Anda di halaman 1dari 8

1

METODE DAN PRAKTEK RUKYAT


Oleh

A.

: Sirril Wafa

Pendahuluan.
Pelaksanaan rukyatul hilal atau upaya untuk membuktikan

keberadaan terbentuknya hilal berupa lengkungan sinar tipis dari busur


bulan yang bisa tertangkap oleh mata haruslah diawali dengan persiapanpersiapan yang memadai. Tanpa adanya persiapan yang cukup, sulit
untuk dicapai hasil yang diharapkan sebab, tidaklah mudah mencari
objek benda langit berbentuk sabit hilal yang tipis pada latar bidang
langit yang luas di ufuk barat yang relatif masih tampak terang.
Sementara itu objek hilal terus bergerak turun menuju ufuk/horizon. Oleh
karena itu rukyatul hilal pun dituntut profesionalitas tersendiri. Bisa jadi
apa yang dianggap hilal, sesungguhnya bukanlah objek yang sebenarnya
dicari, melainkan boleh jadi awan tipis yang terbentuk menyerupai hilal,
atau objek-objek serupa lainnya.
Pengalaman para perukyat di lapangan menunjukkan betapa
tidak sederhananya proses pelaksanaan rukyat bila dilakukan dengan
benar. Diawali dari pemilihan lokasi yang telah ditentukan jauh hari
sebelumnya. Penggunaaan peralatan rukyat semisal Rubu Mujayyab,
Gawang Lokasi, Kompas, Teodolit, GPS (Global Positioning System),
teropong/teleskop dsb.
Makalah ini akan menyajikan seputar metode dan praktek
rukyatul hilal dalam susunan bahasan tentang Dasar hukum Rukyatul

Makalh disampaikan pada Diklat Hisab Rukyat di Pusdiklat kemenag Ciputat pada
tgl 23 Juni 2013

Staf Pengajar pd Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Syarif


Hidayatullah Jakarta; Anggota Muker dan Tim Hisab Rukyat Kemenag.
HP= 081 310 410 581; email= kawakibuna@gmail.com

Hilal, Pengertian Rukyatul hilal, dan Rukyatul hilal dari masa ke masa,
diakhiri dengan penutup dan praktek simulasi rukyat.

DASAR HUKUM

B.


- -
















-

-

-



- -





- -
















-
- -








-






.










.



















-

- -





-












1


1

Haidits-hadits diatas menjelaskan tentang cara yang ditunjukkan


Rasulullah saw., bagaimana cara untuk menentukan awal Ramadhan dan
Syawal, atau cara mengawali dan mengakhiri Ramadhan yakni dengan
mengamati apakah hilal telah terbentuk dan terindera oleh pengamat.
Apabila saat itu tidak berhasil terindera, dengan tidak adanya laporan
keberhasilan rukyat oleh para perukyat, maka Rasulullah saw., mengambil
langkah Ikmal (istikmal) dengan menggenapkan umur bulan yang sedang
berjalan menjadi 30 hari. Itulah setidaknya prisnip yang berlaku untuk
penentuan masuknya awal Ramadhan dan Syawal, atau bulan-bulan yang
berkaitan dengan pelaksanaan ibadah mahdhah.
C.

PENGERTIAN RUKYATUL HILAL


Rukyatul hilal terdiri dari dua kata, rukyat dan hilal yang

masing-masing memiliki makna tersendiri. Rukyat berasal dari bentukan


kata

yang berarti melihat dengan mata kepala

(rukyat bil bashar). Sebenarnya mashdar dari kata


berbentuk atau

bisa

. Sedangkan mashdar berbentuk

(dengan Ra fat-hah atau Dhammah) dalam penggunaannya bermakna


melihat melalui media selain mata, seperti dengan mata hati atau pikiran.
1

Hadits- hadits diatas dikutip dari Kitab Shahih Bukhari diambil dari

Maktabah Syamilah

Kata Rukyaa dengan RA dibaca dhammah digunakan untuk memaknai


melihat di alam tidur (mimpi). Penggunaan kata Rukyat untuk memaknai
penginderaan selain menggunakan media mata hanyalah bersifat Majaz.
Dalam kaedah bahasa, pemaknaan kata dengan makna hakiki adalah
pengertain asli, kecuali jika ada qarinah yang mengharuskan pengalihan
makna ke makna yang bukan aslinya/majaz.
Adapun kata Hilal adalah sebuah kata untuk menunjukkan fase
bulan dalam perjalanannya mengelilingi bumi, ketika Bulan telah
melewati masa ijtimak (bulan mati) dan selanjutnya bulan berada pada
posisinya yang membentuk sabit (anak bulan) yang dapat terindera oleh
mata sesaat setelah matahari terbenam pasca ijtimak. Jadi untuk lokasi
seperti di Indonesia sebagai daerah tropis karena dekat dengan garis
khatuilistiwa, lengkungan hilal bisa berbentuk telentang, miring ke kanan
atau miring ke kiri dari posisi pengamat. Sedangkan di wilayah yang
agak jauh dari khatulistiwa, misalnya jarak antara bulan dan matahari dua
kali nilai ketinggian hilal dari ufuk, hilal bisa berbentuk tegak seperti
tanda kurung buka atau kurung tutup [ ( ] atau [ ) ]. Dengan demikian,
tidaklah dikatakan HILAL jika belum terbentuk lengkungan sinarnya dan
tidak terindera oleh pengamat. Karena itu penting untuk diteliti kapan
Bulan setelah ijtimak, berada pada posisi yang memungkinkan untuk
terlihat oleh pengamat.
Hilal sesungguhnya hanyalah bagian dari fase-fase bulan dalam
mengelilingi Bumi, sebagaimana Badr atau purnama adalah bulan pada
saat istiqbal/oposisi. Dalam bahasa Arab, benda langit sebagai satelit
bumi dalam keadaan mutlaknya disebut dengan Qamar.

D. RUKYATUL HILAL DARI MASA KE MASA


Kegiatan pengamatan hilal atau rukyatul hilal berkembang
dari masa ke masa. Perkembangan yang dimaksud di sini bukan dari
essensi pengertiannya, namun harus dimaknai dari cara yang

digunakan

dalam

melakukan

kegiatan

rukyat,

khususnya

menyangkut alat bantu yang digunakan di lapangan.


Sebagaimana menentukan arah Kiblat dari lokasi yang jauh
dari kota Mekah, yang dahulu kala cukup berpedoman dengan posisi
bintang tertentu, misalnya bintang polaris/bintang kutub kemudian
setelah ditemukan/ditandai lalu dengan menggunakan metode
perkiraan, kiblat ditandai dengan cara memiringkan posisi badan ke
kanan atau kekiri (tergantung lokasi bersangkutan terhadap kota
Mekah).
Demikian pula pelaksanaan Rukyat hilal, dahulu dengan
motode yang dipandang paling baik pada masanya. Misalnya dengan
menandai terlebih dahulu letak terbenamnya matahari. Lalu dengan
bekal pengetahuan tentang perbintangan yang sederhana, para
perukyat sudah mengetahui perkiraan letak posisi hilal apakah di
sebelah selatan atau utara. Baru kemudian untuk mengukur
ketinggiannya dari ufuk digunakan peralatan sederhana seperti
menggunakan mistar atau kepalan tangan. Karena itu, tidak heran
jika dalam referensi falakiyah, kita juga mengenal ukuran besaran
hilal dengan satuan ukur yang di sebut ushbu (jari).
Di beberapa tempat di Indonesia penggunaan alat bantu
mistar atau potongan kayu/bambu untuk menandai posisi hilal di
langit ufuk belahan barat masih sering dijumpai. Cara seperti ini
adalah warisan lama yang menunjukkan betapa para perukyat zaman
dahulu melakukan rukyat melalui ikhtiar semampunya dan tidak
dilakukan dengan cara yang asal asalan.
Bagi pengguna Rubu (al-Rubu al-Mujayyab), cara yang
digunakan meskipun tidak dapat menghilangkan sama sekali metode
perkiraan, akan tetapi dapat memberikan jaminan yang lebih akurat

dan terukur, mengingat ketinggian hilal bisa di ukur dengan derajat


dan pecahannya secara lebih baik.
Di era pertengahan tahun 1970 an Badan Hisab Rukyat
Departemen Agama waktu itu mengembangkan alat bantu rukyat
sederhana berupa Gawang Lokasi yang diberi nama BEKTAN.
Gawang lokasi ini terbuat dari batangan besi berongga yang
dirancang dengan bentuk dua batang sejajar berjarak kira2 setengah
meter dan bagian atas dihubungkan dengan batang besi lainnya
dengan cara pengelasan. Gambarnya seperti berikut:

Penggunaan gawang lokasi harus terlebih dahulu dipersiapkan


segala sesuatunya agar saat pembidikan hilal ukuran-ukurannya telah
sesuai dengan data yang telah diperhitungkan sebelumnya. Persiapan
yang diperlukan adalah:
- Pengukuran arah mata angin sekaligus menandainya dengan cat
- Penempatan Gawang Lokasi dan tongkat pembidikannya
- Pengukuran koordinat lokasi (Lintang dan Garis Bujurnya)

Era

berikutnya, pelaksanaan rukyatul hilal menggunakan

peralatan yang makin beragam dan mengikuti perkembangan teknologi


yang bisa dimanfaatkan untuk rukyat. Peralatan yang digunakan a.l:
- GPS (Global Positioning System) untuk mengukur Lintang
dan Bujur lokasi secara lebih akurat.
- Teodolit; alat untuk mengukur ketinggian benda langit
sekaligus posisi azimuthnya secara presisi.
- Teropong/teleskop yang dilengkapi peralatan otomatis yang
bisa melakukan pembidikan benda langit (mis. Bulan) dan
tracking bergerak mengikuti gerak bulan tersebut hingga
menuju ufuk.
- Kamera untuk mengabadikan objek hilal.
- Komputer sebagai penyedia data dan untuk pemrosesan citra
hilal yang tertangkap oleh kamera dan selanjutnya siap
dicetak.
Teodolit dan perangkat pendukungnya ini, kini setia menemani
tim perukyat Kementerian Agama baik pusat maupun Daerah serta
masyarakat luas yang gemar melakukan pengamatan benda langit baik
untuk kepentingan ibadah, penelitian atau sekedar hobi.
Penggunaan alat modern seperti ini dengan data valid dan
model perhitungan yang lebih presisi lebih memberi jaminan akan
ketepatan pembidikan posisi hilal baik menyangkut posisi maupun waktu
nyata (real time) dimana hilal sedang bergerak menuju ufuk

D. PENUTUP
Demikian sekilas tentang Metode dan Praktek Rukyatul Hilal
yang harus dilakukan dengan professional. Sebab tanpa profesionalitas
yang memadai, pengamat bisa terkecoh oleh objek lain yang mirip hilal
yang sesungguhnya bukan hilal, lalu siap atau bahkan minta untuk
disumpah. Inilah yang

harus diperhatikan oleh setiap perukyat agar

sangat berhati-hati dan yakin betul bahwa objek yang ditemukan adalah
benar-benar hilal.
Kesaksian perukyat ini bisa direview secara ilmiah, dimana letak
ketinggian dan azimuth hilal yang diakui terlihat oleh perukyat bisa
diverifikasi secara cermat melalui perhitungan dan penelitian. Apakah
posisi tampak hilal, arah selatan, utara atau tepat diatas matahari
terbenam yang dilihat oleh perukyat tepat atau tidak, juga bentuk hilal
yang teramati apakah telentang, miring ke selatan atau keutara, serta
waktu saat perukyat melihat hilal. Semuanya bisa direka ulang dan
dievaluasi secara ilmiah. Wallahu alam.

Anda mungkin juga menyukai