Anda di halaman 1dari 9

Nama

: Rohmad Joni Pranoto

NPM

: 1206247240
TUGAS PENGGANTI KELAS ENDOKRINOLOGI

A.

PROFIL KALSIUM
Kalsium merupakan mineral esensial dalam kehidupan. Level kalsium dalam cairan

ekstraseluler dan dalam sitosol harus diregulasi secara tepat untuk mempertahankan kenormalan
fungsi tubuh. Pada semua vertebrata, kalsium darah dipertahankan pada 9,0 sampai 10,5 mg/dL.
Kalsium memiliki peran penting dalam konstruksi tulang dan gigi. Selain itu, juga bertanggung
jawab dalam eksitasi dan kontraksi sel otot dan juga eksitasi spontan pada sel pacemaker
jantung. Kalsium dalam bentuk ion berfungsi esensial untuk eksositosis sekresi granula pada sel
saraf dan sel glandular dan berperan juga sebagai second messenger pada berbagai sel target. Ion
kalsium juga berperan dalam aktivasi enzim untuk proses hematostatis ( Norris & Carr 2013:
501).
Level kalsium pada plasma darah mamalia dewasa berkisar pada 10 mg/dL atau sekitar
2,5 mM. Sekitar separuh dari kalsium tersebut adalah dalam bentuk ion bebas (Ca2+). Pasca
kelahiran, kalsium yang dikandung dalam makanan diserap melalui usus halus lalu disimpan
dalam tulang dan gigi atau diekskresikan melalui urin atau feses. Kalsium yang disimpan dalam
tulang menyediakan Ca2+ untuk keperluan tubuh. Homeostatis kalsium darah dipertahankan oleh
aksi kerja sama antara tulang dan gigi serta usus sebagai sumber internal dan eksternal. Selain
itu, ginjal juga berperan dalam mencegah kehilangan kalsium dalam jumlah besar atau
membiarkan ekskresi kalsium tergantung kebutuhan tubuh (Norris & Carr 2013: 501502).
Pada tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1000 gram kalsium yang sekitar 99%
disimpan dalam tulang berbentuk hydroxyapatite crystals (Ca10(PO4)6(OH)2). Kebanyakan
kalsium yang bukan berbentuk kristal ditemukan dalam sel jaringan dan berikatan dengan protein
dalam retikulum sarkoplasma, mitokondria, dan berbagai organel lainnya. Konsentrasi kalsium
yang ada di cairan intersisial sekitar 1,5 mM. Sejumlah kalsium tersebut berada pada keadaan
bebas, terionisasi, dan beberapa membentuk senyawa kompleks dengan beberapa anion seperti
sitrat, laktat atau fosfat (Goodman 2009:198).

B.

REGULASI ENDOKRIN TERHADAP KALSIUM


Kontrol metabolisme kalsium diatur oleh hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D3

(1,25-Dihydroxycholecalciferol). Hormon paratiroid (PTH) disekresikan oleh kelenjar paratiroid


sebagai faktor hiperkalkemik yang dalam aktivitasnya dapat meningkatkan level kalsium dalam
plasma darah. Sekresi hormon tersebut dikontrol secara langsung oleh aksi level ion Ca2+ plasma
dalam sel paratiroid. Organ target utama dari aksi hormon PTH adalah tulang, yang mana pada
hormon tersebut akan menstimulasi pelepasan kalsium dari tulang (bone resorption) ketika level
kalsium darah turun. PTH juga berperan dalam peningkatan reabsorpsi Ca2+ oleh nefron.
Kalsitonin (CT) merupakan faktor hipokalkemik yang disekresikan oleh sel C pada kelenjar
tiroid. Pelepasan hormon kalsitonin berkaitan dengan perubahan dalam Ca2+ plasma. Vitamin D3
(1,25 DHC) menstimulasi absorpsi kalsium di lumen usus yang mana memerlukan pula pengaruh
dari aksi PTH di tulang dan ginjal (Norris & Carr 2013: 503504).
B.1.

HORMON PARATIROID
Kadar normal hormon PTH adalah antara 10-55 pg/ml dengan waktu paruh sekitar 10

menit dan setelah itu akan dibelah secara cepat oleh sel Kupffer di hati menjadi fragmen
polipeptida. Hormon paratiroid memiliki mekanisme yang sangat kuat untuk mengontrol kalsium
ekstraseluler dan konsentrasi fosfat dengan cara meregulasi reabsorpsi pada usus, ekskresi ginjal,
dan pertukaran ion antara cairan ekstraseluler dengan tulang. Kelebihan sekresi paratiroid
hormon akan menyebabkan absorbsi garam kalsium dari tulang yang menyebabkan terjadinya
hiperkalkemia pada cairan ekstraseluler. Hal tersebut dapat menyebabkan pengeroposan tulang,
artherosklerosis, dan pembentukan batu ginjal. Sebaliknya, terjadinya hipofungsi kelenjar
paratiroid akan menyebabkan hipokalkemia yang menyebabkan terjadinya tetanus dan
kesemutan (Negi 2009: 215).
Hormon paratiroid terdiri atas polipeptida yang disusun oleh 84 asam amino. Hormon
tersebut disintesis di sel chief sebagai polipeptida lebih besar. Sintesis PTH melalui dua tahap
yaitu polipeptida besar dengan 115 asam amino (pre-proparathyroid hormone) disintesis pada
ribosom yang menempel pada RE kasar lalu kemudian akan membelah dengan sangat cepat
menjadi peptida yang lebih kecil (proparathyroid hormone) yang disusun oleh 90 asam amino.
Peptida tersebut lalu masuk ke badan golgi yang kemudian akan dihilangkan 6 residu asam

aminonya sehingga tersisa 84 asam amino yang dipackaging ke dalam vesikel golgi (Negi 2009:
215).

Gambar 1: Struktur Komparatif PTH


[Sumber: Negi 2009: 215]
a. Mekanisme Aksi Hormon PTH
Setidaknya terdapat tiga reseptor PTH yang berbeda, satu berikatan dengan
parathyroid related protein (PTHrP) yan disebut sebagai hPTH atau PTHrP reseptor,
kedua PTH2 atau hPTH2-R yang ditemukan di otak, plasenta dan pankreas, lalu ketiga
adalah CPTH (Negi 2009: 2015). Sekresi PTH diregulasi oleh respon terhadap level
kalsium plasma. Reseptor-reseptor PTH yang ada pada membran plasma sel chief ketika
berikatan dengan ion kalsium ekstraseluler maka G protein-coupled receptor akan
membantu meningkatkan level kalsium intraseluler bebas yang mengakibatkan
penurunan sekresi PTH. Melalui mekanisme tersebut, konsentrasi kalsium plasma tinggi
akan menekan sekresi PTH sedangkan apabila konsentrasi kalsium plasma rendah akan
menstimulasi pelepasan PTH (Golan dkk. 2008: 550).
Hormon paratiroid (PTH) bekerja pada tiga organ target untuk meningkatkan
kalsium plasma yaitu bekerja secara langsung pada ginjal dan tulang, serta bekerja secara
tidak langsung pada usus. Efek fisiologis cepat PTH adalah meningkatkan reabsorpsi
kalsium dan menurunkan reabsorbsi fosfat di ginjal. Hal tersebut menyebabkan
penurunan ekskresi kalsium dalam urin dan meningkatkan eksresi fosfat dalam urin.

Gambar 2: Ringkasan Efek Fisiologis PTH pada Tulang, Ginjal, dan Usus
[Sumber: Golan dkk. 2008: 552]

Efek fisiologis lain yang lebih lambat yaitu efek PTH pada sel tulang. Level PTH
akan menstimulasi reseptor permukaan PTH pada osteoblas yang menyebabkan sel
meningkatkan ekspresi sejumlah protein salah satunya yaitu RANK ligand (RANKL).
RANKL akan berikatan dengan RANK menyebabkan terjadinya diferensiasi dan
pematangan osteoclast. Peningkatan aktivitas osteoklas menyebabkan peningkatan
resorpsi tulang sehingga aksi PTH tersebut akan meningkatkan kadar plasma kalsium
(Golan dkk. 2008: 550).
Efek fisiologis PTH secara tidak langsung pada usus adalah dengan cara
meningkatkan konversi prekursor 2,5-hidroksi untuk membentuk vitamin D menjadi aktif
secara biologis 1,25-hidroksi vitamin D (calcitriol). Proses hidroksilasi tersebut terjadi
pada tubulus proksimal. Calcitriol akan meningkatkan absorpsi kalsium dalam usus halus
(Golan dkk. 2008: 550).

Gambar 3: Pembentukan Calcitriol


[Sumber: Golan dkk. 2008: 552 ]

B.2.

KALSITONIN
Kalsitonin merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh kelenjar tiroid dan

cenderung untuk menurunkan konsentrasi kalsium plasma. Sisntesis dan sekresi kalsitonin terjadi
di sel parafolikular atau sel C yang berada pada cairan intersisial diantara folikel kelenjar tiroid.
Hormon kalsitonin terdiri atas 32 asam amino dengan berat molekul sekitar 3400 da. Stimulus
utama sekresi hormon ini adalah adanya peningkatan konsentrasi ion kalsium plasma.
Peningkatan konsentrasi kalsium plasma 10% menyebabkan peningkatan laju sekresi kalsitonin
sebanyak dua kali lipat (Negi 2009: 218).

Gambar 4: Struktur Komparatif Kalsitonin


[Sumber: Negi 2009: 218]

Sekresi kalsitonin meningkat ketika kelenjar tiroid mendeteksi konsentrasi Ca2+ tinggi
atau kadarnya berkisar 9,5 mg/dL. -adrenergik agonis seperti dopamin dan estrogen juga
menstimulasi sekresi kalsitonin. Beberapa hormon seperti gastrin, cck, glukagon, dan sekretin
juga dapat menstimulasi sekresi kalsitonin. Dalam kerjanya kalsitonin memiliki reseptor yang
ada pada tulang dan ginjal yaitu serpentine. Kalsitonin akan menurunkan sirkulasi kalsium dan
fosfat. Proses tersebut terjadi dengan cara penghambatan resorpsi tulang. Kalsitonin juga dapat
menghambat aktivitas osteoklas dan meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin (Negi 2009:
218).

B.3.

1,25-dihydroxycholecalciferol (1,25 DHC)


Cholecalciferol atau vitamin D3 dapat ditemukan pada hewan maupun tumbuhan, tetapi

reseptor vitamin D (VDR) hanya ditemukan pada vertebrata. Vitamin D secara normal dibentuk
di kulit dari 7-dehydrocholesterol dalam reaksi fotokimia yang menggunakan komponen UV
sinar matahari. Vitamin D tersebut tidak dalam bentuk aktif secara biologis, tetapi akan
dikonversi oleh enzim yang ada dalam hati dan ginjal menjadi bentuk aktif yaitu 1,25dihydroxycholecalciferol, hormon yang meregulasi absorpsi kalsium pada usus dan level kalsium
pada ginjal dan tulang. Reaksi pembentukannya terjadi secara cepat, yaitu dimulai dengan
pembentukan previtamin D3 yang kemudian dikonversi menjadi D3. Vitamin D3 lalu ditranspor
ke plasma dan berikatan dengan globulin Protein Vitamin D (DBP) dan mengikat G-actin.
Vitamin D3 didigesti oleh sebuah enzim dari anggota sitokrom P450. Dalam hati, vitamin D3
diubah menjadi 25-hydroxycholecalciferol (25-OHD3). 25-OHD3 lalu dikonversi dalam tubulus
proksimal ginjal menjadi 1,25 dihydroxycholecalciferol. Hormon 1,25dihydroxycholecalciferol akan meningkatkan absorpsi kalsium di dalam usus halus.

Gambar 5: Pembentukan 1,25-dihydroxycholecalciferol


[Sumber: Negi 2009: 211]

Hormon 1,25-dihydroxycholecalciferol menstimulasi transpor Ca2+ transepitel ke dalam


usus dengan menstimulasi Ca2+ masuk, Ca2+ buffering dengan mengikat situs seluler dan ekstrusi
Ca2+ pada basolateral sel (Negi 2009: 211).

C.

HOMEOSTASIS KALSIUM
Terkait homeostasis kalsium dalam tubuh, regulasi terhadap fosfat juga diperlukan.

Produk konsentrasi Ca2+ dan HPO42- dalam plasma adalah selalu tetap dan konstan. Keadaan
tersebut dapat berubah bergantung pada keadaan fisiologis dan patologisnya. Sebagai contoh
apabila ada kenaikan level Ca2+ dan karena kondisi tertentu terjadi penurunan HPO42- maka akan
mengakibatkan penurunan Ca2+ (Negi 2009: 210).
Sekitar 10% (100 mg/hari) dari jumlah kalsium yang diingesti akan diekskresikan melalui
urin. Secara normal, tubulus ginjal akan mereabsorbsi 99% dari kalsium yang disaring ginjal.
Ketika konsentrasi kalsium rendah, maka kalsium akan direabsorpsi secara besar-besaran
sehingga hampir tidak ada kalsium yang akan terekskresi. Sebaliknya, apabila peningkatan
kalsium darah melebihi level normal, maka sebagian besar kalsium akan disekresikan. Proses
reabsorpsi kalsium pada ginjal tersebut di bawah pengaruh hormon PTH (Negi 2009: 210).

Gambar 6: Homeostasis Kalsium


[Sumber: Norris & Carr 2013: 502]

DAFTAR ACUAN

Golan, D.E., A.H. Tashjian, E.J. Armstrong, A.W. Armstrong. 2008. Principles of
pharmacology: the pathophysiology basic, 2nd Ed. Lippincott Williams & Wilkins,
Baltimore: xvii+947 hlm.
Goodman, H.M. 2009. Basic Medical Endocrinology, 4th Ed. Elsevier Inc, San Diego:
xxxiii+303 hlm.
Negi, C.S. 2009. Introduction to endocrinology. PHI Learning Private Limited, New Delhi:
xxviii+455 hlm.
Norris, D.O. & J.A. Carr. 2013. Vertebrate Endocrinology, 5th Ed. Elsevier Inc, San Diego:
xi+571 hlm.

Anda mungkin juga menyukai