Anda di halaman 1dari 17

Tugas Perencanaan dan

Pembangunan Daerah

Nia Dwi Anjani (135020107111006)


KELAS AA

Program Studi Ekonomi Pembangunan


Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Malang
2014

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan MP3EI? Berikan strateginya!


MP3EI merupakan sebuah roadmap yang disusun sebagai upaya untuk
melakukan transformasi ekonomi untuk mendorong aktivitas perekonomian
sekaligus mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan daya
saing. Upaya transformasi ekonomi tersebut tentunya dilakukan dengan
mempertimbangkan seluruh potensi dan tantangan yang dimiliki oleh
Indonesia.
Selain itu, MP3EI ini sekaligus sebagai pijakan awal dalam hal
mengembangkan komitmen bersama antara pemerintah pusat dan daerah serta
dunia usaha untuk melaksanakan berbagai langkah-langkah pembangunan
yang konkret.

MP3EI bertujuan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan

ekonomi yang tinggi, berimbang, berkeadilan dan berkelanjutan. Melalui


langkah percepatan tersebut, Indonesia akan dapat mendudukkan dirinya
sebagai sepuluh negara besar dunia pada tahun 2025, dan enam negara besar
pada tahun 2050.
MP3EI mempunyai 3 (tiga) strategi utama yang dioperasionalisasikan dalam inisiatif
strategic :
Strategi pertama adalah pengembangan potensi melalui 6 koridor ekonomi yang
dilakukan dengan cara mendorong investasi BUMN, Swasta Nasional
dan FDI dalam skala besar di 22 kegiatan ekonomi utama. Penyelesaian berbagai
hambatan akan diarahkan pada kegiatan ekonomi utama sehingga diharapkan akan
terjadi peningkatan realisasi investasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi di 6
koridor ekonomi.
Berdasarkan potensi yang ada, maka sebaran sektor fokus dan kegiatan utama di
setiap koridor ekonomi, diantaranya sebagai berikut:
Strategi kedua, memperkuat konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi
nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil. Untuk itu akan ditetapkan jadwal
penyelesaian masalah peraturan nasional dan infrastruktur utama nasional. Menurut
laporan Menko Perekonomian, berdasarkan hasil diskusi dengan para pemangku
kepentingan, khususnya dunia usaha, teridentifikasi sejumlah regulasi dan perijinan
yang memerlukan debottlenecking yang meliputi:
I.

Mempercepat penyelesaian peraturan pelaksanaan undang-undang

II.

Menghilangkan tumpang tindih antar peraturan yang sudah ada baik ditingkat pusat

dan daerah, maupun antara sektor/lembaga


III.

Merevisi atau menerbitkan peraturan yang sangat dibutuhkan untuk mendukung


strategi MP3EI (seperti Bea keluar beberapa komoditi)

IV.

Memberikan insentif kepada kegiatan-kegiatan utama yang sesuai dengan strategi


MP3EI

V.

Mempercepat dan menyederhanakan proses serta memberikan kepastian perijinan


Adapun Elemen Utama dari Strategi Kedua adalah:

I.

Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan utama untuk memaksimalkan


pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman.

II.

Memperluas pertumbuhan dengan menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat


pertumbuhan melalui inter-modal supply chain systems.

III.

Menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur & pelayanan dasar dalam


menyebarkan manfaat pembangunan secara luas. (Pertumbuhan yang inklusif)
Strategi ketiga, pengembangan Center of Excellence di setiap koridor ekonomi.
Dalam hal ini akan didorong pengembangan SDM dan IPTEK sesuai kebutuhan
peningkatan daya saing. Percepatan transformasi inovasi dalam ekonomi yang
dilakukan melalui:

I.

Pengembangan modal manusia berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi


secara terencana dan sistematis.

II.

Memasukkan unsur Sistem Inovasi Nasional (SINAS) dan berbagai upaya


transformasi inovasi dalam kegiatan ekonomi.

2. Berikanlah gambaran perkembangan ekonomi jepang dimasa meiji hingga


sekarang yang menunjukkan titik titik ekonomi baru!
Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia,dimana ekonomi negara ini
bertumpu pada sektor industri. Negara yang sangat unik ketika pernah
mengalami kerisis ekonomi dalam kekalahan perang dunia II . Pembangunan
ekonomi negara Jepang dimulai sejak tahun 1868 saat lahir sebuah politik
penting yang dikenal sebagai pembaharuan Meiji. Tapi bukan berarti bahwa
Jepang sebelum tahun itu disebut Negara primitive, akan tetapi dalam
produksi mesin dan pembaharuan terjadi setelah pembaharuan
Meiji. Perekonomian utama pemerintahan Meiji dalam periode ini ialah

terciptanya prasarana Negara ini, dengan membangun jalan kereta api antara
Tokyo dan Yokuhama sampai Kobe terselesaikan. Tidak hanya itu pemerintah
juga memodernisasi jaringan komunikasi lewat jasa pos dan telegraf.
Dalam periode zaman Tokugawa Jepang merupakan masyarakat yang cukup
terpelajar dari budaya dan sastra dengan buku yang berlimpah-limpah, dan
salah satunya adalah ajaran dari Kong Hu Cu yang hanya satu-satunya
pengajaran yang meluas dalam periode Tokugawa. Dan Jitsugaku (pelajaran
praktis) sedamgkan perekonomian zaman tokugawa adalah feodal dan
mempunyai kemiripan dengan perekonomian pertenggahan Eropa. Sehingga
mengambil keputusan pada dasarnya perekonomian subsistem dan bahwa
setiap perdangangan sebagian besar dengan sistem barter dan jarang terdapat
pengunaan uang. Tapi perekonomian Tokugawa menunjukkan uang dan
kredit.Bentuk uang biasanya uang logam sedangkan kredit yang sering
digunakan oleh pedagang-pedagang Osaka. Pusat transaksi kredit adalah
Ryogaeya, akan tetapi fungsi Ryogaeya tidak hanya melakukan pertukaran
uang. Mereka mempunyai fungsi, misalnya: menerima deposito,
meminjamkan uang dan mengeluarkan surat perintah pembayaran khususnya
di Osaka sering menciptakan uang. Pada filosofi ekonomi pada birokrasi
Tokugawa menitik beratkan pertanian sebagai sumber utama kekayaan
sedangkan perdagangan dianggap tidak produktif dan perdangangan mendapat
posisi terendah dalam masa Tokugawa. Pada periode Tokugawa di Jepang
dikenalkan ekonomi uang yang dipengaruhi oleh dua faktor khusus: semua
samurai di wajibkan tinggal di istana, markas besar pemerintah pindah dari
pertanian, mereka menjadi rentenir dan sumbangan penting lainnya untuk
perdagangan adalah Sankin kotai (sistem jaminan) sering dianggap
perdagangan Tokugawa.
Pemulihan Setelah Perang
Setelah beberapa tahun kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II,
Ekonomi Jepang lumpuh akibat dari kerusakan perang. Kekurangan pangan
yang parah, inflasi yang tak terbendung, dan pasar gelap dimana mana.
Namun rakyat Jepang mulai kembali membangun ekonominya yang
dihancurkan oleh perang, mula-mula melalui bantuan rehabilitasi dari Amerika
Serikat. Menjelang tahun 1951 perekonomian Jepang mulai pulih ketingkat
1934-36. Pertumbuhan penduduk menghambat pendapatan perkapita bangsa,
menjelang tahun 1954 indikator inipun sudah mencapai kembali ke peringkat

1936 secara nyata.


Berbagai perubahan sosial yang dilakukan setelah perang, membantu
pembentukan keerangka dasar pengembangan ekonomi selanjutnya.
Demiliterisasi pascaperang dan larangan persenjataan kembali yang tertera
dalam undang undang dasar yang baru meniadakan beban berat pada sumber
ekonomi bangsa, dari pengeluaran di sektor militer.
Berdasarkan sistem prioritas produksi, tekanan diberikan pada
peningkatan produksi batubara, yang merupakan dua pemusatan utama dari
usaha industri bangsa. Produksi kemudian tidak hanya meningkat dalam
industri bahan inti seperti baja dan produk-produk kimia tetapi juga dalam
industri baru yang membuat barang konsumen seperti pesawat televisi dan
mobil.
Pertumbuhan Pesat Perekonomian
Perekonomian Jepang terus menerus meluas dengan cepat mulai dari
pertengahan 1950an sampai tahun 1960, dengan mengalami hanya 2 resesi
pendek, yaitu pada tahun 1962 dan 1965. Pada umumnya diakui bahwa
perluasan cepat perekonomian jepang dari akhir 1950an sampai tahun 1960
didorong oleh penanaman industri swasta yang hebat dalam pabrik dan
peralatan baru. Tingkat tinggi tabungan rumah tangga Jepang memungkinkan
bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki cukup dana untuk menanamkan
modal secara besar disektor swasta. Kenaikan pengeluaran modal dikaitkan
dengan penerapan teknologi baru, sering berdasarkan lisensi dari perusahaan
asing. Penanaman modal untuk pembaharuan membuat industri jepang lebih
kuat bersaing di pasaran dunia, menciptakan produk baru dan membawakan
perusahaan-perusahaan jepang keuntungan dari produksi massal dan
meningkatkan produktivitas pekerja.
Faktor lain dibalik pertumbuhan ekonomi Jepang selama priode ini
adalah meluapnya tenaga kerja dengan tingkat pendudukan tinggi. Pada tahun
1960 diumumkan Rencana Pengadaan Pendapatan Selama 10 Tahun, yaitu
contoh terbaik dari kebiaksanaan ekonomi pemerintah yang bertujuan
menganjurkan menabung, merangsang penanaman modal, melindungi industri
dengan memberi potensi pertumbuhan, dan menggalakkan ekspor.
Setelah resesi pendek pada tahun 1965, ekonomi Jepang menikmati periode
kemakmuran yang panjang sampai sekitar musim panas tahun 1970, dengan laju
pertumbuhan nyata selama periode ini mendekati rata-rata 12%. Faktor utama dibalik

pertumbuhan ini adalah peningkatan penanaman modal yang digunakan unuk


perencanaan yang menghasilkan perekonomian, membangun fasilitas untuk
memperbesar kapasitas ekspor, dan memperoleh peralatan yang diperlukan untuk
menjawab perubahan dalam lingkungan ekonomi dan sosial. Peningkatan ekspor yang
disebabkan daya saing harga produk jepang juga meningkatkan kegiatan bisnis yang
berkesinambungan.
PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN

Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam


beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu
Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang
mendalam di Indonesia karena diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian
berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih
tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia pada masa
penjajahan, berikut adalah penjelasannya :

MASA PENDUDUKAN BELANDA

Pada masa penjajahan,Indonesia menerapkan system perekonomian


monopolis. Dimana setiap kegiatan perekonomian dijalankan sesuai dengan penguasa
perdagangan Indonesia saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai perdagangan
Indonesia pada saat itu, disini VOC menerapkan peraturan dan strategi agar mereka
tetap menguasai perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang diterapkan VOC
seperti kewajiban menyerahkan hasil bumi pada VOC dan pajak hasil bumi yang
dirancang untuk mendukung monopoli tersebut.

Disamping itu VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah agar tetapa tinggi.antara
lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah. Semua aturan
itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi VOC
dari pola pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan monopoli rempah-rempah,

diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan
meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan
kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di
masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang hanya 1.050
metrik ton. Dan pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam
mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda.

MASA PENDUDUKAN INGGRIS (1811-1816)

Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad
diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini
sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan
berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan menggunakan pajak tanah, maka
penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau
yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan
tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah
pemasaran produk dari negara penjajah.

MASA CULTUURSTELSEL (SISTEM TANAM PAKSA)

Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas
inisiatif Van Den Bosch. Yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang
permintaannya ada di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan
produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina,
karet dan kelapa sawit. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, akan tetapi
sangant menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi
(monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat
perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini
merupakan pengganti sistem landrent (pajak tanah) dalam rangka memperkenalkan
penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam
tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk
kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Bagi
masyarakat pribumi, sudah tentu cultuur stelstel sangat memeras keringat dan darah

mereka, apalagi aturan kerja rodipun masih diberlakukan. Namun segi positifnya
adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang
pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di
pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda,
ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka
datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan
menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang
melakukan kegiatan ekonomi non agraris.

Dengan menerapkan cultuur stelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori


sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan
kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja,
tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar.
Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih
(Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai
kapitalis.

SISTEM EKONOMI PINTU TERBUKA (LIBERAL)

Dengan adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan


perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah
Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Maka dibuatlah peraturanperaturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada
pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan
dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab
klasik, antara lain terlihat pada :

III.

Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang
mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi
sebagai buruh penggarap tanah.

IV.

Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos
tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan
mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.

V.

Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas,
pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli
kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
MASA PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945)

Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber


daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai
akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena
produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak
untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet,
sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan
akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.

PEREKONOMIAN INDONESIA MASA ORDE LAMA (1945 1966)

Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan


struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk
memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada
akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri. Sistem moneter
tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini
dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang
tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia
mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.

Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada
saat itu, keadaan ekonomi Indonesia mengalami kegiatan produksi terhenti pada
tingkat inflasi yang tinggi. Indonesia pernah mengalami sistem politik yang
demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi
konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet hanya dua tahun

sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan masalah-masalah sosial


dan ekonomi yangterjadi pada saat itu. Selama periode 1950an struktur ekonomi
Indonesia masih peninggalan jaman kolonial, struktur ini disebut dual society dimana
struktur dualisme menerapkandiskriminasi dalam setiap kebijakannya baik yang
langsung maupun tidak langsung. Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah
buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Sejak tahun 1955, pembangunan
ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya
kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini
berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk
mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan
menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan
Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa
sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya
tenaga ahli. Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau
memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk
pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer
untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas
(dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa.
Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat
dengan negara-negara komunis. Untuk lebih jelas nya berikut ini adalah penjelasan
terperinci nya.

Pemerintahan pada masa orde lama dibagi menjadi tiga yaitu

MASA PASCA KEMERDEKAAN (1945-1950)

Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara
lain disebabkan oleh :

- Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata
uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe
Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.

Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi
kenaikan tingkat harga.

MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950 1957)

Permasalah ekonomi yang dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti
sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara
lain :

1. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan


pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan
impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi
impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaanperusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi
nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung
konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini
untuk pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut
Rencana Urgensi Perekonomian (RUP)

2. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951


lewat UU No. 24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

3. Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak


Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha
pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada
pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha
swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi
kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah.

4. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk


pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang
menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa
mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa
ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :

Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang

sebagai berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp
1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.

Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis

Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan


stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga
naik 400%.

Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp

1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang
rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih
tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.

ORDE BARU (1966-1997)

Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi
prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,

penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.


Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang
lebih 650 % per tahun.Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem
ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha
nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem
ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini
merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah
dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalahmasalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam
penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di
Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori
Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang,
tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan,
pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita
dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969,
Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa
REPELITA:

REPELITA I (1967-1974) Mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin
dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan
adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang
pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
REPALITA II (1974-1979) Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per
tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri
yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
REPALITA III (1979-1984) Prioritas tetaap pada pembangunan ekonomi yang
dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan
industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.

REPALITA IV (1984-1989) Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan

usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian


pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya
untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah
mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti
pertumbuhan industri bertahap.

MASA REFORMASI

Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan
mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya
dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara
dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tahun 1998
merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat
krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah yang
semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan mencapai Rp.
12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar). Artinya, nilai Rp.
1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun setelah tahun 1998
menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu dan
harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena
uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar Amerika.
Ditambah lagi dengan hutang swasta yang kemudian harus dibayar Negara Indonesia
sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari International Monetary Fund (IMF).
Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar
adalah hutang komersial swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai
sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu :

1.

Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 20 Oktober 1999)


Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakankebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden
B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari

Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat

2.

Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 23 Juli 2001)


Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang
cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan
Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik
antar etnis dan antar agama.

3.

Ibu Megawati (23 Juli 2001 20 Oktober 2004)


Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang
harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakankebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :

Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan

Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3
triliun

Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di

dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil
menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini
memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset
Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja
menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan
pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

4.

Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)


Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu :

Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.

Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi
BBM dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang

mendukung kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,

yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT
tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial.

Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan
November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepalakepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi
kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia,
diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan

pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal
jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan
Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN
sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan
banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara
besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.

Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan

persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.

Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena

harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis


3. Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF
(International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak

lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam


negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat,
setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya
dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa
di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini
disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit
perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas
pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak
dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai