Anda di halaman 1dari 35

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DENGAN FAKTOR RESIKO

PENYAKIT DEGENERATIF
(Manuskript Kasus Pembinaan Keluarga)

Oleh :
Nurulando I.Budi Perkasa, S.Ked (1018011124)

Pembimbing :
dr. Zamahsjari S, M.K

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


DIVISI KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

LEMBAR PERSETUJUAN
MAKALAH EVALUASI PROGRAM

JUDUL MAKALAH :

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DENGAN


FAKTOR RESIKO PENYAKIT DEGENERATIF

Disusun Oleh

Nurlando Imansyah Budi Perkasa

NPM

1018011124

Bandar Lampung, Maret 2015


Mengetahui dan Menyetujui
Dosen Pembimbing,

dr. Zamahsjari S, M.KM

BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di


negara-negara maju serta di beberapa negara-negara berkembang. Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang juga menghadapi masalah ini. Semakin
meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, telah membawa banyak
perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat di Indonesia, termasuk dalam
pola konsumsi makanan keluarga. Perubahan tersebut tanpa disadari telah
memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin
meningkatnya kasus-kasus hipertensi di Indonesia.
Hipertensi dilihat dari segi klinis, merupakan penyakit yang umum,
asimptomatis, mudah dideteksi dan mudah ditangani jika dikenali secara dini.
Namun, hipertensi dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang mematikan
jika tidak ditangani.
Definisi dan pengertian hipertensi
Secara umum, pengertian hipertensi adalah tekanan darah yang
tinggi. Oleh karena itu, untuk dapat memahami hipertensi, maka diperlukan
pengertian mengenai tekanan darah. Tekanan darah adalah suatu ukuran dari
kekuatan darah yang menekan dinding pembuluh darah. Tekanan darah yang
digunakan sebagai batasan dalam menentukan penyakit hipertensi adalah tekanan
darah arteri. Jadi, hipertensi adalah tingginya tekanan darah yang dilihat dari
kekuatan darah dalam menekan dinding pembuluh darah arteri.
Pengukuran

tekanan

darah

arteri

yang

umumnya

menggunakan

sphygmomanometer dan stetoskop akan menghasilkan dua buah angka hasil


pencatatan, yaitu tekanan darah sistol dan tekanan darah diastol. Angka pertama
yang lebih besar nilainya, menunjukkan tekanan darah sistol. Tekanan darah sistol

merupakan tekanan darah terhadap dinding arteri ketika jantung sedang


berkontraksi memompa darah. Angka kedua yang lebih kecil nilainya,
menunjukkan tekanan darah diastol. Tekanan darah diastol merupakan tekanan
darah terhadap dinding arteri ketika jantung sedang berelaksasi di antara dua
kontraksi. Tekanan darah diastol juga menggambarkan keadaan elastisitas dinding
arteri. Tekanan darah diastol akan menurun setelah usia 50an oleh karena
elastisitas dinding arteri yang berkurang.
Pencatatan nilai tekanan darah sistol dilakukan terlebih dahulu dan
kemudian nilai tekanan darah diastol. Kedua angka ini dipisahkan oleh sebuah
garis miring. Sebagai contoh, tekanan darah sistol sebesar 120 mmHg dan tekanan
darah diastol sebesar 80 mmHg akan dicatat sebagai 120/80 mmHg.
Oleh karena tidak ada garis batas yang tegas antara tekanan darah yang
normal dengan tekanan darah yang tinggi, definisi hipertensi ditetapkan
berdasarkan kesepakatan yang mempertimbangkan risiko komplikasi penyakit
kardiovaskular pada beberapa tingkat tekanan darah. Tekanan darah sistol/diastol
sebesar 120/80 ditetapkan sebagai batas tekanan darah yang normal. Hal ini
didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa kenaikan risiko penyakit
kardiovaskular pada orang-orang bertekanan darah di bawah 115/75 mmHg tidak
terlalu signifikan dibandingkan dengan orang-orang bertekanan darah di atas nilai
tersebut.
Joint National Committee (JNC) (sebuah komite yang menyediakan
panduan mengenai pencegahan, deteksi, evaluasi dan penanganan hipertensi),
dalam laporannya yang ke-8,

membuat sistem klasifikasi hipertensi sebagai

berikut:
Hipertensi dikelompokkan berdasarkan efek dan hasil yang ditemukan.
Terdapat bukti kuat untuk mendukung terapi hipertensi pada usia 60 tahun keatas
untuk mencapai tekanan darah kurang dari 150/90 mmhg. Dan usia dewasa muda
30-59 tahun dengan target tekanan darah diastol kurang dari 90 mmhg.
Bagaimanapun, bukti ilmiah tidak cukup jelas target tekanan sistolik pada
seseorang dengan hipertensi pada usia kurang dari 60 tahun atau usia 30-59
tahun. Maka ditetapkan rekomendasi tekanan darah kurang dari 140/90 mmhg

berdasarkan pendapat ahli di ambang yang sama juga ditetapkan target tekanan
darah yang direkomendasikan pada dewasa dengan diabetes / nondiabetes
penyakit ginjal kronis, sebagai ketetapan secara umum untuk usia dibawah 60
tahun.

Prehipertensi bukan merupakan kategori penyakit, namun lebih merupakan


penanda yang dipilih untuk mengidentifikasi individu-individu yang berisiko
tinggi menjadi hipertensi. Kategori ini diperlukan untuk meningkatkan
kewaspadaan para klinikus dan juga pasien sehingga tindakan-tindakan
pencegahan hipertensi dapat dilakukan secara dini. Pasien yang berada dalam
kategori ini bukan merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi farmakologis,
namun perlu disarankan untuk mengubah pola hidupnya untuk mengurangi risiko
terkena hipertensi.
Penanganan hipertensi berdasarkan klasifikasi yang dibuat JNC VIII tidak
mengelompokkan individu-individu berdasarkan ada tidaknya indikasi-indikasi
tertentu (faktor risiko lain atau kerusakan organ target). Pasien-pasien hipertensi
yang memiliki indikasi-indikasi tertentu akan dibahas pada bagian lain dari

makalah ini. Terdapan bukti ilmiah untuk mendukung terapi awal dengan
pemberian ACEI, ARB, CCB atau golongan diuretik thiazide pada populasi
nonblack hipertensi termasuk pada diabetes.
Pada populasi black hipertensi termasuk dengan diabetes CCB dan
golongan diuretik thiazid direkomendasikan sebagai terapi awal. Bukti tersebut
untuk mendukung terapi awal atau tambahan terapi antihipertensi dengan ACEI
atau ARB pada seseorang dengan CKD untuk meningkatkan pengeluaran ginjal.
Meskipun guidelines ini menyediakan bukti berdasarkan rekomendasi terapi
hipertensi tetapi harus disesuaikan dengan keadaan klinis pada pasien.
Rekomendasi ini tidak menggantikan keputusan klinis dan keputusan tentang
pengobatan harus berhati-hati untuk dipertimbangkan, dan diberikan dengan
karakteristik klinis dan keadaan individu pasien yang lain.
Etiologi, patogenesis dan patofisiologi hipertensi
Hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui dinamakan hipertensi
primer, esensial atau idiopatik. Hipertensi primer ini merupakan 85% dari kasus
hipertensi. Pada sebagian kecil sisanya, penyebab hipertensinya diketahui.
Hipertensi ini dinamakan hipertensi sekunder.
Definisi

inilah

yang

terkadang

menyulitkan

para

klinisi

dalam

membedakan kedua golongan tersebut. Penyebab yang tidak diketahui, suatu saat,
seiring dengan kemajuan zaman akan diketahui sedikit demi sedikit. Selama
proses perkembangan ilmu pengetahuan akan terdapat kesulitan dalam
membedakan kedua golongan tersebut, karena batas antara penyebab yang tidak
diketahui dan penyebab yang diketahui menjadi tidak jelas.
Saat ini, jika penyebab hipertensi adalah suatu kelainan organ struktural
atau gen yang spesifik, maka dimasukkan ke dalam golongan hipertensi sekunder.
Namun, jika penyebab hipertensi adalah kelainan-kelainan yang umum dan
fungsional, maka dimasukkan ke dalam golongan hipertensi primer.3
Berikut akan dijelaskan mengenai etiologi, patogenesis dan patofisiologi
dari hipertensi primer dan sekunder.

Hipertensi Primer
Hipertensi Primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Kesulitan dalam
menemukan mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya hipertensi
primer adalah banyaknya sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan
darah. Sistem saraf adrenergik baik sentral maupun perifer, sistem
pengaturan ginjal, sistem pengaturan hormon dan pembuluh darah adalah
sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah. Sistem-sistem ini saling
mempengaruhi dengan susunan yang kompleks dan dipengaruhi oleh gengen tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem-sistem tersebut erat
kaitannya dalam membicarakan etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari
hipertensi. Faktor-faktor yang diketahui memiliki pengaruh antara lain
adalah faktor-faktor lingkungan seperti asupan natrium, obesitas,
pekerjaan, asupan alkohol, besar keluarga dan keramaian penduduk.
Faktor-faktor ini telah diasumsikan sebagai faktor yang berperan penting
dalam peningkatan tekanan darah seiring bertambahnya usia setelah
membandingkannya antara kelompok masyarakat yang lebih banyak
terpapar dengan yang lebih sedikit terpapar dengan faktor-faktor tersebut.3
Faktor genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh
terhadap kejadian hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi
tekanan darah diatur oleh gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan
genetik kompleks yang paling umum ditemukan dan diturunkan pada ratarata 30% keturunannya. Namun, faktor keturunan ini dipengaruhi oleh
penyebab-penyebab yang multifaktorial sehingga setiap kelainan genetik
yang berbeda dapat memiliki manifestasi hipertensi sebagai salah satu
ekspresi fenotipnya.
Berdasarkan hal di atas dan penelitian-penelitian di bidang
tersebut, maka faktor-faktor seperti usia, ras, jenis kelamin, merokok,
asupan alkohol, kolesterol serum, intoleransi glukosa dan berat badan
dapat mempengaruhi prognosis dari hipertensi. Semakin muda seseorang

mengetahui kelainan hipertensinya, semakin besar umur harapan hidup


orang tersebut.
Etnis seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian
hipertensi, namun penelitian mengenai hubungan etnis dan kejadian
hipertensi menghasilkan hasil yang beragam. Hal ini disebabkan, karena
selain faktor etnis, terdapat juga faktor lingkungan dan faktor perilaku
yang ikut mempengaruhi kejadian hipertensi. Sehingga penelitian terhadap
etnis yang sama di tempat yang berbeda, menghasilkan data yang berbeda.
Secara umum, banyak penelitian yang menunjukkan kejadian hipertensi
lebih banyak terjadi pada etnis Afro-Karibia dan Asia Selatan
dibandingkan dengan etnis kulit putih.
Aterosklerosis merupakan penyakit yang sering ditemukan
bersamaan dengan hipertensi dan memiliki hubungan timbal balik positif.
Tekanan darah yang tinggi akan memberikan beban terhadap dinding
pembuluh darah dan melalui proses yang kronis, tekanan berlebih ini akan
menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kerusakan
dinding arteri ini merupakan pencetus terjadinya proses aterosklerosis.
Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan hipertensi jika terjadi secara
menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka, bukanlah hal yang tidak
wajar, jika faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian aterosklerosis
seperti tingginya kadar kolesterol serum, intoleransi glukosa dan kebiasaan
merokok juga mempengaruhi kejadian hipertensi.3,9
Korelasi positif antara obesitas dengan hipertensi juga sudah tidak
dipertanyakan lagi. Peningkatan berat badan telah dihubungkan dengan
peningkatan kejadian hipertensi dan penurunan berat badan dapat
menurunkan tekanan darah arterinya. Namun, belum diketahui apakah
perubahan ini berhubungan dengan perubahan sensitivitas dari insulin.3

Gambar 1. Alur hipotetis hipertensi primer


Hipertensi Sekunder
Seperti

telah

disebutkan

sebelumnya,

hipertensi

sekunder

merupakan hipertensi dengan penyebab yang dapat diidentifikasi.


Walaupun hipertensi sekunder lebih sedikit, namun penyakit ini perlu
mendapat perhatian lebih oleh karena :

(1) Terapi terhadap penyebab dapat menyembuhkan hipertensi


(2) Hipertensi sekunder dapat menjadi penghubung dalam memahami
etiologi dari hipertensi primer.
Penyebab-penyebab dari hipertensi sekunder adalah kelainan
ginjal, kelainan endokrin, koartasi aorta dan juga obat-obatan. Penyebabpenyebab tersebut akan dibicarakan pada bagian berikut.
Kelainan Ginjal
Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal dapat berasal dari
perubahan sekresi zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus
dinding pembuluh darah atau berasal dari kekacauan dalam fungsi
pengaturan cairan dan natrium yang mengarah pada meningkatnya volume
cairan intravaskular. Pembagian lebih lanjut dari kelainan ginjal yang
menyebabkan hipertensi adalah kelainan renovaskular dan kelainan
parenkim ginjal.
Kelainan renovaskular disebabkan oleh rendahnya perfusi dari
jaringan ginjal oleh karena stenosis yang terjadi pada arteri utama atau
cabangnya yang utama. Hal ini menyebabkan sistem renin-angiotensin
teraktivasi. Angiotensin II yang merupakan produk dari sistem reninangiotensin, akan secara langsung menyebabkan vasokonstriksi atau
secara tidak langsung melalui aktivasi sistem saraf adrenergik. Selain itu
angiotensin

II

juga

akan

merangsang

sekresi

aldosteron

yang

mengakibatkan terjadinya retensi natrium.


Aktivasi sistem renin-angiotensin juga merupakan penjelasan dari
hipertensi yang diakibatkan kelainan parenkim ginjal. Perbedaannya
adalah penurunan perfusi jaringan ginjal pada kelainan parenkim ginjal
disebabkan oleh peradangan dan proses fibrosis yang mempengaruhi
banyak pembuluh darah kecil di dalam ginjal.
Kelainan Endokrin

10

Kelainan endokrin dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini


disebabkan banyak hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah.
Beberapa kelainan endokrin ini antara lain adalah :
1. Hiperaldosteronism primer
2. Cushing syndrome
3. Pheochromocytoma
4. Akromegali
5. Hiperparatiroid
Koartasi Aorta
Hipertensi yang disebabkan oleh koartasi aorta dapat berasal dari
vasokonstriksi pembuluh darah itu sendiri atau perubahan pada perfusi
ginjal. Perubahan perfusi ginjal ini akan menghasilkan bentuk hipertensi
renovaskular yang tidak umum.
Komplikasi dan manifestasi hipertensi
Penderita hipertensi umumnya meninggal pada usia yang lebih
muda dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hipertensi.
Penyebab kematiannya yang paling sering adalah akibat penyakit jantung,
stroke atau gagal ginjal. Hipertensi juga dapat menyebabkan kebutaan
akibat retinopati.
Efek pada Jantung
Peningkatan tekanan darah sistemik menyebabkan jantung harus
bekerja lebih berat untuk mengkompensasinya. Pada awalnya, jantung
akan mengalami hipertrofi ventrikel yang konsentris, yaitu meningkatnya
ketebalan dinding otot jantung. Namun, pada akhirnya, kemampuan
ventrikel ini akan semakin menurun, sehingga ruang ventrikel jantung
akan ikut membesar. Pembesaran jantung ini lama-kelamaan akan
mengakibatkan gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung mulai tampak.

11

Angina pektoris juga dapat terjadi pada penderita hipertensi yang


disebabkan oleh karena kombinasi dari kelainan pembuluh darah koroner
dan peningkatan kebutuhan oksigen sebagai akibat dari peningkatan massa
jantung. Iskemia dan infark miokard akan terjadi pada tahap lanjut dari
perjalanan penyakit yang dapat mengakibatkan kematian.
Efek Neurologis
Efek neurologis jangka panjang dari hipertensi dapat dibagi
menjadi efek pada sistem saraf pusat dan efek pada retina. Oklusi atau
perdarahan merupakan penyebab dari timbulnya efek-efek neurologis ini.
Infark serebral merupakan akibat dari proses aterosklerosis (oklusi) yang
sering ditemukan pada pasien hipertensi. Sedangkan perdarahan serebral
adalah hasil dari peningkatan tekanan darah yang kronis sehingga
mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma. Mikroaneurisma ini sewaktuwaktu dapat pecah dan menimbulkan perdarahan.
Retinopati akibat hipertensi dapat disebabkan oleh efek-efek
seperti penyempitan tak teratur dari arteriol retina atau perdarahan pada
lapisan serat saraf dan lapisan pleksiform luar.
Sakit kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo,
tinnitus, pingsan dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi
yang berasal dari efek neurologis. Efek neurologis paling berbahaya
adalah kematian dan kebutaan yang merupakan dua hal yang paling
ditakutkan terjadi pada penderita hipertensi.
Efek pada Ginjal
Aterosklerosis yang terjadi pada arteriol aferen dan eferen serta
kapiler glomerulus merupakan penyebab yang paling umum dari kelainan
ginjal oleh karena hipertensi. Akibatnya adalah terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus dan juga disfungsi dari tubulus ginjal. Proteinuria dan
hematuria mikroskopis terjadi oleh karena kerusakan glomerulus.
Kematian oleh karena hipertensi, 10% di antaranya diakibatkan oleh gagal
ginjal.

12

Penanganan hipertensi
Prinsip Penanganan
Prinsip penanganan hipertensi adalah mengusahakan agar tekanan
darah penderita tetap di dalam batas normal dan jika terjadi kenaikan
seiring dengan bertambahnya usia, maka kenaikannya tersebut tidak terlalu
tinggi. Hal ini dilakukan agar risiko morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal dapat dikurangi. Target
tekanan darah yang harus dicapai adalah <140/90 mmHg. Pada penderita
diabetes dan penyakit ginjal, targetnya lebih rendah, yaitu <130/80 mmHg.
Penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa penanganan hipertensi
mempunyai keuntungan seperti :
(1) Mengurangi insidensi kasus stroke rata-rata sebesar 35-40%.
(2) Mengurangi insidensi infark miokard rata-rata sebesar 20-25%.
(3) Mengurangi insidensi gagal jantung rata-rata >50%.
Penanganan hipertensi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
memperbaiki pola hidup dan dengan terapi farmakologis. Perbaikan pola
hidup perlu dilakukan, terutama jika penderita sudah termasuk dalam
kategori prehipertensi. Sedangkan pada penderita yang sudah mencoba
perubahan pola hidup tetapi tetap gagal mencapai target (<140/90
mmHg) , maka terapi farmakologi perlu dimulai.
Pada kebanyakan penderita hipertensi, terutama yang berusia di
atas 50 tahun, mengurangi tekanan darah sistol lebih sulit daripada
mengurangi tekanan darah diastol. Oleh karena itu, tekanan darah sistol
harus menjadi perhatian utama dalam menangani hipertensi.
Perbaikan Pola Hidup
Terapi nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup terdiri dari :
1. Menghentikan merokok
2. Menurunkan berat badan berlebih
3. Menurunkan konsumsi lkohol berlebih

13

4. Latihan fisik
5. Menurunkan asupan garam
6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
Penerapan pola hidup sehat oleh semua orang merupakan hal yang
penting untuk pencegahan hipertensi dan merupakan bagian yang tidak
boleh dilupakan dalam penanganan penderita hipertensi. Penurunan berat
badan sebesar 4,5 kg saja sudah dapat mengurangi tekanan darah,
walaupun yang diutamakan adalah pencapaian berat badan yang ideal.
Tekanan darah juga dapat dikendalikan dengan penerapan pola makan
yang dibuat oleh DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension). Pola
makan yang baik menurut DASH adalah diet kaya akan buah-buahan,
sayur-sayuran dan produk susu yang rendah lemak(lowfat). Asupan
natrium juga harus dibatasi agar tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4 gr
natrium). Semua orang yang mampu sebaiknya melakukan aktivitas fisik
aerobik yang teratur seperti jalan cepat sekurang-kurangnya 30 menit
setiap hari. Asupan alkohol harus dibatasi agar tidak lebih dari 1 ons
(30mL) etanol per hari untuk pria. Sedangkan untuk wanita dan orang
yang berat badannya ringan, dibatasi agar tidak lebih dari 0,5 ons (15ml)
etanol per hari.
Terapi Farmakologis
Ada berbagai macam obat antihipertensi yang tersedia. Tabel 2
memuat daftar obat-obat yang biasanya digunakan sebagai obat
antihipertensi. Dosis dan frekuensi pemberiannya juga tertera.
Lebih dari 2/3 penderita hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan
hanya satu obat saja dan membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat
antihipertensi dari kelas yang berbeda. Diuretik merupakan obat yang
direkomendasikan sebagai obat yang pertama kali diberikan, jika penderita
hipertensi memerlukan terapi farmakologis, kecuali jika terdapat efek
samping.

14

Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih tempat
pengaturan tekanan darah berikut:
1. Resistensi arteriol
2. Kapasitansi venule
3. Pompa jantung
4. Volume darah
Obat-obat antihipertensi tersebut juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan tempat kerja utamanya, antara lain:
1. Diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi
kandungan natrium tubuh dan volume darah
a. Thiazide diuretic
b. Loop diuretic
c. Potassium sparing diuretic
2. Agen-agen simpatoplegia yang menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer, menghambat kerja
jantung dan meningkatkan kapasitansi darah dengan memvasodilatasi
vena
a. Beta-blocker
b. Alpha-1 blocker
c. Central alpha-2 agonist
3. Vasodilator direk yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi
otot polos pembuluh darah, sehingga menurunkan resistensi dan
meningkatkan kapasitansi pembuluh darah.
a. Calcium channel blocker
b. Hydralazine
c. Minoxidil
4. Agen yang menghambat produksi atau kerja dari angiotensin sehingga
menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan juga volume darah.
a. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor
b. Angiotensin II antagonist

15

c. Aldosterone receptor blocker


Kenyataan bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja
dengan mekanisme yang berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat
yang berbeda golongan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan juga
dalam beberapa kasus menurunkan toksisitas dari terapi farmakologis.

Algoritma Penanganan Hipertensi

Gambar 2. Algoritma Penanganan Hipertensi

16

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien


adalah :
1. CCB dan ACEI atau ARB
2. CCB dan BB
3. CCB dan diuretika
4. AB dan BB
5. Kadang diperlukan tiga atu empat kombinasi obat
Penanganan Hipertensi pada Kasus-kasus Tertentu
Hipertensi dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain
sehingga terdapat beberapa indikasi tertentu dalam pemilihan obat-obatan
antihipertensi. JNC VII memberikan rekomendasi terhadap kasus-kasus
tersebut yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Pedoman untuk kasus-kasus hipertensi tertentu.

17

5.6

Penanganan Krisis Hipertensi


Krisis hipertensi terdiri dari hipertensi emergensi (emergency
hypertension) dan hipertensi urgensi (urgency hypertension). Hipertensi
emergensi dikarakterisasi oleh peningkatan tekanan darah yang hebat
(>180/120mmHg) yang disertai dengan keadaan-keadaan disfungsi organ
target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi organ target.
Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah yang segera (tidak
perlu menjadi normal) untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ
target. Contohnya adalah ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral,

18

infark miokard akut, gagal jantung kiri akut dengan edema pulmonal,
unstable angina pectoris, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsi.
Hipertensi urgensi adalah keadaan-keadaan dengan peningkatan
tekanan darah yang hebat (>180/120mmHg) tanpa disertai keadaankeadaan disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada
disfungsi organ target. Hipertensi urgensi biasanya ditandai dengan sakit
kepala yang hebat, nafas pendek, epitaksis, atau kecemasan yang berlebih.5
Pasien-pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU
(intensive care unit) untuk pemantauan dan pemberian obat-obatan
antihipertensi parenteral. Target terapi awal adalah menurunkan tekanan
darah arteri rata-rata, tetapi tidak lebih dari 25% dalam 1 menit sampai 1
jam. Kemudian, jika tekanan darahnya stabil, target terapi adalah
menurunkan tekanan darahnya sampai 160/100-110 mmHg dalam 2-6 jam
berikutnya. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba harus dihindarkan
untuk mencegah terjadinya iskemia renal, serebral dan koronaria. Untuk
alasan ini, nifedipin kerja singkat tidak lagi digunakan pada terapi
hipertensi emergensi.
Jika target tersebut telah tercapai dan keadaan pasien telah stabil,
penurunan tekanan darah berikutnya dapat dilakukan dalam 24-48 jam
kemudian. Terdapat beberapa pengecualian dari penanganan di atas, yaitu:5

pasien dengan stroke iskemik yang mana pemberian terapi


antihipertensi secara segera masih menimbulkan perdebatan.

pasien dengan diseksi aorta yang harus menurunkan tekanan


darah sistolnya di bawah 100 mmHg jika memungkinkan.

pasien yang menerima agen-agen trombolitik.

Tabel 3. Obat-obatan parenteral yang digunakan dalam penanganan hipertensi


emergensi.

19

5.7

Evaluasi dan Pemantauan


Setelah terapi farmakologis untuk hipertensi dimulai, penderita
hipertensi harus kontrol secara teratur untuk memantau perkembangannya
setidaknya sebulan sekali sampai tekanan darahnya normal. Kunjungan
yang lebih sering diperlukan pada penderita hipertensi derajat 2 (stage II)
atau jika mempunyai komplikasi. Kadar kalium dan kreatinin serum harus
dimonitor setidaknya satu atau dua kali setahun.
Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, kunjungan dapat
dilakukan dengan interval tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Jika
ada penyakit lain seperti gagal jantung dan diabetes, kunjungan harus lebih
sering dilakukan.

20

Tabel 4. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah


awal untuk pasien tanpa kerusakan organ target.5

6.

Pencegahan dan penanganan hipertensi : tantangan ilmu kesehatan


masyarakat
Pencegahan dan penanganan hipertensi merupakan tantangan yang
perlu dihadapi oleh ilmu kesehatan masyarakat. Jika kenaikan tekanan
darah seiring bertambahnya usia dapat dicegah, maka akan terdapat
banyak penyakit kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal yang dapat
dicegah. Beberapa faktor penyebab hipertensi telah diidentifikasi,
termasuk kelebihan berat badan, kelebihan asupan natrium, kurangnya
aktivitas fisik, kekurangan diet buah-buahan dan sayur-sayuran, serta
tingginya konsumsi minuman beralkohol.
Oleh karena, risiko kejadian seumur hidup (lifetime risk) hipertensi
adalah sangat tinggi, maka diperlukan suatu strategi di bidang ilmu
kesehatan masyarakat yang mencakup pencegahan dan penanganan
hipertensi. Sebagai upaya untuk mencegah kenaikan tekanan darah dalam
suatu populasi, pencegahan utama ditujukan pada pengurangan faktorfaktor penyebab pada populasi tersebut. Individu-individu yang termasuk
dalam kategori prehipertensi perlu diberi perhatian lebih.

21

Walaupun penurunan tekanan darah dari suatu populasi hanya


menghasilkan penurunan yang kecil, namun dampaknya akan sangat besar.
Sebagai contoh, telah diperhitungkan bahwa jika terdapat penurunan
tekanan darah sistol sebesar 5 mmHg pada suatu populasi, maka akan
menghasilkan penurunan sebesar 14 % dari mortalitas karena stroke, 9 %
dari kematian akibat penyakit jantung koroner dan 7 % dari kematian
akibat semua penyebab.
Hambatan dalam pencegahan hipertensi ini adalah kebudayaan
masyarakat; tidak adanya perhatian terhadap kegiatan pendidikan
kesehatan oleh para praktisi di bidang kesehatan; kurangnya dana untuk
program-program pendidikan kesehatan; kurangnya akses terhadap saranasarana olahraga; besarnya porsi makanan di tempat-tempat makan umum;
kurangnya ketersediaan makanan sehat di tempat-tempat umum seperti
sekolah, tempat kerja, dan restoran; kurangnya kegiatan olahraga di
sekolah; tingginya kandungan natrium dari produk-produk makanan yang
dibuat oleh industri pangan dan restoran-restoran; mahalnya harga-harga
makanan sehat.
Upaya

untuk

menghadapi

hambatan-hambatan

tersebut

memerlukan pendekatan menyeluruh yang ditujukan tidak hanya pada


populasi dengan risiko tinggi, tetapi juga pada masyarakat secara umum
seperti sekolah, tempat kerja dan industri makanan. Rekomendasi yang
dilakukan oleh American Public Health Association dan juga National
High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Coordinating
Committee agar industri pangan termasuk restoran-restoran untuk
mengurangi kandungan natrium pada produk-produknya sebesar 50 %
dalam waktu 10 tahun ke depan, adalah tipe pendekatan yang jika
diterapkan, akan mengurangi tekanan darah populasi.

22

BAB II
ILUSTRASI KASUS

Anamnesa
Pasien, seorang laki-lak Tn. P, 78 tahun, datang ke Puskesmas Gedong tataan
dengan keluhan pusing disertai mual sejak 2 hari yang lalu. Keluhan dirasakan
sejak lama namun hilang timbul. Pasien memiliki riwayat tekanan darah yang
tinggi

disertai maag sejak mulai pensiun. Pasien juga, mempunyai riwayat

merokok namun pasien telah berhenti merokok sejak 15 tahun yang lalu, selain itu
pasien juga menderita PPOK dan sudah pernah diobati, dengan keluhan saat ini
terkadang sesak nafas. istri pasien juga merupakan penderita darah tinggi sebelum
nya Dan saat ini menderita stroke sejak 6 tahun lalu. Pada riwayat pengobatan
pasien menjalani pengobatan rutin ketika dirasakan pusing dan mual seperti ini.
untuk meredakan gejala yang timbul dengan captopril 12,5 mg 1x1 dan ranitidine
1 tablet ketika merasa mual. sehingga keluhan pusing dan mual membaik.
Metode
Studi ini merupakan case report. Data primer diperoleh melalui anamnesa
(autoanamnesa dan alloanamnesa) pada pasien dan anggota keluarga (istri pasien),
pemeriksaan fisik, kunjungan rumah, melengkapi data keluarga, dan psikososial
serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan
akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.
HASIL
1. Data Klinis
Keluhan berupa pusing dan mual selama 2 hari. Kekhawatiran keluhan terus
berlanjut, dan mengganggu aktivitas pasien. Harapan bisa sembuh total dan dapat
melakukan aktivitas tanpa khawatir akan kekambuhan.

23

Pemeriksaan Fisik
Penampilan bersih, keadaaan umum: tampak sakit sedang; suhu: 37,2 oC; tekanan
darah: 190/100 mmHg;; frek. nadi: 84x/menit; frek. nafas: 24 x/menit; berat
badan: 55 kg; tinggi badan: 165 cm; status gizi: IMT : 19.
Kepala, mata, hidung, dan mulut dalam batas normal. Regio coli tidak ditemukan
adanya peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP). Pada regio pulmo secara
inspeksi tidak tampak retraksi interkostal, secara palpasi dalam batas normal,
secara perkusi ditemukan bunyi hipersonor pada lapang paru, dan secara
auskultasi ditemukan napas vesikuler (+/+), rhonki halus (+/+), wheezing (-/-).
Pemeriksaan pada jantung tidak ditemukan pembesaran. Regio abdomen tidak
ditemukan hepatomegali maupun splenomegali, dan bising usus terdengar normal
6-10x/menit. Ektremitas superior dan inferior dalam batas normal.
Status neurologis : Reflek fisiologis normal, reflek patologis (-)
Motorik:
5

Sensorik:
+

Status lokalis:
Cardio vascular
I : Regio coli tidak ditemukan adanya peningkatan Jugular Venous Pressure
(JVP), jantung normal ictus cordis tidak terlihat

24

P: ictus cordis tidak teraba


P: jantung dalam batas normal, tidak terdapat perbersaran
A: regular (+), murmur (-), gallop (-)
2. Data Keluarga
Genogram

Perempuan

Dibuat tanggal 10032015


oleh: Nurulando IBP, S.Ked

Laki-laki
Tinggal dalam satu rumah
Pasien
Meninggal
Gambar 1. Genogram Keluarga Tn.P
Pada pasien ini termasuk dalam jenis keluarga extended dimana dalam satu rumah
terdiri dari suami, istri dan cucu. Anak-anak dan cucu pasien yang lain tinggal di
tempat yang terpisah dari rumah pasien namun setiap minggu mereka bersamasama brgantian berkunjung ke rumah pasien
Hubungan Antar Keluarga

25

Family Map
Suami
Tn. P

Istri
Ny.
S

Cucu
An.R

Perempuan

Dibuat tanggal 100320145


oleh: Nurulando IBP, S.Ked

Laki-laki
Dekat dan berhubungan baik
Gambar 2. Hubungan antar keluarga Tn.P

3. Data Lingkungan Rumah


Pemukiman padat, luas rumah 8x8m2 dengan 1 lantai. Tinggal bersama istri yang
berjarak usia 9 tahun lebih muda. Jarak dari puskesmas 2,5 km. Dinding
tembok, berlantaikan ubin, memiliki 2 jendela di ruang tamu, memiliki 3 kamar.
Memiliki 1 kamar mandi yang menyatu dengan sumur. Pencahayaan pada rumah
cukup namun jendela jarang di buka. jendela terdapat di ruang tamu di dapur dan
ruang tengah dan di kamar. Rumah pasien dalam proses renovasi sehingga
peletakan barang tidak beraturan dan banyak terpapar debu. Penerangan
menggunakan lampu listrik, Sumber air berasal dari sumur yang berjarak 10 m
dari septic tank.
4. Data Okupasi
Lokasi: sawah milik pasien.
Pasien berangkat ke kesawah 3 kali dalam seminggu, ia datang hanya untuk
mengecek saja karna sawah tersebut di kerjakan oleh orang lain dengan cara bagi

26

hasil. Biasanyaa pasien ke sawah pagi hari berangkat pukul 08.00 WIB, hingga
selesai pengecekan dan kembali kerumah pukul 10.00 WIB. Pasien menggunakan
kendaraan roda dua menuju sawah.
Diagnostik Holistik Awal
1.

Aspek Personal
- Alasan kedatangan: pusing dan mual sejak 2 hari lalu
- Kekhawatiran: Khawatir sakit tidak membaik sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari.
- Harapan: dapat sembuh dari penyakit sehingga bisa beraktivitas dengan
baik.
- Persepsi: pusing disertai mual seperti mau muntah

2.
3.

4.

Aspek Klinik
Hipertensi kronis
Aspek Risiko Internal
- Gender laki-laki, lanjut usia, pekerjaan pensiunan TNI.
- Memiliki riwayat merokok.
- Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang dapat

menimbulkan

kekambuhan penyakit masih kurang.


Aspek Psikososial Keluarga
- Pasien tinggal bersama istri pasien yang sudah 6 tahun mengidap stroke
sehingga pengawasan pada pasien untuk menghindari faktor yang
mencetuskan kekambuhan penyakit berkurang
- Pasien sebagai kepala keluarga merasa tidak ingin diatur maupun dibatasi

5.

kegiatannya oleh anggota keluarga lain.


Derajat Fungsional
:4

Intervensi :
Nonmedikamentosa:
-

Edukasi dan konseling mengenai penyakit hipertensi pada pasien dan


keluarga

Edukasi dan konseling untuk melasanakan pengobatan yang maksimal serta


efek samping dari pengobatan, dan manfaat tiap-tiap pengobatan

27

Edukasi dan konseling untuk melakukan pencegahan perburukan penyakit

Konseling kepada pasien untuk mengalihkan stress psikososial dengan hal-hal


bersifat positif.

Medika mentosa:
-

Captopril 2x1

Ranitidine 3x1

Paracetamol 3x1

Bcomplex 1x1

Intervensi dalam 3kali kunjungan rumah.


Tindakan: Behaviour Treatment: mengurangi faktor yang

menimbulkan

kekambuhan seperti kurang kontrol akan tekanan darah nya, menjauhi asap rokok,
berolahraga secara rutin seperti berjalan kaki, dan segera berobat apabila keluhan
timbul.
Diagnosis Holistik Akhir
Bentuk keluarga : Keluarga extended
Disfungsi dalam keluarga : Kurangnya pengawasan keluarga terhadap pasien
1. Aspek Personal
- Alasan kedatangan: pusing dan mual sejak 2 hari lalu
-

sudah tidak dikeluhkan

Kekhawatiran: Sudah berkurang dan pasien dapat menjalani aktivitas


sehari-hari tanpa terjadi kekambuhan

Harapan: belum tercapai karena penyakit tidak dapat sembuh, namun


kekambuhan dapat terkontrol

Persepsi: rasa pusing dan mual tidak dikeluhkan lagi

2. Aspek Klinik
Hipertensi terkontrol
3. Aspek Risiko Internal
-

Gender laki-laki, lansia, pekerjaan marbot masjid

28

Mempunyai riwayat merokok


Pengetahuan mengenai faktor-faktor

yang

dapat

menyebabkan

kekambuhan penyakit sudah cukup.


4. Aspek Psikososial Keluarga
- Kurangnya pengawasan terhadap pasien masih kurang dikarenakan pasien
hanya tinggal bertiga dengan istri yang sedang mengalami stroke dan
-

cucunya yang masih kelas 6 SD.


Masalah persepsi pasien sebagai pemimpin dalam keluarga sehingga tidak
ingin dibatasi kegiatannya oleh keluarga masih sulit untuk diubah

5. Derajat fungsional: 5.

BAB III
Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

29

1. Diagnosis Hipertensi pada kasus ini sudah ditegakkan berdasarkan kriteria


yang terdapat dalam teori yang telah dikemukakan.
2. Terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
terjadinya Hipertensi dan hal ini telah dinyatakan oleh beberapa teori yang
didasarkan sebagai acuan.
3. Penatalaksanaan Hipertensi yang tidak stabil maupun Hipertensi stabil sudah
disesuaikan dengan strategi penatalaksanaan JNC 8 (Joint National
Commitee).
4. Peran keluarga sangat diperlukan untuk membantu pasien untuk menghindari
faktor ketidak stabilan.
5. Pelayanan medis tidak hanya terfokus pada pasien sebagai orang yang
menderita sakit, namun juga dilihat dari aspek keluarga yang terlibat, dan
lingkungan.
Saran
1. Perilaku kesehatan pasien dan keluarga perlu ditingkatkan untuk mencegah
kesehatan yang sudah teratasi atau munculnya masalah kesehatan yang baru.
2. Keluarga perlu mengoptimalkan kerjasama antar anggota keluarga untuk
meningkatkan kesehatan keluarga.
3. Keluarga tetap melakukan intervensi yang telah diberikan.
4. Monitoring dan re-evaluasi gaya hidup dan perilaku kesehatan pasien dan
keluarga oleh petugas kesehatan.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. New JNC 8 hypertension guidelines: What does the panel recommend


now? Monthly Prescribing Reference [Internet]. 2013 [cited 2013 Dec 23].
Available from; http://www.empr.com/new-jnc-8-hypertension-guidelineswhat-does-the-panel-recommend-now/article/326269/
2. Wood S. JNC 8 at Last! Guidelines ease up on BP thresholds, drug
choices. Medscape 2013 [Internet]. 2013 [cited 2013 Dec 23]. Available
from: http://www.medscape.com/ viewarticle/817991_print
3. 2014 Hypertension guideline stands to simplify treatment, says expert
[Internet].

2013

[cited

2013

Dec

23].

Available

from:

http://www.aafp.org/news-now/health-of-the-public/20131218
hypertensiongdln.html
4. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C,
Handler J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of
High Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members
Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA.
doi:10.1001/jama.2013.284427.
5. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin
Hypertens. 2004; 6(11):636-42.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2001. Jakarta : 2002.
7. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons
principle of internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill;
2005. p. 1463-80.
8. Bay Area Medical Information (BAMI). Hypertension. 2006. (cited 2006
July 7). Available from : URL : http://www.bami.us/HTN.htm.

31

9. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of


the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.
10. Bickley LS. Bates Guide to physical examination and history taking. 8 th
edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.
11. Beevers G, Lip GYH, OBrien E. ABC of hypertension : Blood pressure
measurement. BMJ. 2001;322:1043-7.
12. Lane DA, Lip GYH. Ethnic differences in hypertension and blood pressure
control in th UK. Q J Med. 2001; 94:391-6.
13. Chang L. Hypertension : high blood pressure and atherosclerosis. In :
WebMD medical reference. 2005. (cited 2006 July 7). Available from :
URL : http://www.webmd.com/content/article/96/103778.htm.
14. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor.
Basic & clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2004.p.160-83.
15. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotrans Pathologic Basis of
Diesease. 7th edition. Boston: Elsevier B. V.: 2004.
16. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High Risk Pregnancy,
Management Options 2nd ed. London : WB Sounders Company, 2001 :
639- 51.
17. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan : Bandung, 2000
18. Lindheimer MD, Roberts JM, Cunningham FG. Hypertensive Disorders in
Pregnancy 2nd ed. Connecticut : Appleton & Lange, 1999 : 543-75.
19. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom
K.D. William Obstetrics 21th ed.London: McGraw-Hill,2001: 567-618.
20. Report of the Working Group on Research on Hypertension During
Pregnancy (2001). National Heart, Lung and Blood Institute. Retrieved
October 24, 2004 from : http://www.nhlbi.nih.gov/resources/hypertenpreg/#background

32

21. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy. Maryland : Am J. Obstet
Gynecol, 2000 : 183: 1-31.
22. Winn HN, Hobbins JC. Clinical Maternal-Fetal Medicine. USA, 2000 : 1930.
23. Mose JC. Pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum)
pada aktivitas trombosit dan tekanan darah ibu hamil yang berisiko
mendapat preeklamsi. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas
Padjadjaran Bandung, 1999
24. Wijayanegara H, Suardi A, Wirakusumah FW. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekoogi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama
(Obstetri), Bandung. Bagian /SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD
RSUP Dr. Hasan Sadikin, 1998.
25. DeCherny AH, Pernol ML. Current Obstetric and Gynecologic Diagnostic
and Treatment. Connecticut : Pleton dan Lange, 1990 : 338-46.
26. Derek Llewellyn-Jones. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi Ed.6 Sydney
: Hipokrates, 1995 : 113-17.

33

Lampiran
Tabel 1. Obat-obatan Antihipertensi Oral

34

35

Anda mungkin juga menyukai