberapa sendi. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan
dapat hilang dalam beberapa jam atau hari.Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu.
Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnostik spesifik untuk gout.
Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, sehingga tes diagnostik ini kurang sensitif.
Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk
menegakkan diagnostik:
-. Riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1
-. Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas simptom
-. Resolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin
-. Hiperurisemia
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan.
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal.
6

3. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun, secara klinis hal ini tidak penting.
Pada gout, sendi akan berwarna kemerahan dan adanya pembengkakan yang bila
dibiopsi akan terdapat massa amorf urat dan giant cell proses peradangan yang disebut
sebagai tophus. Tophus yang terjadi pada pada kristaline arthritis biasanya terjadi pada lokasi
yang spesifik dan khas seperti cuping telinga, olekranon, metatarsophalangeal 1, tendon
achiles dan jari tangan.
Infeksius Artritis
Arthritis infeksi atau arthritis septic adalah infeksi dari satu atau lebih sendi-sendi
oleh mikroorganisme-mikroorganisme. Secara normal, sendi dilumasi dengan jumlah kecil
dari cairan yang disebut sebagai cairan synovial atau cairan sendi. Cairan sendi yang normal
steril dan jika dikeluarkan dan dikulturkan dalam laboratorium, tidak ada mikroba-mikroba
yang akan ditemukan. Namun pada arthritis infeksi, mikroba-mikroba dapat diidentifikasikan
dalam suatu cairan sendi yang terpengaruh.
Sumber infeksi pada artritis septik dapat melalui beberapa cara yaitu secara
hematogen, inokulasi langsung bakteri ke ruang sendi, infeksi pada jaringan musculoskeletal
sekitar sendi.Kebanyakan kasus artritis bakterial terjadi akibat penyebaran kuman secara
hematogen ke sinovium baik pada kondisi bakteremia transien maupun menetap. Penyebaran
secara hematogen ini terjadi pada 55% kasus dewasa dan 90% pada anak-anak.
Sumber bakterimia adalah :
- infeksi atau tindakan invasif pada kulit, saluran nafas, saluran kencing, rongga mulut,
- pemasangan kateter intravaskular termasuk pemasangan vena sentral, kateterisasi arteri
femoral perkutaneus
- injeksi obat intravenus
Kuman penyebab yang paling banyak adalah Staphylococcus aureus,Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus pyogenes merupakan kuman yang sering ditemukan dan sering
pada penderita penyakit autoimun, infeksi kulit sistemik, dan trauma. Pasien dengan riwayat
intra venous drug abuse (IVDA), usia ekstrim, imunokompromis sering terinfeksi oleh basil
gram negatif yang sering adalah Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli. Kuman
anaerob dapat juga sebagai penyebab hanya dalam jumlah kecil yang biasanya didapatkan
pada pasien DM dan pemakaian prostesis sendi.
Faktor predisposisi seseorang terkena arthritis septik adalah faktor sistemik seperti
usia ekstrim, arthritis rheumatoid, diabetes melitus, pemakaian obat imunosupresi, penyakit
hati, alkoholisme, penyakit hati kronik, malignansi, penyakit ginjal kronik, memakai obat
suntik, pasien hemodialisis, transplantasi organ dan faktor lokal seperti sendi prostetik,
infeksi kulit, operasi sendi, trauma sendi,osteoartritis.
7

Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal pada
sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang lingkup gerak
sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan saja. Demam dilaporkan 60-80%
kasus, biasanya demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih
dari 390C. Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat
maupun dengan gerakan aktif maupun pasif. Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail
mencakup faktor predisposisi, mencari sumber bakterimia yang transien atau menetap
(infeksi kulit, pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya tindakan invasive, pemakai obat
suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik yang mengenai sendi atau adanya
trauma sendi.
Sendi-sendi yang paling umum terpengaruh adalah sendi-sendi besar, seperti sendi
lutut, sendi pinggul, pergelangan kaki, dan siku-siku tangan. Artritis septic poliartikular, yang
khasnya melibatkan dua atau tiga sendi terjadi pada 10%-20% kasus dan sering dihubungkan
dengan artritis reumatoid. Bila terjadi demam dan flare pada artritis reumatoid maka perlu
dipikirkan kemungkinan artritis septik.
Pada pemeriksaan fisik sendi ditemukan tanda-tanda eritema, pembengkakan (90%
kasus), hangat, dan nyeri tekan yang merupakan tanda penting untuk mendiaganosis infeksi.
Efusi biasanya sangat jelas/banyak, dan berhubungan dengan keterbatasan ruang lingkup
gerak sendi baik aktif maupun pasif. Tetapi tanda ini menjadi kurang jelas bila infeksi
mengenai sendi tulang belakang, panggul, dan sendi bahu.3,5
Diagnosis arthritis infeksi tergantung pada kombinasi pengujian laboratorium yang
pengambilan sampelnya diamati dengan cermat dan pemeriksaan fisik dari sendi yang
terkena. Perlu diketahui bahwa infeksi arthritis dapat hidup berdampingan dengan bentukbentuk arthritis lain sperti gout, demam rematik, lyme desease, atau gangguan lain yang dapat
menyebabkan kombinasi nyeri dan demam. Dalam pengujian laboratorium, perlu dilakukan
uji cairan sendi. Cairan dari sendi yang terinfeksi keruh dan berair. Jumlah sel biasanya
menunjukkan sel darah putih yang tinggi yaitu >100.000sel/mm 3 atau proporsi neutrofil lebih
besar dari 90% menunjukkan arthritis infeksi.
Prognosis tergantung pada pengobatan antibiotic ysng tepat dan drainase dari sendi
yang terinfeksi . sekitar 70% dari pasien akan sembuh tanpa kerusakan sendi permanen.
Namun banyak yang berkembang menjadi osteoarthritis atau cacat sendi. Anak-anak dengan
sendi pinggul yang terinfeksi kadang-kadang mengalami kerusakan pada growth plate. Jika
pengobatan tertunda, arthritis infeksi memiliki tingkat kematian antara 5% dan 30% karena
syok septic dan gagal pernafasan.

D. Etiologi
1. Faktor genetik
Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Hubungan gen HLA
- DRB 1 dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non
HLA juga berhubungan dengan AR. Faktor genetik yang juga berperan penting dalam terapi
AR karena aktivitas enzim untuk metabolisme metotreksat dan azatioprin ditentukan oleh
faktor genetik. Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya
AR lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1
atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sekitar 80%.
2. Hormon sex
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki sehingga diduga hormon
sex berperanan dalam perkembangan penyakit ini.
3. Faktor infeksi
Beberapa virus dan bakteri juga diduga berperan dalam timbulnya AR seperti seperti
Mycoplasma, Parvovirus b19, Retrovirus, Enteric bacteria, Mycobacteria.
4. Protein Heat Shock ( HSP )
HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon
terhadap stress.
5. Faktor resiko
Faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR antara lain jenis kelamin
perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan salisilat dan
merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari mungkin juga beresiko. Makanan
tinggi vitamin D, konsumsi teh, dan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan resiko.
Tiga dari empat perempuan yang menderita AR mengalami perbaikan gejala yang bermakna
selama kehamilan dan biasanya akan kambuh kembali setelah melahirkan.3
Manifestasi klinis

Biasanya pasien menyadari hal ini pertama kalinya pada jari-jari tangannya. Pada
tahap awal biasanya jarang terjadi pembengkakan sendi, dan pembengkakan ini baru terlihat
beberapa bulan setelah timbul rasa nyeri dan kaku. Sendi yang paling sering diserang pada
RA adalah sendi pergelangan tangan dan pangkal sendi buku jari tangan. Meskipun demikian,
sendi-sendi lain di tubuh juga bisa terkena yaitu sendi leher, bahu, siku, pinggul, lutut,
pergelangan kaki, dan sendi-sendi kecil di buku-buku jari kaki. Namun demikian, terkadang
hanya satu sendi saja yang terserang, sehingga RA ini sering disalah artikan sebagai penyakit
radang sendi lain seperti penyakit gout atau infeksi sendi.
Secara umum dapat disimpulkan gejala RA meliputi sendi meradang, hangat,
bengkak, kemerahan dan sangat sakit. Bisa terjadi pada banyak sendi dan simetris, yaitu
menyerang bagian kanan dan kiri tubuh. Merasa kaku pada pagi hari. Selain itu gejala
sistemiknya adalah demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan anemia.
Jika anda merasakan gejala tersebut di atas, ada baiknya anda langsung memeriksakannya ke
dokter untuk memperoleh diagnosis yang lebih tepat. Diagnosis penyakit RA didasarkan pada
gejala atau gambaran penyakit, pemeriksaan laboratorium dan radiologis.
RA dapat menyerang siapa saja. Dari usia anak-anak sampai dewasa dan semua jenis
etnik. Namun, terutama menyerang dewasa muda sampai usia pertengahan. Penyakit ini
jumlahnya 3-5 kali lipat lebih banyak diderita oleh perempuan ketimbang laki-laki. Walaupun
dapat terjadi pada semua jenis etnik, prevalensi terjadi di Indonesia rendah. Meskipun
demikian, RA merupakan penyakit yang sangat progresif dan paling sering menyebabkan
kecacatan, disabilitas, handicap, dan dapat menurunkan kualitas hidup. Bila tidak segera
diobati, dalam jangka waktu 2-3 tahun akan terjadi kecacatan. Keadaan penyakit RA semakin
lama akan semakin parah, dan dapat sampai merusak sendi secara total, sehingga sendi tidak
dapat digerakkan lagi dan mengakibatkan kecacatan. Penderita RA tidak dapat bebas
bergerak karena merasakan kaku dan nyeri di persendian dan pada umumnya tidak mampu
melakukan kegiatan fisik sehingga menyebabkan penderitaan berkepanjangan dan
menurunnya kualitas hidup. Peradangan sendi pada RA mengakibatkan sendi menjadi
bengkak, sakit, kaku, dan merah meradang.5

10

Gambar 2. Peradangan sendi pada RA


E. Patofisiologi
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial
setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi
daerah perivaskular dan terjadi prolilerasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi
neovaskularisasi pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau selsel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami
inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. pannus menginvasi dan merusak rawan
sendi dan tulang. Berbagai macarn sitokin, interleukin, proteinase dan Faktor pertumbuhan
dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik. 3,6,7
Peranan sel T
Induksi respon sel T pada artritis reumatoid di awali oleh interaksi antara reseptor sel
T dengan share epirope dari major histocompatibility complex class II (MHCII-SE) dan peptida
pada antigen-presenting cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan

(accessory)

yang diekspresikan oleh APC antara lain 1CAM-1 (mtracellular adhesion molucle-1)
(CD54), OX40L (CD252), inducible costimulator (ICOS) ligans (CD275), B7-1(CD80)
dan B7-2 (CD86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatan dengan lymphocyte functionassociated antigen (LFA)1 (CD11a/CD18),OX40 (CD134), ICOS (CD278), and CD28.
Fibroblast-like synoviocytes (FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalam
presentasi antigen dan mempunyai moiekul tambahan sepertl LFA-3 (CD58) dan ALCAM
(activated leukocyte cell adhesion molecule) (CD 166J yang berinteraksi dengan sel T yang
mengekspresikan CD2 dan CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming growth factor-beta
(TGF-P) kebanyakan berasal dari APC aktif, signal pada sel ThI7 menginduksi pengeluaran
11

11-17. IL-I7 mempunyai efek independen dan sinergistik dengan sitokin proinflamasi lainnya
(TTVF-a dan IL-iP) pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin, produksi
metaloproteinase, ekspresi ligan RANK/RANK (CD265/CD254), dan osteoklastogenesis.
Interaksi CD40L (CD 154} dengan CD40 juga mengakibatkan aktivasi monosit/ makrofag
(Mo/Mac) sinovial, FLS, dan sel B. Walaupun pada kebanyakan penderita AR didapatkan
adanya sel T regulator CD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam
mengontrol inflamasi dan mungkin di non-aktifkan olehTNF-a sinovial. IL-10 banyak
didapatkan pada cairan sinovial tetapi cfeknya pada regulasi Th 17 belum diketahui.
Ekspresi molekul tambahan pada sel Th 17 yang tampak pada> Gambar 4 adalah perkiraan
berdasarkan ekspresi yang ditemukan pada populasi sel T hewan coba. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk menetukan struktur tersebut pada subset sel Th 17 pada
sinovium manusia. 3,6,7
Peran sel B
Peran sel B dalam imunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti, meskipun
sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari keterlibatan sel B.
Keterlibatan sel B dalam patogenesis AR diduga melalui mekanisme sebagai berikut:
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang penting untuk
clonal expansion dan fungsi efektordari selTCD4+.
2. Sel B dalam membran sinovial AR juga memproduksi skokin proinflamasi scperti TNF-a
dan kemokin.
3. Membran sinovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi faktor reumatoid
(RF). AR dengan RF positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit artikular
yang lebih agresif, mempunyai prevalensi manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi
dan angka morbilita dan mortalitas yang lebih tinggi.
4. aktifitas sel B dianggap sebagai komponen kunci dalam patogenesis AR. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat bergantung kepada adanya sel B. 3,6
F. Epidemiologi
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,51%. Prevalensi yang tinggi di dapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-masing
sebesar 5,3% dan 6,8 %. Prevalensi AR di India dan di negara barat kurang lebih sama yaitu
sekitar 0,75%. Sedangkan di China , Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%
baik di daerah urban maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah
12

mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban.
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk usia diatas 40 tahun
mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6 % di daerah
kabupaten. Di poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus baru RA
merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007
didapatkan sebanyak 203 kasus RA dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang
(15,1%). Prevalensi RA lebih banyak pada perempuan dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi
pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade
keempat dan kelima.3
G. Penatalaksanaan
Secara medika mentosa :
1. Pemberian obat-obat Anti Inflamasi Non Streoid (AINS).
2. Pemberian obat golongan DMARD (Disease Modifying Arthritis Rheumatoid
Drugs).
3. Pemberian glukokortikoid.

Secara non medika mentosa :


Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa,
suplementasi asam lemak esensial, terapi spa, dan latihan menunjukkan hasil yang baik.
Pemberian suplemen minyak ikan bisa digunakan sebagai NSAID sparing agents pada
penderita AR. Memberikan edukasi dan perawatan multidisiplin dalam perawatan penderita
bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal, akupuntur, dan splinting
belum didapatkan bukti yang meyakinkan. Jika penderita semakin parah dan tak dapat diatasi
maka dapat dilakukan pembedahan.3,4,8
H. Prognosis
Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor fungsional yang
rendah, status sosioekonomi rendah, tingkat pendidikan, ada riwayat keluarga dekat
menderita AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan penyakit,
RF ataun anti CCP positif, ada perubahan radiologist pada awal penyakit, ada nodul
rheumatoid/manifestasi ekstraartikuler lainnya. Sebanyak 30% penderita AR dengan
manifestasi penyakit berat tidak berhasil memenuhi kriteria ACR 20 walaupun sudah
13

mendapat berbagai macam terapi. Sedangkan penderita dengan penyakit lebih ringan
memberikan respon yang baik dan terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Linqvist dkk pada
penderita AR yang mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya peningkatan angka
mortalitas pada 8 tahun pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan
penyebab kematian pada penderita AR dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6.
Tetapi hasil ini mungkin akan menurun setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.
I. Komplikasi
Meskipun rheumatoid arthritis yang paling sering mempengaruhi sendi, ini adalah
penyakit seluruh tubuh. Hal ini dapat mempengaruhi banyak organ dan sistem tubuh
selain sendi. Oleh karena itu, rheumatoid arthritis adalah kadang-kadang disebut sebagai
penyakit sistemik.

Muskuloskeletal struktur: Kerusakan pada otot-otot sekitar sendi dapat menyebabkan


atrofi (menyusut dan melemah). Hal ini paling umum di tangan. Atrofi mungkin juga
hasil dari tidak menggunakan otot, biasanya karena sakit atau bengkak. Kerusakan
pada tulang dan tendon dapat menyebabkan deformitas, terutama tangan dan kaki.
Osteoporosis dan carpal tunnel syndrome adalah komplikasi umum lainnya
rheumatoid arthritis.

Kulit: Banyak orang dengan bentuk nodul rheumatoid arthritis kecil pada atau dekat
sendi yang terlihat di bawah kulit. Ini rheumatoid nodules yang paling terlihat di
bawah kulit pada daerah tulang yang melekat ketika sendi adalah tertekuk. Daerah
keunguan pada kulit ( purpura ) disebabkan oleh pendarahan ke dalam kulit dari
pembuluh darah yang rusak oleh rheumatoid arthritis. Kerusakan pada pembuluh
darah disebut vaskulitis , dan lesi ini vasculitic juga dapat menyebabkan ulkus kulit.

Hati: Kumpulan cairan di sekitar jantung dari peradangan tidak jarang di rheumatoid
arthritis. Ini biasanya hanya menyebabkan gejala ringan, jika ada, tetapi bisa sangat
parah. Arthritis-terkait peradangan arthritis dapat mempengaruhi otot jantung, yang
katup jantung, atau pembuluh darah jantung ( arteri koroner ).

Paru: Rheumatoid arthritis efek 'pada paru-paru dapat mengambil beberapa bentuk.
Cairan dapat mengumpulkan sekitar satu atau kedua paru-paru dan disebut sebagai
pleuritis. Kurang sering, jaringan paru-paru dapat menjadi kaku atau ditumbuhi, yang

14

disebut sebagai fibrosis paru. Semua efek ini dapat memiliki efek negatif pada
pernapasan.

Saluran pencernaan: Saluran pencernaan biasanya tidak dipengaruhi langsung oleh


rheumatoid arthritis. Mulut kering, terkait dengan sindrom Sjgren, adalah gejala
yang paling umum dari keterlibatan gastrointestinal. Komplikasi pencernaan lebih
mungkin disebabkan oleh obat yang digunakan untuk mengobati kondisi, seperti
gastritis (radang lambung) atau tukak lambung disebabkan oleh terapi NSAID. Setiap
bagian dari saluran pencernaan bisa menjadi meradang jika pasien mengembangkan
vaskulitis, tapi ini jarang. Jika hati adalah terlibat (10%), mungkin menjadi membesar
dan menyebabkan rasa tidak nyaman di perut.

Ginjal: Ginjal biasanya tidak langsung dipengaruhi oleh rheumatoid arthritis. Masalah
ginjal pada rheumatoid arthritis yang lebih mungkin disebabkan oleh obat yang
digunakan untuk mengobati kondisi tersebut.

Pembuluh darah: Peradangan dari pembuluh darah dapat menyebabkan masalah di


organ mana saja tetapi yang paling umum di kulit, di mana mereka muncul sebagai
purpura borok atau kulit.

Darah: Anemia atau "darah rendah" adalah komplikasi umum dari rheumatoid
arthritis. Anemia berarti bahwa Anda memiliki jumlah rendah abnormal dari sel darah
merah dan sel-sel yang rendah hemoglobin , substansi yang membawa oksigen ke
seluruh tubuh. (Anemia memiliki penyebab yang berbeda dan tidak berarti unik untuk
rheumatoid arthritis.) Sebuah jumlah sel darah putih rendah (leukopenia) dapat terjadi
dari sindrom Felty, sebuah komplikasi dari rheumatoid arthritis yang juga ditandai
dengan pembesaran limpa.

Sistem saraf: The kelainan dan kerusakan sendi pada rheumatoid arthritis sering
mengakibatkan penjeratan saraf. Carpal tunnel syndrome adalah salah satu contoh ini.
Jebakan dapat merusak saraf dan dapat menyebabkan konsekuensi serius.

Mata: Mata sering menjadi kering dan / atau meradang di rheumatoid arthritis. Ini
disebut sindrom Sjgren. Tingkat keparahan kondisi ini tergantung pada bagian mana
dari mata yang terkena. Ada banyak komplikasi mata lain dari rheumatoid arthritis
yang sering memerlukan perhatian dokter mata. 3,9

15

KESIMPULAN
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang
proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita Artritis Reumatoid seringkali
datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik. Baisanya
gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat
badan, nyeri, dan kaku sendi. Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai
menimbulkan kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala
deformitas/cacat yang menetap. Selain itu karena penyakit ini bersifat kronis dan sering
kambuh, maka penderita akan mengalami penurunan produktivitas pekerjaan karena gejala
dan keluhan yang timbul menyebabkan gangguan aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas
hidup menderita.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.
2. Isselbecher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrisons principle of
internal medicine. 15th Ed. USA: McGraw Hill;2001.p. 1928-37.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Interna publishing 2009.
4. I Nyoman S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Artritis reumatoid. Edisi V. Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; 2009.h.2495-511.
5. Robbins. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7.Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.cetakan 1: 2007. Hal 862-864.
16

6. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit dalam.


Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.
7. Carter, Michael A.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : Buku kedokteran EGC. Cetakan 1: 2006. Hal.1385-1406.
8. Sulistia, Gunawan, Setiabudy R. Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi
5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2009.
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Jilid 1. Jakarta: Media aesculapius FKUI 2001.

17

Anda mungkin juga menyukai