Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIALE
A.

DEFINISI
Asma bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible
dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchiale adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan

B.

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan
terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma
ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

C.

Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh: makanan dan obat-obatan
3.
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
D.

Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin,zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas
menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E.

Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk,
dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala
tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada
malam hari.

I. DATA DASAR PENGKAJIAN

Aktivitas / istirahat
Gx : keletihan. kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, ketidakmampuan untuk tidur, tidur dalam posisi
fowler, dispnea saat istirahat.

Tanda : keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum


Sirkulasi
Gx : pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : peningkatan TD, takikardi, disritmia, distensi vena leher, BJ redup,
warna kulit / membran mukosa normal / abu-abu, sianosis, kuku
tabuh dan sianosis perifer, pucat anemia.
Integritas ego
Gx : peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup
Tanda : ansietas, ketakutan, peka rangsang
Makanan dan cairan
Gx : ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan, penurunan BB
Tanda : turgor kulit jelek, edema, berkeringat, penurunan BB, penurunan masa
otot, hepatomegali
Higiene
Gx : penurunan kemampuan, peningkatan kebutuhan bantuan ADL
Tanda : kebersihan jelek, bau badan
Pernapasan
Gx :
napas pendek bila bekerja, dada terasa tertekan, tidak mampu
untuk bernapas
episode batuk hilang timbul
riwayat pneumoni berulang, terpanjang pada polusi kimia /
iritan pernapasan dalam jangka waktu panjang (debu)
penggunaan O2 pada malam hari / terus-menerus.

Tanda :
pernapasan : cepat, lambat, fase ekspirasi memanjang,
bernapas dengan mulut
penggunaan otot bantu pernapasan
dada hiperinflasi, gerakan diafragma minimal
bunyi napas : pola ekspirasi yang memanjang, wheezing yang
menyeluruh, bunyi napas melemah.
perkusi : pekak (konsolidasi, cairan, mukosa), kesulitan bicara
warna : pucat, sianosis bibir dan dasar kuku, abu-abu, warna
merah (bronk pink- puffer warna kulit normal), meskipun pertukaran gas
tidak normal, RR cepat

Keamanan
Gx : riwayat reaksi alergi, infeksi berulang.

Seksualitas
Gx : penurunan libido.

Interaksi sosial
Gx : hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan
lingkungan dari orang terdekat, penyakit kronis

Tanda : ketidakmampuan untuk mempertahankan suara, keterbatasan


mobilitas fisik

Psikologi
Gx : presipitasi, sulit bernapas, sulit tidur
Tanda : sikap/respon individu terhadap sakit : stress, cemas
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen thorax : - hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma
- hasil normal selama periode remisi
2. Tes fungsi paru
- dengan spirometri/ peak flowmeter untuk menentukan adanya obstruksi jalan
napas
- volume residu/VR meningkat > 1200 ml
- kapasitas inspirasi menurun < 3600 ml
- TLC mengalami peningkatan
- FEV / FVC ( Rasio Volume Ekspirasi lewat dengan kapasitas vital kuat)
menurun pada asma
3. GDA : - Pa CO2 normal/meningkat : 35 95 mmHg
- Pa O2 menurun : < 80 100 mmHg
- pH normal/asidosis : 7,35 7,45
4. Sputum : terutama eusinofil spiral Chrusman dan Careot Leyden
5. EKG : defiasi aksis ke kanan dan peninggian gelombang P
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, batuk produktif.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi/hambatan jalan
napas oleh spasme bronkhus.
3.
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan jalan napas.
4.
Perubahan pola tidur berhubungan dengan hiperkapnea, hipoksemia.
5.
Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosa, pencegahan dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.
INTERVENSI
Dx 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, batuk efektif

Batasan Karakteristik
Mayor : - batuk tak efektif/tak ada batuk
- ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas
Minor : - bunyi napas abnormal
- frekuensi irama, kedalaman pernapasan abnormal

Tujuan
Jalan napas klien efektif.

Kriteria Hasil
Klien dapat memelihara jalan napas dengan tanda-tanda :
1. Kecepatan, ritme dan kedalaman napas normal. (frekuensi pernapasan normal
16 24 kali / menit)
2. Suara napas bersih secara timbal balik.
3. Kulit, kuku, bibir dan daun telinga berwarna merah muda untuk kulit terang
atau warna normal untuk kulit gelap.
4. Dapat meludah secara efektif
5. Dapat melakukan latihan bernapas dalam dan batuk efektif setiap 2 jam.

Intervensi Mandiri
1. Kaji dan catat keadaan pernapasan klien termasuk kecepatan ritme napas,
suara napas, pengembangan dada penggunaan otot tambahan, penggunaan
bibir untuk bernapas, warna kulit, warna kekentalan dan kualitas sputum, gas
arteri dan nadi.
Rasional : Pengkajian dan catatan pernapasan menyediakan data dasar untuk
mengevaluasi keberhasilan intervensi.
2. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat.
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah
pengeluaran. Penggunaan cairan hangat mempermudah pengeluaran.
3. Memelihara secara adekuat kelembapan udara respirasi. Gunakan ruangan
yang sesuai dengan penyakit klien atau oksigen sesuai dengan indikasi.
Rasional : Kelembapan yang adekuat mencegah pengeringan saluran napas
dan mencegah bertambahnya masalah.
4. Instruksikan individu untuk melakukan metoda batuk efektif yang tepat :
a.
napas sedalam dan selambat mungkin sementara duduk setegak
mungkin
b.
gunakan pernapasan diafragma
c.
tahan napas selama 3 sampai 5 detik kemudian hembuskan secara
perlahan sebanyak pernapasan ini jika mungkin melalui mulut (rangka iga
bawah dan abdomen harus turun)
d.
ambil napas kedua, tahan dan batukkan dengan kuat dari dada (bukan
dari belakang mulut atau tenggorok), gunakan dua batuk pendek yang
benar-benar kuat.
Rasional : Napas dapat memperluas lapisan di paru dan menggerakkan sekret.
5. Bila klien luka, tutup luka selama melakukan napas dalam dan batuk.
Rasional : menutup luka mendukung dan mengurangi rasa nyeri, hal ini
mempermudah melakukan napas dalam batuk.
6. Bantu klien untuk mengambil atau mengatur posisi yang tepat ketika bernapas
dan batuk (contohnya posisi semi fowler/fowler).
Rasional : Posisi semi fowler/fowler menjadikan pengembangan dada secara
maksimal untuk ventilasi
7. Lanjutkan dengan penyuluhan kesehatan dengan penguatan hal-hal yang
penting dalam perawatan, misalnya nebulizer.

Rasional : Instruksi yang tepat memungkinkan klien mengikuti secara adekuat


sesuai dengan aturan) di rumah.
8. Berikan terapi tambahan seperti perkusi, drainase postural, alat-alat penunjang
keperawatan, suction O2, spirometer intensif, nebulizer. Jelaskan prosedur
secara tepat pada klien.
Rasional : Terapi tambahan yang mungkin perlu untuk pergerakan sekret
menyediakan pembinaan yang tepat pada klien sebelum memulai tindakan
dapat mengurangi kecemasan dan peningkatan pengontrolan perasaan klien.

Intervensi Kolaborasi
Sediakan analgesik, mukolitik, kodein, produk destrome, Torfan (Bexlin DM,
Comtrex, Novahistine) bila timbul nyeri sebelum bernapas dan batuk.
Rasional : Analgesik untuk mengontrol nyeri dan menjadikan partisipasi optimal
dan aktivitas yang efektif. Mukolitik untuk mencairkan sputum agar mudah
dikeluarkan.
Dx. 2 : Kerusakan pertukaran gas (ventilasi ) berhubungan dengan
obstruksi/hambatan jalan napas oleh spasme brokhus.

Batasan Karakteristik
Mayor : - dispnea saat melakukan aktifitas
Minor : - konfusi/agitasi
kecenderungan untuk mengambil posisi tiga titik (duduk, satu
tangan pada setiap lutut, condong ke depan).
napas dengan bibir dengan fase ekspirasi yang lama
lethargi dan keletihan
peningkatan tahanan vaskuler paru
penurunan mobilitas lambung
menurunnya isi oksigen, saturasi oksigen, meningkatnya Pa
CO2, yang dianalisa gas darah, misalnya : sianosis.

Tujuan
Klien akan mengalami perbaikan pertukaran gas (O2 dan CO2 ) secara aktual.

Kriteria Hasil
1. Klien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.
2. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi
3. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.

Intervensi Mandiri :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot tambahan,
napas bibir, ketidakmampuan berbicara.
Rasional : Berguna dalam evakuasi derajat distress pernapasan dan/atau
kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan/napas bibir sesuai kebutuhan.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja
napas.

3. Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.


Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat
disekitar bibir/daun telinga).
4. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
Rasional : Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara/area
konsolidasi.
6. Palpasi fremitas.
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau
udara terjebak.
7. Awasi tingkat kesadaran, selidiki adanya perubahan.
Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
8. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem.
Rasional : Selama distress pernapasan akut, pasien secara total tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
9. Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardi, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Intervensi Kolaborasi
1. Lakukan tes GDA dan berikan O2 tambahan sesuai dengan hasil GDA dan
toleransi pasien.
Rasional : Pa CO2 biasanya meningkat dan Pa O2 menurun. Pemberian
oksigen mencegah memburuknya hipoksia.
2. Berikan bronkodilaor
Rasional : Untuk melebarkan bronkus sehingga mempermudah untuk
bernapas.
Dx 3 : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan jalan napas.

Batasan karakteristik :

Mayor : perubahan dalam frekuensi/pola


pernapasan
perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas)

Minor : - ortopnea
takipnea, hiperapnea, hiperventilasi
pernapasan disritmik
pernapasan sukar/berhati-hati

Tujuan
Membuat/mempertahankan pola napas efektif dan tidak ada
retraksi/penggunaan otot aksesori, sianosis atau tanda lain, hipoksia
saturasi O2 dalam batas ( 95 % ).

Kriteria Hasil

1. Klien akan dapat membentuk pola pernapasan yang normal dan efektif yang
ditandai dengan :
a.
pernapasan normal (16 24 kali/menit)
b.
pernapasan tanpa kesulitan (menggunakan otot tambahan)
c.
tidak ada sianosis
d.
gas arteri normal
e.
dapat beraktivitas sehari-hari tanpa napas pendek.
2. Klien akan mengatakan faktor penyebab , karena dengan pengetahuan
penyebab maka klien akan berpartisipasi dalam upaya perbaikan pola napas
sesuai kemampuan.

Intervensi Mandiri
1. Kaji pernapasan klien.
Rasional : Pengkajian pada pola pernapasan klien.
2. Periksa faktor penyebab (seperti : kecemasan, nyeri, kelelahan, penurunan
energi).
Rasional : Pengetahuan tentang penyebab yang mempengaruhi pemilihan
intervensi keperawatan.
3. Lakukan pengukuran untuk menurunkan faktor konstribusi.
a.
Jika nyeri terjadi tiba-tiba
sediakan analgesik sesuai jadwal
posisikan klien
berikan pengukuran kenyamanan yang tepat
Rasional : Nyeri dan posisi yang salah menyebabkan hiperventilasi. Jadwal
pemberian analgesik dapat mendukung pola respirasi secara optimal.
b.
Jika terjadi kecemasan/ketakutan
tinggallah dengan klien
anjurkan klien untuk konsentrasi dan ajari klien teknik
relaksasi.
Rasional : Kecemasan dan ketakutan dapat menyebabkan hiperventilasi.
Pengendalian napas secara sadar dan teknik relaksasi dapat mengurangi
kecemasan.
4. Laksanakan pengobatan sesuai perintah (seperti : pemberian ekspektorant,
bronkodilator).
Rasional : Pengobatan dapat meningkatkan ventilasi dan saluran udara.
5. Kaji toleransi aktivitas klien dan kemampuan untuk melakukan ADL, berikan
bantuan jika diperlukan.
Rasional : Pola napas tak efektif menyebabkan perubahan toleransi aktivitas
klien.
6. Rencanakan perawatan untuk periode masa istirahat yang adekuat.
Rasional : Waktu/periode istirahat membantu menghemat energi klien.
Dx 4 : Perubahan pola tidur berhubungan dengan hiperkapnea, hipoksemia

Batasan Karakteristik

Mayor : kesukaran untuk tidur/terlelap

Minor : - keletihan waktu bangun/sepanjang hari


tidur sejenak sepanjang hari
agitasi
perubahan suasana hati.

Tujuan
Klien akan terbebas dari gangguan tidur dengan ditandai terpenuhinya kebutuhan
tidur pasien.

Kriteria Hasil
Klien akan :
menggambarkan faktor yang mencegah/menghambat tidur
melaporkan keseimbangan optimal dari istirahat dan aktivitas
mengidentifikasikan teknik untuk menginduksi tidur.

Intervensi Mandiri
1. Kurangi kebisingan.
Rasional : Mengurangi rasa tidak nyaman klien sehingga klien bisa tidur.
2. Atur prosedur untuk memberikan jumlah terkecil gangguan selama periode
tidur.
Rasional : Gangguan pada saat klien tidur menyebabkan klien mengalami
kesulitan untuk memulai tidur lagi.
3. Jika berkemih sepanjang malam mengganggu, batasi masukan cairan waktu
malam dan berkemih sebelum berbaring.
Rasional : Dengan membatasi masukan cairan maka frekuensi berkemih akan
berkurang dan tidur pasien tidak akan banyak terganggu.
4. Tetapkan bersama individu suatu jadwal untuk program aktivitas sepanjang
waktu (jalan, terapi fisik).
Rasional : Dengan adanya jadwal beraktivitas maka akan membuat perasaan
menjadi segar sehingga tidur tidak terganggu karena adanya perasaan yang
kurang enak.
5. Jelaskan pada individu dan orang terdekat penyebab gangguan tidur/istirahat
dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.
a.
hindari alkohol
b.
pertahankan waktu tidur teratur dan waktu bangun
c.
menyusun rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur.
Rasional : Alkohol mempunyai efek yang negatif (misalnya : mimpi yang
buruk, sering terbangun). Dengan waktu tidur dan waktu bangun yang disertai
relaksasi sebelum tidur dapat meningkatkan kenyamanan.

Dx 5 : Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosa, pencegahan dan


pengobatan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.

Batasan Karakteristik
Mayor : - mengungkapkan kurang pengetahuan/keterampilan/permintaan
informasi
- mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan
- melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan

10

Minor : - kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas


sehari-hari.
- perubahan psikologis (misalnya : ansietas, depresi) mengakibatkan
kesalahan informasi/kurang informasi.

Tujuan
Pasien mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap penyakit.

Kriteria Hasil
pasien mampu memahami kondisi, proses penyakit dan
pengobatan
pasien melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.

Intervensi
1. Berikan komunikasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan
ansietas dan masalah berlebihan
2. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif/latihan pernapasan.
Rasional : Menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps
jalan napas kecil dan mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum
meningkatkan toleransi aktivitas kekuatan otot dan rasa sehat.
3. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit. Dorong pasien/keluarga untuk
menanyakan pertanyaan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi
pada rencana pengobatan.
4. Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
Rasional : Obat yang banyak sekaligus mempunyai efek samping hampir
sama dengan potensial reaksi obat.

DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : FK UI.
Brunner & Suddart (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) Rencana Asuhan
Keperawatan, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume 1,
Jakarta : EGC.

11

Price, S & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit, Jakarta : EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai