Anda di halaman 1dari 29

TUGAS DOKTER MUDA STASE BOYOLALI

PERIODE 19-25 JANUARI 2015

CA RECTI

Oleh :
Alwidya Rosyid A P

(G99141138)

Adigama Priamas F

(G99141140)

Daniel Purbo R

(G99141132)

Pembimbing :
dr. Junardi, Sp.B, FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran
cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu kanker rektal
adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis
kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah
kanker yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat
disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh
bisa mencapai 50 persen.3
Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus meningkat
seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan Inggris memperlihatkan,
orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko tiga kali lipat dari kelompok usia
lainnya. Mereka yang memiliki riwayat peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis,
tergolong berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga
dengan mereka yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena penyakit ini
bisa menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun. 3
Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor ganas
lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok dubur. Sampai saat
ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti. 1,2,3,10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI DAN ANATOMI


Carsinoma Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior

sakrum dan coccygeus panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada
bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh
peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneal.1,2,
Karsinoma merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak
mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal).
Proliferasi ini di bagi atas non-neoplastik dan neoplastik, non-neoplastik dibagi atas :
a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal karena
bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu misalnya kehamilan.
b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran organ
tanpa ada pertambahan jumlah sel.
c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi tipe
yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang terspesialisasi.
d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal yang
mengiringi hiperplasia dan metaplasia.Perubahan yang termasuk dalam hal ini
terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel abnormal pada jumlah besar
dan tendensi untuk tidak teratur.
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal.
Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter.
Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan
fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis
pada insersi muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15 cm
pada rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa

dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan


longitudinal), dan lapisan serosa.5,11

Gambar 1 : Anatomi Rektum

Gambar 2: Lapisan dinding rektum


Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media,
dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a. mesenterika
inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka
interna, arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis
superior berasal dari 2 plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v.
Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak
berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma
rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.

Gambar 3 : Pembuluh darah Arteri dan Vena pada rektum


Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya
menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi
dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal.
Pembuluh rekrum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior
dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik
berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3, dan 4, serabut ini
mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut parasimpatis berasal dari sakral 2, 3,
dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke
dalam jaringan.

2. ANGKA KEJADIAN
Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering terjadi
dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Tahun 2005, diperkirakan
ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340
kasus di rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus
Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian
dari semua jenis kanker. 1, 4
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian pada
hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003). Menurut data di RS
Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal menempati urutan keenam dari 10
jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang
paling mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan
juga adanya pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan
bisa dicegah.1,3,4

Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya 5%
pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki laki memiliki insidensi terbanyak
mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5. 1,2

Gambar 4. Ca rekti
3. ETIOLOGI
Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum sama
seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi
munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial, defisiensi Imunologi, Kolitis
Ulseratifa, dan Granulomatosis. Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan
adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani
dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.
Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet rendah
serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan perubahan
degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian
dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat
yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa
transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa
usus bertambah lama.

4. PATOFISIOLOGI KARSINOMA REKTUM


Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami regenerasi setiap
6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu
proses diferensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen
adenomatous polyposis coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol.
Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan menyebabkan terjadinya
mutasi yang akan mengaktivasi K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah
terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

Gambar 5. Patofisiologi Karsinoma Rektum

5. FAKTOR RESIKO
5.1. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
5.1.1. Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1%
dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan kanker pada
pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan
keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun,
8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk
seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan
mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada
pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan

asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi
prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat esensial
untuk semua pasien yang didiagnosa dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau
lesi, yang paling penting dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak
menyingkirkan adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah tersendiri
pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para ahli
patologi anatomi.13
5.1.2. Penyakit Crohns
Pasien yang menderita penyakit crohns mempunyai risiko tinggi untuk menderita
kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan
insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohns sekitar 20%. Pasien dengan striktur
kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis.
Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari
dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga
bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien
dengan crohns disease.14

Gambar 6. Crohns Disease


5.2. Faktor Genetik
5.2.1. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker
kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai

kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih
tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal
pada keluarganya.13
5.2.1. Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju mukosa
kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar
berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari
sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat
pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada dari
seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon
dan adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari
sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini,
dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang
berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal
cancer (HNPCC).13
5.2.1. FAP (Familial Adenomatous Polyposis)
Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi pada
kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat menggiring kepada
kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun. Pada FAP yang
telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat banyak untuk dapat
dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan adekuat; ketika hal ini terjadi,
direkomendasikan untuk melakukan prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan
endoskopi pada bagian yang tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali
terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur pembedahan
elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan. Screening untuk polip harus
dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali
sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang
mungkin muncul pada sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma,
hepatoblastomas, pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP
termasuk gardners syndrom dan turcots syndrom.13,15

Gambar 6. Familial Adenomatous Polyposis & Kolitis Ulseratifa


5.2.4. HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)
Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynchs sindrom I dan II.2 Generasi
multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur yang muda (45
tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon kanan. Abnormalitas genetik ini
terdapat pada mekanisme mismatch repair yang bertanggung jawab pada defek eksisi dari
abnormal repeating sequences dari DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite
instability). Retensi dari squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang
dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+ phenotype), dimana
predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari malignansi primer.

Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma sebaceous, carcinoma sebaceous,
dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker dari endometrium, ovarium, kandung kemih,
ureter, lambung dan traktus biliaris. Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal,
tumor pada HNPCC seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signetcell, reaksi yang mirip crohns (nodul lymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada
perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara tumor.
Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini adenoma kolon
yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun, bila dibandingkan dengan
proses pada rata-rata kanker kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10 tahun.
Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita kanker
kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai pada umur 20 tahun
atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang pertama kali terdiagnosa kanker
kolorektal yang berhubungan HNPCC. Angka rata-rata pasien dengan HNPCC yang
didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur 44 tahun, dibandingkan dengan pasien
kontrol yang menderita kanker kolorektal pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC
terlihat lebih baik daripada pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitian
menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang mendapat manfaat dari adjuvant
kemoterapi berdasarkan kombinasi fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini. 13,15
5.3. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian,
meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan
kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan
resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk
asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya
adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi
insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada
sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi
dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut
dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi
berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara
experimental. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya
fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah
akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,

karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan
lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat
meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat
dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen antiinflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang
berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal,
dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.13,16
5.4. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk
memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih
dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang
berukuran besar.
Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika dihubungkan
dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan
meningkatnya risiko kanker kolorektal.
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan
asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan
energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas
fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan
dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang
berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa
penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
5.5. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut ( 65 thn) pria dan wanita adalah
61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000
orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per
tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah
dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia lanjut adalah kanker prostat (451 per
100.000), kanker paru-paru (118 per 100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar
48% kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara (248
per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118 per 100.000) dan
kanker lambung (75 per 100.000).
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker kolorektal
pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan

usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker
kolorektal muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen kanker
terdapat pada usia 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000 populasi yang berumur kurang
dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.13
Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal sebesar 5%.
Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko kanker kolorektal adalah pada usia
diatas 40 tahun. Seseorang dengan usia dibawah empat puluh tahun hanya memiliki
kemungkinan menderita kanker kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata
usia saat terdiagnosa menderita kanker kolorektal pada usia 71 tahun. Insidensi berdasarkan
usia dibawah 20 tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar 3,5%,
45-54 tahun sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun sebesar 25,9%, 75-84
tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.17
6. MANIFESTASI KLINIK
6.1. Histologi
Histologi merupakan suatu faktor penting dalam hal etiologi, penanganan dan
prognosis dari kanker. Secara mikroskopis kanker kolorektal mempunyai derajat differensiasi
yang berbeda-beda, tidak hanya dari tumor yang satu dengan tumor yang lain tetapi juga dari
area ke area pada tumor yang sama, mereka cenderung mempunyai morfologi yang
heterogen. Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah tipe adenocarcinoma
(90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%), signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma
(0,1-3%).
Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-2001
di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. Didapatkan gambaran
histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma
lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma.
Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak
diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan antara tipe
histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma
sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat
terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk
dan telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan
sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat

terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering
sudah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.
Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais (RSKD)
didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah adenocarcinoma
[diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang
adalah musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Jika dari hasil
penelitian di RSKD didapatkan bahwa frekuensi terbanyak adalah adenocarcinoma dengan
derajat differensiasi sedang (38,80%), maka lain halnya dengan penelitian yang dilakukan
oleh Soeripto et al di Jogjakarta pada tahun 2001 yang mendapati frekuensi derajat
differensiasi kanker kolorektal banyak didominasi oleh derajat differensiasi baik. Perbedaan
pola demografik dan klinis yang berhubungan dengan tipe histopatologis akan sangat
membantu untuk studi epidemiologi, laboratorium dan klinis di masa yang akan datang. 13,16
6.2. Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah : 1,2,5,7,8,12

Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar
maupun yang berwarna hitam.

Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB

Feses yang lebih kecil dari biasanya

Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut
atau nyeri

Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

Mual dan muntah,

Rasa letih dan lesu

Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah
gluteus.

6.3. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat
direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering
ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang.
Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju
vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paruparu. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka
metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.11

7. DIAGNOSIS DAN STAGING


7.1. Diagnosis
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal, diantaranya
ialah : 1,2,5,7,8,9,12
1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen) dan Uji
faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan
2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal.
Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal,
pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum,
tumor akan teraba keras dan menggaung.

Gambar 7. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti


Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu
penonjolan tepi, dapat berupa :
a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu
plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol dengan
suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os
coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui
vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan
dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai
batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan
pemeriksaan colok dubur.
b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan
otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah

mengalami ulserasi lebih dalam

umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke


struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina
atau dinding anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.
3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan
melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal bawah.

\
Gambar 8. Foto Rontgen dengan Barium Enema
4) Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan
melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk
biopsi.

Gambar 9. Sigmoidoskopi
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan
melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk
biopsi.
6) Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan.
Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu
sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel
skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated
tumors.1,2
7.2. Staging
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging
system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV). 1,2,5
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu pada
mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding
rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar kebagian
tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau ovarium.
Disebut juga Dukes D rectal cancer

Gambar 7. Stadium Ca Recti I-IV

Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*


Stadium

Deskripsi
Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding

T1

rectum

T2

Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke perirectal


Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang

T3a

berdekatan.
Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding

T3b

abdominal

T4

Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal

*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*


TNM

Modified Dukes

Stadium

Stadium

Deskripsi

T1 N0 M0

Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0 M0

B1

Tumor terbatas pada muscularis propria

T3 N0 M0

B2

Penyebaran transmural

T2 N1 M0

C1

T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 N1 M0

C2

T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4

C2

Penyebaran ke organ yang berdekatan

Any T, M1

Metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

8. PENATALAKSANAAN

Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi
standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk
kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
8.1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I
dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan
pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium
kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan
kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant
chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada
stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun
sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih
membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal. 2,7
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 1,2,9

Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.

Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan anastomosis.
Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah
limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis

Gambar 9. Reseksi dan Kolostomi

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi abdominoperianal,


termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan
dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan
kolostomi permanen.
Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada
di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat dilakukan restorative
anterior resection kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir
bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan
jenis operasi.
Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan operasi
Low anterior resection akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum
normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm
dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi Restorative resection. Colonal
anastomosis diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus
kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik
stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker
rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah
bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal,
transpinchteric atau transsacral. Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan
untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi
metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati keterlibatan
kelenjar pararektal.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan
sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui
reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid
dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal
sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan
dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan


menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi
penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi
ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum clan adanya
kelenjar ganas pararektal.
Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum
1. Indikasi

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

9.2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi
dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi
adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang
sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan
setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis
sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi
telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi
umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang
unresectable. 1,2,9
9.3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit
residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana

tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan
Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan
leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti
metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan
sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka
kekambuhan kira kira 15% dan menurunkan angka kematian kira kira sebesar 10%. 1,2,9
10. PROGNOSIS
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa
kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada.
Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor
faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium
tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor. 2

BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma rektal berasal dari epitel hampir sama dengan neoplasma kolon, jenis
terbanyak adalah adenokarsinoma. Umumnya didahului oleh kondisi pramaligna seperti
adenomatous, villous polyp, familial adenomatous polyposis dan kolitis ulseratif.

Karsinoma kolorektal masih merupakan penyebab kematian kedua untuk kanker


terutama di Amerika Serikat. Skrening awal untuk mengarahkan diagnosa Karsinoma
kolorektal penting dilakukan untuk meningkatkan survivalnya. Skrening awal yang dapat
dilakukan yaitu: pemeriksaan darah samar di feses, sigmodoskopi, kombinasi darah samar
feses dan sigmoidoskopi, kolonoskopi, dobel kontras barium enema.
Penyebab pasti

karsinoma rektal belum diketahui, diduga dipengaruhi beberapa

komponen genetik dan faktor lingkungan. TNM Sistem Dikonversikan Kedalam Dukes
Sistem yaitu :
Stadium I TNM

= Dukes A

Stadium II TNM

= Dukes B

Stadium III TNM

= Dukes C

Stadium IV TNM

= Dukes D

Sejak 1997 Diberlakukan Modifikasi Oleh AJCC


Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai
penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah
obstruksi, perforasi dan perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com. (Diakses


pada: 21 Januari 2015)
2. Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from

www.emedicine.com.

(Diakses pada: 21 Januari 2015).


3. Anonim, 2006. Mengatasi Kanker Rektal. Republika online. Available from
www.republika.co.id. (Diakses pada: 21 Januari 2015)
4. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer
Society Inc. Atlanta
5. Anonim, 2006. A Patients Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer Center,
University of Texas.
6. Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins., 1997. Karsinoma Rekti di RSUP Dr. Jamil
Padang, Cermin dunia Kedokteran No.120. Available from

http://www.kalbe.co.id

(Diakses pada: 21 Januari 2015)


7. Anonim, 2006. Rectal Cancer Facts : Whats You Need To Know. Available from
Available from www.healthABC.info. (Diakses pada: 21 Januari 2015)
8. Anonim, 2006. Rectal Cancer - Overview, Screening, Diagnosis & Staging. Available
from www.OncologyChannel.com. (Diakses pada: 21 Januari 2015)
9. Anonim,

2005.

Rectal

Cancer

Treatment.

Available

from

www.nationalcancerinstitute.htm. (Diakses pada: 21 Januari 2015)


10. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK UGM.
11. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
12. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media
Aesculapius. Jakarta.
13. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams &
Wilkins: USA.p 201
14. Schwartz SI, 2005. Schwartzs Principles of Surgery 8th Ed. United States of America:
The McGraw-Hill Companies.
15. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal of
Medicine. Available from www.pubmed.com. p.348:919-932, (Diakses pada: 21 Januari
2015)

16. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of Cancer
Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, Available from

http://www.apocp.org/

cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf,. (Diakses pada: 21 Januari 2015)


17. National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review 1975-2003, Available
from
2015)

http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html.

(Diakses pada: 21 Januari

Anda mungkin juga menyukai