Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia
eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah
satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun
eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali
pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar
bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina.
Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan
terjadinya kista bartolini, kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak
pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya
sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi
kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar
melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi
abses.2
Kista bartholini adalah masalah yang terbanyak ditemukan pada perempuan
usia reproduktif. Frekuensi tersering timbulnya kista terutama pada umur 20-30
tahun, yang merupakan insiden tertinggi. Kista bartholini merupakan kista yang
banyak ditemukan di daerah vulva tepatnya di sekitar labium mayora. Kurang
dari 2% perempuan dapat mengalami kista atau abses bartolini pada suatu priode
kehidupannya. sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati.
Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar
dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak menular secara seksual,
meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah penyebab paling
umum terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang berujung pada terbentuknya
kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga dianggap menjadi
penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar ini.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Reproduksi
Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ reproduksi eksterna dan organ
reproduksi interna.1,3,4
1. Organ genetalia eksterna
Organ reproduksi wanita eksterna sering disebut sebagai vulva yang mencakup
semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang dimulai dari mons pubis,
labia mayora, labia minora, klitoris, himen, vestibulum, kelenjar bartholini dan
berbagai kelenjar serta pembuluh darah.
Gambar 2. 1 : Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.

(Sumber: Wiknjosastro, 2005)


a. Mons veneris
Disebut juga gunung venus, menonjol ke bagian depan menutup tulang
kemaluan. Setelah pubertas, kulit monsveneris tertutup oleh rambut ikal yang
membentuk pola distribusi tertentu yaitu pada wanita berbentuk segitiga.
b. Labia Mayora

Berasal dari monsveneris, bentuknya lonjong menjurus ke bawah dan bersatu


dibagian bawah. Bagian luar labia mayora terdiri dari kulit berambut, kelenjar
lemak, dan kelenjar keringat, bagian didalamnya tidak berambut dan
mengandung kelenjar lemak, bagian ini mengandung banyak ujung saraf
sehingga sensitive saat hubungan seks.
c. Labia minora
Merupakan lipatan kecil dibagian dalam labia mayora. Bagian depannya
mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mempunyai pembuluh darah, sehingga
dapat menjadi besar saat keinginan seks bertambah. Labia ini analog dengan kulit
skrotum pada pria.
d. Klitoris
Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria. Mengandung banyak
pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat sensitif saat hubungan seks.
e. Hymen
Merupakan selaput yang menutupi bagian lubang vagina luar. Pada umumnya
hymen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan
yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium (lapisan dalam
rahim)
f. Vestibulum
Bagian kelamin yang dibasahi oleh kedua labia kanan kiri dan bagian atas oleh
klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora. Pada bagian vestibulum
terdapat muara vagina (liang senggama), saluran kencing, kelenjar Bartholini,
dan kelenjar Skene.
g. Orifisium Uretra
Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum, 1 sampai 1,5
cm di bawah arkus pubis dan dekat bagian atas liang vagina. Meatus uretra

terletak di dua pertiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding anterior
vagina.
h. Orifisium Vagina
Terletak dibagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo)tertutup lapisan tipis
bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.
i. Vagina
Vagina atau liang kemaluan merupakan suatu tabung yang dilapisi membran dari
jenis epithelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh darah dan serabut
saraf. Panjang vagina dari vestibulum sampai uterus adalah 7,5 cm. Bagian ini
merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Pada puncak vagina
menonjol leher rahim yang disebut porsio. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat
lipat disebut rugae. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran luar
dari uterus yang dilalui secret uterus dan aliran menstruasi, sebagai organ
kopulasi wanita dan sebagai jalan lahir.
j. Perinium
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjang perineum kurang lebih 4 cm.
Jaringan utama yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan
urogenital.
2. Organ Genetalia Interna
Genetalia interna adalah alat reproduksi yang berada didalam dan tidak dapat
dilihat kecuali dengan cara pembedahan. Organ genetalia terdiri dari :

Gambar 2.2 : Organ Interna Wanita (Bobak & Lowdermilk, 2004)


a. Rahim (Uterus)
Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak di panggul
kecil diantara rectum (bagian usus sebelum dubur) dan di depannya terletak
kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh ligament yang kuat,
sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat kehamilan. Ruangan rahim
berbentuk segitiga, dengan bagian besarnya di atas. Dari bagian atas rahim
(fundus) terdapat ligament menuju lipatan paha (kanalis inguinalis), sehingga
kedudukan rahim menjadi kearah depan. Rahim juga merupakan jalan lahir yang
penting dan mempunyai kemampuan untuk mendorong jalan lahir.
Uterus terdiri dari :
1) Fundus uteri (dasar rahim)
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan
kehamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan
2) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai tempat
janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri
atau rongga rahim.
3) Serviks uteri

Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara
kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum. Lapisan
lapisan uterus meliputi endometrium, myometrium, parametrium.
b. Tuba Fallopi
Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum berjalan kearah lateral, dengan
panjang sekitar 12cm. Tuba fallopi merupakan bagian yang paling sensitif
terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya kemandulan
(infertilitas). Fungsi tuba fallopi sangat vital dalam proses kehamilan, yaitu
menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi penangkap ovum,
tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan tempat
pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu menanamkan diri pada lapisan
dalam rahim.
c. Indung Telur (Ovarium)
Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim
oleh ligamentum ovari proprium dan ke dinding panggul oleh ligamentum
infundibulopelvicum. Indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang
paling utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses
menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti
kanan dan kiri.
d. Parametrium (Penyangga Rahim)
Merupakan

lipatan

peritoneum

dengan

berbagai

penebalan,

yang

menghubungkan rahim dengan tulang panggul, lipatan atasnya mengandung tuba


fallopi dan ikut serta menyangga indung telur. Bagian ini sensitif tehadap infeksi
sehingga mengganggu fungsinya.
Hampir keseluruhan alat reproduksi wanita berada di rongga panggul. Setiap
individu wanita mempunyai bentuk dan ukuran rongga panggul (pelvis) yang
berbeda satu sama lain. Bentuk dan ukuran ini mempengaruhi kemudahan suatu
proses persalinan.

2.2. Definisi Kista Bartholini


Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi
ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila
saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu
sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
Anatomi2,3,4
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar
bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan
berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen.
Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini
tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh
arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal
inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus,
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar
ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase
pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah
orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba

pada

pemeriksaan

palapasi.

seperti

pada

gambar

dibawah

ini

Histologi
Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair
atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transsisional yang
secara embriologi merupakan daerah transisi abtara traktus urinarius dengan traktus
genital.
Fisiologi
Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. kelenjar
Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes
cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya
menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan
Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam.
Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan
daerah

sensitif

menjadi

lebih

nyaman

bagi

wanita.2,3

2.3. Epidemiologi
Kista bartholini adalah masalah yang terbanyak ditemukan pada perempuan
usia reproduktif. Frekuensi tersering timbulnya kista terutama pada umur 20-30
tahun, yang merupakan insiden tertinggi. Kista bartholini merupakan kista yang

banyak ditemukan di daerah vulva tepatnya di sekitar labium mayora. Kurang dari
2% perempuan dapat mengalami kista atau abses bartolini pada suatu priode
kehidupannya.5,6
Pada saat perempuan berumur 30 tahun terjadi involusio kelenjar bartholini
secara berlahan-lahan oleh karena itu kejadian usia 40 tahun keatas jarang
ditemukan. Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada perempuan yang
lebih tua atau lebih muda.
2.4.

Etiologi1,2,7
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini

tersumbat.

Cairan

yang

dihasilkan

oleh

kelenjar kemudian

terakumulasi,

menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi
bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri.
Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti
Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan,
seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis
organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan,
dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat
terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu
harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.
Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan
mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi
menular seksual.
2.5. Gejala 4,5,8
Banyak kista Bartolini tidak menyebabkan gejala apapun. Biasanya ditemukan
ketika seorang wanita datang kedokter untuk pemeriksaan umum tanpa keluhan
apapun, tanpa rasa sakit vagina. Namun, jika kista tumbuh lebih besar dari diameter
1 inci, dapat menyebabkan ketidaknyamanan ketika duduk, atau selama hubungan
seksual. Jika kista menjadi terinfeksi, berisi nanah, dan menjadi bengkak, hal ini

sangat menyakitkan, sehingga sulit bagi seorang wanita untuk duduk, berjalan atau
melakukan hubungan intim. Kista Bartolini menyebabkan pembengkakan labia di
satu sisi, dekat pintu masuk ke vagina. Sebuah kista biasanya tidak sangat
menyakitkan, dan rasa sakit yang signifikan menunjukkan bahwa abses telah
berkembang. Namun, kista yang besar mungkin akan menyakitkan sesuai dengan
ukurannya.Karena letaknya di vagina bagian luar,kista akan terjepit terutama saat
duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam.
Pasien

2.5.

berjalan

mengegang

ibarat

menjepit

bisul

diselangkangan.

Patofisiologi
Patofisiologi Kelenjar bartholini menghasilkan cairan membasahi vagina

mulai masa pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina mulai masa
pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat berhubungan juga
pada kondisi normal. Adanya peradangan pada kelenjar bartholini yang disebabkan
oleh bakteri Gonococcus. Kista bartholini terjadi karena adanya sumbatan pada salah
satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Sumbatan dapat
disebabkan oleh mucus yang mengental, infeksi, trauma atau gangguan congenital.
Jika terjadi infeksi pada kista bartholini maka kista ini berubah menjadi abses yang
ukurannya dapat meningkat setiap hari dan terasa nyeri.5
Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pembedahan,

10

tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan
perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupisialisasi sebagai tindakan tanpa resiko
dan dengan hasil yang memuaskan. Pada tindakan ini setelah diadakan sayatan dan
isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit yang terbuka pada
sayatan.2
Jika bentuk kista yang tidak membesar dan tidak mengganggu tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa tetapi jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan
sayatan. Pembedahan berupa ekstirpasi dapat dilakukan bila diperlukan yang
dianjurkan adalah marsupialisasi

7,8

Penanganan tergantung kondisi kista dan keluhan yang dirasakan, kalau


kelenjar kista bartholininya kecil dan tidak mengganggu bisa diobservasi saja. Tapi
kalau kistanya besar dan menyebabkan keluhan atau terinfeksi menjadi bisul (abses)
terapi definitifnya berupa operasi kecil (marsupialisasi).
Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan
dinding kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak
beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai
tengah kista dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 3 cm, tergantung
besarnya kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan
pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif.
2.6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan laboratorium untuk membedakan jenis
bekteri yang menginfeksi kista kelenjar bartholini, Pemeriksaan tersebut meliputi :
a) Pemeriksaan gram untuk membedakan bakteri penyebab.
b) Pemeriksaan dengan menggunakan apusa darah tepi untuk melihat ada atau tidaknya
leukositosis.
c) Pemeriksaan kultur jaringan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi.
d) Biopsi dilakukan jika dicurigai terjadi keganasan.
e) Palno tes untuk memastikan klien tidak dalam keadaan hamil.

11

BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama

: Ny. Widia Agustinis

Umur

: 32 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Karyawan swasta

Alamat

: Jln. Wijaya RT.38 RW.08 Kel : Kemang Agung

No. Rekam Medik : 40 86 27


Tanggal MRS

: 06/08/2014

Nama Suami

: Tn. Ari Kurniawan

Umur

: 36 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Sopir

II. Anamnesis
A. Keluhan utama
Os datang dengan keluhan terdapat benjolan di kemaluan
B. Riwayat perjalanan penyakit
12

1 minggu yang lalu, Os. mengeluh sudah merasakan adanya benjolan


kecil sebesar kacang tanah pada kemaluannya. Benjolan tidak dapat

digerakkan dan Os. tidak merasakan nyeri.


3 harinya, Os mengeluh benjolan bertambah besar seperti telur ayam
kampung dan Os juga merasakan nyeri pada benjolan di kemaluannya
dan kemerahan. Nyeri dirasakan terutama pada saat berjalan, beraktivitas

atau berhubungan seksual. Mual/muntah (-/-), demam (+), batuk (-).


Sebelum MRS, os datang ke poli kandungan. Pada saat os naik Bed
Gynekologi tiba tiba benjolan tersebut pecah dan isi benjolan adalah pus
berwarna kuning.

C. Riwayat menstruasi
Menarche
: usia 16 tahun
Siklus menstruasi : teratur setiap 28 hari sekali
Lama menstruasi : 7 hari
D. Riwayat perkawinan
Suami kedua, menikah dua kali. Umur pernikahan 6 bulan.
E. Riwayat kehamilan
Tidak ada
F. Riwayat kontrasepsi
Riwayat penggunaan kontrasepsi (-)
G. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi (+), diabetes mellitus (-), Asma (-), kelainan jantung (-),
penyakit paru (-), hepatitis (-), Kelainan Kulit (-).
H. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada dari keluarga pasien yang menderita gejala penyakit yang sama
yang diderita oleh pasien saat ini.
III.

Pemeriksaan fisik
A. Status present
13

Keadaan umum : baik


Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah : 110/90 mmHg


Nadi

: 80 x/menit

Nafas

: 22 x/menit

Suhu

: 36,7oC

B. Status general
Kepala

: Normocephali

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Thoraks

: cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)


Pulmo vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)

Abdomen

: bising usus (+) normal

Ekstremitas : edema (-/-)


Genitalia

: benjolan di Regio genitalia externa sinistra

C. Status ginekologi
Pemeriksaan luar

: Teraba massa sebesar telur ayam dengan ukuran 4


x 3 x4 cm di vulva sinistra , terfiksir, nyeri tekan
(+), keluar pus (+), warna kuning berbau.

Pemeriksaan dalam :

IV.

- Inspekulo

: Tidak dilakukan

- VT

: Tidak dilakukan

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (10/04/2012)
Hb

: 12,4 gr/dl

Hematokrit : 37% (37-43%)

Leukosit

: 12.300/ul

Basofil

: 0% (0-1%)

Trombosit : 220.000/ul

Eosinofil

: 1% (1-3%)

ABO

:O

Batang

: 1% (2-6%)

Rhesus

: (+)

Segmen

: 90% (50-70%)

14

Limfosit

: 8% (20-40%)

Waktu perdarahan : 3 (1-6)

Monosit

: 0% (2-8%)

Waktu pembekuan : 7 (10-15)

V. Diagnosis banding
Kista bartholini
Kista sebasea
Fibroma
VI.
Diagnosis kerja
Kista Bartolini pada vulva sinistra.
VII.

Terapi
Cek laboratorium: darah lengkap, BT, CT
Rencana untuk dilakukan insisi pada masa kista
Persiapan pre insisi :
- IVFD RL gtt xx
- Metronidazole 3x1 klf IV
- Ceftriaxone 3x1 gr IV
- Gentamycin 3x 1amp IV
- Dexamethasone 2x2 amp
Laporan pembedahan (tanggal 09/08/2014)
Diagnosis pra bedah

: Kista bartolini terinfeksi

Diagnosis pasca bedah : Pasca kolporafi anterior atas indikasi kista bartolini
Nama pembedahan

: Kolporafi anterior

Anestesi

: Spinal

Laporan

Insisi dan pengeluaran isi kista beserta kapsulanya diikuti penjahitan dinding
kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Insisi dilakukan vertical
pada vestibulum sampai tengah kista dan daerah luar cincin hymen.
Kemudian dilakukan penjahitan pada bekas irisan disertai memasang drain.

15

VIII. Follow Up
10 Agustus 2014
S : Nyeri paada luka jahit
O : KU

: baik

TD

: 110/70 mmHg

Nadi

: 82 x/menit

Nafas

: 21 x/menit

Suhu

: 36,2oC

A : Post Kolporafi anterior atas indikasi kista bartholini terinfeksi


P : - Obs. KU & tanda vital

- Metronidazol 3x500 gr IV

- IVFD RL gtt 20

- Asam mefenamat 3x1gr

- Observasi drain

IV

- Ciprofloxacin 3x1 gr IV
11 Agustus 2014
S : Tidak ada keluhan
O : KU

: baik

TD

: 110/80 mmHg

Nadi

: 70 x/menit

Nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 36,0oC

A : Post Kolporafi anterior atas indikasi kista bartholini terinfeksi


P : - Obs. KU & tanda vital
- IVFD RL gtt 20

- Ciprofloxacin 3x1 gr IV

- Aff drain

- Metronidazol 3x500 gr IV

- Asam mefenamat 3x1gr

Rencana Pulang

IV

16

BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien usia 32 tahun yang datang ke RSUD
BARI di bagian poly kebidanan pada tanggal 06 agustus 2014 pukul 11.00 WIB dengan keluhan
utama benjolan di kemaluan.
Dari anamnesis didapatkan identitas pasien, keluhan utama, riwayat perjalanan penyakit,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat obstetrikus. Dari identitas
pasien didapatkan status penikahan dan usia ibu untuk menentukan bahwa ibu berada dalam usia
reproduktif yang merupakan insidensi tertinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, karena
pada saat perempuan berumur 30 tahun terjadi involusio kelenjar bartholini secara berlahanlahan oleh karena itu kejadian usia 40 tahun keatas jarang ditemukan.
Berdasarkan teori dari berbagai sumber, gambaran klinik yang biasanya timbul pada kasus
kista bartholini, kista tumbuh lebih besar dari diameter 1 inci, dapat menyebabkan
ketidaknyamanan ketika duduk, atau selama hubungan seksual. Jika kista menjadi terinfeksi,
berisi nanah, dan menjadi bengkak, hal ini sangat menyakitkan, sehingga sulit bagi seorang
wanita untuk duduk, berjalan atau melakukan hubungan intim. Kista Bartolini menyebabkan
pembengkakan labia di satu sisi, dekat pintu masuk ke vagina. Dari anamnesis pada Ny. W
didapatkan benjolan pada kemaluannya yang sudah dirasakan 1 minggu, disertai kemerahan dan
keluar pus berwarna kuning sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau
iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini
akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu
kista. Sehingga sesuai dengan hasil temuan dari pemeriksaan fisik diagnosis dapat ditentukan

Teraba massa sebesar telur ayam dengan ukuran 4 x 3 x4 cm di vulva sinistra , terfiksir, nyeri
tekan (+), keluar pus (+), warna kuning berbau.
Penatalaksanaan

medikamentosa

diberikan

Ciprofloxacin

3x1

gr

IV

kemudian

Metronidazol 3x500 gr IV sebagai antibiotic, serta Asam mefenamat 3x1gr IV berupa analgetik.
Setelah dilakukan post pembedahan dilakukan observasi drain. Apabila keadaan pasien baik,
pasien diperkenankan untuk pulang. Pasien juga diberikan edukasi tentang hygiene yang baik
dan benar. Setelah pulang, pasien disarankan untuk kontrol ulang poli melihat keadaan post
pemebedahan.

BAB V
PENUTUP
1.1.

SIMPULAN
1. Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah
kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar
ini menjadi tersumbat.
2. Terapi dilakukan tergantung dengan gejala pasien. Apabila kista sudah mengganggu
kehidupan sehari-hari perlu dilakukan tindakan operatif, seperti insisi dan drainase atau
word kateter atau juga marsupialisasi.

DAFTAR PUSTAKA
.
1. Sutoto J. S. M., 2008. Tumor Jinak Pada Alat-Alat Genital. Uterus. Dalam: Saifuddin
AB, Rachimhadhi T. Editor. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua Cetakan Ke Enam. Yayasan
Bina Pustaka-Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
2. Prawirohardjo, Sarwono W. 2011. Ilmu Kandungan, Edisi ketiga. Jakarta: PT Bina
Pustaka, hal. 274-275.
3. Snell Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta.
Indonesia.
4. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
5. Ashari, M.A. (2010). Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi. Yogyakarta : SMF Ilmu
Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul.
6. Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta :
Erlangga.
7. Blumstein,

Howard.

2005.

Bartholin

Gland

Diseases.

http://www.emedicine.com/emerg/topic54.
8. Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess.
http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.

Anda mungkin juga menyukai