Anda di halaman 1dari 98

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN

MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN


PEMECAHAN MASALAH

Disusun Oleh :

MIA USNIATI
106017000487

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011

LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika
Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah disusun oleh MIA USNIATI Nomor
Induk Mahasiswa 106017000487, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian
Munaqasah pada tanggal 10 Maret 2011 di hadapan dewan penguji. Karena itu,
penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan
Matematika.
Jakarta, Maret 2011
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal

Tanda Tangan

.............

.......................

.............

.......................

.............

.......................

.............

.......................

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)


Maifalinda Fatra, M.Pd
NIP. 19700528 199603 2 002
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Program Studi)
Otong Suhyanto, M.Si
NIP. 19681104 199903 1 001
Penguji I
Tita Khalis Maryati, M.Kom
NIP. 19690924 199903 1 001
Penguji II
Maifalinda Fatra, M.Pd
NIP. 19700528 199603 2 002
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A


NIP. 19571005 198703 1 003

LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika
Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah disusun oleh MIA USNIATI
Nomor Induk Mahasiswa 106017000487, Jurusan Pendidikan Matematika,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya
ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Februari 2011

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd

Lia Kurniawati, M.Pd

NIP. 19670812 199402 1 001

NIP. 19760521 200801 2 008

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH


Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Mia Usniati

NIM

: 106017000487

Jurusan

: Pendidikan Matematika

Angkatan tahun

: 2006

Alamat

: Jalan Raya Kresek Kp. Pulo RT 006/08 No. 27, Duri


Kosambi Cengkareng Jakarta Barat
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika


Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah adalah hasil karya sendiri di bawah
bimbingan dosen:
1. Nama
NIP

: Dr. Kadir, M.Pd


: 19670812 199402 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika


2. Nama
NIP

: Lia Kurniawati, M.Pd


: 19760521 200801 2 008

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.
Jakarta, Februari 2011
Yang menyatakan,

Mia Usniati
NIM. 106017000487

LEMBAR UJI REFERENSI


Nama

: MIA USNIATI

NIM

: 106017000487

Jurusan

: Pendidikan Matematika

Judul skripsi : Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui


Pendekatan Pemecahan Masalah

No

Judul Buku/ Referensi


BAB I

1
2

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, dalam


Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 3 No. 1,
Desember 2006, hlm. 442.
Lia Kurniawati, Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem
Solving) dalam Upaya Mengatasi Kesulitan-Kesulitan Siswa
pada Soal Cerita, Sebuah Antologi, dalam Gelar Dwirahayu
(Ed.), Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran
Matematika dan Sains Dasar, (Jakarta: IAIN Indonesia Social
Equity Project, 2007), hlm. 45.
Roslina, dkk, Kemampuan Penalaran Matematika dan
Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMA, Laporan Penelitian
Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, (Jakarta:
Perpustakaan PDII LIPI, 2007), hlm. 1, t.d.

Lia Kurniawati, Pembelajaran dengan Pendekatan


Pemecahan masalah untuk meningkatkan Kemampuan
Pemahaman dan Penalaran matematika Siswa SMP,
dalam Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika, Vol. 1 No. 1, Juni 2006, hlm. 79.

Fadjar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan


Komunikasi, dalam Diklat Instruktur/Pengembang Matematika
SMA Jenjang Dasar, Yogyakarta, 2004, hlm. 3.
Roslina, dkk, Kemampuan Penalaran , hlm. 3.

6
7

Usman Mulbar, Kemampuan Penalaran Formal, Lingkungan


Pendidikan Keluarga Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Siswa SMA Negeri Di Kota Makassar, dalam Majalah Ilmiah
Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Vol. 5
No. 2, Juli 2006, hlm. 108.
Lia Kurniawati, Pembelajaran dengan ... , hlm. 79.

Paraf Pembimbing
Pembimbing Pembimbing
I
II

9
10

11
12
13
14
15
16

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika


Kontemporer, (Bandung: JICA UPI Bandung, 2003), hlm. 8990.
Teguh, Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah
Dasar, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik
Pendidikan, No. 2 Tahun 10, November 2001, hlm. 79.
BAB II
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,
(Jakarta: Asdi Mahasatya, 2003), h. 9.
Slameto, Belajar dan , hlm. 13.
Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Grasindo, 1996),
h. 53.
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan
Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brothers, 2006), h. 76.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Edisi Revisi, h. 90.
Slameto, Belajar dan , hlm. 3-4.

17

http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisitaksonomi-bloom-atau-revised-bloom-taxonomy.html, 22
Juli 2010, 17:53 WIB.

18

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika


Kontemporer, (Bandung: JICA UPI Bandung, 2003), h. 18.

19

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran , hlm. 15.

20

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah


Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 34.
Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah ...,
hlm. 34.

21
22
23

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika,


(Bandung: UPI Press, 2006), h. 4.
Sri Wardhani, Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP
Matematika Analisis SI Dan SKL Mata Pelajaran Matematika
SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran
Matematika, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan
Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika,
2008), h. 8.

24

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran , hlm. 43.

25

Arifin Dwi Yulianto, Pengaruh Pendekatan Pemecahan


Masalah Terhadap Prestasi Belajar Matematika Kelas VII
SMP Negeri 1 Miri Sragen Ditinjau Dari Minat Belajar,
Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta, (Surakarta:
http://etd.eprints.ums.ac.id/4519/1/A410040038.pdf, 22
Juni 2010,11:20 WIB, 2009), hlm. 4-5,t.d.

26

Teguh, Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah


Dasar, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik
Pendidikan, No. 2 Tahun 10, November 2001, hlm. 78.

27

I Wayan Sudiana, Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II


Melalui Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya
Terhadap Soal Cerita Matematika Pada SD 5 Banjar Jawa
Singaraja, Laporan Penelitian Dosen Muda Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, (Jakarta: Perpustakaan
PDII LIPI, 2005), hlm. 5, t.d.

28

Teguh, Pembelajaran Penyelesaian Soal Cerita


Matematika Di Sekolah Dasar Dengan Pendekatan
Pemecahan Masalah, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori
dan Praktik Pendidikan, No. 1 Tahun 9, Mei 2000, hlm.
55-56.

29

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran , hlm.


126.
Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran , hlm.
126.

30
31

http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatandan-metode-pembelajaran/, 22 Juni 2010, 11:38 WIB.

32

I Wayan Sudiana, Peningkatan Prestasi , hlm. 1.

33
34

http://fachryanakstei.blog.com/2007/10/, 23 November 2009,


11:03 WIB.
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran , hlm. 99.

35

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model , hlm. 128.

36

Lia Kurniawati, Pendekatan Pemecahan Masalah


(Problem Solving) dalam Upaya Mengatasi KesulitanKesulitan Siswa pada Soal Cerita, Sebuah Antologi,
dalam Gelar Dwirahayu (Ed.), Pendekatan Baru dalam
Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar,
(Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007),
hlm. 56.

37

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran , hlm. 96-99.

38

Soemoenar, dkk Penerapan matematika sekolah,


(Universitas Terbuka Buku materi pokok PEMA 4314/4
SKS / MODUL 1 12 EDISI 1), h. 2.40.

39

Teguh, Pembelajaran Problem , hlm. 80-81.

40

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru,


(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 31.

41

42

Roslina, dkk, Kemampuan Penalaran Matematika dan


Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMA, Laporan Penelitian
Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, (Jakarta:
Perpustakaan PDII LIPI, 2007), hlm. 2, t.d.
Sri Wardhani, Paket Fasilitasi , hlm. 11.

43

Nahrowi Adji dan Deti Rostika, Konsep Dasar Matematika,

45

(Bandung: UPI Press, 2006), h. 3.


Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif Edisi Keempat,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 425.
Nahrowi Adji dan Deti Rostika, Konsep Dasar , hlm. 3.

46

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi , hlm. 12.

47

Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif , hlm. 425.

48

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi , hlm. 14.

44

BAB III

49

Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta:


Bumi Aksara, 2008), h. 58.

50

Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan , hlm. 20.

51
52

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,


(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Edisi Revisi, h. 76-79.
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar , hlm. 211-213.

53

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar , hlm. 207-208.

54

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar , hlm. 100.

Jakarta, 12 Februari 2011


Mengetahui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd

Lia Kurniawati, M.Pd

NIP. 19670812 199402 1 001

NIP. 19760521 200801 2 008

ABSTRAK
MIA USNIATI (106017000487), Meningkatkan Kemampuan Penalaran
Matematika Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah Skripsi Jurusan Pendidikan
Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kemampuan penalaran
matematika siswa dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah.
Penelitian ini dilakukan di MAN 12 Jakarta Tahun Ajaran 2010/2011 pada bulan
Oktober sampai Desember 2010.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas yang terdiri dari dua siklus dan tiap siklus nya terdiri atas empat tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pengumpulan data setelah
diberikan perlakuan diperoleh dari hasil tes kemampuan penalaran matematika
pada setiap siklus. Koefisien validitas instrumen penelitian berkisar dari 0,341
0,672. Sedangkan koefisien reliabilitas instrumen penelitian 0, 999. Tes yang
diberikan terdiri dari 10 soal berbentuk pilihan ganda beralasan.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pendekatan pemecahan
masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Pada
siklus I, rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa 62,75 dengan
persentase siswa yang telah mencapai nilai KKM sebesar 47,22 % dari jumlah
siswa dan pada siklus II, rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa
meningkat menjadi 71 dengan persentase siswa yang mencapai nilai KKM 75 %
dari jumlah siswa. Kesimpulan penelitian ini adalah pendekatan pemecahan
masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.

Kata Kunci : Penalaran dan Pendekatan Pemecahan Masalah

ABSTRACT
MIA USNIATI (106017000487), Improving Mathematics Reasoning
with Problem Solving Approach. Skripsi Department of Mathematics Education,
Fakulty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta.
The purpose of this research is to study students mathematics reasoning
with problem solving approach. This research was conducted in MAN 12 Jakarta
study year 2010/2011 on October to December in 2010.
The method used in this research is classroom action research which
consist of two ciclus and every ciclus consist of four steps there are planning,
acting, observing and reflecting. Collecting the data after given the treatment from
the result of test mathematics reasoning every ciclus. Coefisien instrument
validity was about 0,341 0,672. Whereas coefisien instrument reability 0,999.
The test has given consist of 10 question which reasoning multiple choises.
This result of the research shows that problem solving can improve
students mathematics reasoning. In ciclus I, average of the students mathematics
reasoning average was 62,75 with students percentage have reached KKM score
about 47,22 % from students in the class and in ciclus II, average of the students
mathematics reasoning have improved until 71 with students percentage have
reached KKM score about 75 % from students in the class. The conclution of the
research that problem solving approach can improve students mathematics
reasoning.

Key Words : Reasoning and Problem Solving Approach

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya
yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di MAN 12 Jakarta. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini.
Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun
berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat
terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.
4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Ibu Lia Kurniawati,
M.Pd., Dosen Pembimbing II yang dengan kesabaran dan keikhlasannya
telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staff jurusan yang
selalu membantu penulis dalam proses administrasi.
6. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Bapak Drs. H.A. Jalalul Hadi, Kepala MAN 12 Jakarta yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini serta Bapak

M. Yamin Syarif, M.Pd, Wakil Kepala sekaligus guru matematika MAN


12 Jakarta yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi ini.
8. Teristimewa untuk orang tuaku, Ayahanda Saadih dan Ibunda Sawiyah
yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, doa serta dukungan moril
dan materil kepada penulis.
9. Suamiku tercinta, Erik Bek, S.E., yang selalu mendampingi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang
tak terhingga.
10. Kakak-kakakku (A. Fauzi, A. Sujaih, Aat Umiyati, Dede Sulastri, Hikmah
Wati dan Umar Kazim) yang senantiasa memberikan doa dan motivasi
kepada penulis.
11. Teman-teman seperjuanganku (Etika Intan Sari, Siti Chairunnisa, Nia
Kurnia, Fara Rahmawati, Azizah, S.Pd, Ka Mimin, Sawati dan Lidiya
Ekawati) yang selalu menemani dan memberikan bantuan dalam banyak
hal. Serta semua teman-temanku di Jurusan Pendidikan Matematika
angkatan 2006.
12. Sahabat-sahabatku (Arobia Oktavina, Izatun Milah, Fitria dan Mukhobir)
yang selalu memberikan dukungan dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
13. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.

Jakarta, Februari 2011

Penulis

DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vi
DAFTAR DIAGRAM ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ x
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ................................................. 6
C. Pembatasan Fokus Penelitian ................................................................ 6
D. Perumusan Masalah Penelitian ............................................................. 7
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ................................................. 7

BAB II KAJIAN

TEORETIK

DAN

PENGAJUAN

KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ........................................... 8
1. Hakikat Belajar ................................................................................... 8
2. Hakikat Belajar Matematika ............................................................. 11
3. Pendekatan Pemecahan Masalah ....................................................... 14
4. Penalaran Matematika ....................................................................... 18
a. Penalaran Induktif ....................................................................... 20
b. Penalaran Deduktif ...................................................................... 20
B. Acuan Teori Rancangan-Rancangan Alternatif Atau Desain-Desain
Alternatif Intervensi Tindakan Yang Dipilih ....................................... 22
C. Bahasan Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan .................................... 24
D. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ..................................... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 26
B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian
............................................................................................................... 26
C. Subjek/Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian ............................... 28
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam penelitian .......................................... 28
E. Tahapan Perencanaan Kegiatan ........................................................... 29
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ........................................ 32
G. Data dan Sumber Data ......................................................................... 33
H. Instrumen-Instrumen Pengumpul Data yang Digunakan ..................... 33
I. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 35
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Studi ............ 36
K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ....................................... 39
L. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan ........................ 39

BAB IV DESKRIPSI,

ANALISIS

DATA,

INTERPRETASI

HASIL

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan Efek/Hasil Intervensi Tindakan ..... 41
1. Observasi Pendahuluan .................................................................. 41
2. Tindakan Pembelajaran Siklus I ..................................................... 43
3. Tindakan Pembelajaran Siklus II ................................................... 58
B. Pemeriksaan Keabsahan Data .............................................................. 69
C. Analisis Data ........................................................................................ 70
D. Pembahasan Temuan Penelitian ........................................................... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .......................................................................................... 76
B. Saran ..................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 78
LAMPIRAN ............................................................................................................. 81

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tahapan-Tahapan Perencanaan Kegiatan ............................................... 29
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Soal Tes Penalaran Matematika .............................................. 34
Tabel 4.1 Hasil Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Siklus I
.................................................................................................................. 52
Tabel 4.2 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus I .......................... 54
Tabel 4.3 Refleksi Tindakan Pembelajaran Siklus I ............................................... 56
Tabel 4.4 Hasil Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Siklus II
.................................................................................................................. 64
Tabel 4.5 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus II ......................... 66
Tabel 4.6 Hasil Rata-Rata Skor Lembar Observasi Kemampuan Penalaran
Matematika Siswa ................................................................................... 70
Tabel 4.7 Statistika

Deskriptif

Peningkatan

Tes

Kemampuan

Penalaran

Matematika .............................................................................................. 71

DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1

Diagram Pemecahan Masalah Menurut Polya .................................. 17

Diagram 4.1

Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Penalaran


Matematika Siklus I .......................................................................... 55

Diagram 4.2

Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Penalaran


Matematika Siklus II ......................................................................... 68

DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1

Aktivitas kelas saat peneliti memberikan ilustrasi materi ................. 47

Gambar 4.2

Siswa sedang bertanya solusi penyelesaian kepada peneliti ............. 48

Gambar 4.3

Aktifitas siswa saat diskusi kelompok .............................................. 50

Gambar 4.4

Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus I ......................... 52

Gambar 4.5

Siswa sedang menyajikan hasil diskusi dipapan tulis ....................... 60

Gambar 4.6

Peneliti sedang memberi bimbingan kepada kelompok yang


mengalami kesulitan .......................................................................... 61

Gambar 4.7 a Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus II ....................... 63
Gambar 4.7 b Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus II ....................... 64

DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Bagan Rancangan-Rancangan Alternatif ................................................. 23
Bagan 3.1 Desain Penelitian Tindakan Kelas ........................................................... 28

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan .......................................... 81
Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa ......................................................................... 105
Lampiran 3 Lembar Observasi Kemampuan Penalaran Matematika Siswa ....... 129
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Guru dan Siswa ............................................ 137
Lampiran 5 Soal Uji Coba Instrumen Tes ........................................................... 140
Lampiran 6 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes Pilihan Ganda
......................................................................................................... 147
Lampiran 7 Soal Tes Akhir Siklus I dan Kunci Jawaban .................................... 154
Lampiran 8 Soal Tes Akhir Siklus II dan Kunci Jawaban .................................. 159
Lampiran 9 Daftar Nilai Tes Akhir Siklus I dan II ............................................. 164
Lampiran 10 Daftar Nama-Nama Kelompok Siklus I dan II ................................ 169

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks dan
banyak macamnya, maka masalah-masalah kehidupan itupun muncul dan
semakin kompleks pula. Perkembangan zaman tersebut menuntut kita untuk
berkompetisi dalam memenuhi segala kebutuhan hidup. Hanya orang-orang
yang tangguh, disiplin dan tekunlah yang dapat bersaing dalam kehidupan
yang demikian. Untuk itu kita semua harus dapat mempersiapkan manusiamanusia yang unggul dibidangnya dan mampu bersaing dalam kehidupan
yang serba kompleks ini. Dengan kata lain kita harus mencetak manusiamanusia yang berkualitas dengan jalan meningkatkan mutu pendidikan sejak
dini.
Matematika memainkan peranan yang sangat penting saat ini. Peranan
ini dapat dilihat pada bantuan matematika dalam berbagai sektor kehidupan
manusia,

seperti

pada

komputasi,

transportasi,

komunikasi,

ekonomi/perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.1


Ilmu matematika juga memberikan sumbangan yang cukup besar dalam
pembentukan manusia unggul. Matematika adalah ilmu yang berkembang
sejak ribuan tahun lalu dan masih tumbuh subur hingga kini. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kemajuan teknologi sekarang ini yang merubah dunia
semakin canggih dan praktis dalam segala kehidupan adalah sumbangan ilmu
matematika. Namun, selama ini masih banyak orang yang menganggap bahwa
matematika tidak lebih dari sekedar berhitung dan bermain dengan rumus dan
angka-angka. Bahkan, banyak siswa menanyakan dimana matematika akan
dipakai? Pertanyaan seperti ini mengindikasikan kekurangpahaman siswa
akan manfaat matematika dalam kehidupan.
1

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan


dan Pembelajaran, Vol 3 No. 1, Desember 2006, hlm. 442.

Selama ini siswa mungkin menerima begitu saja pengajaran


matematika di sekolah, tanpa mempertanyakan mengapa atau untuk apa
matematika harus diajarkan. Secara rinci Wahyudin (dalam Lia Kurniawati,
2006) menemukan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan
sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam
matematika yaitu siswa kurang memahami dan menggunakan nalar yang baik
dalam menyelesaikan soal yang diberikan.2 Hal ini menunjukkan bahwa
matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran) dan
persoalannya adalah bagaimana seorang guru menanamkan konsep yang
sebaik-baiknya kepada siswa.
Menurut James dan James, matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan
lainnya dengan jumlah yang banyak. Matematika timbul karena pikiran
manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.3 Penalaran
adalah proses menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru berdasarkan
fakta-fakta atau pernyataan-pernyataan yang telah diketahui kebenarannya.
Matematika mempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa depan. Salah satu visi
pembelajaran matematika yaitu mengarahkan pada pemahaman konsep
matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan
masalah ilmu pengetahuan lainnya serta memberikan kemampuan penalaran
matematika siswa. Di sisi lain, matematika mempunyai ciri-ciri khusus
sehingga pendidikan dan pengajaran matematika perlu ditangani secara khusus
pula. Satu ciri khusus matematika adalah sifatnya yang menekankan pada
proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik.
Pada Standar Isi mata pelajaran matematika untuk semua jenjang
pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran
2

Lia Kurniawati, Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan masalah untuk


meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematika Siswa SMP, dalam Algoritma
Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1, Juni 2006, hlm. 79.
3
Roslina, dkk, Kemampuan Penalaran Matematika dan Penguasaan Konsep IPA pada
Siswa SMA, Laporan Penelitian Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, (Jakarta:
Perpustakaan PDII LIPI, 2007), hlm. 1, t.d.

matematika di sekolah adalah agar siswa mampu memahami konsep


matematika, menggunakan penalaran matematika, memecahkan masalah
matematika,

mengkomunikasikan

matematika

dan

mengkoneksikan

matematika baik antar konsep dalam matematika maupun dengan bidang studi
yang lain.
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran
suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya. Sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika
bersifat konsisten. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran matematika pola pikir
induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk mempelajari konsepkonsep matematika. Namun demikian, pembelajaran matematika dengan
fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan
masalah dapat diawali dengan menggunakan pola pikir induktif melalui
pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa.
Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika
mereka belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat
dibutuhkan setiap manusia disaat memecahkan masalah ataupun disaat
menentukan keputusan. Sebagaimana dikemukakan mantan Presiden AS
Thomas Jefferson dan dikutip Copi berikut ini: In a republican nation, whose
citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the art of
reasoning becomes of first importance.4 Pernyataan ini menunjukkan betapa
pentingnya penalaran dan argumentasi dipelajari dan dikembangkan di suatu
negara sehingga setiap warga negara akan dapat dipimpin dengan daya nalar
dan bukan dengan kekuatan saja. Pendapat mantan Presiden AS tersebut sudah
seharusnya menjadi tekad para guru matematika untuk meningkatkan
kemampuan penalaran para siswanya.
Penalaran (reasoning) adalah fondasi dari matematika. Ross (dalam
Lithner, 2000) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari
pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika
4

Fadjar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, dalam Diklat


Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar, Yogyakarta, 2004, hlm. 3.

(logical reasoning). Penalaran matematika memiliki peran yang amat penting


dalam proses berpikir siswa. Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan
pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang
mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui
maknanya.
Atas dasar itulah kemampuan penalaran matematika siswa perlu
ditingkatkan mengingat realita yang sekarang terjadi dalam dunia pendidikan,
khususnya pada mata pelajaran matematika yang menyatakan bahwa
kemampuan penalaran matematika siswa masih tergolong rendah. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil penelitian Soemarmo yang dilakukan di Bandung pada
tahun 1987 (dalam Roslina dkk, 2007) dengan subjek siswa SMA dalam mata
pelajaran matematika, fisika, kimia dan bahasa Indonesia yang menyimpulkan
bahwa: 1) kemampuan penalaran matematika masih rendah. 2) siswa masih
banyak mengalami kesukaran dalam pemahaman relasional dan berpikir
derajat dua, artinya siswa mengalami kesukaran dalam tes penalaran deduktif
dan induktif. 3) kemampuan matematika dipengaruhi oleh kemampuan
penalaran logik atau tahap kognitif siswa daripada oleh kegiatan belajar siswa
dan kegiatan mengajar guru.5
Soedjadi menyatakan bahwa kemungkinan penyebab kesulitan siswa
belajar matematika dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu bersumber dari
diri siswa sendiri dan dari luar siswa. Faktor dari siswa adalah sikap,
perkembangan kognitif, gaya kognitif, kemampuan dan jenis kelamin. Sedang
dari luar diri siswa adalah pendekatan atau metode mengajar, materi
matematika dan lingkungan sosial.6
Selain itu, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di MAN 12
Jakarta, kemampuan penalaran matematika X IPA 2 tergolong rendah. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan kepada
siswa dan guru matematika. Guru matematika mengungkapkan bahwa selama
5

Roslina, dkk, Kemampuan Penalaran , hlm. 3.


Usman Mulbar, Kemampuan Penalaran Formal, Lingkungan Pendidikan Keluarga Dan
Status Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa SMA Negeri Di Kota Makassar, dalam Majalah Ilmiah
Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Vol. 5 No. 2, Juli 2006, hlm. 108.
6

proses pembelajaran matematika siswa kurang merespon pembelajaran yang


diberikan guru. Ketika guru mengajukan pertanyaan, para siswa cenderung
diam dan tidak memberikan jawaban. Siswa juga mengalami kesulitan dalam
melakukan manipulasi matematika terhadap soal matematika yang diberikan
guru. Kegiatan belajar siswa di kelas antara lain mendengarkan penjelasan
guru, mencatat hasil catatan dari guru kemudian mengerjakan soal latihan.
Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran matematika
di kelas adalah ceramah dan latihan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan penalaran matematika siswa
yaitu dengan menggunakan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan
masalah. Leeuw mengemukakan bahwa belajar pemecahan masalah pada
hakikatnya adalah belajar berpikir (learning to think) dan belajar bernalar
(learning to reason) untuk mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang
telah diperoleh dalam rangka memecahkan masalah yang belum pernah
dijumpai.7

Dengan

demikian,

pendekatan

pemecahan

masalah

akan

mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan penalaran matematika siswa.


Pemecahan masalah merupakan salah satu cara belajar yang dianggap efisien
dalam usaha untuk mencapai tujuan pengajaran.
Gagne menyatakan bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi
dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Hal ini dipahami sebab
pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi dari tipe belajar
yang dikemukakan Gagne, yaitu: signal learning, stimulus-respon learning,
chaining, verbal association, discrimination learning, concept learning, rule
learning dan problem solving.8
Problem solving menurut Gagne, Hudoyo, Joice dan Weil merupakan
aplikasi beberapa aturan kepada suatu masalah yang tidak dihadapi
sebelumnya oleh siswa. Dengan adanya proses berpikir untuk memecahkan
masalah itu, diharapkan dapat menghasilkan individu-individu yang

Lia Kurniawati, Pembelajaran dengan ... , hlm. 79.


Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA
UPI Bandung, 2003), hlm. 89-90.
8

berkompeten dalam bidang matematika.9 Pemecahan masalah merupakan


suatu aktivitas yang penting dalam kegiatan belajar matematika. Pemecahan
masalah matematika selain menuntut siswa untuk berpikir juga dapat
mengakibatkan siswa lebih aktif. Dari pembelajaran pemecahan masalah
tersebut siswa diharapkan dapat berpikir secara sistematis, aksiomatik, logis,
kritis, kreatif, dan praktis. Dengan pembelajaran seperti itulah daya nalar
siswa terhadap matematika akan terbangun dan terbentuk. Dengan demikian
maka kemampuan penalaran siswa terhadap matematika pun akan meningkat.
Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian tindakan kelas yang
disesuaikan dengan pokok bahasan pada mata pelajaran matematika dengan
judul Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui
Pendekatan Pemecahan Masalah.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian


Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, permasalahan ini
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kemampuan

penalaran

matematika

siswa

terhadap

pembelajaran

matematika masih rendah.


2. Guru cenderung menggunakan metode ceramah pada saat pembelajaran
matematika.
3. Penggunaan

pendekatan

pemecahan

masalah

dapat

meningkatkan

kemampuan penalaran matematika siswa.

C. Pembatasan Fokus Penelitian


Dalam penelitian ini pembatasan masalahnya adalah:
1. Pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pemecahan masalah model Polya. Adapun langkah-langkah nya meliputi
memahami masalah, membuat rencana, melaksanakan rencana dan
meninjau kembali.
9

Teguh, Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah Dasar, dalam Sekolah


Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 2 Tahun 10, November 2001, hlm. 79.

2. Penalaran matematika adalah hasil tes/evaluasi dari proses pencapaian


kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.

D. Perumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang diuraikan di
atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematika siswa?
2. Bagaimana kemampuan penalaran matematika siswa setelah diberi
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah?

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian


1. Tujuan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan
peningkatan

kemampuan

penalaran

matematika

siswa

dengan

menggunakan pendekatan pemecahan masalah.


2. Kegunaan Hasil Penelitian
a. Bagi siswa
Sebagai bahan acuan untuk meningkatkan kemampuan
penalaran matematika siswa.
b. Bagi guru
Memberi masukan untuk mengembangkan suatu pembelajaran
baru yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika
siswa, bagi guru matematika pada khususnya dan pendidik pada
umumnya.
c. Bagi penulis
Digunakan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.

BAB II
KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
1. Hakikat Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.
Belajar merupakan proses dari perkembangan hidup manusia. Dengan
belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu
sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup
tidak lain adalah hasil dari belajar. Kita pun hidup menurut hidup dan
bekerja menurut apa yang telah kita pelajari.
Pandangan

seseorang

tentang

belajar

akan

mempengaruhi

tindakan-tindakan nya yang berhubungan dengan belajar dan setiap orang


mempunyai pandangan yang berbeda tentang belajar. Dalam teori Gestalt
yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler, dalam belajar yang terpenting
adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh respon yang tepat
untuk memecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang penting bukan
mengulangi

hal-hal

yang harus dipelajari,

tetapi

mengerti

atau

memperoleh insight,10 yaitu suatu saat dalam proses belajar dimana


seseorang melihat pengertian tentang sangkut paut dan hubunganhubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.
Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu:11
1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.
10

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Asdi Mahasatya,


2003), h. 9.
11
Slameto, Belajar dan , hlm. 13.

2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang


diperoleh dari instruksi.
Menurut teori belajar W. S. Winkel, belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan
dan berbekas.12 Sedangkan menurut Zikri Neni Iska, belajar adalah proses
perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka
waktu tertentu. Perubahan yang terjadi harus secara relatif bersifat
menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini
nampak (immediate behavior), tetapi perilaku yang mungkin terjadi di
masa mendatang (potential behavior). Oleh karena itu, perubahanperubahan terjadi karena pengalaman.13
Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan
dua macam rumusan, yakni:
Rumusan pertama berbunyi: acquisition of any relatively
permanent change in behaviour as a result of practice and
experience. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan
keduanya Process of acquiring responses as a result of special
practice, belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai
akibat adanya latihan khusus.14
Dari beberapa pengertian belajar tersebut mungkin timbul kesan
bahwa pasti telah terjadi belajar bila ternyata telah terjadi suatu perubahan.
Benarlah yang mengatakan bahwa belajar menghasilkan perubahan.
Namun pernyataan ini tidak dapat dibalik, seolah-olah setiap perubahan
pada diri seseorang merupakan hasil dari suatu proses belajar. Perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun
jenisnya. Oleh karena itu, tidak setiap perubahan dalam diri seseorang
12

Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Grasindo, 1996), h. 53.


Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi
Brothers, 2006), h. 76.
14
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), Edisi Revisi, h. 90.
13

merupakan perubahan dalam arti belajar. Perubahan tingkah laku


seseorang yang berada dalam keadaan mabuk, perubahan yang terjadi
dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan perkembangan tidak
termasuk perubahan dalam pengertian belajar.
Adapun perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:15
1. Perubahan terjadi secara sadar
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Secara umum belajar dapat dipahami sebagai suatu proses
memperoleh pengetahuan melalui latihan-latihan dan pengalaman guna
pembentukan perubahan tingkah laku yang relatif menetap dengan cara
atau usaha yang berbeda dalam pencapaiannya. Belajar itu bukan sekedar
pengalaman. Belajar adalah suatu proses dan bukan suatu hasil. Karena
itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan
berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam suatu proses pembelajaran, guru perlu mengetahui hasil
kinerjanya yang berupa berbagai kemampuan yang dapat dikategorikan
sebagai aspek kognitif (cognitive), aspek afektif (affective) dan aspek
psikomotorik (psykomotoric). Aspek kognitif adalah aspek yang berkenaan
dengan kemampuan berpikir dari tingkatan yang rendah sampai tingkatan
yang lebih tinggi, yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi dan berkreasi.16 Aspek afektif adalah hal-hal yang
berhubungan dengan sikap sebagai manifestasi dari minat, motivasi,
kecemasan, apresiasi perasaan, penyesuaian diri, bakat dan sebagainya.

15

Slameto, Belajar dan , hlm. 3-4.


http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revised-bloomtaxonomy.html, 22 Juli 2010, 17:53 WIB.
16

Sedangkan aspek psikomotorik adalah aspek yang mencakup gerakan


sederhana sampai kompleks. Semua aspek-aspek tersebut tidak berdiri
sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

2. Hakikat Belajar Matematika


Matematika merupakan satu dari sekian banyak pelajaran yang
tercakup dalam kurikulum sekolah dan bahkan penekanan pada anak untuk
berhasil dalam matematika lebih besar dari mata pelajaran lainnya.
Matematika merupakan pelajaran di sekolah yang dipandang penting
untuk dipelajari oleh siswa disemua tingkat pendidikan. Tidak ada
keraguan dan pasti setiap orang sepakat bahwa setiap anak harus
mendapatkan pelajaran matematika di sekolah dan kenyataannya memang
demikian, karena pelajaran matematika dianggap orang sebagai mata
pelajaran yang esensial.
Seiring dengan berkembangnya ilmu matematika sebagai ilmu
pengetahuan, muncullah berbagai pendapat tentang pengertian matematika
tersebut yang dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing
yang berbeda. Courant dan Robin mengatakan bahwa untuk dapat
mengetahui apa matematika itu sebenarnya, seseorang harus mempelajari
sendiri ilmu matematika itu, yaitu dengan mempelajari, mengkaji dan
mengerjakannya. Termasuk pengkajian sejauh timbulnya matematika dan
perkembangannya.17
Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique
(Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau
mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin
mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani,
mathematike, yang berarti relating to learning. Perkataan itu
mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
(knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat
dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang
mengandung arti belajar (berpikir).18
17

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:


JICA UPI Bandung, 2003), h. 18.
18
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran , hlm. 15.

Menurut Russeffendi, matematika sebagai ilmu deduktif, bahasa,


seni, ratunya ilmu, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dan ilmu
tentang pola dan hubungan.19 Sehubungan dengan itu, Soedjadi
memberikan enam definisi atau pengertian tentang matematika, yaitu: (1)
Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
dengan baik, (2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan
kalkulasi, (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan, (4) Matematika adalah pengetahuan faktafakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (5) Matematika
adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, dan (6)
Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.20
Berikut adalah beberapa definisi para ahli mengenai matematika
antara lain:21
1. James dan James, matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai
bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu
dengan lainnya.
2. Johnson dan Rising, matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah
bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa
bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
3. Reys dkk, matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan,
suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.
4. Kline, matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu
terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi dan alam.

19

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung: UPI PRESS,
2007), h. 34.
20
Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah ..., hlm. 34.
21
Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press,
2006), h. 4.

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa


matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang logis yang
berhubungan dengan bilangan-bilangan serta menggunakan aturan-aturan
tertentu dan dapat digunakan sebagai bahasa yang melambangkan
serangkaian makna yang memudahkan bepikir serta bersifat abstrak.
Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:22
1. Memahami konsep matematika
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat
3. Memecahkan masalah
4. Mengkomunikasikan gagasan
5. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar
matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada
konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan
yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep
dan struktur- struktur.23 Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai
suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat
anak. Karena dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam
bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus
dikuasainya.
Belajar matematika merupakan belajar dalam usaha membantu
siswa

untuk

membangun

konsep-konsep

matematika

dengan

kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep itu


terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep
baru. Jadi hakikat belajar matematika adalah suatu proses belajar melalui
upaya memahami arti dan hubungan-hubungan antar konsep dan simbol-

22

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika Analisis SI


Dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran
Matematika, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan Matematika, 2008), h. 8.
23
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran , hlm. 43.

simbol yang terkandung dalam matematika secara sistematik, cermat,


tepat, kemudian menerapkan konsep-konsep tersebut dalam pemecahan
masalah baik dalam pelajaran matematika maupun kehidupan sehari-hari.

3. Pendekatan Pemecahan Masalah


Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus
dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Dalam setiap kegiatan
manusia pada hakekatnya selalu berhadapan dengan masalah, baik
masalah yang besar maupun masalah yang kecil. Sesuatu akan menjadi
masalah bagi seseorang atau kelompok bila tidak ada algoritma atau
prosedur

yang

sudah

tersedia

dan

mereka

tertantang

untuk

menyelesaikannya. Suatu pertanyaan merupakan suatu permasalahan bila


pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan prosedur rutin. Prosedur itu harus
dicari dan menemukannya tidak mudah.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lester yang mengatakan
bahwa masalah adalah a situation in which individual or group is called
to perform a task for which there is no ready accessible algorithm which
determine completely the methods of solution. Sejalan dengan itu, Krulik
dan Rudnick menyatakan bahwa suatu masalah adalah a situation,
quantitative or otherwise, that confronts an individual or group of
individuals, that requires resolutions, and for which the individual sees no
apperent or obvious means or parth to obtaining a solution.24 Menurut
Grouws, masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang
menghendaki untuk dikerjakan dan sebuah pertanyaan yang tidak dapat
dijawab langsung (sukar).25
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa masalah dalam matematika adalah suatu pertanyaan yang
24

Teguh, Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah Dasar, dalam Sekolah


Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 2 Tahun 10, November 2001, hlm. 78.
25
I Wayan Sudiana, Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui Pembelajaran
Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita Matematika Pada SD 5 Banjar Jawa
Singaraja, Laporan Penelitian Dosen Muda Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri
Singaraja, (Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI, 2005), hlm. 5, t.d.

menghendaki pemecahan namun dalam pemecahannya tidak bisa dijawab


dengan

prosedur

rutin

dan

siswa

merasa

tertantang

untuk

menyelesaikannya. Pemecahan masalah dalam pengertian yang lebih


sederhana dapat diartikan sebagai penyelesaian soal. Sedangkan
pemecahan masalah dalam arti yang luas adalah penyelesaian yang tidak
hanya membutuhkan pemahaman secara teoritik tetapi juga didasarkan
pada pengamatan empirik. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam
pengertian yang lebih luas dimulai dari menentukan masalah sampai pada
langkah menarik kesimpulan.
Pemecahan masalah menurut Polya adalah to find out a way
where no way is known off hand to find a way out of difficulty, to find a
way around an obstacles, to attain a desired end, that is not immediately
attainable by appropriate means. Sejalan dengan itu, Marzano dkk
menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses berpikir untuk
mengaplikasikan pengetahuan.26
Pada dasarnya belajar pemecahan masalah adalah belajar
menggunakan metode-metode ilmiah secara sistematis, logis, teratur dan
teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan
kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas serta
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat siswa. Pemecahan masalah
merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena
dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan
memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan
yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang
bersifat tidak rutin.
Agus mengemukakan bahwa agar pembelajaran pemecahan
masalah lebih bermanfaat bagi siswa, guru harus melakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1) ajarkan aspek-aspek pemecahan masalah yang

26

Teguh, Pembelajaran Penyelesaian Soal Cerita Matematika Di Sekolah Dasar Dengan


Pendekatan Pemecahan Masalah, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan,
No. 1 Tahun 9, Mei 2000, hlm. 55-56.

penting, dan 2) merubah peranan guru dari penyampai informasi guru


berperan sebagai fasilitator, pelatih dan motivator bagi siswanya.27
Dalam pendekatan pemecahan masalah ini ada dua versi. Versi
pertama siswa dapat menerima saran tentang prosedur yang digunakan,
cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian
pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Versi kedua, hanya
masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri.
Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi
petunjuk.28
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka pembelajaran pemecahan
masalah menghendaki siswa belajar secara aktif, bukan guru yang lebih
aktif dalam menyajikan materi pelajaran. Jadi pendekatan pemecahan
masalah adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk memahami suatu
pokok bahasan dalam matematika, dengan menguasai konsep-konsep
matematika dan keterkaitannya serta mampu menerapkan konsep-konsep
tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada hakekatnya
pemecahan masalah mengandung pengertian sebagai proses berpikir
tingkat tinggi dan mempunyai peranan yang penting dalam pembelajaran
matematika.
Berbicara pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh
utamanya, yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan masalah
terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu:29
1. Memahami masalah
2. Merencanakan pemecahannya
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua
4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

27

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran , hlm. 126.


http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/,
22 Juni 2010, 11:38 WIB.
29
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran , hlm. 99.
28

Diagram 2.1
Diagram Pemecahan Masalah Menurut Polya
1. Memahami masalah
1a. Menulis soal
dengan kata-kata
sendiri
1b. Menulis soal dalam
bentuk yang lebih
operasional

1c. Menulis soal dalam


bentuk rumus
1d. Menulis soal dalam
bentuk gambar

2a. Menentukan
rumus, dalil,
teorema yang akan
digunakan

2. Membuat rencana

3. Melaksanakan rencana

4. Meninjau kembali

Selanjutnya Polya memberikan empat petunjuk kepada guru agar


dapat menumbuhkan perilaku siswa sebagai seorang yang mampu
memecahkan masalah, yaitu:30
1. Yakinkan bahwa siswa memahami permasalahan, sebab jika siswa
tidak memahaminya maka minatnya akan hilang.
2. Bantulah siswa mengumpulkan bahan sebagai landasan berpikir untuk
membuat rencana. Dalam hal ini guru hendaknya mengarahkan siswa
untuk

mengidentifikasi

seluruh

syarat

yang

diketahui

untuk

membangun informasi sebanyak-banyaknya.


3. Menciptakan iklim kondusif dalam pemecahan masalah.
4. Setelah siswa mencapai solusi, beri semangat kepada siswa untuk
merefleksikan masalah dan cara penyelesaiannya.
Dalam pemecahan masalah kadang kita terpaksa merenung
memikirkan strategi yang akan dipilih atau beralih kepada strategi lain
30

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran , hlm. 128.

karena kegagalan yang dialami. Mengkaji ulang keberhasilan yang pernah


dibuat atau mengkaji ulang kegagalan yang pernah dibuat.31
Menurut Haryaka terdapat beberapa manfaat pengajaran problem
solving bagi siswa antara lain:32
1. Siswa akan terlatih membaca soal matematika. Hal itu terjadi bila
siswa mencoba membaca soal yang dihadapkan kepadanya. Pertama,
siswa menerima soal, siswa tidak akan secara cepat membaca soal
tersebut. Selanjutnya siswa akan berusaha untuk memahami apa yang
diketahui, apa yang ditanya dan pengerjaan apa yang diperlukan.
2. Siswa akan berpikir analitis terhadap masalah yang disajikan. Artinya
bila siswa diberikan soal ia selalu siap untuk mengantisipasi
jawabannya.
3. Akan timbul dalam diri siswa tentang rasa senang terhadap
matematika. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat baik karena
banyak siswa yang kurang menyenangi matematika.

4. Penalaran Matematika
Penyempurnaan,

pengembangan

dan

inovasi

pembelajaran

matematika melalui revisi kurikulum akan selalu dan akan terus


dilaksanakan Depdiknas untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia
Indonesia. Salah satu kelebihan dari kurikulum terbaru ini adalah dengan
masuknya pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi sebagai
kompetensi dasar disamping kompetensi dasar lainnya yang sudah biasa.
Istilah penalaran sudah tidak asing lagi karena telah diuarikan
sebelumnya pada standar isi sebagai terjemahan dari bahasa Inggris
reasoning menurut kamus The Random House Dictionary berarti the act
or process of a person who reasons (kegiatan atau proses menalar yang
dilakukan oleh seseorang). Sedangkan reason berarti the mental powers
concerned with forming conclusions, judgements or inferences (kekuatan
31

Soemoenar, dkk Penerapan matematika sekolah, (Universitas Terbuka Buku materi


pokok PEMA 4314/4 SKS / MODUL 1 12 EDISI 1), h. 2.40.
32
Teguh, Pembelajaran Problem , hlm. 80-81.

mental yang berkaitan dengan pembetukan kesimpulan dan penilaian).


Jadi, yang membedakan pelajar dengan orang yang bukan pelajar,
mahasiswa dengan pemuda bukan mahasiswa adalah faktor penalarannya;
dan yang membedakan pelajar dengan pelajar lainnya adalah kadar
kekuatan penalarannya atau daya nalarnya. Ini ditentukan oleh individual
power of reason (daya nalar individual) yang merupakan dasar yang paling
menentukan dari kemampuan berpikir analitis dan sintesis.33
Shurten dan Pierce mengemukakan bahwa penalaran sebagai
proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang
relevan.34 Penalaran menurut Fadjar Shadiq adalah suatu proses atau suatu
aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir
dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada
beberapa

pernyataan

diasumsikan

yang

sebelumnya.

kebenarannya
Depdiknas

telah
dalam

dibuktikan
Fadjar

atau

Shadiq

mengungkapkan bahwa materi matematika dan penalaran matematika


merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika
dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan
melalui belajar materi matematika.35
Penalaran matematis penting untuk mengetahui dan mengerjakan
matematika. Kemampuan untuk bernalar menjadikan

siswa dapat

memecahkan masalah dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah.


Kapanpun kita menggunakan penalaran untuk memvalidasi pemikiran kita,
maka kita meningkatkan rasa percaya diri dengan matematika dan berpikir
secara matematik.
Terdapat dua jenis penalaran, yaitu penalaran deduktif (deduksi)
dan penalaran induktif (induksi) sebagai berikut:

33

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada
Press, 2008), h. 31.
34
Roslina, dkk, Kemampuan Penalaran Matematika dan Penguasaan Konsep IPA pada
Siswa SMA, Laporan Penelitian Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, (Jakarta:
Perpustakaan PDII LIPI, 2007), hlm. 2, t.d.
35
Sri Wardhani, Paket Fasilitasi , hlm. 11.

a. Penalaran Induktif
Penalaran atau berpikir induktif adalah kemampuan seseorang
dalam menarik kesimpulan yang bersifat umum melalui pernyataan
yang bersifat khusus.36 Menurut Johnson-Laird penalaran induktif
adalah proses penalaran dari fakta-fakta atau observasi-observasi
spesifik untuk mencapai kesimpulan yang bisa menjelaskan fakta-fakta
tersebut secara koheren.37
Induksi merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa
pernyataan khusus yang diketahui benar. Jadi penalaran induktif
adalah suatu proses berpikir yang berupa penarikan kesimpulan umum
dari hal-hal yang khusus. Penalaran induktif dapat dilakukan dalam
kegiatan nyata melalui suatu permainan atau melakukan sesuatu secara
terbatas dengan mencoba-coba. Penalaran induktif terjadi ketika terjadi
proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta
khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang
bersifat umum.
Penalaran induktif pada prinsipnya menyelesaikan persoalan
(masalah) matematika tanpa memakai rumus (dalil), melainkan
dimulai dengan memperhatikan data/soal. Dari data/soal tersebut
diproses sehingga berbentuk kerangka/pola dasar tertentu yang kita
cari

sendiri,

sedemikian

rupa

sehingga

kita

dapat

menarik

kesimpulan.38
b. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik
kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal

36

Nahrowi Adji dan Deti Rostika, Konsep Dasar Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006),

h. 3.
37

Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif Edisi Keempat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2008), h. 425.
38
Nahrowi Adji dan Deti Rostika, Konsep Dasar , hlm. 3.

yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya.39


Sementara Johnson, Laird, Rips dan William menyatakan bahwa
penalaran deduktif adalah proses penalaran dari satu atau lebih
pernyataan umum terkait dengan apa yang diketahui untuk mencapai
satu kesimpulan logis tertentu.40
Dasar penalaran deduktif yang berperan dalam matematika
adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada
kebenaran pernyataan-pernyataan lain. Maksudnya, kebenaran suatu
konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan matematika
bersifat konsisten. Dalam penerapan penalaran deduktif, kita
membutuhkan berbagai pengetahuan yang dapat mengantarkan kita
dalam menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi, seperti ingatan,
pemahaman dan penerapan sifat/aturan/teorema/aksioma/ rumus/ dalil/
definisi/ hukum.
Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran bila ia mampu
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam kaitan itu
pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor
506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah
diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam
penalaran adalah mampu:41
1. Mengajukan dugaan
2. Melakukan manipulasi matematika
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau
bukti terhadap kebenaran solusi
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan
39

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi , hlm. 12.


Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif , hlm. 425.
41
Sri Wardhani, Paket Fasilitasi , hlm. 14.
40

5. Memeriksa kesahihan suatu argumen


6. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.

B. Acuan Teori Rancangan-Rancangan Alternatif Atau Desain-Desain


Alternatif Intervensi Tindakan Yang Dipilih
Dalam belajar tentunya para siswa mempunyai kendala atau problem
yang berbeda-beda yang menjadi penghambat tercapainya tujuan belajar
mengajar itu sendiri. Misalnya pada pelajaran matematika, banyak anak yang
mengalami kesulitan dalam belajar matematika karena kebanyakan dari
mereka bukan memahami konsepnya melainkan hanya menghafalnya.
Kemungkinan penyebab kesulitan siswa belajar matematika dapat dipengaruhi
oleh dua faktor. Faktor itu adalah bersumber dari diri siswa sendiri dan dari
luar siswa. Faktor dari siswa adalah sikap, perkembangan kognitif, gaya
kognitif, kemampuan dan jenis kelamin. Sedang dari luar diri siswa adalah
pendekatan atau metode mengajar, materi matematika dan lingkungan sosial.
Namun demikian, tentunya para siswa tersebut memiliki kemampuan yang
membuat dirinya tetap bertahan.
Rendahnya kemampuan siswa dalam memahami soal-soal yang
pengerjaannya membutuhkan penalaran merupakan salah satu kesulitan siswa
dalam belajar matematika yang juga merupakan masalah yang umum dimiliki
siswa. Dalam hal ini tugas seorang guru adalah memberikan atau menawarkan
suatu inovasi baru yakni pembelajaran yang dapat meningkatkan daya nalar
matematika siswa.
Pendekatan pemecahan masalah adalah cara untuk mengatasi masalah
tersebut karena pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dapat
meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Atau dengan kata
lain, kamampuan penalaran matematika siswa yang diberi pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah akan meningkat. Karena hakikat dari
belajar pemecahan masalah itu sendiri adalah belajar berpikir dan bernalar.
Dalam hal ini pendekatan pemecahan masalah yang dimaksud adalah

pendekatan pemecahan masalah model Polya yang didalamnya terdapat empat


langkah pokok, yaitu memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan
rencana dan meninjau kembali. Dalam empat langkah inilah kemampuan
penalaran matematika siswa akan meningkat karena dalam langkah-langkah
tersebut siswa mulai mengajukan dugaan, melakukan manipulasi matematika,
menyusun bukti, memberikan alasan atas jawaban yang benar dan menarik
kesimpulan.
Secara sederhana, rancangan-rancangan alternatif tersebut dapat
dideskripsikan dalam bagan berikut:42
Bagan 2.1
Bagan Rancangan-Rancangan Alternatif
Tujuan Belajar Matematika

Pemahaman
konsep
matematika

Penalaran
matematika

Pemecahan
masalah
matematika

Komunikasi
matematika

Koneksi
matematika

Pendekatan pemecahan masalah

Model Polya

Memahami
masalah

Menyusun
rencana

Melaksanakan
rencana

Meninjau
kembali

C. Bahasan Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan


Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:

42

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi , hlm. 2.

1. Hasil penelitian Utu Rahim dan Hasnawati dengan judul Perbandingan


Hasil Tes Keterampilan Penalaran Formal Mahasiswa Sebelum dan
Sesudah Perkuliahan Pengantar Dasar Matematika yang dilaksanakan
pada bulan April 2006 sampai dengan November 2006 di Program Studi
Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unhalu,
menunjukkan bahwa rata-rata hasil tes mahasiswa sesudah perlakuan
mengalami peningkatan dibandingkan sebelum perlakuan yaitu dari 4,74
meningkat menjadi 6,21. Persentase tertinggi diantara 5 tahap operasi
formal mahasiswa sebelum dan sesudah adalah penalaran proporsional dan
ada peningkatan persentase untuk kelima tahap operasi formal sesudah
perkuliahan PDM.
2. Hasil penelitian Lia Kurniawati, M.Pd. dengan judul Pembelajaran
dengan

Pendekatan

Pemecahan

Masalah

untuk

Meningkatkan

Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP yang


dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ciparay tahun ajaran 2004/2005,
menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran
matematik siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah lebih baik dari siswa yang mendapat pembelajaran
biasa.
3. Hasil penelitian Drs. I Wayan Sudiana, M.Pd. (2005) dengan judul
Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui Pembelajaran
Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita Matematika pada
SD 5 Banjar Jawa Singaraja, yang menunjukkan adanya peningkatan
terhadap prestasi belajar siswa melalui pembelajaran pemecahan masalah.

D. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan


Konseptual perencanaan tindakan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: Pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematika siswa.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 12
Jakarta yang beralamat di Jl. Duri Kosambi Raya No. 3 Cengkareng Jakarta
Barat pada tahun ajaran 2010/2011. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 4
Oktober 2010 sampai 10 Desember 2010.

B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian


Jenis penelitian yang akan digunakan peneliti adalah penelitian
tindakan kelas atau classroom action research, yaitu penelitian tindakan
(action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik
dan pembelajaran di kelasnya.43 Penelitian ini lebih menekankan pada proses
tindakan penelitian. Oleh sebab itu, berhasil atau tidaknya suatu penelitian
dapat dilihat dari proses tindakannya. Agar proses ini berjalan dengan lancar,
peneliti harus mempersiapkan dengan matang segala sesuatu yang menjadi
pendukung keberhasilan dalam sebuah proses.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa siklus, tiap siklus
terdiri dari empat tahapan, yaitu:44
1. Perencanaan (Planing)
2. Tindakan (Action)
3. Pengamatan (Observation)
4. Refleksi (Reflecting)
Adapun rancangan dari setiap aspek pokok yang akan menjadi
gambaran dari proses penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
a. Mengidentifikasi masalah tentang proses belajar siswa.
43

Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.

44

Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan , hlm. 20.

58.

b. Melakukan wawancara terhadap guru bidang studi matematika.


c. Data yang telah diidentifikasi, dianalisis berdasarkan hasil wawancara
kemudian disimpulkan.
d. Merencanakan tindakan yang lebih tepat berdasarkan akar penyebab
masalah tersebut dengan menyiapkan skenario pembelajaran dan
instrumen penelitian.
2. Tindakan
Pada

tahap

ini,

peneliti

mulai

melaksanakan

tindakan

dengan

berkolaborasi dengan guru bidang studi. Rancangan pembelajaran dan


skenario yang sudah didiskusikan bersama akan diterapkan disini.
3. Pengamatan
Pada tahap ini, observer melakukan monitoring terhadap proses tindakan
kelas, situasi kelas dan sikap siswa dengan menggunkan pedoman
observasi yang telah disiapkan. Selain itu, peneliti juga mencatat semua
hal yang terjadi dan diperlukan selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
4. Refleksi
Data-data yang diperoleh pada saat observasi, dikumpulkan dan dianalisis
kemudian dievaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya. Jika
terdapat masalah dari proses refleksi maka dilakukan pengkajian ulang
melalui siklus berikutnya.

Bagan 3.1
Desain Penelitian Tindakan Kelas

Perencanaan
tindakan I

Permasalahan

Pelaksanaan
tindakan I

Pengamatan/
pengumpulan data
I

Refleksi I

SIKLUS
I
Siklus I

Perencanaan
tindakan II

Permasalahan
baru hasil refleksi

Pelaksanaan
tindakan II

Pengamatan/
pengumpulan data
II

Refleksi I

SIKLUS II
Siklus II

Apabila permasalahan belum


terselesaikan

Dilanjutkan ke
siklus berikutnya

C. Subjek/Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian


Subjek penelitian yang dimaksud adalah sasaran penelitian, yaitu siswa
yang terlibat dalam pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah,
yaitu siswa Madrasah Aliyah Negeri 12 Jakarta kelas X IPA 2 tahun ajaran
2010/2011.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam penelitian


Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah sebagai pelaku tindakan
yang berperan sebagai perancang dan pelaksana kegiatan, yaitu membuat
perencanaan

kegiatan,

melaksanakan

kegiatan,

mengumpulkan

dan

menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Dalam pelaksanaannya,

peneliti berkolaborasi dengan guru bidang studi yang posisinya sebagai


observer (pengamat). Peran observer dalam penelitian ini adalah mengamati
jalannya proses pembelajaran.

E. Tahapan Perencanaan Kegiatan


Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Tahapan-Tahapan Perencanaan Kegiatan
Tahap Prapenelitian
Kegiatan
1. Meminta izin penelitian kepada Kepala MAN 12 Jakarta
2. Observasi proses dan kemampuan siswa khususnya kemampuan
penalaran matematika
3. Menyiapkan lembar observasi proses pembelajaran
4. Melakukan wawancara dengan guru bidang studi
5. Memilih kelas sebagai subjek penelitian
6. Membuat format catatan lapangan
7. Melakukan diagnosa mengenai timbulnya permasalahan yang muncul
dikelas
8. Merencanakan tindakan yang tepat berdasarkan akar penyebab masalah
9. Mempersiapkan tes evaluasi tiap siklus dan tes evaluasi akhir penelitian.

Tahap Siklus I
Perencanaan ( Planing )
1. Membuat rancangan pembelajaran sesuai dengan pendekatan pemecahan
masalah
2. Membuat soal-soal latihan
3. Mempersiapkan pedoman observasi untuk menilai proses pembelajaran
4. Mempersiapkan format catatan lapangan
Tindakan ( Acting )
1. Pengantar materi
2. Siswa membuat kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang (anggota tiaptiap kelompok dipilih secara bebas oleh siswa)
3. Memberikan soal/masalah kepada siswa
4. Memahami persoalan
5. Masing-masing siswa menulis soal dengan kata-kata sendiri dalam
bentuk yang lebih operasional
6. Membuat rencana pemecahan masalah
7. Siswa melaksanakan rencana dengan melakukan perhitungan melalui
data-data yang diperlukan
8. Meninjau kembali jawaban yang diperoleh
9. Observasi terhadap proses pembelajaran oleh observer
10. Mencatat hal-hal penting yang terjadi dikelas oleh peneliti
11. Melakukan tes diakhir siklus.

Pengamatan ( Observing )
1. Kolaborator

melakukan

pengamatan

terhadap

kegiatan

siswa,

berdasarkan lembar observasi proses pembelajaran.


2. Peneliti mengumpulkan data hasil observasi untuk dianalisis pada tahap
refleksi.

Refleksi ( Reflecting )
1. Menganalisis data hasil pengamatan, buku PR dan nilai-nilai siswa pada
siklus I
2. Mengevaluasi data-data kualitatif dan kuantitatif
3. Merencanakan tindakan pada siklus II berdasarkan hasil evaluasi

Tahap Siklus II
Perencanaan ( Planing )
1. Membuat rancangan pembelajaran sesuai dengan pendekatan pemecahan
masalah dengan mengakomodasi masalah-masalah pada siklus I
2. Membuat soal-soal latihan
3. Mempersiapkan pedoman observasi untuk menilai proses pembelajaran
4. Mempersiapkan format catatan lapangan

Tindakan ( Acting )
1. Pengantar materi lanjutan
2. Guru mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil maksimal 4 orang
(anggota tiap-tiap kelompok ditentukan oleh guru)
3. Memberikan masalah kepada siswa
4. Memahami masalah
5. Membuat rencana pemecahan masalah
6. Masing-masing

siswa

melaksanakan

rencana

dengan

perhitungan melalui data-data yang diperlukan


7. Meninjau kembali jawaban yang diperoleh
8. Observasi terhadap proses pembelajaran oleh observer
9. Mencatat hal-hal penting yang terjadi dikelas oleh peneliti

melakukan

Pengamatan ( Observing )
1. Kolaborator

melakukan

pengamatan

terhadap

kegiatan

siswa,

berdasarkan lembar observasi proses pembelajaran


2. Peneliti mengumpulkan data hasil obeservasi untuk di analisa pada tahap
refleksi.

Refleksi ( Reflecting )
1. Menganalisis data hasil pengamatan, buku PR dan nilai-nilai siswa pada
siklus II
2. Mengevaluasi data-data kualitatif dan kuantitatif
3. Setelah proses analisis dan evaluasi selesai, peneliti berkolaborasi dengan
guru bidang studi merencanakan untuk membuat kesimpulan hasil
penelitian

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan


Dengan melakukan penelitian, menerapkan pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah dan melakukan tindakan-tindakan untuk
meningkatkan kemampuan penalaran matematika, peneliti mengharapkan
tujuan dari penelitian ini dapat tercapai yaitu meningkatnya kemampuan
penalaran matematika siswa. Siklus ini dihentikan apabila tes kemampuan
penalaran matematika yang diberikan tiap siklus menunjukkan bahwa lebih
dari 60 % dari jumlah siswa telah mencapai nilai 65. Yang menjadi
pertimbangan peneliti dalam menentukan kriteria pencapaian indikator
tersebut adalah berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di sekolah
tersebut bahwa tingkat kemampuan akademis peserta didik di sekolah tersebut
cenderung standar. Selain itu, nilai standar ketuntasan minimal untuk bidang
studi matematika jurusan IPA adalah 65.

G. Data dan Sumber Data


Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif sebagai berikut:
1. Data kualitatif
a. Hasil observasi proses pembelajaran
b. Catatan lapangan
c. Hasil wawancara
d. Hasil dokumentasi berupa foto kegiatan pembelajaran
2. Data kuantitatif
a. Nilai lembar kerja siswa
b. Nilai latihan soal
c. Nilai tes penalaran matematika
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru bidang studi dan
peneliti.

H. Instrumen-Instrumen Pengumpul Data yang Digunakan


Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan pada waktu
melaksanakan penelitian dalam upaya mencari dan mengumpulkan data
penelitian. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah instrumen
tes dan non tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang
didesain khusus untuk mengukur kemampuan penalaran matematika siswa
berupa soal pilihan ganda beralasan sebanyak 10 buah dengan kisi-kisi sebagai
berikut:

KISI-KISI SOAL TES PENALARAN MATEMATIKA


Satuan Pendidikan

: SMU

Jumlah Soal

: 10

Mata Pelajaran

: Matematika

Pilihan Ganda : 10

Kelas/Program

: X/IPA

Uraian

:-

Semester

: Ganjil

Waktu

: 90 menit

Tahun Ajaran

: 2010/2011

Tabel 3.2
Kisi-Kisi Soal Tes Penalaran Matematika
Indikator

Jenis Soal Penalaran

No.

Bentuk

Kunci

Bobot

Penalaran

Matematika

Soal

Soal

Jawaban

Nilai

Logis

Logis

Pilihan
Ganda

Analitis

10

Analitis

10

Analitis

10

Pola Bilangan

10

Pola Bilangan

10

Logika Gambar

10

Logika Gambar

10

Logika Gambar

10

10

1. Menarik
kesimpulan
dari
pernyataan
2. Menarik
kesimpulan,
menyusun
bukti,
memberikan
alasan atau
bukti
terhadap
kebenaran
solusi
3. Menentukan
pola atau
sifat dari
gejala
matematis
untuk
membuat
generalisasi

Lamp.

10
10

Adapun instrumen non tes dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pedoman observasi
Pedoman observasi proses pembelajaran ada dua, yaitu pedoman
observasi peneliti dan pedoman observasi siswa. Pedoman observasi
peneliti gunakan untuk mengamati proses mengajar peneliti, sedangkan
pedoman observasi siswa digunakan untuk mengamati aktifitas siswa
selama proses pembelajaran.

2. Lembar catatan lapangan


Lembar catatan lapangan digunakan untuk mencatat semua hal
yang dianggap penting yang terjadi selama proses pembelajaran
berlangsung.
3. Pedoman wawancara
Kegiatan wawancara diajukan kepada guru dan siswa. Wawancara
dilakukan diawal penelitian dan setiap akhir siklus mengenai proses
pembelajaran, metode yang digunakan maupun kesulitan yang terjadi
dalam pembelajaran matematika.
4. Lembar kerja siswa
Lembar kerja siswa berisi soal-soal beserta langkah-langkah
penyelesaian dalam pemecahan masalah untuk dikerjakan siswa secara
berkelompok.
5. Lembar soal tes tiap siklus
Lembar soal tes tiap siklus berisi soal-soal yang didesain khusus
untuk mengukur kemampuan penalaran matematika siswa.

I. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil observasi proses pembelajaran; data hasil observasi dalam penelitian
ini ada dua. Pertama, data hasil observasi terhadap tindakan pembelajaran
peneliti yang diisi oleh observer. Kedua, data hasil observasi proses
pembelajaran siswa yang diisi oleh peneliti dan observer.
2. Hasil wawancara; peneliti melakukan wawancara terhadap guru bidang
studi matematika tentang kemampuan penalaran matematika siswa
Madrasah Aliyah Negeri 12 Jakarta sebelum tindakan pembelajaran
dilakukan oleh peneliti.
3. Hasil dokumentasi; dokumentasi yang dimaksud adalah berupa foto-foto
yang diambil pada saat pembelajaran berlangsung.
4. Nilai tes penalaran matematika; diperoleh dari tes penalaran yang
dilakukan tiap akhir siklus.

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Studi


Sebelum instrumen-instrumen digunakan untuk mengevaluasi dan
mengumpulkan data, instrumen tersebut harus valid agar hasil yang diperoleh
dari kegiatan evaluasi valid. Agar validitas dan reliabilitas yang diperoleh
menjadi semakin kuat maka harus diujicobakan terlebih dahulu dengan
memenuhi uji prasyarat, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas yaitu sebagai
berikut:
1. Validitas
Dalam mengukur validitas instrumen tes berupa tes kemampuan
penalaran matematika, peneliti menggunakan validitas butir soal atau item yaitu
demikian sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar
terhadap skor total. Untuk menghitung validitas butir digunakan rumus

koefisien korelasi Biserial ( pbi ), yaitu:45

pbi

M p Mt
St

p
q

Keterangan:

pbi = Koefisien korelasi biserial


M p = Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari

validitasnya.
M t = Rerata skor total
St

= Standar deviasi dari skor total

= Proporsi siswa yang menjawab benar


(p

banyaknya siswa yang benar


jumlah seluruh siswa

= Proporsi siswa yang menjawab salah


(q = 1 p)

Kriteria validitas ditentukan berdasarkan tabel .


Jika pbi > tabel , maka butir soal dikatakan valid
45

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),


Edisi Revisi, h. 76-79.

Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan
siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Rumus yang digunakan untuk
pengujian daya pembeda adalah sebagai berikut:46
D

BA BB

PA PB
JA JB

Dimana:
J

= Jumlah peserta tes

JA

= Banyaknya peserta kelompok atas

JB

= Banyaknya peserta kelompok bawah

BA

= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu


dengan benar

BB

= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu


dengan benar

pA =

BA
= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat,
JA

P sebagai indeks kesukaran)


PB =

BB
JB

= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda:


D : 0,00 0,20 : Jelek (poor)
D : 0,20 0, 40 : Cukup (satisfactory)
D : 0,40 0, 70 : Baik (good)
D : 0,70 1,00 : Baik sekali (excellent)
D : Negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyai
nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.

46

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar , hlm. 211-213.

Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak
terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu
soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Rumus yang digunakan
untuk pengujian indeks kesukaran adalah sebagai berikut:47
P

B
JS

Dimana:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi indeks kesukaran:
Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 : soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 : soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 0,00 : soal mudah

Uji taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui soal-soal yang


sukar, sedang dan mudah. Idealnya tingkat kesukaran soal sesuai dengan
kemampuan peserta tes, sehingga diperoleh informasi yang antara lain
dapat digunakan sebagai alat perbaikan atau peningkatan program
pembelajaran.
2. Reliabilitas
Untuk

menentukan

Richardson-20 (KR-20), yaitu :


r11 (

reliabilitas

digunakan

48

n
S 2 pq
)(
)
n 1
S2

Dimana:
r11

= Reliabilitas tes secara kesuluruhan

= Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

47
48

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar , hlm. 207-208.


Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar , hlm. 100.

rumus

Kuder

= Proporsi subjek yang menjawab item yang salah


(q = 1 - p)

pq = Reliabilitas tes secara kesuluruhan


n

= Banyaknya item

= Standar deviasi dari tes (standard deviasi adalah akar varians)

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis


Analisis data merupakan unsur penting dalam penelitian. Seluruh data
yang telah terkumpul tidak akan berarti jika tidak di analisis. Sebelum
dianalisis, peneliti memeriksa kembali kelengkapan data dari berbagai sumber.
Setelah terkumpul, data direduksi
menggolongkan

serta

menyusun

dengan

cara memilah, memilih,

dalam

satuan-sataun

dan

mengkategorikannya, kemudian diperiksa keabsahannya. Hasil analisis data


akan memberikan gambaran yang jelas tentang hasil penelitian maupun proses
pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini. Penelitian ini menggunakan
analisis statistik deskriptif.

L. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan


Kegiatan penelitian

yang akan peneliti

lakukan memerlukan

perencanaan dan persiapan yang cukup panjang dan sangat disayangkan bila
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah ini hanya dilakukan
pada satu bab saja. Peneliti berharap penelitian ini tidak hanya sampai disini.
Oleh karena itu, peneliti akan membuat pengembangan perencanaan tindakan
agar pembaca atau guru dapat melanjutkan penelitian ini. Adapun perencanaan
tindakannya adalah sebagai berikut:
Peneliti mempersiapkan instrumen penelitian seperti lembar observasi
proses pembelajaran, lembar catatan lapangan, soal-soal latihan dan soal-soal
untuk mengukur kemampuan penalaran matematika siswa. Peneliti juga
menggunakan lembar kerja siswa yang dibuat oleh peneliti sendiri atau yang
dianjurkan oleh sekolah.

Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya pengaturan kelas harus


diperhatikan karena manajemen kelas marupakan salah satu indikator yang
cukup berperan dalam pembelajaran. Siswa dapat dianjurkan belajar secara
kelompok karena melalui kelompok kecil proses pemecahan masalahnya lebih
efektif dan mendalam bila dibandingkan dengan cara individual.
Proses pembelajaran yang diterapkan untuk tindakan selanjutnya tetap
menggunakan

pendekatan

pemecahan

masalah.

Adapun

proses

pembelajarannya adalah sebagai berikut: setelah memberikan pengantar


materi, siswa dikelompokkan dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4
orang, kemudian diberikan suatu masalah dan dianjurkan untuk memahami
masalah

tersebut

kemudian

membuat

rencana

penyelesaian

dengan

menerapkan konsep, rumus atau pengetahuan yang pernah diperoleh


sebelumnya. Selanjutnya siswa dapat melaksanakan penyelesaian atau
perhitungan dari rencana yang telah dibuat. Proses terakhir, siswa diarahkan
untuk melakukan pengecekan ulang atau peninjauan kembali atas hasil yang
diperoleh.

BAB IV
DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan Efek/Hasil Intervensi Tindakan
1. Observasi Pendahuluan
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti dimulai
dengan kegiatan observasi awal di MAN 12 Jakarta. Kegiatan ini meliputi
wawancara dengan guru matematika dan observasi kemampuan penalaran
matematika siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui kondisi keadaan kelas pada kegiatan belajar mengajar.
Pada tanggal 13 Oktober 2010, peneliti melakukan wawancara
dengan guru kelas matematika untuk mengetahui proses pembelajaran dan
kemampuan penalaran matematika di kelas X IPA. Informasi yang
diperoleh bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah guru
menggunakan metode ceramah, latihan dan penugasan. Soal-soal latihan
yang diberikan guru tergolong mudah dan tidak bervariasi. Selain itu,
sikap siswa yang cenderung pasif dan diam saat ditanya guru menjadi
salah satu kendala dalam pembelajaran matematika di kelas karena hal ini
dapat menyebabkan kurangnya komunikasi atau bahkan miskomunikasi
antara guru dan siswa.
Dari hasil wawancara ini, peneliti dan guru matematika
menentukan kelas yang akan dijadikan tempat untuk melakukan penelitian
tindakan kelas ini. Berdasarkan kesepakatan bersama, maka ditetapkan
kelas X IPA 2 sebagai objek penelitian. Hal ini dilihat dari hasil ulangan
harian matematika kelas X IPA 2 dimana siswanya masih banyak
mendapat nilai di bawah KKM dan lebih pasif dibanding kelas X IPA 1.
Kesepakatan lain yang dibuat oleh peneliti dengan guru matematika adalah
menentukan peran dan posisi peneliti. Dalam penelitian tindakan kelas ini
peneliti

bertindak

sebagai

pelaku

penelitian

yang melaksanakan

pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah dan


berkolaborasi dengan pengamat (observer), yaitu guru matematika.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada siswa kelas X
IPA 2 mengenai pembelajaran matematika di kelas. Pada dasarnya siswa
kelas X IPA 2 menyukai pelajaran matematika jika soal-soal yang
diberikan guru mudah dan tidak membutuhkan pemikiran yang tinggi dan
penyelesaian yang panjang. Salah satu yang menjadi alasan siswa tidak
menyukai pelajaran matematika adalah karena siswa merasa matematika
terlalu banyak rumus dan soal yang diberikan kadang berbeda dari contoh
yang guru berikan. Dari hasil wawancara tersebut sebagian siswa mengaku
kesulitan bahkan tidak bisa jika menyelesaikan soal yang berbeda dari
contoh yang diberikan guru dan membutuhkan penyelesaian yang panjang.
Dalam pembelajaran matematika di kelas, seorang guru harus
memilih pendekatan atau metode yang tepat untuk membuat matematika
menjadi pelajaran yang menyenangkan dan disukai siswa. Oleh karena itu,
peneliti

menggunakan

pendekatan

pemecahan

masalah

untuk

meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.


Selanjutnya, peneliti melakukan observasi pada tanggal 18 Oktober
2010 dengan mengamati pembelajaran matematika di kelas X IPA 2.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa di kelas adalah
pertama, guru memberi catatan dan contoh soal dari materi yang akan
dibahas hari ini dan siswa ikut mencatat catatan yang ditulis guru di papan
tulis. Setelah siswa selesai mencatat, guru menjelaskan materi dan contoh
soal yang sudah ditulis dipapan tulis, sementara siswa mendengarkan
penjelasan dari guru. Ketika guru bertanya, ada pertanyaaan?, siswa
diam. Setelah itu, guru memberikan soal latihan yang tidak jauh beda dari
contoh untuk dikerjakan siswa dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa yang telah selesai mengerjakan
soal tersebut, membawa hasil pengerjaannya kedepan untuk dikumpulkan.
Di akhir pembelajaran, guru memberikan soal LKS dari sekolah untuk
dikerjakan dirumah.

Berdasarkan observasi yang telah peneliti lakukan di kelas X IPA


2, dapat diketahui bahwa metode yang digunakan guru adalah ceramah,
latihan dan penugasan. Soal-soal latihan yang guru berikan cenderung
mudah dan hamper sama dengan contoh. Selama pembelajaran tidak
terlihat adanya interaksi antara guru dan siswa. Siswa enggan berkomentar
atas pertanyaan yang guru ajukan. Di akhir pembelajaran, tidak ada
kesimpulan diberikan guru maupun siswa.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan hasil observasi
pembelajaran matematika di kelas X IPA 2 dari hasil observasi yang
dilakukan sebagai berikut:
a. Metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru matematika kelas X
IPA 2 adalah ceramah dan latihan.
b. Kurangnya komunikasi antara guru dan siswa, sehingga dalam
pembelajaran interaksi antar keduanya tidak terjalin.
c. Latihan-latihan soal yang diberikan oleh guru kelas matematika
cenderung mudah dan tidak bervariasi, sehingga siswa tidak terbiasa
dan mengalami kesulitan ketika mengerjakan soal sulit dan berbeda
dari contoh yang guru berikan.
d. Dalam

pembelajaran

matematika,

siswa

belum

menunjukkan

kemampuan penalaran yang baik.

2. Tindakan Pembelajaran Siklus I


a. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap perencanaan
siklus I ini adalah mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) sesuai dengan pendekatan pemecahan masalah yang dilengkapi
dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang terdiri dari 3 soal pemecahan
masalah pada tiap pertemuan, soal-soal latihan dan lembar soal tes
akhir siklus I yaitu tes kemampuan penalaran matematika. Peneliti juga
mempersiapkan lembar observasi untuk guru dan siswa dan catatan
lapangan.

Pada siklus I ini ingin mengetahui apakah pembelajaran dengan


pendekatan pemecahan masalah ini dapat meningkatkan kemampuan
penalaran matematika siswa. Target yang ingin dicapai pada siklus I
ini yaitu siswa mengalami peningkatan kemampuan penalaran
matematika dari sebelumnya.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pada siklus I ini terdiri dari 5 pertemuan.
Pertemuan

pertama

sampai

keempat

peneliti

memberikan

pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dimana peneliti


tidak menerangkan dan menjelaskan melainkan hanya memberikan
ilustrasi mengenai materi yang sedang diajarkan yaitu sistem
persamaan linear dua variabel dengan metode eliminasi, substitusi,
gabungan dan determinan. Kemudian peneliti meminta siswa untuk
membentuk kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 orang yang
dipilih secara bebas oleh siswa. Di tiap pertemuan peneliti memberikan
LKS yang terdiri dari 3 soal pemecahan masalah kepada tiap kelompok
untuk dikerjakan bersama-sama. Soal dalam LKS yang telah
dikerjakan dibahas secara keseluruhan. Di akhir, peneliti memberikan
1 soal pemecahan masalah untuk dikerjakan secara individu.
Pertemuan kelima peneliti melaksanakan tes akhir siklus I yaitu tes
kemampuan penalaran matematika.
Adapun uraian poses proses pembelajaran pada siklus I sebagai
berikut:
1) Pertemuan pertama/ 1 Nopember 2010
Materi yang akan dibahas pada pertemuan pertama ini
adalah Sistem Persamaan Linear dengan metode eliminasi. Peneliti
memberikan ilustrasi awal mengenai Sistem Persamaan Linear.
Peneliti bertanya kepada para siswa mengenai metode-metode
yang akan digunakan dalam mencari penyelesaian pada Sistem
Persamaan Linear ini. Sebagian siswa ada yang langsung
menjawab pertanyaan peneliti dengan menyebutkannya satu

persatu. Sebagian siswa yang lain masih tampak kebingungan


dengan pertanyaan tersebut. Tanpa penjelasan terlebih dahulu,
peneliti meminta kepada para siswa untuk membentuk kelompok
kecil yang terdiri dari 5-6 orang. Anggota tiap kelompok dipilih
secara bebas oleh siswa. Suasana kelas menjadi gaduh dan ramai.
Pembentukan kelompok ini memakan waktu hampir 10 menit.
Setelah semua kelompok terbentuk dan siswa duduk
berdasarkan kelompoknya masing-masing, peneliti membagikan
LKS 1 kepada tiap siswa dalam kelompoknya. Peneliti terlebih
dahulu

mengarahkan

cara-cara

mengisi

LKS

tersebut

berdasarkan langkah-langkah dalam pemecahan masalah yaitu


dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya soal,
menuliskan rencana penyelesaiannya yaitu menuliskan rumus atau
cara yang akan digunakan dalam perhitungan, melakukan
perhitungan yaitu melaksanakan perhitungan berdasarkan rumus
atau cara yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian memeriksa
hasil yang diperoleh.
Para siswa mulai mengerjakan LKS 1 tersebut. Peneliti dan
observer

mulai

melakukan

observasi

dengan

berkeliling

mengamati kerja tiap kelompok. Aspek yang diobservasi adalah


aspek-aspek yang mengukur indikator penalaran matematika siswa
diantaranya mengajukan dugaan, menyusun bukti, melakukan
manipulasi

matematika,

memeriksa

kesahihan

argumen,

memberikan alasan yang logis dan menarik kesimpulan. Keenam


aspek ini diobservasi selama diskusi kelompok berlangsung yaitu
ketika siswa mengerjakan LKS 1 dan membahas penyelesaian LKS
1.
Tidak sedikit siswa yang mengeluh karena merasa
kesulitan mencari penyelesaian dari soal-soal LKS 1 tersebut. S4:
ibu soalnya susah banget!, S28:ibu ini harus di apakan
dulu?, S34: ibu cara ngisinya gimana? dan lain-lain. Peneliti

mencoba mengurangi kesulitan dan kendala yang dialami siswa


dengan membimbing tiap kelompok yang merasa kesulitan.
Hampir seluruh siswa telah menyelesaikan soal-soal LKS 1.
Secara bersama-sama, peneliti dan siswa membahas soal LKS 1
secara keseluruhan. Setelah semua siswa selesai mencatat hal-hal
penting pada pembahasan soal LKS 1 tersebut, peneliti
mengarahkan

siswa

untuk

membuat

kesimpulan

terhadap

penyelesaian soal yang ada dalam LKS 1. Sedikit sekali siswa yang
berkomentar

untuk

memberikan

kesimpulan.

Peneliti

mempersilahkan para siswa untuk kembali ke tempat duduknya


masing-masing, kemudian memberikan 1 soal pemecahan masalah
untuk dikerjakan sendiri-sendiri.
2) Pertemuan kedua/ 3 Nopember 2010
Kegiatan awal yang dilakukan pada pertemuan kedua ini
adalah mengingat kembali materi sebelumnya, membahas PR yang
diberikan peneliti pada pertemuan sebelumnya. Setelah itu, peneliti
memberikan ilustrasi pada materi yang akan diajarkan yaitu Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode substitusi. Para
siswa tampaknya masih bingung dengan materi yang diberikan hari
ini karena peneliti hanya memberikan ilustrasi dan tidak
memberikan contoh soal dari materi tersebut. S2 berkata, bu
masih bingung. Peneliti memberikan ilustrasi ulang mengenai
materi tersebut.

Gambar 4.1
Aktivitas kelas saat peneliti memberikan ilustrasi materi
Peneliti bertanya, sampai disini bisa dimengerti?, siswa,
Insyallah bisa. Kemudian siswa diminta untuk berkelompok
sesuai dengan kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan
sebelumnya. S8 bertanya, bu kelompoknya yang kemarin?.
Peneliti menjawab, iya. Setelah semua kelompok duduk di
kelompoknya msing-masing, peneliti membagikan LKS 2 kepada
tiap anggota kelompok untuk dikerjakan dan didiskusikan bersama.
Peneliti dan observer berkeliling mengamati jalannya
diskusi dengan tetap berpedoman pada aspek-aspek yang akan
dionservasi yaitu mengajukan dugaan, menyusun bukti, melakukan
manipulasi

matematika,

memeriksa

kesahihan

argumen,

memberikan alasan yang logis dan menarik kesimpulan.


Kelompok 4 tampak kesulitan menyelesaikan LKS 2,
namun mereka diam dan malu bertanya kepada peneliti. Peneliti
mencoba mendatangi kelompok 4 dan bertanya, bagaimana ada
kesulitan?. Kelompok 4, iya bu ga ngerti. Peneliti mencoba
memberikan

arahan

kepada

kelompok

untuk

dapat

menyelesaikan LKS 2 tersebut. Selanjutnya peneliti mendatangi


tiap kelompok untuk melihat kesulitan yang terjadi di masingmasing kelompok.

Gambar 4.2
Siswa sedang bertanya solusi penyelesaian kepada peneliti

Sebelum bel berbunyi, peneliti meminta siswa untuk


menghentikan diskusi dan bersama-sama membahas LKS 2.
Umumnya tiap kelompok hanya mampu menjawab 1 soal dalam
LKS 2. Peneliti mengarahkan para siswa untuk memberikan
kesimpulan terhadap penyelesaian soal LKS 2. selanjutnya peneliti
memerintahkan siswa untuk kembali ke tempat duduknya masingmasing lalu memberikan 1 soal pemecahan masalah untuk
dikerjakan sendiri-sendiri. Sebelum meninggalkan kelas peneliti
juga memberikan 1 soal untuk dikerjakan siswa dirumah.
3) Pertemuan ketiga/ 5 Nopember 2010
Pertemuan ketiga diawali peneliti dengan mengkondisikan
kesiapan belajar siswa. Kemudian menanyakan PR yang diberikan
pada pertemuan sebelumnya, bagaimana PR nya sudah
dikerjakan? sebagian siswa menjawab, sudah bu!. S12 berkata,
bu tapi ga tau betul apa nggak. Peneliti bersama-sama dengan
siswa membahas PR tersebut.
Selanjutnya peneliti memberikan ilustrasi untuk materi hari
ini yaitu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Metode
Gabungan. Peneliti bertanya, sampai disini bisa dimengerti

tentang metode gabungan?, S10 berkata, ulang lagi bu, saya


belum ngerti. Peneliti memberikan ilustrasi ulang kepada siswa.
Setelah semua siswa mulai mengerti, peneliti mempersilahkan
kepada para siswa untuk berkelompok menurut kelompoknya.
Tampak semua siswa telah duduk pada kelompoknya masingmasing, peneliti membagikan LKS 3 kepada tiap kelompok
kemudian memberikan waktu kepada tiap kelompok untuk
berdiskusi mencari penyelesaian soal-soal LKS 3 tersebut. Peneliti
dan observer mulai melakukan pengamatan. 20 menit pertama
semua kelompok tampak antusias mengerjakan soal-soal tersebut.
Setelah itu, suasana kelas mulai ramai. Kelompok 2, 3 dan 5
tampak

begitu

kesulitan

menyelesaikan

soal-soal

tersebut.

Sehingga peneliti lebih sering mendatangi dan memberi bimbingan


di kelompok tersebut. Sementara ada anggota kelompok 4 yang
berjalan-jalan ke kelompok lain. Peneliti meminta siswa yang
berjalan-jalan untuk kembali ke kelompoknya masing-masing.
Selanjutnya peneliti membahas soal secara keseluruhan
dengan tetap mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan.
Untuk latihan, peneliti memberikan 1 soal pemecahan masalah
untuk dikerjakan dirumah.
4) Pertemuan keempat/ 8 Nopember 2010
Pada pertemuan ini materi yang akan diajarkan adalah
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Metode Determinan. Para
siswa tampaknya mulai mengerti dengan pembelajaran pemecahan
masalah dimana peneliti tidak memberikan contoh soal pada materi
yang sedang dibahas. S34 berkata, bu, ga dikasih contoh kan
bu?! peneliti menjawab, iya. S10 bertanya, langsung bikin
kelompok kan bu? peneliti menjawab, benar sekali. Kalau
begitu silahkan kalian berkelompok menurut kelompok kalian
masing-masing!.

Setelah semua siswa duduk dalam kelompoknya masingmasing, peneliti membagikan LKS 4 dan memberi kesempatan
siswa untuk menyelesaikannya. Para siswa mulai mendiskusikan
penyelesaian dari soal LKS 4 tersebut.

Gambar 4.3
Aktifitas siswa saat diskusi kelompok

Peneliti dan observer berkeliling memantau jalannya


diskusi dan memberi arahan kepada kelompok yang mengalami
kesulitan. Meskipun siswa mulai mengerti dengan pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah, namun bukan berarti para
siswa mengerti dan mampu menyelesaikan semua soal pemecahan
masalah sendiri. Tidak sedikit dari siswa yang membutuhkan
arahan dan bimbingan dari peneliti, bahkan ada siswa yang
bertanya kepada observer.
Suasana kelas mulai ramai. Peneliti bertanya, bagaimana
sudah selesai semua?, serentak siswa menjawab, sudah bu!.
Peneliti mempersilahkan perwakilan kelompok 2, 4, dan 7 untuk
menyajikan hasil jawaban kelompoknya dipapan tulis. Kelompok
tersebut adalah kelompok yang paling pasif selama pembelajaran.
Selanjutnya peneliti membahas soal secara keseluruhan.
Peneliti bertanya, sampai disini ada pertanyaan tidak?. Siswa,

tidak bu!. Oke, kalau begitu silahkan kalian kembali ke tempat


kalian

masing-masing!,

ujar

peneliti.

Kemudian

peneliti

memberikan 1 soal pemecahan masalah untuk dikerjakan siswa


secara

individu.

Karena

waktu

telah

habis,

peneliti

mempersilahkan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dirumah.


Sebelum meninggalkan kelas, peneliti memberitahukan bahwa
pertemuan selanjutnya akan diadakan tes akhir siklus I yaitu tes
kemampuan penalaran matematika.
5) Pertemuan kelima/ 10 Nopember 2010
Pada pertemuan kelima ini akan dilakukan tes siklus 1 yaitu
tes kemampuan penalaran matematika yang terdiri dari 10 soal
pilihan ganda beralasan Tes ini dilakukan untuk mengetahui
kemampuan penalaran matematika siswa yang terdiri dari
penalaran induktif dan deduktif. Soal-soal tes tersebut dirancang
sedemikian rupa untuk mengukur penalaran induktif dan deduktif
siswa. Soal untuk mengukur penalaran induktif siswa meliputi soal
penalaran logis, pola bilangan dan pola gambar, sedangkan soal
untuk mengukur penalaran deduktif siswa meliputi penalaran
analitis.
Peneliti menanyakan kesiapan siswa menghadapi tes akhir
siklus I , bagaimana sudah siap semuanya?, tanpa ragu-ragu
para siswa menjawab, sudah!. Bisa ibu bagikan soal nya
sekarang? ujar peneliti. Para siswa, bisa bu. Suasana kelas
mulai sepi, peneliti membagikan lembar soal dan jawaban tes
siklus I kepada semua siswa. Peneliti juga memberikan waktu
kepada para siswa selama 2 jam pelajaran untuk mengerjakan soalsoal tersebut. S34 bertanya, bu ko soalnya begini? Kaya soal tes
IQ. Peneliti menjawab, iya. Itu adalah bentuk soal penalaran
untuk mengukur penalaran matematika kalian.

Gambar 4.4
Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus I

Waktu telah menunjukkan pukul 08.05 WIB, peneliti


meminta siswa untuk mengumpulkan lembar soal dan jawaban tes
akhir siklus I. Sebagai penutup siklus I, peneliti mengingatkan
kepada siswa untuk mempelajari materi tentang Sistem Persamaan
Linear Tiga Variabel.
c. Tahap Observasi
Tahap observasi pada siklus I ini dilakukan bersamaan dengan
tahap pelaksanaan. Pengamatan dilakukan oleh peneliti selaku
pelaksana penelitian dan guru kelas matematika selaku observer untuk
mengamati kemampuan penalaran matematika siswa.
Hasil pengamatan siswa melalui lembar observasi dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.1
Hasil Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Siklus I
No.
1.
2.

Aspek yang diobservasi


Mengajukan dugaan
Menyusun bukti

Rata-rata pertemuan ke1


2
3
4
2,14
2,00
1,71
1,43
1,43
1,86
1,57
1,86

Rata-rata
keseluruhan
2,07
1,68

3.

4.
5.
6.

Melakukan manipulasi
Matematika
Memeriksa kesahihan
argumen
Memberikan alasan yang logis
Menarik kesimpulan
Jumlah rata-rata

1,43

2,00

1,43

1,86

1,68

1,57

1,57

1,71

2,29

1,78

1,71
1,43

1,86
1,29

1,57
1,71

1,29
1,43

1,61
1,46
10,28

Keterangan skala penilaian:


1 : Kurang
2 : Cukup
3 : Baik
4 : Baik sekali
Skala penilaian jumlah rata-rata:
6 11 : Kemampuan penalaran matematika siswa rendah
12 17 : Kemampuan penalaran matematika siswa sedang
18 24 : Kemampuan penalaran matematika siswa tinggi

Berdasarkan hasil rata-rata skor kemampuan penalaran


matematika siswa sesuai skala penilaian jumlah rata-rata yaitu 10,28
menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa
berkategori rendah. Dengan data tersebut maka pembelajaran masih
harus dilakukan dengan berbagai perbaikan-perbaikan pada proses
pembelajaran hingga kemampuan penalaran matematika siswa
meningkat.
Selain menggunakan lembar observasi, peneliti juga melakukan
wawancara kepada siswa dan guru untuk memperkuat data onservasi.
Hasil wawancara yang dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut:
1) Siswa

mulai

menyukai

pembelajaran

matematika

dengan

pendekatan pemecahan masalah.


2) Siswa merasa semangat menyelesaikan soal-soal yang disajikan
dalam LKS karena bisa bertanya dan bertukar pikiran dengan
teman kelompoknya sehingga tidak terlalu merasa kesulitan.

3) Dengan metode diskusi kelompok siswa merasa pembelajaran


matematika menjadi lebih hidup dan menarik.
4) Guru merasa pembelajaran matematika dengan pendekatan
pemecahan masalah cukup bagus dan dapat memacu tingkat
berpikir siswa.
5) Dalam pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah ini
guru memberikan saran bahwa peneliti harus memberi kesempatan
kepada siswa untuk menyajikan sendiri hasil diskusi kelompoknya.
6) Siswa memberi saran agar teman-teman nya yang pasif lebih
diperhatikan sehingga dapat berkontribusi saat diskusi kelompok.
Untuk melengkapi data pada tahap observasi ini, peneliti
melakukan tes akhir siklus I berupa tes kemampuan penalaran
matematika

untuk

mengetahui

tingkat

kemampuan

penalaran

matematika siswa setelah diberikan tindakan pada siklus I. Hasil tes


kemampuan penalaran matematika siswa dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.2
Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus I
Frekuensi

No.

Interval

1.

31 - 39

11,11 %

2.

40 - 48

10

16,67 %

3.

49 - 57

12

5,56 %

4.

58 - 66

10

22

27,78 %

5.

67 - 75

25

8,33 %

6.

76 - 84

32

19,44 %

7.

85 - 93

36

11,11 %

Absolute

36

Jumlah

Kumulatif Relatif

100 %

Keterangan:
Nilai tertinggi

= 93

Jumlah siswa = 36

Nilai terendah

= 31

Rata-rata

= 62,75

Standar deviasi = 17,02

Berdasarkan tabel 4.2 dapat ditunjukkan bahwa persentase


terbesar adalah siswa yang memiliki nilai dengan kisaran 58 66 yaitu
27,78 %. Jumlah siswa yang mencapai nilai 65 hanya 17 siswa. Ini
artinya data yang diperoleh belum mencapai kriteria keberhasilan yang
ditetapkan karena hanya 47,22 % dari jumlah siswa yang mencapai
nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika. Dengan
demikian, pembelajaran masih harus dilakukan dengan berbagai
perbaikan pada proses pembelajaran matematika sehingga kemampuan
penalaran matematika siswa menjadi meningkat.
Hasil tes akhir siklus I ini disajikan dalam bentuk histogram
dan poligon sebagai berikut.
Diagram 4.1
Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Penalaran
Matematika Siklus I

12

10

2
30,5

39,5

48,5

57,5

Interval

66,5

75,5

84,5

93,5

d. Tahap Refleksi
Tahap refleksi ini dilakukan oleh peneliti dan observer setelah
melakukan analisis pada siklus I. Berdasarkan hasil analisis pada
observasi, wawancara dan tes akhir siklus I yaitu tes kemampuan
penalaran matematika ditemukan beberapa kekurangan pada siklus I.
hasil refleksi tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 4.3
Refleksi Tindakan Pembelajaran Siklus I
No.
1.

Kekurangan/ Kendala

Perencanaan Perbaikan
pada Siklus II

Peneliti tidak memberikan

Peneliti akan memberikan

kesempatan siswa untuk

kesempatan kepada tiap

menyajikan hasil jawabannya

kelompok untuk menyajikan

di depan kelas.

hasil diskusinya. Bahkan


menunjuk satu kelompok yang
dirasa kurang mengerti dan
kurang berkontribusi selama
pembelajaran.

2.

Diskusi kelompok tidak

Peneliti mengontrol jalannya

berjalan secara efektif. Ketika

diskusi dan kedisiplinan tiap

diskusi berlangsung ada siswa

kelompok. Peneliti juga

yang berjalan-jalan ke

membuat kebijakan untuk

kelompok lain. Kebanyakan

anggota kelompok yang tidak

tiap kelompok hanya

memberikan kontribusi dalam

mengandalkan 1 orang untuk

kelompoknya yaitu dengan

menyelesaikan soal LKS.

memberikan soal tambahan


untuk dikerjakan individu.

3.

Lembar LKS dibagikan

Peneliti mengurangi jumlah

kepada semua anggota

LKS yang dibagikan kepada

kelompok, sehingga sebagian

tiap kelompok, maksimal 2

siswa sibuk mengisi LKS

LKS untuk tiap kelompok.

masing-masing dan tidak


menunjukkan bahwa siswa
sedang melakukan diskusi
kelompok.

4.

Peneliti kurang merefleksi

Peneliti mengarahkan tiap

penalaran siswa.

kegiatan pembelajaran pada


indikator-indikator penalaran
siswa.

5.

Jumlah anggota kelompok

Peneliti akan membentuk

terlalu banyak dan tingkat

kelompok baru yang

kemampuan tiap anggota

beranggotakan maksimal 4

dalam suatu kelompok tidak

orang. Anggota tiap kelompok

merata.

ditentukan oleh peneliti.


Dalam satu kelompok ada
siswa yang berkemampuan
tinggi, sedang dan rendah.

Dengan melihat banyaknya kekurangan pada siklus I, maka


diperlukan perbaikan-perbaikan pada perencanaan siklus II yang telah
disusun oleh peneliti dan observer berdasarkan hasil refleksi pada
siklus I.

3. Tindakan Pembelajaran Siklus II


a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus II ini dimulai dengan
mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
disesuaikan dengan pendekatan pemecahan masalah, lembar observasi,
wawancara, lembar catatan lapangan dan lembar soal tes akhir siklus II
berupa tes kemampuan penalaran matematika. RPP untuk tiap
pertemuan dilengkapi dengan LKS yang terdiri dari 3 soal pemecahan
masalah. Materi yang akan dibahas pada siklus II ini adalah Sistem
Persamaan Linear Tiga Variabel metode eliminasi, substitusi,
gabungan dan determinan, dan Sistem Persamaaan Non Linear.
Berdasarkan hasil refleksi siklus I, pada siklus II ini proses
pembelajaran akan dilakukan berbagai perbaikan. Perbaikan-perbaikan
pada siklus I akan diterapkan pada siklus II dengan merubah beberapa
peraturan pembelajaran pada siklus II antara lain:
1) Peneliti akan memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk
menyajikan hasil diskusinya.
2) Peneliti mengontrol jalannya diskusi dan kedispilinan tiap
kelompok juga membuat kebijakan untuk anggota kelompok yang
tidak memberikan kontribusi dalam kelompoknya.
3) Peneliti mengurangi jumlah LKS yang dibagikan kepada tiap
kelompok.
4) Peneliti mengarahkan tiap kegiatan pembelajaran pada indikatorindikator penalaran siswa.
5) Peneliti akan membentuk kelompok baru yang beraggotakan
maksimal 4 orang yang keanggotaannya ditentukan oleh peneliti.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pada siklus II ini terdiri dari 5 pertemuan
(pertemuan keenam sampai kesepuluh). Pada pertemuan keenam
sampai pertemuan kesembilan peneliti memberikan pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah pada materi Sistem Persamaan

Linear Tiga Variabel metode eliminasi, substitusi, gabungan dan


determinan, dan Sistem Persamaaan Non Linear. Metode yang akan
digunakan dalam pembelajaran adalah diskusi kelompok dan
penugasan. Peneliti membentuk kelompok baru yang beranggotakan 4
orang untuk tiap kelompok. Anggota tiap kelompok ditentukan oleh
peneliti. Tiap pertemuan peneliti akan memberikan LKS untuk
dikerjakan per kelompok, kemudian siswa diminta untuk menyajikan
hasil diskusi kelompoknya. Pada pertemuan kesepuluh, peneliti akan
melakukan tes akhir siklus II berupa tes kemampuan penalaran
matematika.
Adapun proses pelaksanaan tersebut dapat dijelaskan lebih
rinci sebagai berikut.
1) Pertemuan keenam/ 15 Nopember 2010
Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah Sistem
Persamaan Linear Tiga Variabel metode eliminasi dan substitusi.
Pada siklus II ini, peneliti berusaha memperbaiki kekurangan
pembelajaran pada siklus I. Peneliti memberikan perhatian yang
lebih kepada para siswa. Perhatian siswa pun terlihat lebih baik
dari sebelumnya. Sebelum memberikan LKS untuk dikerjakan per
kelompok,

peneliti

membentuk

kelompok

baru

yang

beranggotakan 4 orang dan keanggotaannya ditentukan oleh


peneliti sendiri. Tujuannya adalah agar anggota dalam tiap
kelompok terbagi rata. Dalam satu kelompok terdapat siswa yang
berkemampuan rendah, sedang dan tinggi sehingga diskusi
kelompok dapat berjalan secara kondusif.
Peneliti membagikan LKS 5 untuk dikerjakan tiap
kelompok, kemudian bersama-sama dengan observer mengamati
jalannya

proses

pembelajaran.

Selanjutnya

mempersilahkan

perwakilan kelompok untuk menyajikan hasil pengerjaannya di


papan tulis. Kelompok 1 maju untuk menyajikan jawaban soal
nomor 1, kelompok 6 menyajikan jawaban soal nomor 2 dan

kelompok 4 menyajikan jawaban soal nomor 3. Semua jawaban


soal LKS 5 telah disajikan siswa dipapan tulis.

Gambar 4.5
Siswa sedang menyajikan hasil diskusi dipapan tulis

Peneliti meluruskan jika ada kekeliruan dalam jawaban


yang disajikan siswa. Apabila jawaban yang disajikan oleh siswa
salah, maka peneliti bersama-sama dengan siswa membahas dan
mencari penyelesaian yang tepat. Kemudian peneliti memberikan
satu pemecahan masalah untuk dikerjakan individu. Selama
pembelajaran peneliti banyak mengajukan pertanyaan kepada para
siswa. Hal ini dimaksudkan untuk merefleksi penalaran siswa. Di
akhir, peneliti bersama-sama siswa memberikan kesimpulan materi
yang dibahas hari ini lalu memberikan PR.
2) Pertemuan ketujuh/ 19 Nopember 2010
Kegiatan awal yang dilakukan peneliti pada pertemuan hari
ini adalah memberikan ilustrasi materi yaitu Sistem Persamaan
Linear Tiga Variabel metode gabungan. Sebelum memberikan
LKS 6, peneliti meminta siswa untuk berkelompok menurut
kelompok baru yang telah dibentuk pada siklus II. Tiap kelompok
diberi kesempatan untuk mendiskusikan solusi penyelesaian soal-

soal dalam LKS 6. Diskusi berlangsung lebih tenang dari


sebelumnya dan pertanyaan yang diajukan siswa kepada peneliti
pun tidak terlalu banyak. Setelah semua kelompok selesai
mengerjakan LKS 6. Para siswa tampaknya sudah tidak terlalu
kesulitan dengan soal yang diberikan oleh peneliti dalam LKS 6.
Hanya beberapa kelompok saja yang masih membutuhkan
bimbingan dari peneliti.

Gambar 4.6
Peneliti sedang memberi bimbingan kepada kelompok yang
mengalami kesulitan

Selanjutnya, peneliti mempersilahkan kelompok yang


belum pernah maju untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya
dipapan tulis. Peneliti mengarahkan siswa untuk membuat
kesimpulan. Selanjutnya, memberikan satu soal pemecahan
masalah untuk dikerjakan individu lalu memberikan PR.

3) Pertemuan kedelapan/ 22 Nopember 2010


Materi yang akan dibahas pada pertemuan hari ini adalah
Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel metode determinan.
Setelah

mmberikan

ilustrasi

materi,

siswa

diminta

untuk

berkelompok menurut kelompoknya masing-masing. Peneliti


membagikan LKS 7 dan memberi kesempatan tiap kelompok untuk
menyelesaikannya. Selanjutnya peneliti mempersilahkan kelompok
4, 8 dan 9 untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya didepan,
kemudian meminta tiap kelompok untuk memberikan kesimpulan.
Peneliti memberikan satu soal pemecahan masalah untuk
dikerjakan sendiri-sendiri kemudian memberikan PR.
4) Pertemuan kesembilan/ 26 Nopember 2010
Materi yang akan dibahas adalah Sistem Persamaan Non
Linear. Sebelum membagikan LKS 8, terlebih dahulu peneliti
memberikan ilustrasi materi yang akan dibahas hari ini. Para siswa
diminta untuk berkelompok menurut kelompoknya masing-masing.
Tiap kelompok diberi kesempatan untuk menyelesaikan LKS 8
tersebut. Setelah semua kelompok menyelesaikan soal dalam LKS
8, tanpa diminta kelompok 2, 3 dan 5 langsung menunjuk diri
untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya didepan. Selanjutnya,
siswa diminta untuk memberikan kesimpulan. Peneliti memberikan
satu soal pemecahan masalah untuk dikerjakan individu.
5) Pertemuan kesepuluh/ 1 Desember 2010
Pada pertemuan ini akan dilaksanakan tes akhir siklus II
yaitu tes kemampuan penalaran matematika. Tujuannya adalah
untuk mengetahui kemampuan penalaran matematika siswa,
apakah mengalami peningkatan dari siklus I atau tidak. Soal-soal
tes terdiri dari soal penalaran logis, pola bilangan dan pola gambar
yang tujuannya adalah untuk mengukur penalaran induktif siswa,
dan soal penalaran analitis untuk mengukur penalaran deduktif
siswa.

Pada hari ini semua siswa tampak hadir dengan posisi


bangku yang sudah teratur. Peneliti langsung membagikan soal tes
akhir siklus II yang berjumlah 10 soal berupa pilihan ganda
beralasan. Siswa diberikan waktu 2 jam pelajaran (90 menit) untuk
menyelesaikannya. Berbeda dengan tes akhir siklus I yang
dilaksanakan pada 10 Nopember 2010 lalu dimana hampir seluruh
siswa masih kelihatan kebingungan dengan soal tes akhir siklus
tersebut. Pada tes akhir siklus II yang dilaksanakan hari ini siswa
tampak tenang dalam mengerjakan soal tersebut. 10 menit sebelum
bel berbunyi, seluruh siswa tampak telah menyelesaikan tes akhir
siklus II. Peneliti meminta siswa untuk mengumpulkan soal dan
lembar jawaban tes akhir siklus II tersebut.

Gambar 4.7a

Gambar 4.7b
Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus II
c. Tahap Observasi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada siklus II ini
terdapat peningkatan pada kemampuan penalaran matematika siswa.
Siswa dapat memberikan dugaan terhadap solusi penyelesaian soal
matematika, memberikan alasan yang logis untuk solusi yang
diberikan dalam suatu permasalahan matematika dan memeriksa
kesahihan suatu argumen kemudian menarik kesimpulan.
Hasil observasi pada siklus II ini sebagai berikut.
Tabel 4.4
Hasil Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Siklus II
No.

Aspek yang diobservasi

1.
2.
3.

Mengajukan dugaan
Menyusun bukti
Melakukan manipulasi
matematika
Memeriksa kesahihan
argumen
Memberikan alasan yang logis
Menarik kesimpulan
Jumlah rata-rata

4.
5.
6.

Rata-rata pertemuan ke1


2
3
4
2,44
2,89
2,89
3,33
2,33
2,56
2,89
2,78
2,11
2,00
2,67
2,44

Rata-rata
keseluruhan
2,89
2,64
2,30

2,11

2,11

2,22

2,78

2,30

2,00
1,56

2,11
2,44

2,22
2,44

2,89
2,44

2,30
2,22
14,65

Keterangan skala penilaian:


1 : Kurang
2 : Cukup
3 : Baik
4 : Baik sekali
Skala penilaian jumlah rata-rata:
6 11 : Kemampuan penalaran matematika siswa rendah
12 17 : Kemampuan penalaran matematika siswa sedang
18 24 : Kemampuan penalaran matematika siswa tinggi

Berdasarkan hasil rata-rata skor kemampuan penalaran


matematika pada lembar observasi siklus II terlihat bahwa terjadi
peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa. Pada siklus II
kemampuan penlaran matematika siswa berkategori sedang dengan
jumlah rata-rata skor 14,65. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika

dengan

pendekatan

pemecahan

masalah

dapat

meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.


Selain itu, pada siklus II ini hasil wawancara yang dilakukan
peneliti kepada siswa dan guru menunjukkan adanya perubahan yang
positif. Hasil wawancara yang diajukan kepada siswa dirangkum
sebagai berikut:
1) Siswa menyukai pembelajaran matematika dengan pendekatan
pemecahan masalah karena membuat pelajaran matematika
menjadi pelajaran yang lebih menarik dan tidak membosankan.
2) Siswa tidak kesulitan ketika menyelesaikan soal matematika
karena terbiasa berpikir sendiri mencari penyelesaian soal-soal
yang

diberikan.

Sekalipun

ada

kesulitan

siswa

dapat

mendiskusikan dengan kelompoknya.


3) Siswa memberi saran agar pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah ini diterapkan untuk mata pelajaran lain.

Hasil wawancara yang diajukan kepada guru kelas matematika


pada siklus II ini dirangkum sebagai berikut:
1) Guru memandang pendekatan pemecahan masalah sangat bagus
untuk

pelajaran

matematika

karena

dapat

meningkatkan

kemampuan berpikir dan kemampuan penalaran matematika siswa.


2) Pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah
juga membuat siswa lebih aktif dan semangat dalam belajar
matematika.
3) Guru merasa siswa sudah layak untuk diberikan soal-soal sulit
yang membutuhkan penalaran dalam penyelesaiannya.
Untuk melengkapi data pada tahap observasi ini, peneliti
melakukan tes akhir siklus II berupa tes kemampuan penalaran
matematika

untuk

mengetahui

tingkat

kemampuan

penalaran

matematika siswa setelah diberikan tindakan pada siklus II. Hasil tes
kemampuan penalaran matematika siswa dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.5
Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus II
Frekuensi

No.

Interval

1.

38 - 46

5,56 %

2.

47 - 55

0%

3.

56 - 64

19,44 %

4.

65 - 73

12

19

27,78 %

5.

74 - 82

10

31

33,33 %

6.

83 - 91

35

11,11 %

7.

92 - 100

36

2, 78 %

Absolute

36

Jumlah

Kumulatif Relatif

100 %

Keterangan:
Nilai tertinggi

= 96

Jumlah siswa = 36

Nilai terendah

= 38

Rata-rata

= 71

Standar deviasi = 11,445

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa persentase terbesar


adalah siswa yang memiliki nilai dengan kisaran 74 82 yaitu 33,33
%. Dari 36 siswa, yang mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan
penalaran matematika berjumlah 27 siswa. 75 % dari jumlah siswa
telah mencapai nilai 65. Ini artinya data yang diperoleh telah mencapai
kriteria keberhasilan yang ditetapkan karena lebih dari 60 % dari
jumlah siswa telah mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran
matematika. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada
kemampuan penalaran matematika siswa dari siklus I ke siklus II. Pada
siklus I, siswa yang telah mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan
penalaran matematika sebanyak 17 orang yaitu 47,22 % dari jumlah
siswa dengan rata-rata 62,75. Pada siklus II, siswa yang telah
mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika
sebanyak 27 orang yaitu 75 % dari jumlah siswa dengan rata-rata 71.
Dengan demikian, kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan telah
tercapai dan pembelajaran pun dihentikan pada siklus II.
Hasil tes akhir siklus II ini disajikan dalam bentuk histogram
dan poligon sebagai berikut.

Diagram 4.2
Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Penalaran
Matematika Siklus II
frekuensi

12

10

38,5

46,5

55,5

64,5

73,5

82,5

91,5

100,5

interval

d. Tahap Refleksi
Dalam penelitian ini, pembelajaran matematika dengan
pendekatan

pemecahan

masalah

telah

berhasil

meningkatkan

kemampuan penalaran matematika siswa. Hal ini ditunjukkan dari


hasil rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang
mengalami peningkatan pada siklus II. Peningkatan rata-rata
kemampuan penalaran matematika siswa terjadi karena pada proses
pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah
siswa dituntut untuk berpikir menyelesaikan soal-soal non rutin
berdasarkan bukti-bukti atau data-data yang relevan.
Dengan adanya data-data yang mengarah pada meningkatnya
kemampuan penalaran matematika siswa, maka penelitian ini

dihentikan pada siklus II dan penerapan pendekatan pemecahan


masalah dalam pembelajaran matematika

dapat meningkatkan

kemampuan penalaran matematika.

B. Pemeriksaan Keabsahan Data


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya tes
kemampuan penalaran matematika yang berbentuk soal pilihan ganda
beralasan. Instrumen disebar pada tanggal 2 Nopember 2010, kemudian
instrumen tersebut diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari 30 soal penalaran
matematika yang diuji terdapat 20 soal yang valid dengan tingkat
reliabilitasnya 0.999. Selain menggunakan tes kemampuan penalaran
matematika, penelitian ini menggunakan lembar observasi dan wawancara
yang diajukan kepada guru dan siswa.
Selain tes akhir siklus berupa tes kemampuan penalaran matematika,
untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa,
peneliti juga menggunakan lembar observasi, wawancara dan catatan lapangan
untuk melakukan pengamatan terhadap siswa. Untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh valid dan memiliki tingkat keterpercayaan yang tinggi,
dilakukan member check dengan memeriksa kembali keterangan atau
informasi yang diperoleh selama observasi dari narasumber. Selain itu,
peneliti juga memeriksa apakah informasi tersebut tetap sifatnya atau tidak
berubah sehingga dapat dibuktikan keabsahannya.
Melalui triangulasi, peneliti memeriksa hasil pengamatan terhadap
kemampuan penalaran matematika siswa dengan pendekatan pemecahan
masalah, apakah menunjukkan peningkatan atau tidak. Hal ini bertujuan untuk
menggali data dari sumber yang sama dengan cara yang berbeda. Refleksi dan
diskusi dengan observer tentang hasil observasi yang diperoleh, dibaca secara
cermat dan menghilangkan data yang tidak relevan dengan fokus penelitian.
Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh sesuai dengan keabsahan yang
sebenarnya.

Wawancara dilakukan pada kegiatan pendahuluan dan setiap akhir


siklus. Tujuannya untuk memperkuat kebenaran data hasil observasi dengan
keadaan yang sebenarnya. Wawancara diajukan kepada beberapa siswa yang
memiliki kemampuan rendah, sedang dan tinggi juga kepada guru kelas
matematika selaku observer.

C. Analisis Data
Tahap analisis dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada
dari sumber, berdasarkan hasil analisis kemampuan penalaran matematika
siswa yang secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran, kemampuan
penalaran matematika siswa dikatakan berkategori sedang dan mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hasil rata-rata skor kemampuan
penalaran matematika siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6
Hasil Rata-Rata Skor Lembar Observasi
Kemampuan Penalaran Matematika Siswa
Aspek yang Diobservasi
Mengajukan dugaan
Menyusun bukti
Melakukan manipulasi matematika
Memeriksa kesahihan argumen
Memberikan alasan yang logis
Menarik kesimpulan
Jumlah rata-rata

Rata-Rata Keseluruhan
Siklus I

Siklus II

2,07
1,68
1,68
1,78
1,61
1,46
10,28

2,89
2,64
2,30
2,30
2,30
2,22
14,65

Skala penilaian jumlah rata-rata:


6 11 : Kemampuan penalaran matematika siswa rendah
12 17 : Kemampuan penalaran matematika siswa sedang
18 24 : Kemampuan penalaran matematika siswa tinggi

Dari tabel 4.6 terlihat bahwa terjadi peningkatan kemampuan


penalaran matematika siswa dengan menggunkan pendekatan pemecahan
masalah dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I, jumlah rata-rata skor
kemampuan penalaran matematika siswa pada lembar observasi berkategori
tendah yaitu 10,28 dan pada siklus II meningkat menjadi 14,65, sehingga
kemampuan penalaran matematika siswa berkategori sedang.
Peningkatan jumlah rata-rata skor kemampuan penalaran matematika
ini terjadi karena selama pembelajaran siswa terbiasa berpikir mencari strategi
yang akan dipilih untuk memecahkan masalah atau soal matematika. Peneliti
memberi rangsangan-rangsangan yang dapat menumbuhkan penalaran
matematika

siswa

dengan

mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

yang

membutuhkan bukti dan jawaban yang logis. Selama pembelajaran siswa


dipacu aktif untuk memberikan argumen dan dugaan dalam penyelesaian
matematika.
Peningkatan kemampuan penalaran matematika ini didukung dengan
meningkatnya hasil tes akhir siklus yang diberikan sebanyak dua kali yaitu
pada siklus I dan siklus II. Tes akhir siklus tersebut berupa tes kemampuan
penalaran matematika yang berbentuk pilihan ganda beralasan dan berjumlah
10 soal. Soal-soal tersebut terdiri dari penalaran logis, penalaran analitis, pola
bilangan dan pola gambar. Dalam menjawab soal-soal tersebut, siswa diminta
untuk memberikan alasan atas jawaban benar yang mereka pilih. Tujuannya
adalah untuk mengukur kemampuan penalaran matematika siswa. Hasil tes
kemampuan penalaran matematika siswa pada siklus I dan siklus II dapat
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.7
Statistika Deskriptif Peningkatan
Tes Kemampuan Penalaran Matematika
Statistika Deskriptif

Siklus I

Siklus II

Nilai Tertinggi

93

96

Nilai Terendah

31

38

Rata-rata

62,75

71

Jumlah siswa yang mencapai nilai 65

17 siswa

27 siswa

Persentase

47,22 %

75 %

17,02

11,445

Standar Deviasi

Dari tabel 4.7 terlihat bahwa terjadi peningkatan pada hasil tes
kemampuan penalaran matematika siswa dari siklus I ke siklus II.
Kemampuan penalaran matematika siswa pada siklus I belum mencapai
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan karena jumlah siswa yang
mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika sebesar 47,22
% (kurang dari 60 %). Sedangkan pada siklus II, jumlah siswa yang mencapai
nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika sudah lebih dari 60 %
yaitu 75 %. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini telah tercapai dengan
terpenuhinya kriteria pencapaian indikator yang telah ditetapkan. Sehingga
pembelajaran pun dihentikan pada siklus II.

D. Pembahasan Temuan Penelitian


Pengamatan terhadap siswa mulai dilakukan diawal penelitian yaitu
pada observasi awal tang terdapat dalam catatan lapangan dan wawancara.
Kemampuan penalaran matematika masih rendah. Siswa belum mampu
memberikan dugaan atas penyelesaian dari suatu masalah matematika,
memberikan alasan yang logis atas jawaban benar yang diberikan kemudian
menarik kesimpulan. Dalam pembelajaran matematika, siswa hanya
memperhatikan dan mendengarkan penjelasan dari guru dan mengandalkan
catatan yang dibuat dari guru.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa hasil jumlah rata-rata skor
kemampuan penalaran matematika siswa pada siklus I berkategori rendah
yaitu 10,28 dengan rata-rata tes kemampuan penalaran matematika 62,75 dan
standar deviasi 17,02, maka penelitian ini belum menunjukkan ketercapaian
indikator yang telah ditetapkan. Dari 36 siswa, yang mencapai nilai 65 untuk
tes kemampuan penalaran matematika kurang dari 60 % yaitu 17 siswa. Oleh

karena itu, pembelajaran masih harus dilakukan dengan berbagai perbaikanperbaikan proses pembelajaran. Pada siklus II, secara keseluruhan data
penelitian telah mengalami peningkatan yaitu hasil jumlah rata-rata skor
kemampuan penalaran matematika siswa berkategori sedang yaitu 14,65
dengan rata-rata tes kemampuan penalaran matematika 71 dan standar deviasi
11,445. Dari 36 siswa, yang mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan
penalaran matematika lebih dari 60 % yaitu 27 siswa. Hal ini menunjukkan
bahwa kriteria keberhasilan indikator yang telah ditetapkan telah tercapai
sehingga pembelajaran pun dihentikan.
Temuan

menarik

yang

diperoleh

peneliti

selama

penelitian

berlangsung adalah sebagai berikut:


1. Kemampuan

penalaran

matematika

siswa

meningkat

dengan

menggunakan pendekatan pemecahan masalah


Berdasarkan

hasil

pengamatan,

tes

kemampuan

penalaran

matematika dan wawancara terlihat bahwa pendekatan pemecahan


masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.
Pada observasi pendahuluan dan awal pertemuan, kemampuan penalaran
matematika siswa kelas X IPA 2 masih tampak rendah. Selama
pembelajaran berlangsung, siswa kurang merespon pembelajaran yang
diberikan guru dan peneliti. Siswa enggan berpikir, mengajukan dugaan
atas penyelesaian soal matematika yang diajukan guru dan peneliti,
memeriksa kesahihan dari suatu argumen, kurang pandai dalam
melakukan manipulasi matematika dan menarik kesimpulan. Pada
pertemuan berikutnya (pertemuan ketiga dan selanjutnya), perubahanperubahan positif pada siswa terjadi, yang mengarah pada perbaikan dan
peningkatan kemampuan penalaran matematika. Pada pertemuan ketiga,
siswa mulai menunjukkan sikap antusias dalam belajar matematika.
Pertemuan berikutnya, siswa mulai merespon pembelajaran yang diberikan
peneliti, memberikan alasan yang logis atas pertanyaan yang diajukan
peneliti, memberikan dugaan atas penyelesaian soal matematika,

menyusun bukti dan memeriksa kesahihan dari suatu argumen kemudian


menarik kesimpulan.
Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dapat
meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa karena siswa
ditekankan untuk memecahkan masalah sendiri melalui langkah-langkah
penyelesaian dalam pendekatan pemecahan masalah yang meliputi
memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana
dan meninjau kembali. Soal-soal non rutin yang diberikan kepada siswa
tiap pertemuan membuat siswa terbiasa berpikir dan mengerjakan soalsoal yang sulit dan bervariasi.
Metode diskusi kelompok yang digunakan mampu memfasilitasi
keinginan siswa

untuk bertukar pikiran. Siswa mampu bekerja sama

dengan baik dengan kelompoknya, memikirkan dan mencari penyelesaian


sendiri soal-soal matematika yang disajikan dalam LKS.
Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa terlihat
dengan timbulnya indikator penalaran matematika pada siswa dalam
pembelajaran yaitu siswa mampu mengajukan dugaan penyelesaian atas
masalah matematika yang diberikan, memberikan alasan yang logis atas
pertanyaan yang diajukan, menyusun bukti atas penyelesaian matematika,
menarik kesimpulan dari pernyataan dan menentukan pola atau sifat
matematika. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu hasil
penelitian Lia Kurniawati, M.Pd. (2004) dengan judul Pembelajaran
dengan

Pendekatan

Pemecahan

Masalah

untuk

Meningkatkan

Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP, yang


menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran
matematik siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah lebih baik dari siswa yang mendapat pembelajaran
biasa.
2. Penggunaan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa

Pada awalnya, siswa kelas X IPA 2 belum menunjukkan prestasi


belajar yang baik, khususnya pada pelajaran matematika. Soal-soal latihan
dan tugas matematika yang dikerjakan oleh siswa belum menunjukkan
hasil yang memuaskan. Diawal pertemuan, siswa masih tampak kaku dan
kesulitan dengan soal-soal yang diberikan peneliti, baik berupa soal dalam
LKS maupun soal latihan individu. Dalam pengerjaannya, siswa masih
tampak kebingungan, bertanya dengan teman, berjalan-jalan mencari
jawaban bahkan ada yang tidak bisa menyelesaikannya sama sekali.
Setelah beberapa pertemuan kemudian, dengan memberikan pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah dengan tidak terlepas dari
bimbingan peneliti, sedikit demi sedikit siswa menunjukkan prestasi
belajar yang baik. Prestasi belajar siswa meningkat. Pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah membuat suasana kelas menjadi
menyenangkan

dan

menarik

karena

dalam

proses

pembelajaran

matematika tidak lagi digunakan metode ceramah melainkan diskusi


kelompok dan penugasan. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan
masalah juga membuat siswa terbiasa menyelesaikan sendiri soal-soal
yang sulit. Soal-soal pemecahan masalah yang diberikan di tiap pertemuan
membuat siswa merasa tertantang untuk menyelesaikannya sehingga
menumbuhkan semangat siswa dan mendorong siswa lebih antusias dalam
belajar.
Peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dengan nilai formatif
siswa berupa nilai LKS dan nilai latihan yang diberikan di tiap pertemuan
yang mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yaitu hasil penelitian Drs. I Wayan Sudiana, M.Pd. (2005)
dengan judul Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui
Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita
Matematika pada SD 5 Banjar Jawa Singaraja, yang menunjukkan
adanya peningkatan terhadap prestasi belajar siswa melalui pembelajaran
pemecahan masalah.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Penggunaan pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika
siswa. Kemampuan penalaran matematika siswa meningkat dari siklus
I ke siklus II. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil tes
kemampuan penalaran matematika siswa yang diberikan pada siklus I
dan siklus II yaitu pada siklus I, rata-rata kemampuan penalaran
matematika siswa 62,75 dengan persentase siswa yang telah mencapai
nilai KKM sebesar 47,22 % dari jumlah siswa dan pada siklus II, ratarata kemampuan penalaran matematika siswa meningkat menjadi 71
dengan persentase siswa yang mencapai nilai KKM 75 % dari jumlah
siswa.
2. Kemampuan

penalaran

matematika

yang

meningkat

dengan

menggunakan pendekatan pemecahan masalah adalah penalaran


deduktif yang meliputi penalaran analitis, dan penalaran induktif yang
meliputi penalaran logis, pola bilangan dan pola gambar.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin
mengemukakan beberapa saran diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi Sekolah
Pihak sekolah hendaknya mampu memberikan masukan dan dukungan
bagi guru matematika di sekolah yang masih menggunakan metode
ceramah dalam pembelajaran untuk dapat menerapkan berbagai
pendekatan/metode lain, seperti pendekatan pemecahan masalah
sebagai upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.

2. Bagi guru
a. Guru hendaknya menjadikan penelitian ini sebagai masukan dan
sumbangsih dalam memberikan pembelajaran matematika di
sekolah.
b. Guru hendaknya mampu membangun dan menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan sehingga timbul ketertarikan siswa
dalam belajar matematika.
3. Bagi peneliti lain
a. Agar dapat melakukan penelitian lebih dalam tentang kemampuan
penalaran matematika karena masih banyak metode, strategi atau
pendekatan lain yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan
penalaran matematika siswa.

b. Pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika


masih

harus

dikembangkan

matematika yang lain.

guna

meningkatkan

kemampuan

DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Nahrowi dan Deti Rostika. 2006. Konsep Dasar Matematika. Bandung:
UPI Press.
Adjie, Nahrowi dan Maulana. 2007. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung:
UPI Press.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Edisi
Revisi.
Dewantara, Aryo dan R. Citra Kumala. 2010. Kupas Tuntas Tes Potensi Akademik
Masuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Dwi Yulianto, Arifin. Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap
Prestasi Belajar Matematika Kelas VII SMP Negeri 1 Miri Sragen Ditinjau
Dari Minat Belajar. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta, dari
http://etd.eprints.ums.ac.id/4519/1/A410040038.pdf. 22 Juni 2010. 11:20
WIB.
http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/. 22 Juni 2010. 11:38 WIB.
http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revisedbloom-taxonomy.html. 22 Juli 2010. 17:53 WIB.
Iska, Zikri Neni Iska. 2006. Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan
Lingkungan. Jakarta: Kizi Brothers.
Kurniawati, Lia. 2006. Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan masalah
untuk meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematika
Siswa SMP. Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika.
Vol. 1 No. 1. Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project.
. 2007. Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam Upaya
Mengatasi Kesulitan-Kesulitan Siswa pada Soal Cerita, Sebuah Antologi,
dalam Gelar Dwirahayu (Ed.), Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran
Matematika dan Sains Dasar. Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project.

Mahmudi, Sri Harini, dkk. 2007. Matematika untuk SMA dan MA Kelas X.
Jakarta: Widya Utama.
Mulbar, Usman. 2006. Kemampuan Penalaran Formal, Lingkungan Pendidikan
Keluarga Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa SMA Negeri Di Kota
Makassar. Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Vol. 5 No. 2.
Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta:
Gaung Persada Press.
Nur, Muhammad. 1990. Pengadaptasian Test Of Logical Thinking (TOLT) dalam
Seting Indonesia. Makalah Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan
MIPA di IKIP Surabaya. Surabaya: Tidak Diterbitkan.
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. 2006. Jurnal Ilmiah
Pendidikan dan Pembelajaran. Vol 3 No. 1.
Roslina, dkk. 2007. Kemampuan Penalaran Matematika dan Penguasaan
Konsep IPA pada Siswa SMA. Laporan Penelitian Universitas Serambi
Mekkah Banda Aceh. Jakarta: Tidak Diterbitkan.
Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Diklat
Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar. Yogyakarta.
. 2009. Kemahiran Matematika, dalam Diklat Instruktur Pengembang
Matematika SMA Jenjang Lanjut. Yogyakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Asdi
Mahasatya.
Soemoenar, dkk. Penerapan matematika sekolah. Tangerang: Universitas
Terbuka.
Sternberg, J. Robert. 2008. Psikologi Kognitif Edisi Keempat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sudiana, I Wayan. 2005. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui
Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita
Matematika Pada SD 5 Banjar Jawa Singaraja, Laporan Penelitian Dosen
Muda Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. Jakarta:
Perpustakaan PDII LIPI.
Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA UPI.
Sukino. 2004. Matematika Jilid 1A untuk Kelas X Semester 1. Erlangga.

Sumarmo, Utari. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika


Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan
Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung:
UPI Press.
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. Edisi Revisi.
Teguh. 2000. Pembelajaran Penyelesaian Soal Cerita Matematika Di Sekolah
Dasar Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah, dalam Sekolah Dasar
Kajian Teori dan Praktik Pendidikan. No. 1 Tahun 9.
. 2001. Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah Dasar,
dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 2 Tahun 10.
Wardhani, Sri. 2008. Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika
Analisis SI Dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk
Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat
Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Matematika.
Wartono, dkk. 2003. Gabungan Soal Evaluasi dan Ringkasan Materi Matematika
untuk Siswa SMU Kelas 1 Semester Kedua. CV Merpati.
Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai