Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 2008, mutilasi seolah menjadi suatu fenomena dalam tindak
pidana pembunuhan di wilayah Indonesia. Di wilayah Ibukota Negara sendiri
berdasarkan catatan Kepolisian Daerah Metro Jaya selama tahun 2008 kasus
pembunuhan disertai mutilasi di daerah Metro Jaya menjadi kasus paling
menonjol dibandingkan pada tahun 2007 dan menjadi salah satu angka
kejahatan yang paling tinggi kenaikannya pada tahun 2008, yaitu meningkat
menjadi 78 kasus atau 16,41 % dari tahun 2007 yang berjumlah 67 kasus .
Salah satu tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi yang menarik
perhatian pada tahun 2008 adalah pembunuhan disertai mutilasi yang dilakukan
oleh Very Idham Heryansyah alias Ryan, terhadap korbannya Heri Santoso yang
setelah penyelidikan lebih lanjut juga melakukan pembunuhan berantai dengan
korban

11

orang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Dalam konteks kriminologi dan psikologi kriminal, mutilasi (mutilate) adalah
pembunuhan dengan cara memisah-misahkan mayat korban . Sementara
Pengertian mutilasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses
atau tindakan memotong-motong (biasanya) tubuh manusia atau hewan.

Landasan hukum
Pada dasarnya penegakan hukum pidana Indonesia banyak ditentukan oleh
asas legalitas, dimana terdapat suatu perumusan delik yang diundangundangkan. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menjelaskan kepada kita
bahwa tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yang terlebih dulu
menyebut perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat
suatu hukuman atas delik tersebut . Berkaitan dengan ini, secara yuridis tindak
pidana adalah segala tingkah laku manusia yang bertentangan dengan hukum
dan dapat dipidana, yang diatur dalam hukum pidana. Pada kasus yang akan
dibahas disini, tindakan mutilasi dilakukan setelah tindak pidana pokok yaitu
pembunuhan dilakukan, salah satunya untuk menghilangkan jejak atas tindak
pidana pembunuhan tersebut.
Tindak pidana pembunuhan telah diatur sebagai kejahatan terhadap nyawa
yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven) dalam KUHP, yang terdiri dari,
pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag, Pasal 338), pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului dengan tindak pidana lain (Pasal 339).
Pembunuhan disertai mutilasi bila dilihat dari perbuatan pelaku pembunuhan
dapat dikenakan Pasal 338 KUHP. Namun jika tersedia waktu antara niat dan
perbuatan sehingga memberikan kesempatan untuk berpikir tentang cara
pelaksanaan pembunuhan, maka berlaku Pasal 340 KUHP.

Proses identifikasi

a. Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukanidentitas
1

seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana

maupun perdata. Menentukan


identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya

3
4

kekeliruan dapat berakibat fatal dalam


proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,

jenazah yang rusak , membusuk,


hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan

banyak korban meninggal,


serta potongan tubuh manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga

berperan dalam berbagai kasus lain


seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang

yang dipastikan bila paling


sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).

b. Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi)


Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan jaringan berasal dari
manusia atau hewan.Bilamana berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-potongan
tersebut dari satu tubuh. Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, dan
keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, serta cara pemotongan
tubuh yang mengalami mutilasi. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari
manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara
makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi
presipitin). Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemriksaan makroskopik dan harus
diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks
wanita, seperti Drumstick pada leukosit dan badan Barr pada sel epitel serta jaringan otot.

Anda mungkin juga menyukai