. . 3
. .
.
.
.
. ,
Alhamdulillah, kembali Allah SWT mempertemukan kita di tempat yang mulia ini dalam
rangka mentazhimkan syiar agamaNya. Bertakbir mengagungkan asmaNya, ruku sujud
bertaqarrub serta bersyukur atas segala karuniaNya, kemudian akan dilanjutkan dengan
menyembelih kurban, sebagai manifestasi ketaatan terhadap perintahNya, meneladani
RasulNya serta memperingati peristiwa pengorbanan khalilullah Nabi Ibrahim dan Ismail
alaihimassalam.
Sesungguhnya ada hubungan yang kuat antara pelaksanaan shalat iedul adha,
penyembelihan qurban, dengan eksistensi kita bahkan masa depan kita sebagai umat
beriman. Sebagaimana digambarkan dalam Surah al Kautsar:
INNA ATHAINAKA AL KAUTSARA
FASHALLI LIRABBIKA WANHAR
INNA SYANI-AKA HUWAL ABTAR
Surat Al Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman. Betapa
Allah SWT yang Maha Rahman telah memuliakan junjunan alam Muhammad saw
dengan pelbagai karunia al kautsar. Yaitu: al khairul katsir (kebaikan yang banyak), al
Islam, al Quran, katsratu al ummah, al itsar, dan rifatul dzikri di dunia ini kemudian
telaga al Kautsar di akhirat kelak. Itu semua sudah Allah karuniakan kepada nabi kita
Muhammad saw. Sedang bagi kita selaku ummat beliau, semua itu merupakan busyra
kabar gembira, bahwa jika kita memenuhi syaratNya maka semua karunia itu pun
disediakan bagi kita. Syaratnya hanya dua saja, yaitu menunaikan shalat karena thaatan
wa taqarruban, dan menyembelih binatang nahar karena syukran atas nikmat Allah
yang tak terhitung satuan maupun jumlahnya. Dengan memperbanyak shalat yang juga
bermakna doa dan banyak berkorban (tadlhiyah), nikmat dan karunia dari Allah tidak
akan pernah berkurang bagi yang melaksanakannya. Justeru dengan jalan itu, karunia
Ilahi akan terus ditambahkan sepanjang jalan shalat dan pengorbanan. Jalan yang
memastikan masa depan yang menjanjikan kebaikan, kemajuan dan kebahagiaan.
1
) .
.(
Artinya: Hati-hati dengan sifat kikir. Sebab sesungguhnya kehancuran umat sebelum
kalian diakibatkan kekikiran, sifat kikir telah mendorong mereka untuk berlaku pelit,
lalu mendorong mereka untuk memutus silaturahim dan akhirnya telah mendorong
mereka melakukan kejahatan.
-
Demikian agungnya makna serta pahala udlhiyah, tadlhiyah sebagai wujud pengorbanan
untuk memajukan hidup sekaligus mendekatkan diri kepada Allah. Menumbuh
kembangkan spirit pengorbanan merupakan bagian mendasar dalam rangka pembentukan
karakter masyarakat dan bangsa yang beradab. Seorang pemimpin sejati akan lebih kuat
tarikannya pada kekitaan untuk memikirkan masyarakatnya daripada tarikan pada ke
akuan untuk semata memikirkan kepentingan diri sendiri. Untuk kemaslahatan kita
pemimpin rela mengorbankan akunya jika diperlukan. Demikian halnya dengan
negarawan, menempatkan akunya dalam ke kitaaan. Itulah yang dicontohkan oleh
baginda Rasulullah saw, sebagai sosok pemimpin yang datang dari kita min anfusikum,
penuh perhatian pada kita azizun alaihi ma anittum, selalu konsen kepada
kepentingan kita harishun alaikum, dan secara adil/proporsional memberi kasih
sayangnya kepada semua bil mukminina raufurrahim.
Allahu Akbar 3 X walillahilhamd
Namun apa yang kita saksikan dewasa ini. Jiwa pengorbanan pada banyak kalangan telah
digeser oleh semangat atau nafsu mengorbankan orang lain. Bahkan sebetulnya bukan
orang lain, tapi saudara sebangsa bahkan seprofesi dan seinstitusi. Perhatikan saja
kemelut di ranah hukum, dimana para oknum melibatkan tiga lembaga hukum di
Republik ini. Perang terbuka di media massa makin membuat rakyat prihatin tetapi juga
bingung. Kasus besar yang di-blow up, menggelinding makin ruwet bagai gulungan
benang kusut. Analisis secara yuridis dan sosiologis tidak mampu membawa peta
masalah makin terang benderang.
Hanya satu pisau analisis yang mampu memosisikan dan memahami masalah yang ada
secara mendasar dan tepat. Yaitu analisis mental dan moral manusia. Secara mental ada
kerusakan yang serius, yaitu hilangnya kejujuran al shidqu, dan diputusnya ketertautan
antara apa yang diperbuat di dunia ini dengan kesadaran terhadap negeri akhirat. Dengan
absennya kejujuran maka yang menggantikannya adalah kedustaan al kadzibu.
Bermula dari dusta antar personal kemudian berkembang menjadi kedustaan publik
bahkan bisa merambah jadi kedustaan institusional. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi
orang yang mau mengakui kesalahan malah justeru menyalahkan pihak lain, dan ujungujungnya mengorbankan pihak lain demi membela akuisme personal atau egoisme
lembaga. Pada alur ini cara-cara rekayasa, penjebakan, pengerdilan dan boleh jadi
kriminalisasi menjadi pilihan yang dijalani.
Dalam konteks ini Rasulullah saw telah memberikan peringatan dengan sabdanya:
Hati-hati dengan dusta, sebab dusta akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan
dosa akan menyeret ke naraka. Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat
dan dituliskan sebagai pendusta (Riwayat Muslim)
Maasyiral muslimin rahimakumullah
Egoisme bermula dari ketidak pedulian terhadap sesama, kemudian demi untuk
memenangkan diri atau paling banter kolega chemistrinya maka orang menjadi tidak ragu
untuk melakukan kedustaan yang tentu saja merugikan/menzhalimi orang lain.
Berikutnya orang akan menutupi kebohongan pertama dengan kebohongan-kebohongan
4
alaihimassalam, dan untuk belajar berempati terhadap saudara-saudara kita yang kurang
mampu.
Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang
punya semangat berkorban. Berkat ruhul badzli wal tadlhiyah wal mujahadah/spirit
berbagi, berkorban dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergensi
dan disegani dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gensi ummat
ini dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan
keluarga kita.
Doa:
...
...
...