Anda di halaman 1dari 15

SARI KEPUSTAKAAN

KELAINAN PADA SKROTUM

Oleh
Yuzana Tiarasia
H1A010018

SMF BEDAH TERINTEGRASI RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU
BENGKULU
2014
BAB I

PENDAHULUAN
Skrotum adalah suatu kantong eksternal tipis yang berupa kulit yang membungkus
testis dan terdiri dari dua kompartemen. Setiap kompartemen mengandung satu dari dua
testis, yaitu suatu kelenjar yang memproduksi sperma dan satu epididimis yaitu suatu
tempat dimana sperma disimpan. Fungsi utama skrotum adalah melindungi testis dan
menjaga testis tetap pada suhu 1-8o C dibawah suhu normal tubuh (37o C). 1,2
Kondisi patologis yang timbul pada skrotum akan sangat mungkin menyebabkan
gangguan dalam proses reproduksi laki-laki seperti infertilitas dan disfungsi ereksi jika
kelainan tersebut tidak ditangani dengan baik. Bahkan kematian jaringan testis juga
dapat terjadi yang akan mengakibatkan testis harus dibuang untuk selamanya. Kelainan
yang terkait dengan skrotum sangat beragam yang bisa ditemukan saat lahir (kelainan
kongenital) maupun kelainan yang didapat. Kelainan yang sering terjadi antara lain
adalah hidrokel, epididimitis, torsio testis, orchitis, tumor testis, varikokel, ruptur testis,
neoplasia, lesi kistik dan abses skrotum.3
Hidrokel adalah lesi massa skrotum yang jinak yang paling sering terjadi.
Sedangkan lesi intraskrotal yang sering terjadi adalah epididimitis yang terkait dengan
efek massa dan nyeri. Varikokel atau dilatasi vena pada pleksus pampiniformis dan vena
spermatika interna merupakan massa tersering yang timbul dari spermatic cord.3
Untuk mengetahui perbedaan massa skrotum yang solid atau kistik diperlukan USG
Color Doppler atau transluminasi skrotum. Massa solid memberi kesan neoplasia dan
biasanya dilakukan orchiectomy radikal. Sedangkan massa kistik adalah atipikal untuk
malignansi dan pengobatan yang dapat dilakukan adalah mulai dari observasi hingga
pembedahan eksisi jika massa berukuran besar dan simptomatik. Epididimitis dan
terkait dengan kondisi inflamasi pada skrotum biasanya diobati dengan pengobatan
antibiotik, antiinflamasi, analgesik dan terapi suportif termasuk heating pads dan elevasi
skrotum.2,3
Berdasarkan penjelasan diatas, maka kelainan pada skrotum sangat penting untuk
dapat dikenali dan didiagnosis serta ditangani segera dalam praktik sehari-hari sehingga
efek yang ditimbulkan seperti infertilitas nantinya dapat dengan cepat dihindari.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi1,3


Skrotum dalam sistem reproduksi laki-laki merupakan suatu kantong eksternal tipis
yang berupa kulit dan otot yang membungkus testis yang terletak di antara penis dan
anus serta di depan perineum. Skrotum terdiri dari dua kompartemen atau dua lobus.
Setiap kompartemen mengandung satu dari dua testis, yaitu suatu kelenjar yang
memproduksi sperma dan terdiri dari satu epididimis yaitu suatu tempat dimana
sperma disimpan. Di antara dua lobus skrotum dibatasi oleh sekat yang berupa
jaringan ikat dan otot polos (otot dartos). Otot dartos ini berfungsi untuk
menggerakkan skrotum sehingga dapat mengkerut dan mengendur (kontraksi dan
relaksasi). Di dalam skrotum juga terdapat serat serat otot yang berasal dari
penerusan orot lurik dinding perut yang disebut otot cremaster. Pada skrotum
manusia dan beberapa mamalia bisa terdapat rambut pubis.
Vaskularisasi testis berasal dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika
interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cabang dari arteri
vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal
sebagai verikokel.
Fungsi utama skrotum adalah melindungi testis dan menjaga testis tetap pada
suhu 1-8o C dibawah suhu normal tubuh (37o C). Skrotum terletak menonjol dari
dinding tubuh dan akan berkontraksi pada keadaan dingin, saat olahraga atau
terdapat rangsangan seksual. Sedangkan pada suhu yang hangat skrotum akan
membesar dan mengendur. Ketika kontraksi, skrotum akan menyimpan panas
sedangkan ketika relaksasi skrotum akan menjadi lembut dan memanjang sehingga
memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang berefek pendinginan.

Gambar 1. Anatomi sistem reproduksi laki-laki

B. Kelainan Pada Skrotum


1. Hidrokel2
Hidrokel adalah kumpulan cairan serosa yang disekresi oleh tunika vaginalis dan
terletak

di

dalam

tunika

vaginalis

atau

prosesus

vaginalis.

Selama

perkembangannya testis di selubungi oleh peritoneum lapis ganda yang akan


menjadi tunika vaginalis, yang menghubungkan tunika vaginalis dengan
peritoneum dan akhirnya menjadi hilang. Jika proses vaginalis tetap bertahan,
cairan peritoneal dapat terbawa ke dalam rongga yang terdapat di sekitar testis
sehingga menjadi hidrokel komunikans. Namun jika usus turun ke bawah ke
dalam rongga yang sama, maka akan menghasilkan hernia inguinal. Sedangkan
jika yang terjadi adalah prosesus vaginalis dihilangkan dan memerangkapkan
cairan di dalam tunika vaginalis maka hal tersebut akan menghasilkan hidrokel
non-komunikans. Hidrokel sekunder dapat terjadi karena trauma, tumor,
inflamasi ataupun idiopatik.

Gambar 2. Diagnosis banding kumpulan cairan skrotum. A. Normal. B. Hidrokel


komunikans. C. Hidrokel non-komunikans. D. Hidrokel non-komunikans inguinal. E.
Hernia.

a. Tatalaksana
Pembedahan dapat dilakukan contohnya pada kasus hidrokel yang tegang
yang dapat mempengaruhi sirkulasi testis dan pada kasus hidrokel yang
berukuran besar sehingga menyebabkan ketidaknyamanan pasien. Hidrokel
pada bayi harus di observasi secara keseluruhan karena dapat terjadi
penutupan prosesus vaginalis secara spontan dan dapat terjadi resolusi
hidrokel. Namun jika hidrokel menetap lebih dari satu tahun kemungkinan
tidak akan terjadi perubahan. Pembedahan pada pasien anak sebaiknya
dilakukan melalui insisi inguinal. Prosesus vaginalis sebaiknya diligasi dan
kantong hidrokel distal harus dieksisi. Sedangkan pada pasien dewasa,
hidrokel memiliki konsekuensi terjadinya inflamasi lokal. Konsekuensinya
adalah harus dilakukan pembedahan melalui insisi scrotum. Kantung hidrokel
didekompresi lalu kemudian dieksisi untuk mencegah terjadinya rekurensi.
2. Torsio testis2,3
Torsio testis terjadi ketika testis berputar dan menjepit aliran darah pada testis
pada tingkat spermatic cord. Torsio testis merupakan suatu kedaruratan medis
yang membutuhkan tindakan pembedahan segera. Torsio yang terjadi pada
periode neonatal dan prenatal adalah torsio ekstravaginal, dimana testis dan
kedua lapisan pada tunika vaginalis berputar. Torsio testis pada neonatus
biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya akan disadari ketika telah

terjadi atrofi. Sedangkan torsio pada anak dan dewasa merupakan torsio
intravaginal yang dimana testis dan lapisan dalam dari tunika vaginalis berputar.
Torsio intravaginal biasanya terjadi pada usia 12 sampai 18 tahun dengan
kejadian tertinggi pada usia 13 tahun. Pada pasien dengan resiko torsio
invaginalis, tunika terikat lebih tinggi pada spermatic cord (deformitas bell
clapperI) dan otot cremaster menyisip secara oblik ke dalam cord. Sehingga
testis menjadi horizontal ketika pasien berdiri. Kontraksi otot cremaster
dipercaya merupakan karakteristik rotasi yang terjadi pada torsio yang terlihat.
Pada pemeriksaan fisis, testis sebelah kiri pada pasien berputar berlawanan
dengan arah jarum jam dan testis sebelah kanan berputar searah jarum jam.
Torsio pada dewasa biasanya akan menimbulkan gejala nyeri yang hebat.
Diagnosis banding dari torsio testis adalah epididymo-orchitis dan torsio
apendiks testis. Epididymo-orchitis jarang terjadi pada dewasa dan disertai
dengan pyuria. Sedangkan torsio apendiks testis memproduksi nyeri pada area
fokal yang lebih dan sering disertai dengan perubahan warna menjadi kebiruan
pada skrotum. Evaluasi yang dilakukan pada pasien dengan torsio adalah manual
detorsi.
a. Pendekatan diagnosis
Anamnesis :
1. Nyeri hebat tiba-tiba pada skrotum, nyeri dapat menjalar ke daerah
inguinal atau perut sebelah bawah. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni
gelisah, rewel, atau tidak mau menyusui.
2. Testis yang bersangkutan dirasakan membesar.
3. Terjadi retraksi dari testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus
terpuntir jadi memendek
4. Mual dan muntah, kadang demam
Pemeriksaan Fisik :
1. Testis/skrotum bengkak/hiperemis

2. Demings sign (testis letak tinggi) dibandingkan sisi kontralateral


3. Angels sign (testis posisi melintang) dibandingkan sisi kontralateral
4. Testis umumnya sangat nyeri tekan dan elevasi tidak menghilangkan nyeri
seperti sering terjadi pada epididimis akut (Prehns sign, yaitu nyeri
tetap/meningkat saat mengangkat testis)
5. Kadang-kadang dapat diraba adanya lilitan/simpul atau penebalan
funikulus spermatikus.
6. Bila telah lama berlangsung maka testis menyatu dengan epididimis dan
sukar dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusion, hiperemia,
edema kulit dan subkutan.
b. Tatalaksana
Tindakan untuk mengatasi torsio testis terdiri dari 2 cara yaitu : detorsi atau
reposisi manual dan eksplorasi atau dengan cara pembedahan.
1. Detorsi manual dapat dilakukan pada kasus-kasus yang dini (1 2 jam)
atau merupakan tindakan awal bagi pasien sebelum dibawa ke rumah
sakit. Reduksi yang berhasil akan memberikan pemulihan segera untuk
aliran darah ke testis. Tindakan ini tidak boleh dianggap sebagai
pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat darurat harus tetap
dilakukan pada kesempatan awal.
2. Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan
masih ada torsi dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah
dipulihkan. Selain itu abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih
tetap ada dan mungkin melibatkan testis pada sisi yang lain. Oleh karena
itu fiksasi operatif kedua testis diharuskan.
3. Eksplorasi mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsi. Testis
harus dipaparkan tanpa ditunda-tunda lagi dengan membuat irisan ke
dalam skrotum. Bila ternyata benar suatu torsi segera lakukan detorsi lalu
elevasi beberapa saat, kemudian diamati apakah ada perubahan warna bila
tidak ada tanda-tanda viabilitas lakukan orchidektomy, namun apabila
testis masih baik lakukan orchidopeksi pada testis yang bersangkutan dan
testis kontralateral.

Pembedahan yang dilakukan dalam 4 sampai 6 jam dari onset nyeri memiliki
tingkat penyelamatan testis lebih dari 90%.

Gambar 3. Torsio testis. A. torsio intravaginal, tunika vaginalis dibuka untuk


menunjukkan torsio. B. Torsio intravaginal, dimana kedua lapisan tunika vaginalis
terlilit dengan cord. C. Torsio apendiks testis.

3. Varikokel4
Varikokel adalah dilatasi pleksus vena pampiniformis dan vena spermatika
interna yang berada di dalam skrotum. Varikokel adalah etiologi yang jelas
penyebab penurunan fungsi testis. Sekitar 15-20% populasi laki-laki yang sehat
diperkirakan memiliki varikokel, namun sebanyak 40% laki-laki yang infertil
mungkin

memiliki

varikokel.

Mekanisme

varikokel

sehingga

dapat

menyebabkan kerusakan struktur, fungsi dan produksi sperma hingga saat ini
belum dapat diketahui. Tetapi banyak peneliti percaya bahwa hal ini terjadi
karena pengaruh dari termoregulasi.

Gambar 4. Beberapa faktor kelainan penyebab varikokel lebih sering terjadi di sebelah
kiri

a. Etiologi
Varikokel sering terjadi pada testis kiri dibandingkan dengan testis kanan
karena faktor anatomi secara umum, yakni contohnya adalah sudut vena
testikular kiri yang masuk ke vena renalis kiri, lalu kurang efektifnya katub
antirefluks pada hubungan antara vena testikular dan vena renalis, dan
karena peningkatan tekanan vena renalis karena adanya kompresi diantara
arteri mesenterika superior dan aorta (nutcracker effect). Varikokel
unilateral biasanya mempengaruhi testis yang berlawanan. Sekitar 35-40%
laki-laki dengan varikokel sinistra yang teraba mungkin memiliki varikokel
bilateral yang akan ditemukan pada pemeriksaan.
b. Patofisiologi
Beberapa teori digunakan untuk menjelaskan efek yang merugikan dari
varikokel dalam kualitas sperma, termasuk adalah efek tekanan, kekurangan
oksigen, trauma panas dan toksin. Tetapi beberapa teori tersebut hingga saat
ini belum terbukti meskipun peningkatan efek panas menyebabkan sirkulasi
yang terganggu dan menimbulkan defek yang reprodusibel. Meskipun belum
terbukti,

varikokel

dapat

menimbulkan

lesi

progresif

yang

dapat

menyebabkan efek destruktif pada fungsi testis. Varikokel yang tidak diobati
terutama jika sudah berukuran besar dapat menyebabkan kerusakan jangka
panjang dalam produksi sperma dan bahkan produksi testosteron. Varikokel
bilateral harus diperbaiki keduanya untuk memperbaiki kualitas sperma.
Manifestasi klinis
c. Pendekatan diagnostik
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, pasien diminta melakukan
manuver valsava pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti
kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial
testis.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat :
1. Derajat kecil adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan maneuver valsava.
2. Derajat sedang adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan
maneuver valsava.
3. Derajat besar adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa
melakukan maneuver valsava
Auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler dapat mendeteksi adanya
peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Selain itu perlu
diperhatikan konsistensi dan ukuran testis yang dapat diukur dengan alat
orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan
lunak karena telah terjadi kerusakan pada sel sel germinal.

Gambar 5. Manifestasi klinis varikokel

d. Tatalaksana

Ligasi tinggi vena spermatika secara Palomo melalui operasi terbuka atau

bedah laparoskopi.
Varikolektomi cara Ivanisevich.
Secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena
spermatika interna.

4. Epididimitis
Epididimitis adalah peradangan pada epididimis yang merupakan penyebab
morbiditas dan diagnosis urologi tersering kelima pada laki-laki berusia 18-50
tahun. Epididimitis

harus dibedakan dari torsio testis yang merupakan

kedaruratan urologi.
a. Etiologi
Etiologi pasti epididimitis akut belum jelas hingga saat ini. Namun peneliti
percaya bahwa ini dapat terjadi aliran retrograde urin dari uretra prostatik ke
epididimis via duktus ejakulatorius dan vas deferens. Obstruksi prostat atau
uretra dan anomali kongenital juga merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya refluks. Normalnya sudut oblikus pada duktus ejakulatorius
melalui jaringan prostatikus mencegah refluks. Namun 56% laki-laki yang
berusia lebih dari 60 tahun dengan epididimitis menunjukkan terjadinya
obstruksi

kandung kemih secara bersamaan seperti striktur uretra atau

Benign Prostate Hyperplasia (BPH).


a. Gambaran klinis
Berikut ini merupakan riwayat yang ditemukan pada anamnesis terkait
dengan epididimitis dan orkitis akut, diantara lain adalah:
Onset yang bertahap: nyeri dan bengkak pada skrotum dan sering

berlanjut hingga beberapa hari.


Biasanya terletak pada 1 sisi.
Disuria, frekuensi dan urgensi.
Demam dan menggigil (biasanya terjadi pada sekitar 25% pasien dewasa
dengan epididimitis akut, tetapi bisa terjadi hingga 71% pada

anak).Biasanya tidak ada mual dan muntah.


Urethral discharge biasanya terjadi sebelum onset epididimitis akut.
Berikut ini merupakan riwayat yang ditemukan pada anamnesis terkait
dengan epididimitis kronik, antara lain adalah:
Riwayat nyeri yang lama yaitu lebih dari 6 minggu (nyeri bertambah,
berkurang maupun konstan).

Skrotum biasanya tidak bengkak tetapi mungkin dapat terjadi indurasi

pada kasus yang sudah lama.


Pemeriksaan fisik yang ditemukan terkait dengan epididimitis akut adalah:
Tenderness dan indurasi yang biasanya pertama kali terjadi pada cauda

epididimis yang kemudian menyebar.


Elevasi pada hemiskrotum yang terkena.
Refleks cremaster normal.
Eritema dan selulitis yang ringan pada skrotum.
Reaktif hidrokel.
Prostatitis bakterial atau vaskulitis seminalis (pada individu post-

pubertas).
Dengan tuberkulosis, epididimitis fokal, sinus drainase atau beading vas

deferens.
Pada anak, didasari dengan anomali kongenital pada traktus urinarius.
Pembesaran dan indurasi testis.

5. Orchitis5,6
Orchitis adalah suatu reaksi peradangan akut pada salah satu atau kedua testis
yang disebabkan oleh infeksi.
a. Etiologi
Orchitis dapat disebabkan oleh patogen seperti bakteri dan virus. Virus yang
paling sering menyebabkan orchitis adalah virus gondongan (mumps).
Berdasarkan suatu studi penelitian, hampir sekitar 15-25% laki-laki yang
menderita gondongan setelah masa pubertasnya akan menderita orchitis.
Orchitis juga ditemukan pada 2-20% pria yang menderita bruselosis. Selain
itu orchitis sering dihubungkan dengan infeksi prostat atau epididimis, serta
merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (misalnya gonore atau
klamidia).
b. Faktor resiko
Immunisasi gondongan yang tidak adekuat
Infeksi saluran kemih berulang
Kelainan saluran kemih
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan dan pembengkakan
testis yang terkena.
d. Manifestasi klinis
Pembengkakan skrotum

Testis yang terkena terasa berat, membengkak dan teraba lunak


Pembengkakan selangkangan pada sisi testis yang terkena
Demam
Dari penis keluar nanah
Nyeri ketika berkemih (disuria)
Nyeri selangkangan
Nyeri testis, bisa terjadi ketika buang air besar atau mengedan

Gambar 6. Orchitis

e. Tatalaksana

Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik sedikitnya selama


7-14 hari. Selain itu juga diberikan obat pereda nyeri dan anti
peradangan.

Jika penyebabnya adalah virus, hanya diberikan obat pereda nyeri.


Penderita sebaiknya menjalani tirah baring, skrotumnya diangkat dan
dikompres dengan air es.

6. Hernia skrotalis5
Hernia skrotalis adalah hernia yang keluar dari rongga peritoneum melalui
annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh darah epigastrika
inferior kemudian hernia masuk dari annulus ke dalam kanalis. Jika kantong
hernia mencapai skrotum maka hernia tersebut disebut hernia skrotalis.
a. Faktor penyebab
1) Prosesus vaginalis yang terbuka
2) Peninggian tekanan di dalam rongga abdomen
3) Kelemahan otot dinding abdomen karena faktor usia
b. Patofisiologi

Pada orang yang sehat, terdapat 3 mekanisme yang dapat mencegah


terjadinya hernia skrotalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring,
adanya struktur m.oblikus internus abdominis yang menutup annulus
inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fasia transversa yang
kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya tidak berotot.
Adanya gangguan pada mekanisme inilah yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia.
c. Tatalaksana
1) Pengobatan konservatif: tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
direposisi
2) Pengobatan operatif: pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong
hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan
kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, Kantong hernia dijahit ikat
seringgi mungkin lalu dipotong.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell,Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih


bahasa Liliana Sugiharto. Edisi 6. Jakarta: EGC.
2. Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE.
2007. Schwartzs Principles of Surgery. 8th Edition. USA: McGraw-Hill
Companies.
3. Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier RV, Upchurch GR.
2006. Greenfields Surgery: Scientific Principles & Practice. 4 th Edition.
USA: Lippincott Williams & Wilkins.
4. White WM. Varicocele. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada
tanggal 14 Agustus 2014 pukul 11.53 AM
5. Sjamsuhidajat R dan De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC.
6. Terry N. Orchitis. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada tanggal
14 Agustus 2014 pukul 14.50 PM

Anda mungkin juga menyukai