Anda di halaman 1dari 19

Grup Maseral Eksinit

1.1 Pendahuluan
Maceral merupakan suatu hal atau pembahasan yang tak terpisahkan dengan
batubara.Maceral merupakan suatu material yang terdapat didalam batubara yang
hanya terlihat dengan menggunakan mikroskop.Maceral dari batubara terbagi ats tiga
golongan grup maceral, yaitu Vitrinite, Liptinite, dan Inertinite.Liptinit tidak berasal
dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan berasal dari sisa tumbuhan atau
dari dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora, ganggang (algae), kutikula, getah
tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen).Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya,
kelompok liptinite dapat dibedakan menjadi sporinite (spora dan butiran pollen),
cutinite (kutikula), resinite (resin/damar), exudatinite (maseral sekunder yang berasal
dari getah maseral liptinite lainnya yang keluar pada proses pembatubaraan),
suberinite (kulit kayu/serat gabus), fluorinite (degradasi dari resinite), liptodetrinite
(detritus dari maseral liptinite lainnya), alginite (ganggang) dan bituminite (degradasi
material algae).
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Periode ini adalah masa
pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batubara
(black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk Pada Zaman
Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang ekonomis
di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke
Zaman Tersier (70 13 jtl) di pelbagai belahan bumi lain.Di Indonesia, endapan
batubara yang bernilai

terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat

Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan
batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen
atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar
Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Batubara

ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip
dengan kondisi kini.Beberapa diantaranya tergolong kubah gambut yang terbentuk di
atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain,
kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang
terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang
berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum
dijumpai pada batubara Miosen.Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih
tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi.Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada
lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan
gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar
Kalimantan.Batubara tidak hanya disusun oleh materi organik tetapi ada juga materi
anorganik yang menjadi bagian dari batubara tetapi ada juga materi anorganik yang
menjadi bagian dari batubara yang dikenal dengan istilah maseral.Maseral merupakan
bagian terkecil dari batubara yang bisa teramati dengan mikroskop. Maseral
dikelompokan berdasarkan tumbuhan atau bagian tumbuhan penyusunnya menjadi
tiga grup yaitu Vitrinitit (ialah hasil dari proses pembatubaraan materi humic yang
berasal dari selulosa (C6H10O5) dan lignin dinding sel tumbuhan yang mengandung
serat kayu (woody tissues) seperti batang, akar, daun, dan akar), Liptinite (Liptinit
tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan berasal dari sisa
tumbuhan atau dari dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora, ganggang (algae),
kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen) ) dan Inertinite (berasal dari
tumbuhan yang sudah terbakar dan sebagian lagi berasal dari hasil proses oksidasi
maseral lainnya atau proses decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan
bakteri). Dalam Pembahasan kali ini akan lebih terfokus pada grup maseral Liptinite
yang terdiri dari beberapa jenis maseral yang berasal dari tumbuhan tingkat rendah.
Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan
berasal dari sisa tumbuhan atau dari dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora,
ganggang

(algae),

kutikula,

getah

tanaman

(resin)

dan

serbuk

sari

(pollen).Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinite dapat

dibedakan menjadi sporinite (spora dan butiran pollen), cutinite (kutikula), resinite
(resin/damar), exudatinite (maseral sekunder yang berasal dari getah maseral liptinite
lainnya yang keluar pada proses pembatubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus),
fluorinite (degradasi dari resinite), liptodetrinite (detritus dari maseral liptinite
lainnya), alginite (ganggang) dan bituminite (degradasi material algae). Relatif kaya
dengan ikatan alifatik sehingga kaya akan hidrogen atau bisa juga sekunder, dimana
terjadi selama proses pembatubaraan dari bitumen.
Sifat optis: reflektivitas rendah dan fluoresense tinggi, dari liptinit mulai
gambut dan batubara pada rank rendah sampai pada batubara sub bituminus relatif
stabil (Taylor et.al., 1998). Di bawah mikroskop, kelompok liptinite menunjukkan
warna kuning muda hingga kuning tua di bawah sinar fluoresence, sedangkan di
bawah sinar biasa kelompok ini terlihat berwarna abu-abu sampai gelap. Liptinit
mempunyai berat jenis 1,01,3 dan kandungan hidrogen yang paling tinggi dibanding
dengan maseral lain, sedang kandungan volatille matter sekitar 66%. Pada petrografi
dari kelompok liptinite tentang macerals yaitu semuanya memiliki reflektansi yang
lebih lebih rendah dari maceral vitrinit dalam batubara yang sama.

Macerals

kelompok ini sangat sensitif terhadap pembatubaraan dengan pendekatan maju dan
macerals liptinite mulai dari rank batubara menengah dan volatile tidak hadir dalam
rank batubarat rendah-volatile. Ketika macerals liptinite dijumpai dalam batubara,
maceral ini cenderung mempertahankan bentuk tanaman aslinya dan sehingga
maseral ini berupa fosil tanaman atau phyterals.Sifat phyteral dari macerals liptinite
adalah dasar utama yang diklasifikasikan.
1.2 Liptinite Group
Liptinit berasal dari organ tumbuhan (ganggang, spora, kotak spora, kutikula
dan getah), yang relatif kaya dengan ikatan alifatik sehingga kaya akan hidrogen
(Techmueller, 1982; Wolf, 1988) atau bisa juga sekunder, terjadi selama proses
pembatubaraan dari bitumen.

Sifat optis (Refektivitas rendah dan fluoresense tinggi) dari Liptinit mulai
gambut dan batubara pada rank rendah sampai pada batubara sub-bituminus relatif
stabil (Techmueller, 1989).
Asal macerals liptinite yang berasal dari bagian tanaman seperti
spora,kutikula, dan resin.
Kelimpahan yang macerals liptinite umumnya membuat tentang 5-15% dari sebagian
besar Amerika Utara bara. Mereka umumnya paling banyak diAppalachian bara.
Pada suatu reflektansi dari 1,35-1,40 sebagian besar macerals liptinite menghilang
dari batubara.
Densityyang macerals liptinite memiliki kerapatan terendah dari setiap
kelompok maseral berkisar antara 1,18-1,28 gram / ml.
Coking Properties dalam proses coking beberapa macerals liptinite devolatilize
sebagai gas dan ter tetapi mereka juga berkontribusi terhadap massa kokain.
Kimia dalam batubara diberi macerals liptinite memiliki kandungan hidrogen
tertinggi dan kadar karbon terendah.
Ketangguhan di polishing, yang macerals liptinite dapat menunjukkan lega
positif. Reflektansi dalam batubara diberi liptinite macerals mempunyai reflektansi
terendah.Fluoresensi semua macerals liptinite berpendar saat bersemangat oleh
cahaya ultra-violet.

Tabel 1.Liptinite Group

1.2.1 Sporinite
Sporinite adalah salah satu maseral dari grup maseral liptinite yang paling
umum yang berasal dari lapisan lilin spora fosil dan serbuk sari. Pada umumnya
maseral ini memiliki bentuk bulat pipih dengan bagian atas dan belahan rendah

dikompresi sampai datang secara bersama-sama.Permukaan luar dari macerals


sporinite sering menunjukkan berbagai macam ornamen. Perlu dicatat bahwa dalam
bagian yang paralel atau dekat sejajar terhadap bidang perlapisan batubara, yang
macerals sporinite akan muncul untuk mengambil sebuah disk atau yang dapat
berbentuk oval dengan resinite. Dalam Paleozoikum bara dua jenis spora yang umum.
Yang lebih kecil, biasanya <100 mikron dalam ukuran disebut mikrospora dan yang
lebih

besar

berkisar

sampai

beberapa

milimeter

diameter

disebut

megaspores.Sporinite juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ketebalan dinding


spora berdinding tipis (tenuispores) dan berdinding tebal (crassispores).Spora
terbentuk dalam kantung (sporangium) pada tanaman asli yang mereka dipadatkan
menjadi empat kelompok tetrahedral. Bukti formasi ini kadang-kadang dapat dilihat
di bawah mikroskop sebagai trilete bekas luka

Gambar 1. Maseral sporinite (S) yang nampak pada microscop

1.2.2Cutinite
Meskipun tidak sangat berlimpah, maseral ini umumnya ditemukan di
sebagian besar batubara dan berasal dari lapisan luar lilin daun, akar dan batang. Hal
ini terjadi sebagai stringer panjang, yang seringkali memiliki satu permukaan yang
cukup datar, dan permukaan yang lain adalah crenulated. Cutinite biasanya memiliki
reflektansi yang sama dengan yang sporinite. Kadang-kadang stringer dari cutinite
yang terdistorsi. Karena cutinite terjadi pada fragmen lembaran dan sangat tahan
terhadap cuaca, kadang-kadang terkonsentrasi dalam cuaca

Gambar 2. Maseral cutinite (Cu)

1.2.3 Resinite
Maseral Resinite adalah mana-mana, meskipun dalam jumlah yang kecil
kecil,

komponen di sebagian besar Amerika bara di bawah jenjang menengah-

volatile aspal. Mereka biasanya tidak hadir dalam bara peringkat lebih tinggi.
Meskipun macerals resinite biasanya kurang dari 3% dari kebanyakan US bara,
mereka sangat berlimpah di batubara dari Dataran Tinggi Wasatch di Utah di mana
mereka dapat ditemukan dalam jumlah sekitar 15% dari macerals ini. macerals
Resinite memiliki dua mode umum terjadi. Pada sebagian besar Appalachian dan
pertengahan barat batubara US resinites terjadi sebagai primer (hadir pada saat
deposisi) tubuh bulat dengan sumbu panjang berkisar antara 25-200 mikrometer.
Sementara tubuh bulat utama resinite juga ditemukan di AS barat bara Kapur / umur
Tersier, banyak resinite dalam bara terjadi sebagai cleat sekunder dan pengisi
kekosongan. Resinite sekunder ini menunjukkan hubungan mengganggu batubara
host dan sering menunjukkan tekstur aliran dan membawa xenoliths batubara di
veinlets resinite. Mikroskop fluoresensi menunjukkan bahwa hanya ovoid resinite
primer umumnya menunjukkan oksidasi atau rims reaksi yang menyarankan
perubahan permukaan. Pendar analisis spektral biasanya dapat membedakan resinite
dari macerals lain dan dalam kebanyakan kasus juga bisa membedakan resinites
berbeda.

Gambar 3. Maseral Resinite (R)

1.2.4 Alginite
Alganit adalah maceral pada batubara yang berasal dari jamur jamur yang
tumbuh pada saat pembentukan gambut dan ikut terakumulasi pada saat proses
pembatubaraan. Batubara yang pada umumnya seperti ini banyak terbentuk pada
zaman pra kambrium .Jarang terjadi di sebagian besar batubara dan sering sulit
membedakan dari materi mineral. Namun, dalam ultra-violet menyalakannya
fluoresces dengan warna kuning cemerlang dan menampilkan penampilan seperti
bunga khas.

Gambar 4. Maseral Alginite (Ag)

1.2.5 Liptodetrinite
adalah bentuk klastik dari liptinite di mana fragmen fragmen dari berbagai
jenis maceral muncul berbagai liptinite sebagai partikel tersebar.

Gambar 5. Maseral Liptodetrinite

1.2.6 Suberinit
Merupakan maceral yang terdapat dalam batubara yang memperlihatkan atau
masih menampakkan bentuk-bentuk dari serat kayu dari bahan pembentuknya yang
tidak terhancurkan secara baik pada saat proses pembatubaraan. Dengan maceral ini,
kita dapat mengetahui dari jenis tumbuhan apa batubara tersebut terbentuk.

Gambar 6. Maceral suberinit

1.3 Pembatubaraan Pada Grup Liptinit


Naiknya reflektivitas dibarengi sifat fluoresense menurun (Gambar 3).Warna
fluoresense berubah dari panjang gelombang yang pendek (hijau dan kuning) ke
panjang gelombang yang lebih tinggi (merah). Liptinit-liptinit tertentu mempunyai
loncatan proses pembatubaraan masing-masing, seperti: Sporinit mempunyai loncatan
pertama (R vitrinit = 0.5%) dimana substansi seperti minyak terbentuk. Loncatan
kedua (R vitrinit = 0.8-1.0%) adalah pada oilgeneration yang maksimum. Loncatan
ketiga (R vitrinit =

1.3%) adalah pada batas akhir oilgeneration dimana Sporinit

mencapai R vitrinit dan fluoresensenya menghilang.Perubahan mikroskopis disertai

dengan perubahan komposisi dan jumlah ekstrak dari batubara yang kaya akan
Liptinit (Radke et. al. 1980).
Sesudah oilgeneration (bituminisasi) beberapa Liptinit menghilang dan akan
membentuk mikrinit yang berupa sisa padatan (dari Resinit dan Bituminit). Liptinitliptinit yang lain (Sporinit dan Kutinit) berkurang kemudian mencapai reflektivitas
yang lebih tinggi dari reflektivitas vitrinit.
Eksudatinit adalah maseral sekunder pada grup Liptinit dan terbentuk selama
proses pembatubaraan (awal bituminisasi). Eksudatinit mencapai reflektivitas yang
lebih tinggi dari reflektivitas vitrinit pada awal stadium coking coal.Banyak metaeksudatinit dikenal dari anisotropinya yang tinggi.Secara umum R Liptinit dan
fluoresensenya berubah pada stadium oilwindow.
Sporinit terbentuk dari bagian luar dinding sel spora dan kotak spora.Secara
kimia substansi ini mengandung sporopollenin. Pada lingkungan yang kaya akan
kalsium dan relatif kering, spora dan kotak spora akan terhancur dengan kuat oleh
bakteri. Tetapi dalam lingkungan yang basah (di bawah air) spora dan kotak spora
terawetkan dengan baik (Teichmueller, 1989).
Kulit spora sering sama-sama tertindih sehingga ruang dalam spora hanya bisa
dikenali sebagai satu garis hitam di bagian tengah (Gambar 4 dan 5).Bagian luar
spora terpisahkan secara simetris.Berdasarkan besarnya sporinit dibagi menjadi
megasporinit

dan

mikrosporinit.Mikrosporinit

lebih

kecil

dari

100

mikrometer.Berdasarkan pada ketebalan dindingnya maka mikrosporinit dibagi


menjadi dua, yaitu Tenuisporinit yang mempunyai dinding yang tipis dan
Crassisporinit yang mempunyai dinding yang tebal (Stach, 1982).
Cutinit berasal dari kutikula dan lapisan kutikula yang biasanya berada pada
permukaan daun, cabang dan bagian lain dari tumbuhan sebagai pelindung dari
kekeringan.Substansi kimianya disebut cutin dan komposisinya adalah asam lemak
dan lilin.Dalam sayatan yang tegak lurus dengan perlapisan, cutinit mempunyai
lapisan berbentuk gigi yang unik dengan berbagai ketebalan. Dalam sayatan yang lain
sering terlihat sebagai struktur jaring.

Suberinit, resinit dan fluorinit berbeda dengan sporinit, alginit dan


cutinit.Material asalnya hanya diketahui secara umum.Suberinit berasal dari lapisan
suberin dari dinding sel yang tergabuskan khususnya kulit kayu.
Suberin adalah polimer yang mengandung asam lemak dan ester gliserin
(Treiber, 1957). Suberin tidak hanya terdapat pada kulit kayu tetapi juga pada
permukaan akar, buah dan berfungsi sebagai pelindung dari kekeringan.Pemunculan
suberinit sering pada brown coal tersier dimana dinding sel yang tipis, reflektivitas
rendah dan berfluoresense dari suberinit mengelilingi suatu material dengan
reflektivitas tinggi, biasanya berbentuk tabular, sebagai pengisi ruang sel dan disebut
phlobaphinit.Pada batubara mezosoikum, suberinit sangat jarang dan pada batubara
karbon tidak terdapat suberinit (Teichmueller, 1989).
Resinit berasal dari resin, balsem, lateks, lemak dan lilin. Secara kimia resinit
dibedakan menjadi terpen resin (yang berasal dari resin, balsam, copals, lateks dan
minyak essensial) dan lipid resin (berasal dari lemak dan lilin). Terpin adalah produk
hasil kondensasi yang relatif stabil dari molekul isoprene (C 6H8).Lipid dari lemak dan
lilin merupakan campuran yang dapat diekstak dari asam lemak (dari ester gliserin
atau lemak atau asam lemak dengan alkohol yang tinggi atau lilin). Secara botani
resin merupakan sekresi dari dinding sel pada ruang sel dan kanal. Beberapa konifern
menghasilkan resin (kalau terluka), dan resin ini menghasilkan resinit pada batubara.
Karena perbedaan material asal, maka resinit akan muncul dengan berbagai sifat
mikrokopis, seperti bentuk, warna, reflektan dan fluoresense (Zhao et. al., 1990).
Resin muncul sebagai pengisi sel pada telocollinit atau terisolasi pada massa dasar
vitrinit. Bentuk resinit yang bundar, opal atau juga tidak beraturan menunjukkan
variasi yang besar pada reflektivitas dan fluoresensenya.
Batubara tersier mengandung banyak resinit karena tumbuh banyak kornifern
pada jaman tersier. Di daerah tropis ada banyak angiosperm yang kaya akan resin,
lateks, minyak dan lemak sebagi sumber dari resinit (Teichmueller, 1989). Resinit
mempunyai kecenderungan untuk membentuk eksudatinit pada awal proses
pembatubaraan (Teichmueller, 1989 ; Zhao et. al., 1990).

Walaupun material asal dari fluorinit adalah minyak essensial tetapi karena
sifat optisnya yang khusus maka fluorinit dipisahkan dari resinit.Fluorinit adalah
relatif baru dan dapat diamati dengan mikroskop fluoresense (Teichmueller, 1974 a,
c).Dengan panjang gelombang yang pendek fluorinit menunjukkan warna fluoresense
yang berwarna kuning terang yang kuat.Sementara dengan sinar putih fluorinit tidak
dapat dibedakan dengan mineral lempung pada batubara.Pemunculan fluorinit adalah
khas pada sel yang kecil dari phyllovitrinit dan dikelilingi oleh cutinit.Beberapa
fluorinit berasal dari sel lipoida pada daun-daun tertentu.
Liptodetrinit adalah campuran fragmen dan sisa-sisa kecil dari produk
degradasi atau dari maseral Liptinit yang lain. Liptodetrinit banyak pada batubara
sub-aquatis (batubara sapropel atau clarit, durit dan trimaserit tertentu), karena
Liptinit terbentuk dari penghancuran mekanis dari Liptinit selama proses transport.
Eksudatinit (seperti bituminit dan fluorinit) dapat diamati dengan sinar
fluoresense. Eksudatinit adalah maseral sekunder dan pembentukannya adalah selama
proses pembatubaraan (awal bituminisasi atau antara sub-bituminous coal sampai
high volatile bitumious coal) dari Liptinit dan perhydrous vitrinit (migrabitumen
menurut Jakob, 1985). Eksudatinit mengisi rekahan, bidang perlapisan, kekar, sel
yang kosong dari fusinit dan sclerotinit (Zhao et. al, 1990).Komposisi kimia dari
eksudatinit diperkirakan asphaltene (Teichmueller, 1989).
Kesimpulan
Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan
berasal dari sisa tumbuhan atau dari dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora,
ganggang (algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen).
Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinite dibedakan menjadi
sporinite (spora dan butiran pollen), cutinite (kutikula), resinite (resin/damar),
exudatinite (maseral sekunder yang berasal dari getah maseral liptinite lainnya yang
keluar pada proses pembatubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus), fluorinite

(degradasi dari resinite), liptodetrinite (detritus dari maseral liptinite lainnya), alginite
(ganggang) dan bituminite (degradasi material algae)

Untuk Indonesia, batubara sebagai bahan galian sumber energi memegang


peranan penting sebagai sumber energi alternatif non migas terutama untuk bahan
bakar

PLTU

dan

industri

semen,

industri

kimia

dan

metallurgi.

Setiap konsumen batubara selalu memberikan persyaratan tertentu. Hal ini


dimaksudkan agar :
1. Batubara yang akan dimanfaatkan oleh konsumen supaya mudah penanganannya.
2. Batubara dapat memenuhi proses yang sedang / akan berlangsung.
3. Batubara yang digunakan tidak merusak alat akibat korosi.
4. Tidak mengganggu lingkungan hidup/mengurangi dampak negatif.

Karakteristik Batubara
Ditentukan oleh :Bahan organik (maseral), bahan an organik (mineral matter),
tingkat kematangan batubara, reflektance vitrinitre.
Berdasarkan petrografi batubara , dikenal :Type batubara, Rank batubara,
Grade batubara

Dari tabel lithotype batubara dapat diketahui maseral penyusun batubara yang
sangat menentukan manfaat dari batubaranya. Contoh untuk exinite : kaya
oksigen,volatile matter = 67 %, SG = 1,0 1,3
Maseral ini umumnya terdapat pada oil shale dan biasanya bersifat pembawa
minyak, sehingga baik untuk proses liquifaksi.Maseral penyusun batubara akan
mempengaruhi sifat batubara pada saat dipanaskan, yaitu sifat kontraksi dan ekspansi,
sehingga akan mempengaruhi sifat plastisitas pada saat pemanasan.
Berdasarkan sifat-sifat ekspansi dalam pemanasannya, maka batubara dapat
diklasifikasikan menjadi :

1. Batubara euplastis
Mempunyai rock type clarain dengan maseral penyusunnya vitrinite yang
berlebihan, sehingga kelakuan selama proses pemanasan dalam waktu singkat
akan terjadi kontraksi diikuti dengan ekspansi secara cepat. Saat ekspansi
meksimum maka volume menjadi konstan dan massa stabil.
2. Batubara sub plastis
Banyak mengandung inertinite berlebihan.Perilakunya selama pemanasan
hanya mengalami kontraksi (batubara klas rendah).
3. Batubara fluid plastis
Banyak mengandung inertinite.Pada saat kontraksi perilakunya mirip
euplastis, tetapi pada saat dilatasi maksimum, volume kemudian mengecil secara
drastis.
4. Batubara perplastis
Kombinasi perilaku euplastis dan fluid plastis, setelah kontraksi diikuti
dilatasi.Kontraksi sedikit.Volume kokas dapat lebih besar dari volume batubara
semula.

Pemanfaatan Batubara
Kehidupan moderen tidak bisa dibayangkan tanpa adanya listrik. Listrik
menerangi

rumah,

gedung,jalanan,

memanaskan

rumah

danindustri,

serta

menghidupkan sebagian besar peralatan yang digunakan di rumah, kantor dan mesin-

mesin di pabrik. Meningkatkan akses ke listrik di seluruh dunia merupakan faktor


kunci dalam mengentaskan kemiskinan
Karena pentingnya energi yang disebut sebagai listri ini maka pengupayaan
penciptaan energi ini dilakukan dengan banyak hal.Salah satu cara untuk
mendapatkan energi listri ini adala dengan mengubah energi yang terdapat pada batu
bara ini menjadi energi listrik. Pembangkit listrik pertama kali dibangun
mengguanakan batu bara bongkahan yang dibakar diatas rangka bakar dalam ketel
untuk menghasilkan uap. Kini, batu bara digiling dahulu menjadi bubuk halus, yang
meningkatkan area permukaan dan memungkinkan untuk terbakar secara lebih cepat

Teknologi Pemanfaatan Batubara


Bahan Bakar Langsung

Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan
unggulan zeolit.

Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk industri


rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang.

Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan bakar
batubara/briket bio batubara.

Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala komersial
dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon.

Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara.

Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi bahan


bakar batubara kayu.

Pembakaran bata-genteng dengan batubara.

Non Bahan Bakar

Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan


karbon aktif.

Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara peringkat


rendah sebagai penyerap.

Evomium
Bahan bakar (Bensin, diesel, gas) adalah senyawa kimia hdrokarbon yang
membentuk

molekul-molekul

hydrogen

dan

karbon.

Sebagian

hidrokarbon

membentuk kelompok-kelompok molekul yang padat, tidak sama dan menyatu antara
keduanya serta sambung menyambung menjadi rangkaian hidrokarbon. Keadaan ini
menyebabkan bahan bakar tidak dapat terbakar sempurna disebabkan oksigen tidak
dapat tercampur masuk dalam ruang molekul-molekul hydrogen dan karbon. Bahan
bakar yang tidak terbakar sempurna tersebut dikenal sebagai pembakaran yang tidak
lengkap dan kemudian akan menghasilkan karbondioksida, air, karbonmonoksida,
karbon, hidrokarbon (sebagian bahan bakar yang tidak terbakar) serta kotoran lain
yang dikeluarkan melalui pipa knalpot. Pembakaran yang tidak lengkap ini akan
menyebabkan pemborosan bahan bakar, menjadikannya endapan kotoran dalam
mesin, pencemaran udara dan seterusnya mengambat performa/tenaga mesin.

Gambar 7. Evonium

Evomium adalah alat penghemat bahan bakar yang mudah dalam


pemasangannya. Evomium terdiri dari sepasang magnet baku permanent magnet
magnet tersebut dibuat sedemikian rupa dalam keadaan melengkung dengan ukuran
tertentu yang menghasilkan tarikan magnet yang sangat kuat atau lebih dikenal
dengan medan tenaga. Evomium dipasang pada saluran bahan bakar yang dekat
kearah Carburetor atau Fuel Injection system. Sepasang magnet tersebut akan
membentuk tarikan magnet yang sangat kuat diantara kedua permukaan magnet
tersebut. bagian magnet atas berfungsi sebagai penerima sedangkan bagian bawah
magnet berfungsi sebagai penghantar dan menghasilkan serta mengarahkan tepat
sudut medan magnet dengan saluran bahan bakar. Tarikan magnet yang dihasilkan
dari kinerja evomium akan menembus saluran bahan bakar semisal getah atau gram
menyebabkan hidrokarbon akan terurai dalam bentuk yang lebih beraturan dan
tersusun, hasilnya akan menyebabkan setiap molekul akan lebih agresif dan
memudahkan oksigen menembus ruang-ruang molekul hydrogen dan karbon untuk
mendapatkan pembakaran yang sempurna dan bersih. Hasilnya pula hal ini akan
mampu menambah tenaga dengan jumlah pepenggunaan bahan bakar yang lebih
sedikit.Hasil yang didapat dari Evomium adalah:

Menghemat uang

Menghemat bahan bakar

Menambah jarak tempuh

Meningkatkan performa/tenaga mesin

Menambah tarikan mesin

Mengurangi pencemaran udara

Umur mesin lebih lama

Mengawetkan mesin

Suara mesin lebih halus

Mengurangi asap

Minyak pelumas lebih tahan lama

Mengurangi biaya / memudahkan perawatan mesin. Mesin bersih


(Mengurangi endapan karbon)

DAFTAR PUSTAKA
http://achmadinblog.wordpress.com/2010/05/31/maceral-liptinite/
http://real-miners.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-batubara.html
http://www.scribd.com/doc/38765592/Geologi-Batubara
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimiasmk/kelas_xi/kegunaan-batu-bara/

Anda mungkin juga menyukai