orang tersebut sebagai buruh biasa. Tetapi sedikit calon pemegang saham itu berkurang,
terlibat pelacuran dan perjudian
Dalam kutipan di atas, Tirto mampu menguasai atau menghegemoni orang-orang untuk
dijadikan buruhnya dengan sebuah imbalan saham setelah tanah mereka serahkan untuk
pendirian pabrik. Merekapun mau dianjurkan untuk pindah ke dekat lokasi kompleks
pelacuran dan akan dijadikan sebagai buruh biasa. Seiring berjalanya waktu, para buruh
terlibat pelacuran dan perjudian. Moral mereka hancur, banyak calon pemegang saham
dipecat karena terlibat prilaku negative tersebut.
Ia merasa diludahi. Ia merasa telah cukup menahan diri terhadap Dringgo, mengingat
keluarganya yang menderita. Lewat Ilyas sering sekali ia meberikan sumbangan agar
keluarga yang termasuk melarat itu dapat diselamatkan. Karena, kalau ada buruh yang
terlalu miskin, akan berbahaya untuk semangat kerja buruh-buruh lainya. Ia lupa
memikirkan bahwa mungkin saja sumbangan itu tak pernah sampai. Ia hanya merasa
diperlakuakan tidak adil
Tirtoatmojo sesungguhnya telah memberikan sumbangan kepada keluarga Dringgo yang
miskin namun tetap dengan kepentingan pabrik karena jika ada keluarga buruh yang miskin
maka akan mengganggu semangat kerja buruh yang lainya. Akan tetapi Dringgo justru
membrontak padanya. Tirto merasa dihina dengan semua itu.
Jadi saudara-saudara, kata Joni, saya harap dapat mengerti sekarang bahwa
kepentingan saya adalah kepentingan saudara-saudara. Kita sama-sama bekepentingan
agar pabrik ini maju pesat. Saudarasaudara jangan merisaukan soal saham. Saya dan Ilyas
akan mengaturnya. Mudah-mudahan bulan depan saham-saham tersebut sudah dapat
dibagi sehingga kita bersama-sama adalah pemilik. Sehingga semua bekerja dengan
tanggung jawab. Tidak seperti selama ini, maaf, saudara-saudara bekerja hanya sekedar
sesuai dengan apa yang saudara dapatkan....
Joni mengumpulkan orang-orang hendak menjelaskan kepentingan dia. Ia menjelaskan
bahwa kepentingan dia adalah kepentingan orang-orang itu juga. Melalui janji saham Joni
kembali melakukan hegemoni terhadap buruh agar mau melaksanakan keinginannya
Berdasarkan pembacaan pada novel Pabrik dan analisis yang dilakukan, novel ini
sangat dipengaruhi oleh latar belakang penulis yang pada saat penulisannya banyak
berinteraksi dengan kaum buruh. Sesungguhnya simbol pabrik yang dibahas pada novel ini
bukan hanya semata-mata bangunan pabrik yang real, namun secara tidak langsung
menjelaskan pula realitas kehidupan masyarakat di lingkungan manapun yang notabene
selalu terdapat segmentasi kelas. Kemudian Putu Wijaya juga mengangkat problem hegemoni
yang dilakukan oleh pemilik pabrik sebagai penguasa terhadap buruh-buruhnya tersebut
sebagai konflik antar kelas yang saling berbeda kepentingan. Namun pada bagian akhir dari
novel ini, alur cerita seperti belum selesai sehingga masih membuka peluang praduga para
pembacanya.
Daftar Bacaan:
Wijaya, Putu. Pabrik. 2005. PT. Kompas Media Nusantara: Jakarta
Catatan Kuliah Filsafat Ideologi