TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Menyusui
Menyusui adalah proses pemberian ASI pada bayi oleh ibu dan merupakan
kondisi alamiah yang dialami oleh wanita setelah melahirkan bayi. Masa
menyusui merupakan masa yang sangat membahagiakan bagi ibu dan bayi. Pada
saat bayi menghisap ASI melalui putting susu, rasa kehangatan dan kasih sayang
akan tercurah kepada si buah hati (Krisnatuti & Hastoro, 2000).
2.1.1
Komposisi ASI
Menurut Suraatmaja (1997), komposisi ASI tidak konstan dan tidak sama
dari waktu ke waktu. Ada beberapa yang mempengaruhi komposisi ASI antara
lain adalah stadium laktasi, ras, diit ibu dan keadaan gizi.
Berdasarkan stadium laktasi, ASI dapat digolongkan ke dalam tiga
kelompok, (Suraatmaja, 1997), yaitu :
a.
Kolostrum
Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-kuningan yang
pertama kali disekresikan oleh kelenjar payudara sampai hari ketiga atau keempat.
Komposisi dari kolostrum dari hari ke hari selalu berubah. Kolostrum
mengandung protein, antibodi, karbohidrat, mineral dan vitamin. Volume
kolostrum berkisar 150-300 ml/24 jam.
b.
ASI peralihan disekresikan dari hari keempat sampai hari kesepuluh dari masa
laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI peralihan dapat
diproduksi sampai minggu kelima. ASI peralihan mengandung protein yang lebih
rendah dibandingkan dengan kolostrum, tetapi kandungan karbohidr dan lemak
lebih tinggi dari pada kolostrum.
c.
komposisinya relatif konstan, tetapi ada yang menyatakan bahwa komposisi ASI
relatif konstan mulai minggu ketiga sampai minggu kelima. Kondisi ini akan
berlangsung sampai bayi erumur 2-3 tahun.
2.1.2
Volume ASI
Seiring dengan bertambahnya umur bayi, volume ASI yang diproduksi
ml. Sedangkan pada bulan keempat meningkat menjadi 750-800 ml. Kemudian
akan menurun atau berkurang tergantung isapan bayi.
2.1.3
a.
b.
dibutuhkan oleh bayi. Hindari makanan olahan, dan makanan cepat saji dalam
jumlah yang banyak, karena makanan tersebut mengandung garam lebih banyak
dari yang dibutuhkan.
Ibu menyusui sangat membutuhkan cairan agar dapat menghasilkan air
susu dengan cepat, hampir 90 % air susu ibu terdiri dari air. Minumlah delapan
gelas air perhari, atau lebih jika udara panas, banyak berkeringat dan demam.
Terlalu banyak minum lebih dari 12 gelas perhari juga tidak baik karena dapat
menurunkan pembentukan air susu. Waktu minum yang paling baik adalah pada
saat bayi sedang menyusu atau sebelumnya, sehingga cairan yang diminum bayi
dapat diganti (Asmi, 1997).
2.1.4
Pola Makan
Menurut Krisnatuti dan Hastoro (2000), masa menyusui memberikan
protein, vitamin, mineral, serat, dan air. Pola makan juga harus diatur secara
rasional. Ibu yang sebelum menyusui makan tiga kali sehari, selama menyusui
frekwensi makan harus di tambah. Selain memperlancar produksi ASI, juga untuk
mempercepat proses pemulihan kesehatan ibu setelah persalinan (Krisnatuti &
Hastoro, 2000).
2.1.5
dikonsumsi digunakan untuk aktivitas dan metabolisme dalam tubuh. Bila ibu
tidak memperoleh makanan dengan gizi yang seimbang dapat mengakibatkan ibu
kekurangan gizi dan kekurangan darah atau anemia (Burns, 2000)
Keadaan gizi ibu pada masa menyusui juga sangat berpengaruh terhadap
produksi dan kualitas ASI. Ibu dengan gizi kurang akan memberikan ASI dengan
jumlah yang menurun yaitu pada enam bulan pertama berkisar antara 500-700 ml,
enam bulan kedua menurun antara 400-600 ml sampai pada tahun ke II menjadi
300-400 ml (Asmi, 1997).
2.2
Sosial
2.2.1
Defenisi Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), sosial adalah berkenaaan
Faktor-faktor Sosial
Anderson dalam muzaham (1995) menyebutkan faktor-faktor sosial itu
meliputi pendidika dan suku bangsa. Gottlieb (1983) dalam Kuntjoro (2002)
menambahkan dukungan sosial sebagai salah satu faktor sosial. Dengan
mengadopsi pendapat Anderson dan Gottlieb tersebut maka faktor-faktor sosial itu
adalah pendidikan, suku bangsa dan dukungan sosial.
a.
Pendidikan
Pendidikan berarti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik
Dukungan Sosial
Sebagai makhuk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang
sosial sebagai info verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah
laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dalam subjek di dalam
lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya. Menurut Rook & Dooley (1985) sumber dukungan sosial ada dua
yaitu natural dan artifisial. Sumber dukungan sosial yang natural berasal dari
oang-orang yang ada di sekitarnya misalnya dukungan keluarga, teman dekat atau
relasi (Kuntjoro, 2002).
c.
Suku
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa dengan
2.3
Budaya
2.3.1
Defenisi Budaya
Kata budaya berasal dari kata budh dalam bahasa Sanskerta yang berarti
akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhayah (majemuk), sehingga
budaya diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada juga pendapat
yang mengatakan bahwa budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal
yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti
perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga budaya diartikan sebagai
hasil dari akal dan ikhtiar manusia (Widyosiswoyo, 2004).
Pemilihan defenisi budaya yang tepat sangat sukar karena begitu banyak
orang yang mendefenisikannya. Menurut Ki Hajar Dewantara, budaya berarti
buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua
pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan
bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran
dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang pada lahirnya besifat tertib dan damai. Alisyahbana mengatakan bahwa
budaya manifestasi dari cara berpikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu
sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan dapat
diungkapkan pada basis dan cara berpikir, termasuk di dalamnya perasaan karena
perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.
Menurut Koentjoroningrat budaya berarti keseluruhan gagasan dan karya
manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi
pekerti. Sedangkan Kroeber dan Kluckhohn di dalam bukunya yang berjudul
Faktor-faktor Budaya
Menurut Kluckhohn dalam Widyosiswoyo (2004), ada beberapa faktor
dalam kebudayaaan universal yaitu sistem religi dan keyakinan, sistem organisasi
kemasyarakatan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan,
sistem pengetahuan, bahasa serta kesenian. Menurut Anderson (Muzaham, 2004),
salah satu faktor budaya tersebut di atas yaitu sistem pengetahuan dikategorikan
sebagai faktor sosial. Sehingga faktor-faktor budaya sesuai dengan yang telah
disebutkan di atas kecuali sistem pengetahuan.
a.
religious. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap
bahwa di atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha besar
d.
pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang
sesuatu yang erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu
alat. Dengan alat-alat ciptaan itu manusia dapat lebih mampu mencukupi
kebutuhannya dari pada hewan (Widyosiswoyo, 2004).
e.
Bahasa
Merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia
Kesenian
Merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia
dapat mencukupi kebutuhan fisiknya maka manusia perlu dan selalu mencari
pemuasuntuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Manusia semata-mata tidak hanya
memenuhi kebutuhan isi perut saja, tetapi mereka perlu juga pandangan mata
yang indah serta suara yang merdu. Semuanya dapat dipenuhi melalui kesenian.
Kesenian ditempatkan sebagai faktor terakhir karena beberapa sebelumnya pada
umumnya harus dipenuhi terlebih dahulu (Widyosiswoyo, 2004).
2.4
Pendidikan
Pengetahuan tentang gizi sangat mempengaruhi ibu dalam menata menu
2.4.2
Dukungan Sosial
Menurut Rook & Dooley (1985), sumber dukungan sosial salah satunya
2.4.3
2.4.4
Suku
Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan latar belakang etnis, suku dan tata
kehidupan sosial yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini telah memberikan
suatu formulasi struktur sosial masyarakat yang turut mempengaruhi menu
makanan maupun pola makan. Banyak sekali penemuan para ahli sosiolog dan
ahli gizi menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan terhadap proses
terjadinya kebiasaan makan dan bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang
menimbulkan berbagai masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan
secara baik oleh kita yang mengkonsumsinya. Sebagai contoh : bahwa suku Jawa
makanan pokoknya akan berbeda dengan orang Timor atau pendek kata bahwa
setiap suku-etnis yang ada pasti mempunyai makanan pokoknya tersediri. Selain
itu, ada juga beberapa suku yang memantang makanan tertentu seperti di Jawa
Timur pantangan makanan bagi ibu menyusui adalah telur karena dapat
menyebabkan perdarahan dan di Kalimantan Tengah, beberapa jenis ikan tertentu
dianggap dapat menyebabkan bau amis pada ASI sehingga mengakibatkan bayi
sakit perut (Yayuk dkk, 2004). Keragaman dan keunikan budaya yang dimiliki
oleh suatu etnitas masyarakat tertentu merupakan wujud dari gagasan, rasa,
tindakan dan karya sangat menjiwai aktivitas keseharian baik itu dalam tatanan
sosial, teknis maupun ekonomi telah turut membentuk karakter fisik makanan,
seperti menu, pola dan bahan dasar (Beny, 2008).