Itu pula yang saya gunakan untuk memahami strategi orang dalam
memilih pondasi. Tentu saja tidak hanya mengandalkan ngelmu
titen tersebut, tetapi selanjutnya dicarikan korelasinya dengan ilmu
rekayasa yang kita pelajari. Jadilah itu.
Memang benar bahwa untuk memilih pondasi maka perlu melihat
besarnya gaya-gaya reaksi dari strukturnya, tapi menurut saya itu
tidak cukup. Seorang structural engineer harus melihat
secara komprehensip dan dialah yang memutuskan sistem
pondasi apa yang dipilih, bahkan menentukan spesifikasi dari
sistem pondasi tersebut, bukan soil engineer atau foundation
engineer.
Si soil atau foundation engineer akan bekerja berdasarkan
spesifikasi yang diminta oleh si structural
engineer. Mereka akan mengajukan usulan-usulan sistem yang
memenuhi persyaratan si structural engineer,
khususnya kekuatan pondasi dalam menerima beban, resiko
terjadinya displacement yang dapat mempengaruhi
struktur, kelayakan pelaksanaan dan juga pengaruhnya terhadap
lingkungan.
Dalam menentukan spesifikasi sistem pondasi atau bahkan
menentukan sistem struktur yang akan diadopsi maka ada baiknya
si engineer memahami kondisi lingkungan dimana struktur
tersebut akan dibangun. Ini penting, bagaimanapun yang namanya
proyek adalah sangat spesifik. Pemahaman akan kondisi alam sejak
awal akan sangat membantu memilih sistem struktur juga pondasi
yang dapat dipilih.
Untuk struktur yang mencakup suatu lokasi yang relatif kecil (tidak
luas) maka datapenyelidikan tanah
setempat dan lokasi mungkin sudah mencukupi sebagai
gambaran awal memilih sistem yang dimaksud. Di Kalimantan
Jika tiang pondasi di pasang (pancang atau bor) sampai tanah keras
(SPT > 40) maka yang akan bekerja adalah mekanime tumpu. Ini
merupakan mekanisme yang paling andal melawan resiko
terjadinya penurunan. dengan asumsi bahwa daya dukung tanah
OK.
Mekanisme tumpu sangat dipengaruhi oleh diameter ujung tiang
yang bertemu dengan tanah, jadi semakin besar diameternya maka
semakin besar daya dukung tumpu yang dihasilkan. Berkaitan
dengan hal tersebut maka sistem pondasi tiang bor, yang
memungkinkan mempunyai diameter yang besar maka lebih unggul
dibanding tiang pancang. Bahkan untuk sistem pondasi Franki
yang mempunyai alat untuk memperbesar ujung pondasi jelas akan
sangat menguntungkan. Itu pula yang menjawab mengapa jika
diperlukan sistem pondasi dengan daya dukung besar, misal 300
ton atau lebih maka sistem pondasi tiang bor akan menjadi
prioritas untuk dipertimbangkan. Untuk pondasi tiang pancang,
karena ukurannya terbatas oleh alat angkut, maka kapasitasnya
juga terbatas. Jika dipaksakan maka perlu jumlah tiang pancang
yang lebih banyak. Perlu dipikirkan pile-cap dan ruangnya.
Kalau begitu pakai aja pondasi tiang bor.
Ya, nggak bisa begitu dong, jika karena gaya-gayanya
memungkinkan memakai tiang pancang, mengapa tidak. Jika
digunakan pondasi tiang pancang maka jelas, tiangnya sudah
dibuat terlebih dulu, bahkan dapat memakai baja atau beton
prategang. Kalau pakai tiang bor khan nggak bisa. Kedua material
tersebut mempunyai keunggulan, lebih reliable dibanding beton
bertulang pada pondasi tiang bor yang harus dicor ditempat.
Kualitasnya tergantung kontraktor yang mengerjakan.
Jadi ini masalah keyakinan sistem struktur yang tertanam di bawah
tanah tersebut.
Jika pakai tiang pancang, maka karena daya dukung relatif kecil
dibanding tiang bor maka perlu jumlah tiang pancang yang lebih
banyak. Kalau dipakai tiang bor karena daya dukung bisa gede,
tentunya pakai diameter tiang bor yang lebih gede dari tiang
pancang lho, kalau pakai diameter sama maka daya dukung tiang
bor kalah lho dengan tiang pancang. Ingat tentang fenomena paku,
yang dipaku langsung dengan dibor dulu. Kaku mana hayo.
Tetapi keyakinan bahwa bagian bawah mutu tiangnya baik maka
yang bisa diandalkan adalah tiang pancang, daerah lemah khan
hanya pada sambungannya. Kalau ini bisa diatasi, pasti ok. Jadi
resiko gagal untuk tiang pancang relatif kecil dibanding tiang bor
dalam segi pelaksanaannya. Jadi katakanlah dalam suatu proyek
jika dipakai tiang pancang perlu 100 tiang, maka jika gagal satu
maka hanya 1% saja, tapi coba jika pakai tiang bor yang hanya perlu
katakanlah 50 tiang, maka jika gagal satu maka prosentasi
kegagalan 2%, lebih tinggi.
Dalam memilih tentu hal tersebut perlu dipertimbangkan.
Itu di atas baru dari sisi kekuatan dan kekakuan, bagaimana yang
lain.
O ya perlu diperhatikan juga sistem struktur atas yang digunakan,
misalnya untuk struktur statis tertentu dan struktur statis taktentu akan mempunyai ambang batas yang berbeda berkaitan
dengan adanya penurunan (differential settlement).
Ingat pondasi yang nggak kuat itu dapat dilihat dari terjadinya
penurunan gitu lho. Jadi kekuatan dan kekakuan itu
adalah barangnya sebenarnya sama aja. Hanya cara
memandang aja.
Tadi diatas, saya meminta untuk melihat kondisi proyek, ini
penting karena pelaksanaan sistem pondasi dalam di atas