Anda di halaman 1dari 14

REFLEKSI KASUS

Penyusun :
Ranti Apriliani Putri S.Ked
(1018011091)

Pembimbing :
dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FORENSIK


DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROPINSI
LAMPUNG
2015

A. Jenis Kasus
Kasus yang akan dibahas dan direfleksikan oleh
penulis pada kesempatan ini yaitu TINDAK
ASUSILA. Kasus ini bukanlah kasus yang
sederhana, namun penulis akan membahas
secara ringkas dan mengambil hal-hal penting
yang berguna kedepannya bagi pembaca secara
umum dan bagi penulis sendiri secara
khususnya.

Kasus

Nn S berusia 18 tahun adalah seorang pasien yang datang ke Ruang


Kebidanan RSAM karena ingin di visum. Pasien hamil 20-21 minggu
JTH Intrauterin. Pasien sebelumya bersetubuh dengan K di sebuah
rumah kostan pada bulan November 2014. Kemudian, korban
kembali melakukan persetubuhan dengan H pada bulan Desember
di sebuah kebun di dekat rumah korban. Korban awalnya tidak
menyadari dirinya hamil, korban hanya merasa dirinya agak
gemukan. Korban mengetahui dirinya hamil, setelah ia tidak
mendapatkan haid dan mencoba alat tes kehmilan Setelah
mengetahui dirinya hamil, korban tidak berani memberitahukan
kepada orang tuanya. Kehamilan korban, diketahui keluarga dari
teman korban. Keluarga korban lalu membawa korban untuk di
visum dan untuk mengetahui siapa Bapak anak yang di kandung
korban apakah K atau H. Tetapi, korban tetap bersikeras Bapaknya
adalah H, karena saat K menyetubuhi korban, ia memakai kondom,
tetapi korban tidak mengetahui apakah kondomnya bocor atau
tidak. Sedangkan, H tidak menggunakan kondom, dan ada cairan
yang masuk ke vagina korban. Sebelumnya, pasien sudah ke Bidan
dan dikatakan kehamilan korban 5 bulan. Korban tidak mengingat
secara pasti hari pertama haid terakhir. Menurut korban, pelaku K

B. Alasan Memilih Kasus


Pemilihan dilakukan penulis dikarenakan kasus
ini sering terjadi di kehidupan kita sehari hari,
dan banyaknya kasus hamil diluar pernikahan.
Kasus ini terjadi kurang lebih satu tahun yang
lalu saat penulis sedang menjalani kepaniteraan
klinik Ilmu Kebdanan RSUAM Bandar Lampung.

C. Analisis Kasus :
1.ASPEK ETIKA
Wanita yang meminta dokter untuk memvisum dirinya
dikarenakan dirinya hamil. Wanita ini ingin mengetahui
siapa sebenarnya Bapak dari anak yang ia kandung.
Dalam hal ini dokter harus memegang 4 prinsip dasar
bioetika kedokteran, yaitu Beneficence (berbuat baik),
non-maleficence (tidak berbuat yang merugikan),
Justice (keadilan), respect for person/autonomy
(menghormati martabat manusia). Dalam menentukan
sikapnya, dokter harus menyatukan prinsip satu dengan
prinsip yang lain. Namun, pada kasus tertentu karena
kondisi yang berbeda, satu prinsip menjadi lebih
penting dan sah untuk digunakan dengan
mengorbankan prinsip yang lain.

A. BENEFICENCE
Dalam hal ini, visum bagi Nn.S yang merupakan
korban persetubuhan dilakukan dengan didasari
niatan agar diketahui siapa Bapak dari anak
yang dikandung. Selain itu juga, agar orang tua
korban tidak merasa resah dan gelisah karena
sangat penasaran siapa sebenarnya Bapak dari
cucu mereka.

B. NON-MALEFICENCE
suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak
melakukan perbuatan yang memperburuk pasien
dan tidak membahayakan pasien. Dalam kasus ini,
dokter memberitahukan apa saja tindakan yang
akan dilakukan saat visum, meskipun pasien agak
terganggu karena ada bagian tubuh yang dibuka,
tetapi pasien harus kooperatif untuk mendapatkan
hasil yang seobjektif mungkin dan tindakan
tersebut tidak akan memperburuk keadaan pasien
ataupun mengganggu janin yang di kandungnya.

C. JUSTICE
Prinsip dimana seorang dokter memperlakukan
sama rata dan asil untuk kebahagiaan dan
kenyamanan pasien tersebut, menghargai hak
sehat pasien, dan menghargai hak hukum pasien.
Dalam kasus ini dokter tidak membedakan sama
sekali hak yang harus didapatkan pasien dan
kewajiban yang harus dokter lakukan pada pasien
tersebut. Apakah pasien merupakan pasien
JAMKESMAS ataukah pasien umum, dokter sama
sekali tidak membedakannya.

D. RESPECT FOR PERSON/ AUTONOMY


Prinsip dimana seorang dokter menghormati
martabat manusia. Dalam hal ini pasien diberi
hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri. Autonomy bermaksud
menghendaki, menyetujui, membenarkan,
membela dan membiarkan pasien demi dirinya
sendiri. Dalam kasus ini, dokter harus
menghargai hak pasien untuk mendapatkan
visum dan mengetahui umur kehamilannya.

2. Aspek Hukum
Dalam aspek hukum, menjagan kerahasiaan
tentang penyakit pasien adalah hak yang
dimiliki oleh masing-masing pasien.

3. Aspek Medis
Penatalaksanaan pada pasien yang diberikan
sudah sesuai dengan apa yang harus dilakukan.
Termasuk mengedukasi pasien.

4. ASPEK BUDAYA/ NORMA TRADISI DI


MASYARAKAT
Berdasarkan budaya dan norma yang ada di indonesia,
hamil di luar nikah termasuk masalah yang dapat
mencoreng diri sendiri, orang tua bahkan keluarga besar.
Orang-orang di sekitar akan menganggap korban merasa
hina, jijik dan merasa korban wanita murahan,
terlebih lagi korban masih bersekolah di Sekolah
Menengah Atas yang pastinya teman-teman korban
merasa ada yang aneh di diri korban dan melihat perutnya
yang semakin lama semakin membesar dan itu akan
membuat korban dikucilkan. Sebaiknya, pasien di edukasi
agar tidak terlalu sedih berlebihan karena itu akan
memperberat masa-masa kehamilannya dan meminta
agar pelaku segera bertanggung jawab kepada korban.

5. ASPEK AGAMA
Berbagai agama seperti Islam, kristen, Hindu, Budha dan
Yahudi meyakini bahwa seks bebas merupakan tindakan yang
salah, tidak dibenarkan dan berdosa. Hilangnya keperawanan
sebelum pernikahan adalah hal yang sangat memalukan
terlebih lagi jika wanita sampai hamil.

Dalam agama Islam, karena korban melakukan persetubuhan


oleh dua orang laki-laki, maka akan ada kesulitan untuk
mengetahui anak siapakah sebenarnya, terlebih lagi jika anak
yang dilahirkan adalah perempuan, dan jika anak tersebut
sudah beranjak dewasa dan akan menikah, maka akan
kesulitan jika Bapak Biologisnya tidak diketahui untuk
menikahkan anaknya tersebut.

D. Kesimpulan
Dari kasus diatas dokter harus tetap
melaksanakan kewajibannya sesuai sumpah
dokter yang melayani pasien dengan tidak
memandang status sosial, budaya, agama,
politik dan ekonomi. Dokter harus melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan keilmuannya dan
sesuai kebaikan pengobatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai