Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
DI INDONESIA
A. Latar Belakang
Setiap negara memiliki tujuan-tujuan bersama yang ingin dicapai. Untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut, dibentuk suatu pemerintahan yang bertindak
melindungi kepentingan umum. Pada tahap selanjutnya, pemerintah kemudian
berfungsi untuk membangun negara guna memajukan kesejahteraan umum.
Artinya, dalam proses bernegara terdapat kegiatan pembangunan yang dilakukan
untuk memajukan kesejahteraan umum. Peran administrasi negara sangat penting
dalam penyelenggaraan pemerintah. Administrasi negara akan mengawal
pembangunan suatu negara untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-cita
bersama. Administrasi negara akan menentukan tujuan pembangunan dan
menentukan cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, terutama yang berkaitan
dengan pelayanan umum bagi setiap warga negaranya.
Administrasi negara berkembang sesuai dengan kebutuhan negara.
Administrasi negara kemudian berperan penting dalam merumuskan kebijakan
publik, tujuan negara, serta tata cara dan etika penyelenggaraan negara. Pokok
kajian dalam administrasi negara adalah mengenai tindakan manusia dalam
organisasi pemerintahan, apa saja yang dilakukan orang-orang di pemerintahan,
dan bagaimana mereka melakukannya. Dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya, pemerintah selaku pejabat administrasi senantiasa melakukan
perbuatan, yaitu suatu tindakan bersifat aktif atau pasif yang tidak lepas dari
kekuasaan yang melekat padanya karena inherent atau als zodanig dalam
menunaikan tugas-jabatannya (Basah, 1992: 6).
Pejabat administrasi harus memiliki kewenangan sebagai dasar hukumnya
ketika melaksanakan kewajibannya. Mochtar Kusumaatmadja mengungkapkan
bahwa kekuasaan sering bersumber pada wewenang formal (formal authority)
yang memberikan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau suatu pihak
dalam suatu bidang tertentu (Salman dan Damian, 2002: 5). Berdasarkan kondisi
tersebut terlihat bahwa kekuasaan memiliki batasan dan bersumber pada hukum,
yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur pemberian wewenang. Dengan
adanya ketentuan hukum yang membatasi wewenang pejabat administrasi, maka
C. Kerangka Teori
1. Good Governance dan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan
yang Baik
a. Konsep Good Governance
Good Governance akan dapat terlaksana sepenuhnya apabila ada
keinginan kuat (political will) penyelenggara pemerintahan dan
penyelenggara negara untuk berpegang teguh pada peraturan perundangan
dan kepatutan. Namun yang juga sangat mendasar yaitu adanya kerelaan
para penyelenggara pemerintahan serta penyelenggara negara untuk
bersedia dikontrol dan diawasi; baik secara internal maupun eksternal.
Istilah kepemerintahan atau dalam Bahasa Inggris governance adalah
the act, fact, manner of governing yang berarti tindakan, fakta, pola, dan
kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Kooiman seperti
yang dikutip Sedarmayanti (2004: 2), governance lebih merupakan
serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan
masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan
tersebut.
Cagin dalam buku Syakrani dan Syahriani (2009: 121)
mengemukakan, konsep governance merujuk pada institusi, proses, dan
tradisi yang menentukan bagaimana kekuasaan diselenggarakan,
keputusan dibuat, dan suara warga didengar, sebagaimana kutipan
berikut.
Governance refers to the institutions, processes and traditions
which define how power is exercised, how decisions are made,
and how citizens have their say). Lebih lanjut, definisi standar
konsep governance merujuk pada formulasi Bank Dunia yang
mengemukakan, governance as the manner in which power is
exercised in management of a countrys economic and social
resources for development (Syakrani dan Syahriani, 2009:
121).
Nizarli (2006: 1), mengatakan bahwa:
Jika dihubungkan dengan negara secara keseluruhan maka
prinsip good governance merupakan prinsip yang
mengetengahkan keseimbangan hubungan antara masyarakat
(society) dengan negara (state) serta negara dengan pribadipribadi (personals). Ini artinya, setiap kebijakan public (public
policy) mau tidak mau harus melibatkan berbagai pihak dan
10
11
implementasi diartikan sebagai getting the job done dan doing it.
Tetapi di balik kesederhanaan rumusan yang demikian, implementasi
kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan
mudah, namun pelaksanaannya sulit untuk diterapkan (Jones, 1991: 18).
Dalam studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukanlah
sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusankeputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluransaluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, implementasi menyangkut
masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu
kebijakan.
Prinsip Good Governance, diadaptasi dari Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Asas-asas Umum
Pemerintahan yang baik, terdiri dari: asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas protesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan
asas elektivitas. Dalam setiap penyelenggaraan negara, pemerintah daerah
memiliki kewajiban untuk menerapkan asas-asas tersebut. Istilah Good
Governance merupakan wacana baru yang muncul pada awal 1990-an.
Secara umum istilah Good Governance memiliki pengertian akan segala
hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat
mengarahkan , mengendalikan atau mempengaruhi urusan publik untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ini, pengertian Good Governance tidak sebatas
pengelolaaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua
lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah (masyarakat dan dunia
usaha/pasar). Arti istilah Good Governance dianggap berkaitan erat
dengan pemerintahan yang baik. Cita negara berdasarkan hukum, di mana
masyarakatnya merupakan self regulatory society. Dengan demikian,
pemerintah sudah dapat mereduksi perannya sebagai pembina dan
pengawas implementasi visi dan misi dalam seluruh sendi-sendi
pemerintahan melalui pemantauan terhadap masalahmasalah hukum yang
timbul dengan menindaklanjuti keluhan-keluhan masyarakat dan sebagai
fasilitator yang baik.
Dengan pengembangan sistem informasi yang baik, kegiatan
pemerintahan menjadi lebih transparan, dan akuntabel, karena pemerintah
12
13
14
15
dianggap sebagai perbuatan mal-administrasi. Padahal terminologi maladministrasi dipahami lebih luas dari sekadar penyimpangan yang bersifat
ketatabukuan sebagaimana selama ini dipahami banyak orang.
Mal-administrasi dimaknai secara luas sebagai bagian penting dari
pengertian administrasi itu sendiri. Sampai di sini, sebelum kita menelaah
lebih lanjut tentang mal-administrasi, ada baiknya diuraikan tentang apa itu
administrasi. Secara leksikal, administrasi mengandung empat arti, yaitu: (1)
usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta cara
penyelenggaraan dan pembinaan organisasi, (2) usaha dan kegiatan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan untuk mencapai tujuan, (3)
kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan, dan (4)
kegiatan kantor dan tata usaha (Depdiknas, 2003).
The Liang Gie memaknai administrasi sebagai usaha manusia yang
secara teratur bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai satu tujuan
tertentu, terdiri dari administrasi kenegaraan, administrasi perusahaan, dan
administrasi kemasyarakatan (Masthuri, 2005: 45). Terminologi administrasi
yang paling relevan untuk memaknai mal-administrasi publik adalah
administrasi publik atau administrasi kenegaraan yang merupakan usaha kerja
sama dalam hal-hal mengenai kenegaraan pada umumnya sebagai upaya
pemberian pelayanan terhadap segenap kehidupan manusia yang terdapat di
dalam suatu negara. Dengan demikian semakin tampak dengan jelas bahwa
administrasi tidak hanya dipahami sekadar urusan tulis-menulis, tata buku,
dan sebagainya, tetapi termasuk di dalamnya adalah kegiatan yang terkait
dengan setiap usaha pelayanan negara (institusi kenegaraan) kepada
masyarakat di sebuah negara.
Oleh karena pengertian administrasi publik tidak semata-mata tentang
hal ihwal yang bersifat ketatabukuan, maka mal-administrasi juga harus
dipahami tidak sekadar sebagai penyimpangan terhadap hal tulis-menulis, tata
buku, dan lain sebagainya, tetapi lebih luas mencakup penyimpangan terhadap
fungsi-fungsi pelayanan publik yang dilakukan setiap penyelenggara negara
(termasuk anggota parlemen) kepada masyarakat. Bahkan Nigro & Nigro
dalam catatan Muhadjir Darwin mengemukakan delapan bentuk
penyimpangan yang dapat dikategorikan sebagai mal-administrasi, yaitu;
ketidakjujuran (dishonesty), perilaku yang buruk (unethical behavour),
mengabaikan hukum (disregard of the law), favoritisme dalam menafsirkan
16
17
18
1) Pemalsuan
Perbuatan meniru sesuatu secara tidak sah atau melawan
hukum untuk kepentingan menguntungkan diri sendiri, orang lain
dan/atau kelompok sehingga menyebabkan masyarakat tidak
memperoleh pelayanan umum secara baik.
2) Pelanggaran Undang-Undang.
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat
publik secara sengaja melakukan tindakan menyalahi atau tidak
19
20
umum kepada masyarakat. Kelompok ini terdiri dari tindakan sewenangwenang, penyalahgunaan wewenang, dan tindakan yang tidak layak/tidak
patut.
1) Bertindak Sewenang-wenang
Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan
kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan
sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan yang
berlaku, menjadikan pelayanan umum tidak dapat diterima secara baik
oleh masyarakat.
2) Penyalahgunaan Wewenang
Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan
kekuasaan untuk bertindak) untuk keperluan yang tidak sepatutnya
sehingga menjadikan pelayanan umum yang diberikan tidak
sebagaimana mestinya.
3) Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat
publik melakukan sesuatu yang tidak wajar, tidak patut, dan tidak
pantas sehingga masyarakat tidak mendapatkan pelayanan
sebagaimana mestinya.
f. Kelompok VI adalah bentuk-bentuk mal-administrasi yang mencerminkan
sebagai bentuk-bentuk korupsi secara aktif. Kelompok ini terdiri dari
tindakan pemerasan atau permintaan imbalan uang (korupsi), tindakan
penguasaan barang orang lain tanpa hak, dan penggelapan barang bukti.
1) Permintaan Imbalan Uang/Korupsi
a) Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat,
seorang pejabat publik meminta imbalan uang dan sebagainya atas
pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan (secara cuma-cuma)
karena merupakan tanggung jawabnya.
b) Seorang pejabat publik menggelapkan uang negara, perusahaan
(negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain
sehingga menyebabkan pelayanan umum tidak dapat diberikan
kepada masyarakat secara baik.
2) Penguasaan Tanpa Hak
Seorang pejabat publik memenguasai sesuatu yang bukan milik
atau kepunyaannya secara melawan hak, padahal semestinya sesuatu
21
22
23
24
25
26
27